• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Setelah beberapa dekade pembangunan pertanian di Indonesia, ternyata pembangunan itu belum mampu meningkatkan harkat, martabat dan kesejahteraan petani. Hal yang menjadi penyebabnya adalah: (1) Pembangunan itu hanya mengutamakan pertumbuhan, mengejar target dan jarang memperhatikan faktor manusia sebagai subjek. Dalam praktek sering dijumpai martabat manusia me-rosot hingga sekedar menjadi alat untuk mencapai tujuan ekonomi dan (2) Tidak efisiennya sistem birokrasi yang dikembangkan oleh pemerintah. Golongan yang diuntungkan adalah mereka yang dekat dengan elit kekuasaan atau mereka yang secara sosial ekonomi mampu meraih kesempatan yang ada (Ismawan, 2003).

Hal yang senada juga dikemukakan oleh Padmowihardjo (2005), bahwa pembangunan yang selama ini dilaksanakan belum banyak mengubah nasib petani. Mengapa? Salah satu penyebab utamanya adalah karena petani kurang diberdayakan. Orang miskin akan tetap miskin selama dia tidak berdaya untuk mendayagunakan kapasitas produktif dirinya. Dengan pemberdayaan akan terjadi pendayagunaan semua potensi yang dimiliki seseorang untuk dapat memperbaiki nasibnya. Pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki nasib suatu masya-rakat tidak akan berhasil dengan baik, apabila tidak dilakukan pemberdayaan dari masyarakat itu sendiri, sehingga mereka mampu menempatkan dirinya sebagai subjek pembangunan, bukan sebagai objek pembangunan.

Menurut Amartya Sen (Padmowihardjo, 2005), penerima hadiah Nobel Ekonomi tahun 1998, pembangunan merupakan upaya perluasan kemampuan rakyat (expansion of people’s capability) dan pembangunan adalah pembebasan (development is a freedom). Demikian pula Chakra Varty (Padmowihardjo, 2005) menyatakan bahwa pembangunan adalah perluasan kreativitas rakyat (expansion of people’s creativity). Oleh karena itu, pemikir India, Rajni Kotari (Padmowihardjo, 2005) menyatakan perlunya melaksanakan strategi pem-bangunan partisipatif. Dengan melaksanakan strategi pempem-bangunan partisipatif maka individu akan ditempatkan sebagai pusat intervensi, sehingga manusia akan menjadi fokus utama dalam pambangunan, atau manusia akan menjadi modal sosialnya (social capital) atau human capital. Oleh karena itu, dalam

(2)

pembangunan diperlukan adanya empowerment atau pemberdayaan guna meningkatkan kesadaran akan harga dirinya, harkatnya, martabatnya, keman-dirian, tahan uji, pintar, jujur, berkemampuan kreatif, produktif dan emansipatif. Bukan sebaliknya, yaitu dilakukan disempowerment atau pelumpuhan masyarakat seperti yang sering kita lihat selama ini.

Disisi lain, menurut Sumardjo (1999), keterbukaan ekonomi sebagai aki-bat globalisasi ekonomi dunia menciptakan kondisi (tantangan) yang lebih menuntut perilaku modern sumberdaya manusia, efisiensi usaha dan daya saing dari setiap komoditas yang dihasilkan, termasuk komoditas pertanian. Munculnya kekuatan ekonomi baru ini, selain tantangan juga merupakan peluang potensi pasar produk pertanian Indonesia. Hal tersebut, merupakan peluang karena secara geografis Indonesia berada pada posisi strategis dibandingkan negara-negara pemasok lainnya.

Kondisi petani sampai saat ini masih merupakan tantangan karena mereka dalam melakukan agribisnis (bisnis pertanian), petani tidak saja dituntut berorientasi pada produk yang dibutuhkan pasar, tetapi juga harus mampu menciptakan pasar, efisien dan memiliki daya saing. Petani tidak lagi hanya mengandalkan proteksi dan subsidi dari pemerintah, mereka dituntut untuk memi-liki aspirasi, kreatif, mampu mengambil keputusan yang menguntungkan, inovatif dan tangguh dalam melakukan agribisnisnya.

Menurut Soewardi (1987), petani selama ini memiliki pilihan terbatas pada paket program pemerintah dan lebih berorientasi pada sikap menunggu petunjuk. Hal ini menyebabkan mereka kehilangan kekuatan diri sendiri dan lebih menunjukkan ketergantungan pada kekuatan dari luar. Menurut Slamet (1995), ketergantungan tersebut tidak hanya dalam hal mendapatkan informasi, tetapi juga dalam membuat keputusan-keputusan.

Selain itu, masih banyak petani kita dalam kondisi marjinal. Menurut Tjitropranoto (2005) dan Elyas dkk. (2003), istilah marjinal saat ini menjadi sesuatu yang cukup populer dan pada umumnya dikaitkan dengan kondisi masya-rakat yang miskin, tidak berpendidikan, tidak terampil, lemah dari segala aspek kehidupan sehingga membuat posisi mereka menjadi sangat rentan terhadap peru-bahan sosial yang terjadi. Hal ini telah menyebabkan mereka berada pada

(3)

ke-Menurut Elyas dkk. (2003), upaya negara dalam mengentaskan petani marginal dari dulu telah dilakukan dalam program-program pengentasan kemiskinan (proverty allevation). Banyak konsep yang telah diaplikasikan, namun sejauh ini jumlah mereka terus bertambah. Hal ini tak terlepas dari dampak krisis ekonomi nasional yang bergulir sejak tahun 1997. Berbagai program digulirkan untuk mengurangi jumlah petani marjinal, namun sulit bila dikatakan berhasil, karena program yang diluncurkan lebih didasarkan pada usaha pengangkatan kesejahteraan secara instan, yaitu memberikan program-program usaha dalam bentuk-bentuk program reaktif, sesaat dan tidak ada pendampingan yang berkelanjutan.

Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten memiliki potensi pengembangan agribisnis di provinsi Riau. Beberapa komoditi perkebunan dan perikanan merupakan komoditi ekspor atau bahan baku ekspor. Komoditi ekspor perkebunan misalnya: kelapa sawit, karet dan gambir. Komoditi perikanan yang diekspor ke negara tetangga adalah komoditi ikan salai (ikan air tawar segar yang diolah melalui pengasapan). Komoditi tanaman pangan dan peternakan juga memiliki peluang tinggi untuk menjadi komoditi ekspor, karena negara tetangga Singapure (yang letak geografisnya sangat dekat dengan provinsi Riau) adalah negara yang bahan pangannya hampir semuanya diimpor dari negara luar. Kondisi ini merupakan peluang dan sekaligus juga tantangan karena menuntut petani di kabupaten Kampar berperilaku maju dalam beragribisnis.

Berdasarkan survei pendahuluan, ada dua kondisi petani di kabupaten Kampar yaitu, petani yang sadar akan kebutuhan pengembangan kapasitas (real needs) dan petani yang belum sadar. Tugas penyuluh pertanian disesuaikan dengan kondisi ini. Petani yang sudah sadar akan kebutuhan riilnya dalam beragribisnis, penyuluh berperan memfasilitasi memampukan petani memenuhi kebutuhan tersebut. Petani yang belum sadar akan kebutuhan riilnya, penyuluh berperan menyadarkan akan kebutuhan riilnya dan memfasilitasi untuk pemenuhannya. Berdasarkan hal ini, realisasi pemberdayaan petani di lapangan yang bertujuan untuk memampukan petani memenuhi kebutuhan pengembangan kapasitas dan kemandirian petani beragribisnis, menjadi faktor penting untuk dikaji dan ditindaklanjuti.

(4)

Masalah Penelitian

Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan pemberdayaan petani untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas dan kemandirian petani beragribisnis adalah “karakteristik petani” (faktor internal); “karakteristik sistem sosial” dan “karakteristik penyuluh” (faktor eksternal).

Tantangan pembangunan pertanian dalam menghadapi era globalisasi adalah kenyataan masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia petani, baik karakteristik pribadi maupun karakteristik sosial ekonomi. Usaha pertanian di Indonesia masih didominasi oleh usaha skala kecil yang dilaksanakan oleh berjuta-juta petani yang sebagian besar tingkat pendidikannya sangat rendah (87 persen dari 35 juta tenaga kerja pertanian berpendidikan SD ke bawah), berlahan sempit, bermodal kecil dan petani memiliki produktivitas yang rendah. Kondisi ini memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap persaingan di pasar global, karena pada umumnya mereka belum mampu menerapkan teknologi maju yang spesifik lokal, yang selanjutnya berakibat rendahnya efisiensi usaha dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan (Deptan, 2003).

Menurut Slamet (2003), sebagian besar rakyat Indonesia (di atas 60 persen) adalah petani yang umumnya tinggal di pedesaan, dengan fasilitas sosial yang serba kurang dibandingkan dengan kehidupan di perkotaan. Keadaan sosial ekonomi mereka umumnya rendah, dan tingkat pendidikan mereka umumnya juga rendah. Kehidupan mereka umumnya sangat sederhana, lebih terbelakang dibandingkan dengan rekan-rekannya yang ada di perkotaan. Mereka sering mendapat sebutan sebagai warga yang masih mengalami keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Keadaan semacam itu sebenarnya adalah akibat dari perkembangan dan pembangunan semata, bukan ditakdirkan bahwa kaum tani memang harus demikian.

Salah satu permasalahan utama pembangunan pertanian di provinsi Riau adalah lahan pertanian yang umumnya terdiri dari lahan dan sekaligus petani marginal. Menurut Elyas dkk (2001), sebagian besar jenis tanah di provinsi Riau adalah podsolik merah kuning yang tidak subur untuk usaha pertanian. Di lain pihak sebagian besar masyarakat miskin di Riau berada di pedesaan, berlatar

(5)

Menurut Tjitropranoto (2005), lahan marginal bukanlah lahan yang tidak berpotensi untuk menghasilkan produk pertanian unggulan, asalkan diterapkan teknologi pertanian yang tepat. Persoalan yang belum terpecahkan adalah bagai-mana meningkatkan pendapatan petani di lahan marginal, yang merupakan sebagian besar dari jumlah seluruh petani? Permasalahan petani di lahan marginal menurut Tjitropranoto (2005) antara lain adalah kapasitas diri dan pemanfaatan kapasitas sumberdaya yang rendah, yang ditandai oleh pendidikan rendah, motivasi rendah, apatis, kemauan rendah dan kepercayaan diri rendah. Menurut Tjitropranoto (2005), peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dapat ditingkatkan dengan teknologi pertanian spesifik lokasi, disertai tersedianya teknologi pengolahan hasil pertanian dan pemasaran yang baik. Walaupun semua itu tersedia, produktivitas petani marginal masih tergantung dari karakteristik individu, kapasitas diri dan pemanfaatan kapasitas sumberdaya alam pertanian (termasuk pemanfaatan modal dan pemasaran untuk usaha pertaniannya).

Produktivitas petani yang berkelanjutan dapat diwujudkan apabila petani memiliki kemandirian. Kemandirian petani terwujud jika petani mampu meng-optimalkan kapasitas diri dan pemanfaatan kapasitas sumberdaya pertanian. Pengembangan kapasitas tersebut diupayakan melalui kinerja penyuluh pertanian memberdayakan petani berdasarkan kebutuhan petani dan didukung oleh sistem sosial (motivasi ekstrinsik) dan karakteristik petani (motivasi intrinsik).

Kemandirian petani adalah suatu kondisi yang dapat ditumbuhkan melalui proses pemberdayaan (empowerment). Pihak pemerintah (Departemen Pertanian melalui kelembagaan penyuluhan pertaniannya) dari tahun ke tahun juga telah melakukan kegiatan pemberdayaan petani dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Namun sejak otonomi daerah, kebijakan penyelenggaraan penyuluhan berbeda-beda antar daerah. Sesuatu yang menarik untuk diteliti adalah: Dalam kenyataanya, apakah upaya pemberdayaan yang telah dilakukan melalui kegiatan penyuluhan pertanian telah memampukan petani memenuhi kebutuhan pengembangan kapasitas dan kemandirian beragribisnis? Permasalahan spesifik penelitian ini adalah:

(6)

(1) Sejauhmana tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani dan faktor-faktor manakah yang berpengaruh penting terhadap tingkat kinerja penyuluh pertanian tersebut?

(2) Sejauhmana tingkat pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas petani beragribisnis dan faktor-faktor manakah yang berpengaruh pen-ting terhadap pen-tingkat pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas petani tersebut?

(3) Sejauhmana tingkat kemandirian petani beragribisnis dan faktor-faktor manakah yang berpengaruh penting terhadap tingkat kemandirian petani tersebut?

(4) Bagaimana strategi penyuluhan pertanian untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas dan kemandirian petani beragribisnis?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan berbagai tantangan, tuntutan dan berbagai permasalahan yang berkembang, maka secara spesifik tujuan penelitian ini adalah:

(1) Menganalisis tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam memberda- yakan petani dan faktor-faktor yang berpengaruh penting terhadap tingkat kinerja penyuluh pertanian tersebut.

(2)

Menganalisis tingkat pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas petani beragribisnis dan faktor-faktor yang berpengaruh penting terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas petani tersebut.

(3)

Menganalisis tingkat kemandirian petani beragribisnis dan faktor-

faktor yang berpengaruh penting terhadap tingkat kemandirian petani tersebut.

(4) Merumuskan strategi penyuluhan pertanian untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas dan kemandirian petani beragribisnis.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini secara umum diharapkan bermanfaat bagi: (1) Pengem-bangan ilmu pengetahuan (dalam hal teoritis) dan (2) Pemecahan permasalahan (dalam hal praktis). Dalam hal teoritis diharapkan penelitian ini memberi sumbangan bagi pengembangan konsep pemberdayaan yaitu pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas dan kemandirian petani beragribisnis melalui

(7)

hasil penelitian berguna bagi para praktisi (pemerintah atau pihak swasta), yaitu bahan pertimbangan atau masukan dalam mengatasi permasalahan tidak optimalnya kinerja penyuluh pertanian, tidak terpenuhinya kebutuhan pengembangan kapasitas dan ketidakmandirian petani beragribisnis, sehingga dapat diupayakan kinerja penyuluh pertanian yang memenuhi kebutuhan pengembangan kapasitas dan kemandirian petani petani beragribisnis.

Secara khusus, hasil-hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk diketahui atau dipahaminya: (1) Tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani dan faktor-faktor yang berpengaruh, (2) Tingkat pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas petani beragribisnis dan faktor-faktor yang berpengaruh, dan (3) Tingkat kemandirian petani beragribisnis dan faktor-faktor yang berpengaruh. Atas dasar pemahaman ketiga hal ini, dapat disusun strategi pemberdayaan petani melalui penyuluhan pertanian oleh berbagai pihak secara tepat dan produktif bagi pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas dan kemandirian petani beragribisnis, serta diharapkan outcomenya meningkatkan pendapatan petani dan ketangguhan petani beragribisnis.

Definisi Istilah

Beberapa istilah yang digunakan dalam tulisan ini, didefinisikan sebagai berikut:

(1) Karakteristik Petani adalah ciri-ciri yang melekat pada diri petani sebagai individu manusia. Karakteristik petani yang akan diteliti pada penelitian ini meliputi: (a) Umur, (b) Pendidikan Formal, (c) Pendidikan Non Formal,

(d) Pendidikan Informal, dan (e) Pengalaman Petani Beragribisnis. (2) Karakteristik Sistem Sosial adalah faktor-faktor yang turut

meng-hambat/mendukung perubahan sistem sosial sebagai akibat intervensi atau program pemberdayaan. Faktor-faktor tersebut adalah: (a) Nilai-nilai Sosial Budaya, (b) Sistem Kelembagaan, (c) Akses terhadap Tenaga Ahli, Kelem-bagaan Penyuluhan dan Penelitian, (d) Fasilitasi Agribisnis oleh Lembaga Pemerintah, (e) Fasilitasi Agribisnis oleh Lembaga Swasta, dan

(f) Kepemimpinan Lokal.

(3) Kompetensi Penyuluh Pertanian dalam Memberdayakan petani adalah kemampuan yang dimiliki penyuluh pertanian untuk dapat melakukan tugas-tugas penyuluhan yang diamanahkan (diembankan) kepadanya. Amanah dalam arti kesadaran penyuluh pertanian untuk mampu

(8)

mempertang-gungjawabkan pekerjaannya tidak hanya kepada manusia tetapi juga kepada Tuhan. Kompetensi penyuluh pertanian minimal yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh pertanian kaitannya dengan pemberdayaan petani adalah kompetensi: (a) Managerial, (b) Komunikasi, (c) Pembelajaran Petani, dan (d) Interaksi Sosial. Tingkat kompetensi penyuluh pertanian ini diukur berdasarkan persepsi petani.

(4) Pemberdayaan Petani adalah upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan atau membangun daya (kapasitas) petani secara internal (kapasitas diri) dan eksternal (kemampuan memanfaatkan/mengakses sumberdaya pertanian), sehingga petani mampu memberdayakan dirinya sendiri (menyadari sendiri dan berbuat yang terbaik untuk dirinya dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi), sehingga mereka mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam beragribisnis dan membentuk kehidupan yang lebih baik.

(5) Penyuluh Pertanian dalam penelitian ini adalah petugas yang diberikan kewenangan (amanah) dalam lingkup kewenangan pemerintahan daerah untuk melakukan tugas memberdayakan petani di lapangan. Penyuluh pertanian ini adalah ujung tombak dari keberhasilan pemberdayaan petani. (6) Kinerja Penyuluh Pertanian dalam memberdayakan petani adalah

perilaku yang diperagakan secara aktual oleh penyuluh pertanian sebagai kewajibannya melaksanakan kegiatan memberdayakan (mengembangkan kapasitas petani) untuk mewujudkan kemandirian petani beragribisnis. Kinerja dapat dilihat dari kepuasan (persepsi) petani terhadap perilaku aktual yang diperagakan penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani. Aspek-aspek kinerja pemberdayaan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: (a) Pengembangan Perilaku Inovatif Petani, (b) Penguatan Tingkat

Partisipasi Petani, (c) Penguatan Kelembagaan Petani, (d) Penguatan Akses Petani terhadap Berbagai Sumberdaya, (e) Penguatan Kemampuan Petani Berjaringan, dan (f) Kaderisasi.

(7) Persepsi Petani adalah proses aktif petani dalam memperhatikan, mengor-ganisasikan, menafsirkan dan menilai secara selektif berdasarkan pengala-man sebelumnya atau kombinasi baru dan konsep yang sudah ada.

(8) Pemenuhan Kebutuhan Pengembangan Kapasitas Petani Beragribisnis adalah terpenuhinya kebutuhan petani untuk mengembangkan kapasitasnya (kebutuhan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif) agar petani memiliki kemandirian menjalankan agribisnis (usahatani yang

(9)

farming; better bussiness; friendly environment dan better living). Peme-nuhan kebutuhan pengembangan kapasitas petani tersebut meliputi memenuhan pengembangan kapasitas (pengetahuan, keterampilan, motivasi dan komitmen) dalam hal: (a) Produktivitas, (b) Pemasaran, (c) Keamanan Usaha/agribisnis, (d) Berkelompok, (e) Berjaringan, dan (f) Peningkatan Prestasi/Kemajuan usaha.

(9) Kapasitas Petani adalah daya (kemapuan) yang dimiliki diri petani (meliputi pengetahuan, sikap, kerampilan dan sikap positif) untuk menjalankan agribisnis ideal yang diharapkan (better farming; better bussiness; friendly environment dan better living). Sikap positif dalam penelitian ini dibatasi pada motivasi dan komitmen petani beragribisnis. Motivasi adalah semangat petani untuk selalu meraih prestasi. Komitmen adalah keterikatan jiwa petani terhadap kemajuan agribisnisnya.

(10) Kemandirian Petani Beragribisnis adalah perwujudan kemampuan (perilaku aktual yang ditampilkan) petani dalam beragribisnis untuk berbuat yang terbaik bagi diri (mengatur diri sendiri), keluarga dan masyarakat dengan memanfaatkan secara optimal potensi (kapasitas) dirinya dan sumberdaya, sesuai kesadaran diri, dan diyakini manfaatnya dalam rangka kesejahteraan hidupnya, tanpa ketergantungan dengan orang lain dan semata-mata hanya ketergantungan pada Tuhan Yang Maha Esa. Kemandirian petani dalam beragribisnis dicirikan oleh enam elemen pokok, yaitu:

(a) Kemandirian Intelektualitas Beragribisnis

Kemandirian intelektualitas beragribisnis yaitu kemampuan yang diwujudkan/ditampilkan petani untuk mengkritisi berbagai persoalan yang berkaitan dengan agribisnisnya (penyediaan dan penggunaan sarana produksi, proses produksi, pemasaran dan pengolahan hasil pertanian yang lebih baik) secara cerdas dan logis tanpa dibayangi rasa takut atau tekanan pihak lain. Kemandirian intelektual juga bermakna pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh petani yang

memungkinkan mereka menanggulangi bentuk bentuk dominasi yang lebih halus yang muncul diluar kontrol terhadap pengetahuan itu. (b) Kemandirian Sikap Mental Beragribisnis

Kemandirian sikap mental beragribisnis yaitu kemampuan yang diwujudkan/ditampilkan petani yang merupakan sintesa dari kemampuan mengotrol emosi (tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang lain), kesadaran diri, inisiatif, motivasi, harga

(10)

diri, komitmen dan kepercayaan diri untuk bertindak dan berbuat yang terbaik bagi dirinya dan orang lain dalam menjalankan agribisnisnya.

(c) Kemandirian Manajemen Agribisnis

Kemandirian manajemen yaitu kemampuan otonom untuk mengelola diri, menjalani serta mengelola kegiatan agribisnis (merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi) agar terwujud efisiensi dan efektivitas kerja, sehingga ada perubahan ke arah yang lebih baik dalam situasi kehidupan agribisnis petani.

(d) Kemandirian Sosial

Kemandirian sosial yaitu kemampuan yang ditampilkan/diwujud-kan petani petani untuk mengadaditampilkan/diwujud-kan interaksi, bekerjasama dalam kelompok dan menjalin jaringan kerja atau bermitra dengan

lembaga/pihak lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.

(e) Kemandirian Material

Kemandirian material yaitu kemampuan produktif petani guna meme- nuhi kebutuhan materi dasar dan cadangan serta termasuk mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis (kemampuan menabung dan berinvestasi).

(f) Kemandirian Pengembangan Diri

Kemandirian pembinaan diri, yaitu kemampuan yang ditampilkan petani untuk mengembangkan dirinya sendiri melalui proses pem- belajaran discovery learning tanpa harus tergantung atau menung- gu sampai adanya pembina atau penyuluh dari luar sebagai guru mereka dan memegang prinsip belajar seumur hidup.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Mengetahui hasil evaluasi kepuasan antarmuka aplikasi Driver Mangjek sebelum dilakukan perbaikan antarmuka;

Dalam hal terjadi kenaikan MOPS yang menyebabkan harga patokan di atas harga jual eceran, untuk melindungi kepentingan publik ditetapkan batas atas harga jual yaitu tingkat harga

Jika perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1V harus dianggap sebagai beban horisontal

EasyVR Commander adalah software yang digunakan untuk mengkonfigurasi modul EasyVR yang terhubung ke dengan menggunakan mikrokontroler yang menyediakan

Desain file merupakan perancangan basis data yang akan menampung data entri sehingga dapat dibaca dari program yang telah dirancang, adapun desain file kamus Bahasa Jepang

36 dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Makassar, dengan sengaja melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya

Seperti dalam kasus di atas jika dilihat dari maksimal hukuman yang ada dalam undang-undang hukuman yang dijatuhkan pada Abid Hasan sudah cukup memberikan efek

Budaya pop telah berkembang pesat di wilayah Indonesia khususnya kota – kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta dan lain – lain. Banyaknya pop