• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002)."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Higiene dan Sanitasi

Higiene dan sanitasi adalah suatu istilah yang erat kaitannya satu sama lain sehingga tidak dapat dipisahkan. Namun demikian, pengertian higene dan sanitasi mempunyai perbedaan. Higiene lebih mengarah pada usaha kesehatan perorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).

Untuk memelihara kesehatan masyarakat perlu sekali pengawasan terhadap pembuatan dan penyediaan bahan-bahan makanan dan minuman agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Hal-hal yang dapat membahayakan antara lain zat-zat kimia yang bersifat racun, bakteri-bakteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, yakni pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002).

2.1.1 Pengertian Higiene

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes,2004).

Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan tersebut serta membuat lingkungan

(2)

melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia. Sehingga berbagai faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tidak sampai menimbulkan gangguan terhadap kesehatan (Azwar, 1996).

2.1.2 Pengertian Sanitasi

Menurut Purnawijayanti yang mengutip dari Labensky dkk, (1994), secara khusus memberi batasan pada pengertian sanitasi pengelolaan makanan, yaitu sebagai penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang mampu mencegah terjadinya kontaminasi makanan atau timbulnya penyakit melalui makanan. Maksud kontaminasi makanan disini secara umum diartikan sebagai munculnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Keberadaan kontaminasi dalam makanan dapat menurunkan nilai etis dari makanan atau bahkan dapat menimbulkan efek yang lebih merugikan sehingga menimbulkan penyakit akibat pencemaran makanan. Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Purnawijayanti, 2001).

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menggangu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen (Depkes RI, 2004).

(3)

Sanitasi makanan yang buruk yang dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan faktor fisik, maka perlu diperhatikan sususan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas, obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dll. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).

2.1.3 Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan

Istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengusahakan cara hidup sehat, sehingga terhindardari penyakit. Tetapi dalam penerapanya mempunyai arti yang sedikit berbeda : usaha sanitasi lebih menitikberatkan kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan higiene lebih menitikberatkan usaha-usaha kepada kebersihan individu (Azwar, 1996).

(4)

Selain untuk mengisahkan cara hidup sehat sehingga terhindar dari penyakit, menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip dari Labensky, dkk (1994), tujuan dari higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut :

1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan. 2. Mencegah konsumen dari penyakit.

3. Mencegah penjualan makanan yang merugikan pembeli. 4. Mengurangi kerusakan/pemborosan makanan.

2.2 Makanan

Makanan adalah semua substansi yang diperlukan tubuh. Menurut defenisi WHO mengenai makanan, ditegaskan bahwa dalam batasan makanan tidak termasuk air, obat-obatan dan subtansi-substansi yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Walaupun air merupakan elemen vital dalam makan manusia, akan tetapi air yang memenuhi syarat-syarat kesehatan memerlukan penanganan yang khusus. Menurut Depkes RI (2001), makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh.

Makanan bila ditetapkan fungsinya paling tidak harus memenuhi 2 dari 3 fungsi berikut ini (Chandra, 2006) :

1. Memberikan panas dan tenaga pada tubuh.

2. Membangun jaringan-jaringan tubuh baru, memelihara dan memperbaiki yang tua.

(5)

Makanan pada umumnya tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba yang pathogen dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia seperti keracunan makan. Untuk menjaga agar manusia tidak sakit karena makanan, maka sanitasi makanan menjadi sangat penting (Soemirat, 1994).

2.2.1 Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit.

Menurut Anwar (1997), dalam hubungannya dengan penyakit/keracunan makanan dapat berperan sebagai berikut :

1. Agent

makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya : jamur, ikan dan tumbuhan lain yang secara alamiah memang mengandung zat beracun. 2. Vehicle

Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti bahkan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa mikroorganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif. 3. Media

Kontaminan yang jumlahnya kecil, jika dibiarkan berada dalam makanan dengan suhu dan waktu yang cukup, maka bisa menyebabkan wabah yang serius.

Ditinjau dari sudut kesehatan makanan sehat adalah makanan yang mengandung gizi yang seimbang dan diperlukan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Sebaliknya jika makanan itu mengandung zat pencemar akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia.

(6)

2.2.2. Patogenesis atau Kejadian Penyakit

Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan variabel kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul (Achmadi,1987 ; Achmadi, 1991) pada gambar 2.1, sebagai berikut :

Tabel 2.1. Patogenesis atau Kejadian Penyakit

Sumber : Achmadi,1991

Gambar 2.1. Diagram Skematik Patogenesis Penyakit

Mengacu kepada gambaran skematik tersebut di atas, penyakit atau proses kejadian, maka pathogenesis penyakit atau proses kejadian penyakit dapat diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni :

1. Simpul 1, disebut sebagai sumber penyakit.

2. Simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit.

3. Simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti

pendidikan, perilaku, kepadatan, gender.

4. Simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami

interaksi dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit.

Sumber Penyakit

Penduduk Sakit/Sehat

Variabel Lain yang Berpengaruh Komponen

(7)

2.2.2.1. Teori Simpul Kejadian Penyakit a. Simpul 1 : Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara yang juga komponen lingkungan (Achmadi,2008).

Menurut Achmadi (2008) berbagai agent penyakit yang baru maupun lama dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar, yaitu :

1. Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit dan lain-lain. 2. Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energy kebisingan, kekuatan cahaya.

3. Kelompok bahan kimia, misalnya pestisida, merkuri, cadmium, CO, H

2S dan

lain-lain.

Acmadi (2008) membagi sumber penyakit dalam 2 kelompok besar, yakni : 1. Sumber penyakit alamiah, misalnya gunung berapi yang mngeluarkan

gas-gas dan debu beracun, proses pembusukan yang terjadi karena proses alamiah.

2. Hasil kegiatan manusia, seperti insdustri, rumah tangga, knalpot kendaraaan bermotor, atau penderita penyakit menular.

b. Simpul 2 : Media Transmisi Penyakit

Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit pada hakekatnya hanya ada 5 komponen lingkungan yang lazim dikenal sebagai media

(8)

transmisi penyakit, yakni : 1. Udara 2. Air 3. Tanah/pangan 4. Binatang/serangga 5. Manusia/langsung

Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalau didalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agent penyakit (Achmadi,2008).

c. Simpul 3 : Perilaku Pemajanan

Agent penyakit, dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal sebagi proses “hubungan interaktif”. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagi perilaku pemajanan atau behavioural Exposure (Achmadi, 1985).

Menurut Achmadi (2008) agent penyakit msuk kedalam tubuh dengan cara-cara yang khas. Ada 3 cara jalan raya atau route of entry, yakni :

1. System pernapasan 2. System pencernaan

3. Masuk melalui permukaan kulit d. Simpul 4 : Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama mengalami kelainan

(9)

dibandingkan rat-rata penduduk lainnya. Bias kelainan bentuk atau kelainan fungsi, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan, baik fisik maupun social (Achmadi, 2008).

2.3 Penyehatan Makanan

Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Makanan yang dimakan bukan saja harus memenuhi gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit. Penyehatan makanan adalah upaya mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapan yang dapat atau menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya (Depkes RI, 2003).

Aspek penyehatan makanan adalah aspek pokok dari penyehatan makanan yang berpengaruh terhadap keamanan makanan, yang meliputi : Kontaminasi/Pengotoran makanan (food contamination), Keracunan makanan (food poisoning), Pembusukan makanan (food decomposition atau food spoilage) dan pemalsuan makanan (food adulteration), Depkes RI (2001).

2.4 Prinsip Dalam Higiene dan Sanitasi Makanan

Faktor-faktor dalam higiene dan sanitasi makanan adalah tempat, peralatan, personal (orang) dan makanan. Dalam upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin menimbulkangangguan kesehtan atau keracunan makanan,maka perlu dilakukan analisis terhadap

(10)

rangkaian dari faktor-faktor tersebut secara rinci. Adapun keenam prinsip higiene sanitasi makanan tersebut adalah (Depkes RI, 2004) :

1. Pemilihan Bahan makanan 2. Penyimpanan Bahan makanan 3. Pengolahan makanan

4. Pengangkutan makanan 5. Penyimpanan makanan Masak 6. Penyajian/Penjaja makanan

2.4.1 Pemilihan Bahan Makanan

Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan baik, utuh, segar, dan tidak busuk. Dianjurkan membeli bahan makanan di tempat yang telah diawasi oleh pemerintah seperti pasar, swalayan, atau suppliyer bahan makanan yang telah berizin. Dan untuk bahan bahan tambahan makanan seperti zat pewarna harus terdaftar pada departemen Kesehatan (Depkes RI, 2001).

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008).

Bahan makanan yang akan diolah terutama yang mengadung protein hewani seperti daging, susu, ikan/udang, dan telur harus dalam keadaan baik dan segar. Demikian pula bahan sayur harus dalam keadaan segar dan tidak rusak, begitu juga dengan bahan makanan lainnya keadaanya tidak boleh berubah bentuk, warna atau rasa. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang

(11)

baik adalah dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya (Purawidjaja, 1995).

Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI No.1908/ Menkes/SK/VII/2003). Bahan tambahan disebut aman bila memenuhi 4 (empat) kriteria, yaitu :

1. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan 2. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya

3. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar 4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit

2.4.2 Penyimpanan Bahan Makanan

Proses penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

Makanan yang cepat membusuk seperti daging, ikan, susu, dan telur disimpan pada tempat khusus sesuai suhu yang ditetapkan dan diusahakan adanya sirkulasi udara/ventilasi ,untuk bahan lainnya pada tempat yang tidak terjangkau tikus, serangga, dan binatang penggangu lainnya. Sedangkan untuk rempah-rempah dan kacang-kacangan lebih baik disimpan di tempat kering dan dalam

(12)

wadah yang telah diatur kelembabannya agar tidak mudah tumbuh spora (Mukono, 2008).

Menyimpan makanan dalam freezer sama sekali tidak membunuh bakteri melainkan menghambat pertumbuhan (berkembang biak bakteri). Apabila makanan dikeluarkan dari dalam freezer dan temperatur menjadi tinggi, maka bakteri akan mulai memperbanyak diri kembali. Bakteri baru berhenti tumbuh apabila makanan disimpan pada temperatur di bawah 30C (Moehyi, 1992).

Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI.No.1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih

2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu:

a. Dalam suhu yang sesuai b. Ketebalan bahan makanan

c. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90 %

4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanan tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

(13)

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang dismpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First in First Out (FIFO).

2.4.3 Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah prinsip-prinsip higiene sanitasi (Depkes RI, 2004). Dalam proses pengolahan makanan, harus memenuhi persyaratan higiene sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan masak yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan penjamah makanan (Kusmayadi, 2008).

Menurut Moehyl (1992) pelayanan makanan diluar rumah yang diselenggarakan secara khusus biasanya dikenal dengan istilah penyelenggaraan makanan kelompok, dengan ciri sebagai berikut :

a. Umumnya mereka jauh dari lingkungan keluarga

b. Mereka tidak bebas meninggalkan tempat mereka berada sehingga makan harus disediakan secara khusus untuk mereka.

Mereka merupakan satu kesatuan karena berbagai hal, seperti orang sakit di rumah sakit, narapidana, pengungsi, kelompok prajurit yang sedang bertugas atau tinggal di asrama, dan para pekerja di suatu pabrik.

(14)

Saat ini jumlah tempat pengolahan makanan terjadi peningkatan, tempat pengolahan makanan telah dikategorikan dalam Kepmenkes No.715 tahun 2003 pasal 2. Jasaboga dikelompokkan dalam 3 golongan, yakni golongan A yakni melayani kebutuhan masyarakat umum, golongan B yakni melayani kebutuhan khusus, seperti : asrama penampungan jemaah haji, asramatransito atau asrama lainnya,perusahaan, pengeboranlepas pantai dan golongan C yakni jasa boga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan pesawat udara.

2.4.3.1 Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah seorang tenaga kerja yang menjamah mulai dari persiapan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam penyajian makanan. Pengetahuan, sikap dan tindakan seorang penjamah mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan. Penjamah yang sedang sakit flu, demam, dan diare sebaiknya tidak dilibatkan dahulu dalam proses pengolahan makanan. Jika terjadi luka, penjamah harus menutup luka dengan pelindung kedap air misalnya plester atau sarung tangan plastik (Kusmayadi, 2008).

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian (Depkes RI, 2006).

Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar perannya. Penjamah makanan ini berpeluang untuk menularkan penyakit. Beberapa infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab

(15)

itu penjamah makan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil (Purawidjaja 1995).

Syarat-syarat penjamah makanan (Depkes RI, 2003) :

1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal :batuk, pilek, influensa, diare, penyakit perut sejenisnya

2. Menutup luka (pada luka terbuka / bisul atau luka lainnya) 3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian 4. Memakai celemek dan tutup kepala

5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan

6. Menjamah makanan harus memakai alat / perlengkapan atau dengan alas tangan

7. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut dan bagian lainnya)

8. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan yang disajikan dan atau tanpa menutup hidung atau mulut.

2.4.3.2 Cara Pengolahan Makanan

Tujuan pengolahan bahan makanan adalah agar terciptanya makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera. Cara pengolahan makanan yang baik adalah tidak terjadi kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan makanan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP/Good Manufacturing Pratice (Purawidjaja, 1995).

(16)

Dari segi kesehatan atau sanitasi makanan, maka cara pengolahan makanan yang baik menitikberatkan kepada hal-hal sebagai berikut (Moehyi, 1992) :

1. Cara penjamah makanan yang baik

2. Nilai nutrisi atau gizi yang memenuhi syarat 3. Tehnik memasak yang menarik dan sehat

4. Cara pengolahan makanan serba bersih dan sehat 5. Menerapkan dasar-dasar higiene dan sanitasi makanan

6. Menerapkan dasar-dasar higiene perorangan bagi para peengolahnya

7. Melarang petugas yang berpenyakit kulit atau yang mempunyai luka-luka pada tangan atau jari-jari untuk bekerja sebagai penjamah makanan.

Persyaratan pengolahan makanan menurut Kepmenkes RI.No.1098/Menkes/ SK/VII/ 2003 adalah :

1. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung antara penjamah dan makanan

2. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan : a. Sarung tangan plastik

b. Penjepit makanan

c. Sendok, garpu dan sejenisnya

3. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai : a. Celemek

b. Tutup rambut c. Sepatu dapur d. Tidak merokok

(17)

e. Tidak makan / mengunyah

f. Tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berhias/polos g. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan sesudah keluar dari kamar

kecil

h. Selalu memakai pakaian kerja yang bersih

4. Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat kesehatan

2.4.3.3 Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan jadi biasanya disebut dapur. Berdasarkan Kepmenkes RINo.1098/Menkes/SK/VII/2003.

Persyaratan tempat pengolahan makanan terdiri dari :

1. Lantai yang memenuhi persyaratan kesehatan adalah sebagai berikut : a. Lantai harus terbuat bahan yang kuat dan kedap air, mudah dibersihkan

dan tahan korosi atau rapuh

b. Semua sudut-sudut antara lantai dan dinding harus melengkung bulat dengan jari-jari tidak kurang dari 7,62 cm dari lantai

c. Lantai harus selalu dalam keadaan bersih, terpelihara sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan

2. Dinding yang memenuhi persyaratan kesehatan :

a. Permukaan dalam dinding harus rata, tidak menyerap dan mudah dibersihkan

b. Dinding yang selalu menerima kelembaban atau percikan air harus rapat air dan dilapisi dengan porselen setinggi 2 m dari lantai.

(18)

3. Atap dan langit-langit yang sesuai dengan persyaratan kesehatan adalah: a. Atap terbuat dari bahan rapat air dan tidak bocor.

b. Mudah dibersihkan, tidak menyerap air.

4. Penerangan atau pencahayaan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan adalah :

a. Semua pasangan harus bebas dari silau, tidak menimbulkan bayangan. b. Intensitas minimum penerangan 20 foot candle (fc).

5. Ventilasi yang dianjurkan adalah :

a. Harus cukup mencegah udara yang melampaui batas, mencegah pengembunan dan pembentukan kelembaban pada dinding serta bau tidak sedap.

6. Harus ada persediaan air yang cukup untuk memenuhi syarat-syarat kesehatan.

7. Harus ada tempat sampah yang memenuhi persyaratan kesehatan. 8. Harus ada pembuangan air bekas yang memenuhi persyaratan. 9. Tersedia tempat pencuci tangan dan alat-alat dapur.

10. Perlindungan dari serangga dan tikus.

11. Barang-barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya tidak diperbolehkan disimpan di dapur, seperti racun hama, peledak, dan lain-lain. 12. Tersedia alat pemadam kebakaran

(19)

2.4.3.4 Perlengkapan/Peralatan dalam Pengolahan Makanan

Menurut Anwar, dkk (1997), prinsip dasar persyaratan perlengkapan/perala-tan dalam pengolahan makanan adalah aman sebagai alat/perlengkapan pemerosesan makanan. Aman ditinjau dari bahan yang digunakan juga dari desain perlengkapan tersebut. Syarat bahan perlengkapan mencakup :

1. Persyaratan umum, terdiri dari bahan yang digunakan untuk membuatnya atau bahan yang digunakan untuk perbaikan harus anti karat , kedap air, halus, mudah dibersihkan, tidak berbau, dan tidak berasa. Hindari bahan-bahan antimon (An), Cadmium (Cd),timah hitam (Pb).

2. Bila digunakan sambungan, gunakan bahan yang anti karat dan aman. 3. Bila digunakan plastik, dianjurkan yang aman dan mudah dibersihkan

permukaannya.

4. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65.50C atau lebih, atau disimpan dalam suhu dingin 40C atau kurang.

2.4.4 Pengangkutan Makanan

Pengangkatan makanan yang sehat akan sangat berperan didalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi resikonya daripada pencemaran pada bahan makanan. Oleh karena itu titik berat pengambilan yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak. Pengangkutan makanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi, baik serangga, debu, maupun bakteri.Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat, dan tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalamkeadaan panas 600C atau tetap dingin 40C (Purawidjaja, 1995).

(20)

2.4.5 Penyimpanan Makanan Masak

Kualitas makanan yang diolah sangat dipengaruhi oleh suhu. Namun demikian di dalam perkembangan bakteri tersebut masih ditentukan oleh jenis makanan yang cocok sebagai media pertumbuhannya. Untuk itu perlu diperhatikan tehnik penyimpanan makanan yang baik, ditujukan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri patogen, mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan.

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, penyimpanan ma-kanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus dan hewan lainnya

2. Disimpan dalam ruang tertutup

3. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,50C atau lebih, atau disimpan dalam suhu dingin 40C atau kurang.

4. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu yang lama (lebih dari 6 jam) disimpan dalam suhu -50C sampai dengan 10C

5. Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan bahan makanan mentah dan tidak disajikan ulang.

2.4.6 Penyajian Makanan

Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan. Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta selalu senantiasa menjaga

(21)

kesehatan dan kebersihan pakaiannya, tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan, ( Purawidjaja, 1995).

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, persyaratan penyajian makanan adalah sebagai berikut :

1. Harus terhindar dari pencemaran

2. Peralatan untuk penyajian harus terjaga kebersihannya 3. Harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih

4. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian yang bersih Selain itu dalam penyajian makan, hal yang juga harus diperhatikan adalah lokasi penjualan yang mana juga harus memenuhi syarat kesehatan , antara lain : a. Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500 m darisumber pencemar.

b. Lokasi usaha terhindar dari serangga.

c. Lokasi usaha dilengkapi tempat pembuangan sampah yang tertutup.

d. Lokasi usaha dilengkapi fasilitas sanitasi air bersih, tempat penampungan sampah,saluran pembuangan air limbah, dan sebagainya.

2.5 Lalat

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir diseluruh permukaanbumi. Diperkirakan diseluruh dunia terdapat lebih kurang 85.000 jenis lalat, tetapi tidak semua jenis lalat terdapat di Indonesia. Jenis lalat yang paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca

(22)

domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia canicularis). Lalat juga merupakan spesies yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan.

Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan agent infection dari sumber infeksi kepada host yang rentan (Kusnoputranto, 2000). Lalat umumnya mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil yang digunakan untuk menjaga kestabilan saat terbang. Lalat sering hidup di antara manusia dan sebagian jenis dapat menyebabkan penyakit yang serius. Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat.

Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes, 2001).

(23)

2.5.1 Siklus Hidup Lalat

Lalat adalah insekta yang mempunyai metamorfosa sempurna dengan stadium telur, larva, kepompong, dan stadium dewasa. Perkembangan lalat memerlukan waktu antara 7 – 22 hari, tergantung dari suhu dan nutrisi yang tersedia. Lalat betina umumnya dapat menghasilkan telur pada usia 4 – 8 hari dengan jumlah 150-200 butir sekali bertelur. Semasa hidupnya, seekor lalat bertelur 5 – 6 kali. (Depkes, 1991)

Gambar 1. Siklus Hidup Lalat a. Telur

Telur diletakkan pada bahan-bahan organik yang lembab (sampah, kotoran binatang, dll) pada tempat yang tidak langsung terkena sinar matahari. Telur bewarna putih dan biasa menetes setelah 8 – 30 jam, tergantung dari suhu sekitarnya (Depkes RI, 1991).

b. Larva

(24)

Tingkat I : Telur yang jadi menetas, disebut instar I, berukuran panjang 2 mm, bewarna putih, tidak bermata dan berkaki, sangat reaktif dan ganas terhadap makan, setelah 1-4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II.

Tingkat II : Ukuran besarnya 2 kali instar I, sesdah satu sampai beberapa hari kulit mengelupas menjadi instar III.

Tingkat III : Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memakan waktu 3-9 hari (Depkes RI, 1991).

c. Pupa (Kepompong)

Pada masa kepompong, jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa. Stadium ini berlangsung 3 – 9 hari. Suhu yang disukai ± 350C . Setelah stadium ini selesai, keluar lalat muda melalui lingkaran pada bagian interior (Depkes RI, 1991).

d. Dewasa

Proses pematangan menjadi dewasa ± 15 jam, setelah itu siap untuk mengadakan perkawinan. Seluruh waktu yang diperlukan 7 – 22 hari. Tergantung pada suhu setempat, kelembaban, dan makan yang tersedia. Jarak terbang efektif 450 – 900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 Km (Depkes RI, 1991)

2.5.2 Pola Hidup Lalat

Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes 1992) : a. Tempat perindukan

(25)

Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik, tinja, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang menumpuk secara kumulatif sangat disenangi oleh lalat, larva lalat sedangkan yang tercecer yang dipakai sebagai tempat berkembang biak lalat.

b. Jarak Terbang

Jarak terbang sangat tergantung pada adanya makan yang tersedia. Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, sebaliknya jika searah arah angin lalat akan terbang mencapai 1 km.

c. Kebiasaan Makan

Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makan yang satu ke makan lainnya. Lalat sangat tertarik pada makan yang dimakan oleh manusia sehari-hari, seperti gula, susu dan makan lainnya, kotoran manusia serta darah. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makanan yang basah, sedangkan makan yang kering dibasahi oleh ludahnya terlebih dahulu lalu dihisap.

d. Tempat Istirahat

Pada siang hari, bila lalat tidak mencari makan mereka akan istirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta tempat-tempat dengan yang tepi tajam dan permukaanya vertikal. Biasanya tempat istirahat ini terletak berdekatan dengan tempat makannya atau tempat berkembangbiakknya, biasnya terlindung dari angin dan tidak lebih dari 4.5 meter diatas permukaan tanah.

(26)

Pada musim panas, berkisar antara 2 – 4 minggu. Sedangkan pada musim dingin bisa mencapai 70 hari.

f. Temperatur

Lalat mulai terbang pada temperatur 150C dari aktifitas optimumnya pada temperatur 210C. Pada temperatur di bawah 7.50C tidak aktif dan diatas temperatur 450C terjadi kematian.

g. Kelembaban

Kelembaban erat kaitannya dengan temperatur h. Cahaya

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototrofik, yaitu menyukai cahaya, pada malam hari tidak aktif dengan sinar buatan.

2.5.3 Tingkat Kepadatan Lalat

Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat dampak yang ditimbulkan. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat. Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :

- Tingkat kepadatan lalat

- Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat - Jenis-jenis lalat

(27)

Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupan/kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain (Depkes, 1992) :

- Pemukiman penduduk

- Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel) - Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah

berdekatan dengan pemukiman

- Lokasi Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.

- Untuk mengetahui angka kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan dengan cara mengukur angka kepadatan lalat.

2.5.4 Pengendalian Lalat

Metode yang dapat dilakukan yaitu metode nonkimiawi. Metode ini dikenal sebagai metode yang ramah lingkungan dan dapat menurunkan populasi serangga. Salah satu langkahnya, yaitu dengan cara :

1. Pemulihan lingkungan berupa meningkatkan mutu sanitasi, yaitu dengan cara mengatasi kelemahan dalam pembuangan sampah, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan akan lingkungan yang bersih. Penataan hunian yang sehat.

2. Penggunaan bahan fisik : penggunaan bahan fisik dipergunakan untuk mencegah kontak dengan lalat. Misalnya dengan cara mengatur tata letak dan rancang bangun rumah tinggal agar tidak mudah lalat masuk ke dalam. Penggunaan air curtain. (Dinata, 2006).

(28)

2.5.5 Fly-grill

Fly-grill dapat dibuat dari bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah dan dicat warna putih. Bilah-bilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada kerangka sebaiknya memakai sekrup sehingga dapat dibongkar pasang. Fly-grill dipakai untuk mengukur kepadatan lalat dengan cara meletakkan Fly-grill ditempat yang akan diukur kepadatan lalatnya, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas Fly-grill dihitung selama 10 detik, dari 5 kali hasil perhitungan lalat yang tertinggi dibuat rata-ratanya dan dicatat dalam kartu hasil perhitungan (Depkes RI, 1991).

Angka rata-rata itu merupakan petunjuk (indeks) populasi pada satu lokasi tertentu. Sedangkan sebagai interpretasi hasil pengukuran indeks populasi lalat pada setiap lokasi atau blok grill adalah sebagai berikut :

a. 0 – 2 : rendah atau tidak menjadi masalah

b. 3 – 5 : sedang dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat berkembang biakan lalat.

c. 6 – 20 : tinggi/padat dan perlu pengamanan terhadap tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.

d. >21 : sangat tinggi/sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat berkembangbiaknya lalat dan tindakan pengendalian lalat (Depkes RI, 1991).

(29)

2.6 Kerangka Konsep

Karakteristik penjamah makanan 1. Pendidikan

2. Umur

3. Jenis kelamin 4. Lama berdagang

5. Jumlah tenaga pengolah

Warung makan pasar tradisional

- 6 prinsip higiene sanitasi pengolahan makanan :

1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan

4. Penyimpanan makanan jadi 5. Pengangkutan bahan makanan 6. Penyajian makanan

- Fasilitas sanitasi dasar

Pengukuran kepadatan lalat

Memenuhi syarat Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/ VIII/2003 Tidak memenuhi syarat Kepmenkes RI No.1098/Menkes /SK/ VIII/2003

Gambar

Tabel 2.1. Patogenesis atau Kejadian Penyakit
Gambar 1. Siklus Hidup Lalat  a.  Telur

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengamati gambar dan berdiskusi, siswa mampu mengidentifikasi ciri-ciri reklame yang ada di sekitar secara tepat.. Dengan mengamati gambar dan berdiskusi, siswa mampu

Dengan adanya sertifikat tanah yang dianggap sebagai alat bukti terkuat pemilik tanah, diharapkan akan mendorong pemanfaatan tanah yang lebih efektif dan efisien, serta

Setiap orang harus memilih salah satu jenis pekerjaan (fungsi) dalam masyarakatnya. Ada orang-orang yang sejak turun-temurun mewarisi kekuasaan sebagai kaum bangsawan atau orang

Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Sistem Pengendalian Internal terhadap Pengungkapan Wajib dalam Neraca Pemerintah Daerah (Studi pada empat provinsi

Prinsip dasar dalam vaksinasi adalah proses imunisasi aktif, dimana agen penyakit yang dimasukkan ke dalam tubuh, baik yang hidup maupun yang sudah... diinaktifkan, akan

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Analisis Tren Dan

Dalam data penelitian, peneliti akan mencantumkan profil dari komunitas sebagai bahan perlengkapan data. Berikut adalah profil dari komunitas anak vespa

Penatalaksanaan untuk kasus ini dengan diagnosa kala II lama, disproporsi kepala panggul malpresentasi puncak kepala, preeklamsia ringan pada sekundigravida hamil postdate