BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Permen
Permen adalah produk makanan berbentuk padat yang dibuat dari gula/pemanis lainnya dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain yang lazim dan bahan tambahan makanan yang diijinkan untuk kembang gula (Departemen Perindustrian, 1994).
Menurut Koswara (2006), permen dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :
1. Permen berkristal (crystalline candy)
Permen berkristal merupakan permen kristalin yang mempunyai rasa khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang mencolok, misalnya : fondants, fudge, penuche dan divinity.
2. Permen tidak berkristal (amorphous candy)
Permen non kristal merupakan permen yang tidak menampakkan bentuk kristal karena tidak diharapkan terjadinya kristalisasi sehingga produk yang dihasilkan mempunyai tekstur yang halus, misalnya : caramels, butterscoth, hard candy,lollypop, marshmallow dan gum drops.
Menurut Koswara (2006), ada beberapa keistimewaan dari permen, yaitu : permen merupakan makanan yang menyenangkan untuk dimakan, permen mempunyai cita rasa yang disukai, permen mudah dicerna dan permen dapat digunakan sebagai snack.
2.2. Permen Marshmallow
Marshmallow pada awalnya dibuat dari akar tanaman semak marshmallow (Althea officinalis). Tanaman ini banyak terdapat di daerah Eropa, Afrika Utara dan Asia (Minifie, 1970). Permen marshmallow yang
berkembang saat ini termasuk golongan aerated candy yang merupakan bentuk gula yang diaerasi sehingga mengandung foam dan distabilisasi oleh gelatin atau putih telur (Dziedzic dan Kearsley, 1984). Permen marshmallow tersusun atas gula dan sirup glukosa atau kombinasinya, gelatin, putih telur, flavoring agent (Considine dan Considine, 1982). Tekstur yang dihasilkan dalam pembuatan permen marshmallow adalah elastis, lembut dan mudah putus. Tekstur yang dihasilkan tergantung pada jumlah dan jenis whipping agent yang digunakan (Minifie, 1970).
Komposisi kimiawi marshmallow per 100 g bahan ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Kimiawi Marshmallow per 100 g Komposisi Jumlah Energi (Kcal) 319,0 Air (%) 17,3 Protein (g) 2,0 Lemak (g) - Karbohidrat (g) 6,4 Serat makanan (g) - Vitamin A (mg RE) - Vitamin C (mg) - Sodium (mg) 39,0 Potasium (mg) 6,0 Kalsium (mg) 18,0 Besi (mg) 1,6 Fosfor (mg) 6,0 Magnesium (mg) - Zink (mg) -
Sumber: Considine dan Considine, 1982
Menurut Luiten (2005), ada dua proses yang berbeda yang dapat diterapkan dalam produksi permen marshmallow, yaitu depositing dan extrusion. Deposited Marshmallow merupakan produk satu warna dengan
densitas yang rendah. Banyaknya variasi resep yang digunakan di pasaran, marshmallow ini dapat dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Ungrained marshmallow : menggunakan gelatin sebagai aerating agent dan 50% corn syrup, mempunyai spesific gravity sekitar 0,5 dan dibentuk dengan proses slabbing dan cutting/dengan menggunakan cetakan pati. Marshmallow merupakan produk yang sangat lengket sehingga penggunaan cetakan pati merupakan metode yang baik untuk membentuk dan menghasilkan produk yang kering.
2. Grained marshmallow : aerating agent yang utama adalah gelatin, namun putih telur dan pati juga dapat ditambahkan. Penggunaan corn syrup yang rendah dalam formulasinya memungkinkan terjadinya kristalisasi sukrosa. Marshmallow tipe ini umumnya dicetak dalam pati kemudian didiamkan dalam ruang pengeringan yang panas (hot drying room) yang dapat mempercepat laju kristalisasi.
3. Dried-grained marshmallow : merupakan tipe yang ditambahkan pada sereal sarapan. Pada formulasinya menggunakan sukrosa yang tinggi dan corn syrup yang rendah sehingga produk menjadi berbutir selama proses pengeringan menghasilkan tekstur yang renyah.
Extruded Marshmallow merupakan produk dengan banyak warna dan memiliki densitas 0,25-0,35 dan umumnya berbentuk untaian (ropes). Extruded marshmallow diproduksi dengan sistem kontinyu, khususnya setelah proses aerasi.
2.2.1. Proses Pembuatan Permen Marshmallow
Proses pembuatan marshmallow meliputi tahap persiapan bahan, pemanasan, pendinginan, pencampuran bahan, pengocokan, pencetakan, setting dan dusting.
Diagram alir proses pembuatan marshmallow secara umum pada Gambar 2.1.
Perendaman
10 menit Pendinginan sampai suhu 70°C Pencampuran
Pemanasan sampai suhu 110°C Gelatin, air
Sukrosa, sirup glukosa, dan air
Pengocokan (7-10 menit) Pencetakan Setting (3-8 jam)
Dusting
Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Marshmallow Marshmallow
Sumber: Chu, 2005
Uraian proses pembuatan marsmallow adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Bahan
Persiapan bahan meliputi penimbangan bahan-bahan yang digunakan seperti gelatin, gula, sirup glukosa dan air sesuai dengan takaran yang diinginkan. Persiapan bahan juga meliputi pelarutan gelatin.
2. Pemanasan
Pemanasan bertujuan untuk menghomogenkan larutan gula serta untuk mencegah kristalisasi. Pemanasan dilakukan pada suhu 110°C. Dalam proses pemanasan perlu dilakukan pengadukan supaya larutan dapat larut sempurna.
3. Pendinginan
Pendinginan dilakukan sampai larutan gula mencapai suhu ±70°C sebelum penambahan gelatin agar gelatin tidak terdenaturasi.
4. Pencampuran bahan
Bahan yang dicampurkan meliputi larutan gula dan gelatin yang sudah dilarutkan dalam air.
5. Pengocokan
Pengocokan bertujuan untuk memasukkan udara kedalam adonan sehingga menghasilkan produk yang mengembang. Gelatin yang ditambahkan dalam larutan gula akan membentuk gel dan memerangkap udara. Proses pengocokan ini dilakukan selama 7-10 menit. Pengocokan ini dilakukan hingga densitas 0,4-0,5 g/ml (Koswara, 2006).
6. Pencetakan
Proses pencetakan bertujuan untuk membentuk marshmallow sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Adonan marshmallow dituangkan dalam cetakan pati agar dapat terbentuk lebih cepat.
7. Setting
Setting bertujuan untuk membiarkan adonan marshmallow supaya teksturnya kokoh. Setting time merupakan waktu yang diperlukan untuk terbentuknya gel. Setting dilakukan selama 3-8 jam.
8. Dusting
Dusting dilakukan dengan menggunakan tapioka yang telah disangrai. Tujuan penyangraian tapioka adalah untuk meminimalkan kontaminasi mikroorganisme.
2.2.2. Bahan Penyusun Permen Marshmallow
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan marshmallow meliputi: gula halus (sukrosa), sirup glukosa, whipping agent (gelatin), air dan buffer sitrat.
1. Gula halus (sukrosa)
Gula halus (sukrosa) dalam pembuatan marshmallow dapat membentuk body marshmallow dan memberikan rasa manis. Sukrosa adalah senyawa disakarida dengan rumus molekul C12H22O11. (Winarno, 2002). Struktur sukrosa dapat ditunjukan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur Molekul Sukrosa Sumber : De Man, 1997
Menurut Meiners (1969), sukrosa merupakan salah satu bahan baku dalam pembuatan permen baik dalam bentuk kristal maupun cair karena sukrosa dapat memberikan bentuk yang baik pada permen. Selain sukrosa dapat memberikan rasa manis, sukrosa dapat juga dijadikan sebagai pengawet yang penggunaannya dalam konsentrasi tinggi.
2. Sirup Glukosa
Sirup glukosa umumnya diperoleh dari proses enzimatis pati, namun dapat juga dilakukan dengan cara hidrolisa asam. Sirup glukosa memiliki rasa manis dan berbentuk cairan kental tidak berwarna atau berwarna kuning jernih. Keuntungan sirup glukosa dalam pengolahan terutama pada penggunaannya dalam permen memberikan viskositas, kecemerlangan warna menjadi lebih baik, memperbaiki ketahanan (keawetan) produk akhir diantaranya tahan disimpan lebih lama, kesegaran lebih terjamin dan mencegah terjadinya kristalisasi gula. Penggunaan campuran sirup glukosa yang optimum akan menghasilkan kekenyalan, kekerasan dan rasa manis yang disukai. Sirup glukosa yang umumnya digunakan dalam pembuatan
marshmallow adalah sirup glukosa dengan DE 63 (Dziedzic dan Kearsley, 1984).
3. Gelatin
Gelatin adalah campuran turunan protein sederhana yang diperoleh dari kolagen jaringan ikat hewan melalui serangkaian tahap degradasi atau hidrolisa (Considine dan Considine, 1982).
Berdasarkan proses pembuatannya, gelatin dibedakan menjadi 2 tipe yaitu gelatin A dan gelatin B. Gelatin tipe A diperoleh dengan proses asam sedangkan gelatin tipe B diperoleh dengan proses basa. Perbedaan gelatin tipe A dan tipe B dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Perbedaan Gelatin Tipe A dan Tipe B
Tipe Kekuatan gel (bloom) pH pH Isoelektrik
A 50-300 g 3,8-5,5 7,0-9,0
B 50-275 g 5,0-7,5 4,7-5,0
Sumber: Hui, 1992
Gelatin membentuk gel yang bersifat thermoreversible. Dalam air, gelatin membentuk koloid yang dapat larut jika dipanaskan pada suhu 60-70°C (Ward dan Courts, 1977). Gelatin dapat membentuk gel pada suhu di bawah 35°C, menghasilkan konsistensi yang elastis, mempunyai kemampuan untuk mencegah kristalisasi, serta mampu mengikat air dan udara pada produk (Hui, 1992). Pada marshmallow, gelatin juga berfungsi sebagai pembentuk film yang dapat menstabilkan foam setelah waktu setting (Cole, 2000).
Pada confectionery products, angka bloom pada gelatin harus diperhatikan karena pada produk yang berbeda digunakan gelatin dengan angka bloom yang berbeda-beda pula. Bloom merupakan ukuran kekuatan gel dari gelatin. Semakin tinggi angka bloom, semakin tinggi titik leleh dan kekuatan gel dari gelatin. Penggunaan gelatin dengan bloom yang rendah dalam konsentrasi tinggi memberikan kekuatan gel yang sama dengan
bloom yang tinggi tapi dalam konsentrasi yang kecil (Jackson, 1995). Aplikasi gelatin dengan berbagai bloom dalam confectionery products dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Penggunaan Gelatin Berbagai Bloom dalam Confectionery Products
Aplikasi Bloom % gelatin
Jellies 175-250 6-9
Wine gums 100-150 4-8
Marshmallows 200-250 2-5
Fruit chews 100-150 0,5-2,5
Caramels 100-150 0,2-1,0
Extruded aerated products 101-125 3-7 Sumber : Jackson, 1995
4. Air
Air dalam pembuatan permen marshmallow digunakan sebagai pelarut bahan-bahan yang digunakan, yaitu: gula halus, gelatin dan sirup glukosa. Jumlah air yang digunakan dalam pembuatan permen marshmallow adalah sebesar 24-30%.
5. Buffer sitrat
Buffer sitrat merupakan kristal putih dengan rasa garam yang berfungsi untuk mempertahankan pH. Buffer dibagi menjadi dua, yaitu buffer asam dan buffer basa. Buffer asam memiliki pH<7, sedangkan buffer basa memiliki pH>7. Buffer asam dibuat dari campuran asam lemah dan garamnya, umumnya berupa garam Na. Menurut Clark (2002), larutan buffer merupakan suatu larutan yang dapat mempertahankan pH ketika asam atau basa ditambahkan ke dalamnya.
2.3. Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) 2.3.1. Tinjauan Umum
Rosela (Hibiscus sabdariffa) merupakan spesies dari hibiscus yang tumbuh pada berbagai iklim dan keadaan tanah. Rosela akan dapat tumbuh
dengan baik pada daerah tropis dan sub-tropis. Warna bunga rosela sangat beragam yaitu merah, merah gelap dan hijau (Fasoyiro et al., 2005).
Menurut Chin, et al (2005), rosela merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Malavaceae dengan kelopak bunga kecil, tebal, dan berbentuk seperti segitiga. Banyak bagian dari tanaman rosela termasuk biji, daun, akar, buah, dan terutama kelopaknya yang berwarna merah digunakan dalam produk olahan pangan seperti teh, sirup, selai, permen, dan wine.
Rosela sering digunakan dalam pembuatan teh herbal dan ekstraknya yang berwarna merah dapat digunakan sebagai pewarna alami untuk berbagai produk olahan pangan. Rosela kaya akan vitamin C dan merupakan sumber antioksidan (Haldin, 2006). Selain itu juga, kelopak bunga rosela terdapat sembilan asam amino esensial, yaitu : lisin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin, fenilalanin, histidin, dan arginin (Winarno, 2002). Kandungan kimia kelopak bunga rosela berbeda dengan kandungan kimia yang ada pada ekstrak rosela. Pada kelopak bunga rosela komposisi kimianya lebih lengkap dan tinggi daripada komposisi kimia yang ada pada ekstrak kelopak bunga rosela. Perbedaan ini dapat ditunjukkan pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5.
Permen marshmallow yang ditambahkan dengan ekstrak kelopak bunga rosela akan memberikan warna, aroma dan rasa. Adanya pigmen antosianin yang berwarna merah diharapkan dapat menyumbangkan warna yang menarik dan citarasa yang khas pada permen marshmallow. Selain antosianin sebagai pewarna, antosianin juga dapat memberikan efek kesehatan yaitu mencegah penyakit jantung, mengurangi konsentrasi creatinine, uric acid, citrate, tartrate, sodium, potassium, phosphate, sebagai antihypertensive efektif mengurangi oksidasi lipoprotein (LDL) dan hyperlipidemia (Sayago et al., 2007).
Tabel 2.4. Kandungan Kimia Kelopak dan Ekstrak Bunga Rosela per 100 g
Keterangan Komposisi Jumlah
Protein (g) 1,145 Lemak (g) 2,61 Serat (g) 12,00 Air (g) 9,20 Abu (g) 6,90 Kalsium (mg) 1,263 Fosfor (mg) 273,2 Zat besi (mg) 8,89 Karoten (mg) 0,029 Tiamin (mg) 0,117 Riboflavin (mg) 0,277 Niasin (mg) 3,765 Kelopak Bunga Rosela
Asam askorbat (mg) 6,7 Lemak (g) 1,14 Vitamin C (g) 31,33 Kalsium (g) 2,30 Fosfor (g) 2,78 Sodium (g) 2,25 Air (%) 89,63 Karbohidrat (%) 6,31 Protein (%) 0,36 Serat (%) 0,24
Ekstrak Kelopak Bunga Rosela
Abu (%) 2,31
Sumber: Morton, 1999 dan Fasoyiro et al., 2005
Tabel 2.5. Karakteristik Kimiawi Ekstrak Bunga Rosela
Parameter Nilai
pH 2,49 Total asam (g/100 g asam malat) 2,42
Asam organik (g/100 g) 1,23
Asam suksinat (%) 41,46
Asam oksalat (%) 34,96
Asam tartarat (%) 13,82
Asam malat (%) 9,76
Sumber: Wong et al., 2002 13
2.3.2. Antosianin
Antosianin merupakan kelompok pigmen larut air paling besar di dalam kingdom tanaman dan berasal dari kelompok komponen yang dikenal sebagai flavonoid. Sumber utama antosianin adalah blueberry, cherry, raspberry, strawberry, dan anggur ungu. Selain itu juga, antosianin menyebabkan warna merah, biru, dan ungu pada buah-buahan, sayur-sayuran, bunga, dan jaringan tanaman yang lain. Terdapat 400 jenis antosianin yang telah ditemukan. Enam jenis antosianin yang biasanya ditemukan dalam jaringan tanaman adalah pelargonidin, cyanidin, delphinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin yang dibedakan berdasarkan nomor dan posisi gugus hidroksil dan metoksil. Antosianin yang paling sering ditemukan adalah cyanidin (Mazza, 2007). Struktur kimia dari berbagai jenis antosianin ditunujkkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Struktur Kimia dari Berbagai Jenis Antosianin Sumber : Mazza, 2007
Struktur flavonoid terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan oleh tiga atom karbon. Ketiga karbon tersebut dihubungkan oleh sebuah atom oksigen sehingga terbentuk cincin di antara dua cincin benzena. Struktur antosianin terdapat karbohidrat yang teresterifikasi pada posisi ke-3 (Winarno, 2002).
Menurut Chumsri, et al (2008), komponen antosianin yang ada pada rosela adalah delphinidin-3-sambubioside, cyanidin-3-sambubioside dalam jumlah besar, dan delphinidin-3-glucoside, cyanidin-3-glucoside dalam jumlah kecil. Menurut Wong, et al (2002), antosianin rosela terdiri dari sambubioside, cyanidin-3-sambubioside, dan delphinidin-3-glucoside dengan persentase distribusi masing-masing sebesar 71,40%, 26,60%, dan 2,00%.
Intensitas dan kestabilan pigmen antosianin tergantung dari beberapa faktor, antara lain konsentrasi pigmen, pH, suhu, oksigen, intensitas cahaya dan jenis pelarut (Mazza, 2007). Antosianin rosela bersifat stabil dalam keadaan asam. Penelitian mereka menunjukkan bahwa ekstrak rosela yang mengandung antosianin berwarna merah pada pH asam (≤3). Peningkatan pH hingga pH 4-5, warna merah semakin berkurang dan hampir tidak berwarna pada pH 6. Warna ekstrak berubah menjadi ungu ketika pH ditingkatkan pada pH 7 dan akhirnya menjadi berwarna biru pada pH 8-9 (Selim et al., 2004). Perubahan struktur antosianin pada pH yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 2.4. Sedangkan, pengaruh pH terhadap stabilitas antosianin ekstrak rosela pada Gambar 2.5.
Menurut penelitian Rein (2005), kestabilan antosianin juga dipengaruhi oleh oksigen bersama dengan suhu tinggi merupakan salah satu kombinasi yang dapat menyebabkan penurunan warna antosianin. Antosianin dapat mempertahankan warnanya dengan lebih baik ketika disimpan dalam kegelapan. Perbedaan warna antara antosianin yang disimpan dengan pada ruangan terang dan ruangan gelap akan tampak setelah 24 jam. Warna antosianin dari minuman anggur berkarbonasi hanya hilang sebesar 30% ketika disimpan dalam ruangan gelap, sedangkan penyimpanan pada ruangan terang antosianin yang hilang dapat mencapai 50% pada kondisi penyimpanan yang sama.
Gambar 2.4. Perubahan Struktur Antosianin pada pH yang Berbeda Sumber: Wrolstad dan Giusti, 2001
Gambar 2.5. Pengaruh pH terhadap Stabilitas Antosianin Ekstrak Rosela Sumber: Selim et al., 2004
Menurut penelitian Laleh, et al (2006), kestabilan antosianin dipengaruhi oleh cahaya. Dengan adanya kehadiran cahaya dapat menurunkan kadar antosianin. Penelitian mereka adalah ekstrak berberis vulgaris pada suhu 250C diletakkan di ruang ada kehadiran cahaya dan di ruang tanpa kehadiran cahaya. Ekstrak berberis vulgaris yang berada dalam
ruangan yang ada cahaya mengalami degradasi antosianin sebesar 85,22%, sedangkan ekstrak berberis vulgaris dalam ruangan yang tidak ada cahaya mengalami degradasi antosianin sebesar 59,22%.
Kestabilan antosianin juga dipengaruhi oleh suhu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruangsri, et al (2007), tingkat degradasi antosianin akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu selama proses dan penyimpanan. Penelitian dilakukan pada kandungan antosianin ekstrak kelopak bunga rosela sebelum proses pasteurisasi dan sesudah pasteurisasi serta suhu penyimpanan yaitu 4°C dan 27°C selama 90 hari. Ekstraksi kelopak bunga rosela dilakukan pada suhu 85°C. Suhu proses pasteurisasi adalah 101°C selama 5 menit. Kandungan antosianin ekstrak kelopak bunga rosela sebelum pasteurisasi adalah 382,66±2,49 mg/l dan kandungan antosianin sesudah pasteurisasi adalah 370,72±1,71 mg/l. Kandungan antosianin ekstrak kelopak bunga rosela suhu penyimpanan 4°C adalah 298,25±0,77 mg/l dan kandungan antosianin suhu penyimpanan 27°C adalah 100,86±1,54 mg/l.
Penentuan kadar antosianin dapat menggunakan pH differential method. Pengukuran kadar antosianin ini menggunakan spektrofotometer yang meliputi pengukuran absorbansi sampel yang dicampur dengan buffer pH 1,0 dan buffer pH 4,5 pada panjang gelombang (510-540 nm). Penggunaan buffer pH 1,0 dan buffer pH 4,5 karena monomer pigmen antosianin berubah warna berdasarkan perubahan pH. Bentuk oxonium atau kation flavylium (warna oranye ke violet) dominan pada pH 1,0 dan bentuk hemiketal (tidak berwarna) dominan pada pH 4,5 (Wrolstad dan Giusti, 2001).
Sampel yang dianalisa harus jernih dan tidak terdapat kabut maupun endapan. Beberapa materi dimungkinkan tersuspensi dalam sampel, menyebabkan pemendaran cahaya atau kenampakan yang keruh. Hal ini
harus dikoreksi dengan pembacaan pada panjang gelombang 700 nm. Karakteristik spektrum antosianin dalam buffer pH 1,0 dan pH 4,5 ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Karakteristik Spektrum Antosianin dalam Buffer pH 1,0 dan pH 4,5
Sumber: Wrolstad dan Giusti, 2001 2.4. Kemasan
Kemasan merupakan suatu tempat/wadah yang digunakan untuk mengemas suatu produk, yang dilengkapi dengan tulisan, label dan keterangan lain yang menjelaskan isi, kegunaan lainnya yang perlu disampaikan ke konsumen (Susanto dan Sucipta, 1994)
Menurut Rachmawan (2001), fungsi kemasan yaitu : melindungi bahan terhadap kontaminasi dari luar (mikroorganisme, kotoran, gigitan serangga dan binatang pengerat); menghindarkan terjadinya penurunan atau peningkatan kadar air bahan yang dikemas; mencegah masuknya bau/gas-gas yang tidak diinginkan dan mencegah keluarnya bau/bau/gas-gas-bau/gas-gas yang diinginkan; melindungi bahan yang dikemas terhadap pengaruh sinar; melindungi bahan dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik seperti : gesekan, benturan dan getaran.
Menurut Susanto dan Sucipta (1994), makanan harus dilindungi dari uap air (agar makanan tidak kering), cahaya (menghindari/mengurangi makanan dari ketengikan), oksigen (mengurangi terjadinya oksidasi) dan aroma (mempertahankan aroma dan bau pada makanan). Beberapa jenis bahan makanan sangat peka terhadap cahaya. Pemucatan warna yang terjadi pada beberapa jenis bahan makanan dapat diakibatkan oleh cahaya yang mengenai bahan, bahan tersebut memiliki sifat yang kurang tahan terhadap cahaya. Cahaya dapat menyebabkan terjadinya ketengikan pada makanan.
Jenis kemasan berdasarkan daya tembus terhadap cahaya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kemasan transparan
Salah satu kemasan transparan yang umum untuk produk pangan adalah plastik polypropylene (PP). PP merupakan salah satu jenis film yang berdensitas rendah, mempunyai daya tarik yang tinggi, kekakuan dan ketahanan terhadap goresan besar, mempunyai ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, transparan, tahan terhadap uap air dan gas, permukaan mengkilap dan halus (Susanto dan Sucipta, 1994). 2. Kemasan tidak transparan
Salah satu kemasan tidak transparan yang umum untuk produk pangan adalah laminated aluminium foil. Aluminium foil merupakan kemasan yang mempunyai sifat kedap terhadap air, tidak tembus cahaya, tidak mudah terbakar, tidak mudah menyerap bahan/zat lain, elastis, tahan terhadap lipatan dan sobekan serta permukaan licin. Aluminium foil yang dipergunakan sebagai bahan pengemas mempunyai kelebihan, yaitu : tahan terhadap korosi oleh udara atmosfer, tidak menimbulkan noda dengan produk yang mengandung S dan dapat diubah menjadi bentuk wadah yang lebih mudah. Dalam pemakaian aluminium foil dengan alasan pertimbangan ekonomis, umumnya masyarakat cenderung menyenangi penggunaan
aluminium foil tipis dilaminasi dengan bahan-bahan lain untuk menambah kekuatannya (Susanto dan Sucipta, 1994).