• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sehingga, pemasar dapat memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sehingga, pemasar dapat memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemasaran. Para pemasar berkewajiban untuk memahami konsumen, mengetahui apa yang dibutuhkannya, apa seleranya, dan bagaimana ia mengambil keputusan. Sehingga, pemasar dapat memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Para pemasar yang memahami perilaku konsumen akan mampu mempengaruhi perilaku konsumen sehingga dapat mempengaruhi pilihan agar mereka mau memilih produk tertentu dan merek tertentu yang ditawarkan pemasar tersebut (Sumarwan, 2002:28).

Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (dalam Sumarwan, 2002:25), perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.

Perilaku Konsumen didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide (Mowen dan Minor, 2002:6).

Perilaku Konsumen menurut Kotler (2003:203) dapat dipahami melalui rangsangan pemasaran dan lingkungan yang masuk kekesadaran pembeli, serta karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusannya, yang kemudian

(2)

menghasilkan keputusan pembelian tertentu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen tersebut adalah faktor sosial, budaya, pribadi, dan kekuatan psikologis, dimana faktor budaya dapat dikatakan mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam.

2.1.2 Usaha Eceran

2.1.2.1 Pengertian Usaha Eceran

Kotler dan Amstrong (2003:51) mendefinisikan usaha eceran sebagai kegiatan yang menyangkut penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen untuk penggunaan pribadi dan non-bisnis. Usaha eceran tidak hanya menjual produk-produk di toko (store retailing) tetapi juga diluar toko (nonstore retailing).

Kegiatan yang dilakukan dalam usaha eceran adalah menjual berbagai produk, jasa, atau keduannya, kepada konsumen untuk keperluan komsumsi pribadi maupun bersama. Para peritel berupaya memuaskan kebutuhan konsumen dengan mencari kesesuain antara barang-barang yang dimilikinya dengan harga, tempat, dan waktu yang diinginkan pelanggan. Karena itu usaha eceran memiliki peranan penting dalam proses pemenuhan kebutuhan konsumen, karena merupakan tahap akhir dari saluran distribusi yang menyampaikan produk langsung kepada konsumen akhir.

Jalur distribusi adalah sekumpulan atau beberapa perusahaan yang memudahkan penjualan kepada konsumen sebagai konsumen akhir. Produsen menjual produknya kepada peritel maupun peritel besar (wholesaler). Hal ini akan

(3)

membentuk suatu jalur distribusi, antara produsen ke konsumen akhir, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Sumber : Utami (2006:5)

Gambar 2.1 Jalur Distribusi Barang Dagangan pada Usaha Eceran 2.1.2.2 Jenis-Jenis Pengecer

Usaha eceran memiliki jenis yang berbeda, didasarkan pada karakteristiknya. Terdapat tiga karakteristik dasar ritel, yaitu: pertama, pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Kedua, pengelompokan berdasarkan sarana atau media yang digunakan. Ketiga, pengelompokan berdasarkan kepemilikan (Utami, 2006:10).

Pada umumnya jenis pengecer dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu pengecer toko dan pengecer tanpa toko. Masing-masing pengecer diuraikan sebagai berikut:

a. Pengecer Toko (store retailing)

Pengecer toko adalah usaha eceran yang menggunakan toko sebagai sarana untuk memasarkan produk yang dijual. Pada umumnya usaha eceran menggunakan toko yang disebut dengan toko eceran. Toko eceran memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran, seiring perkembangan jaman, semakin banyak toko eceran yang muncul dengan berbagai bentuk. Jenis-jenis toko eceran dapat diklasifikasikan berdasarkan satu atau lebih kriteria sebagai berikut:

(4)

1) Jenis pelayanan (amount service), dimana pelayanan terhadap pelanggan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu toko eceran swalayan dan toko eceran dengan pelayanan terbatas (limited service retailing).

2) Lini produk yang dijual, dimana toko eceran dapat diklasifikasikan berdasarkan panjang dan luas rangkaian produk (product assortment) yang mereka jual.

3) Harga relatif, kebanyakan pengecer menerapkan kebijakan harga secara umum dan menawarkan kualitas produk dan pelayanan pelanggan yang normal. Beberapa pengecer menawarkan kualitas produk dan pelayanan pelanggan yang lebih tinggi pada harga ynag tinggi.

4) Pengawasan outlet (control outlet), kriteria ini mencakup pengawasan perusahaan atau organisasi induk terhadap outlet atau toko-toko pengecer mereka.

5) Jenis pemuasan toko (type of store cluster). Toko-toko bergabung bersama untuk meningkatkan kekuatan menarik pelanggan mereka dan untuk memberikan konsumen kenyamanan dari arena belanja dibawah satu atap (one-stop shopping).

Secara umum jenis-jenis toko pengecer dapat diuraikan sebagai berikut: a) Toko khusus (specialty stores)

Toko khusus berkonsentrasi pada sejumlah kategori produk yang terbatas, dengan level layanan yang tinggi. Jenis toko ini dapat lebih khusus lagi sesuai dengan barang dagangan yang dijual.

(5)

b) Department store

Merupakan jenis eceran yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan staf, seperti layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya dilakukan pada masing-masing bagian pada satu area belanja.

c) Toko konviniens (convenience stores)

Toko pengecer ini memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas, dengan ukuran relatif kecil dan biasanya didefenisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dan perputaran produk yang relatif tinggi. Toko ini ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian cepat. d) Toko super (super store)

Merupakan toko pengecer dengan ukuran toko hampir dua kali luas supermarket biasa dan menjual rangkaian produk yang luas yang terdiri dari produk-produk makanan dan non makanan yang secara rutin dibeli oleh konsumen. Karena rangkaian produknya lebih luas, maka harga yang diterapkan cenderung lebih tinggi dari supermarket umum.

e) Toko kombinasi (combination store)

Adalah toko yang menjual kombinasi produk makanan dan obat-obatan. f) Pasar hiper (hypermarket)

Merupakan toko yang meiliki luas antara lebih dari 18.000 meter persegi, lebih luas dari toko kombinasi. Hypermarket mengkombinasikan berbagai bentuk toko pengecer, seperti supermarket, toko diskon, dan warehouse. Toko

(6)

ini menjual lebih banyak produk yang rutin dibeli oleh konsumen, seperti perlengkapan rumah tangga, furniture, pakaian, dan lain-lain.

g) Toko diskon (discount stores)

Toko diskon merupakan jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan yang terbatas, dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek itu sendiri.

h) Pengecer potongan harga (off-price retailers)

Ritel off-price dapat menjual merek dan label produk dengan harga yang lebih rendah dari umumnya, karena membeli dengan harga yang lebih murah dari grosir. Cenderung menjual barang dagangan yang berubah-ubah, sering merupakan barang sisa, tidak laku, dan cacat yang diperoleh dengan harga yang lebih murah dari produsen lainnya.

i) Ruang pamer catalog (catalog showroom)

Jenis toko seperti ini menjual serangkaian luas produk dengan mark-up yang tinggi, merek ternama pada harga diskon. Ruang pamer katalog memperoleh uang dengan memotong biaya dan marjin untuk menyediakan harga yang rendah yang akan menarik penjualan bervolume tinggi.

b. Pengecer Tanpa Toko (nonstore retailing)

Selain jenis pengecer yang menggunakan toko sebagai sarana memasarkan produk, dalam pemasaran juga dikenal jenis pengecer yang tidak menggunakan toko. Klasifikasinya sebagai berikut:

(7)

1) Ritel elektronik (electronic retailing)

Merupakan format bisnis ritel atau ritel yang menggunakan komunikasi dengan pelanggan mengenai produk, layanan, dan penjualan melalui internet guna mencapai cakupan konsumen yang lebih luas. Dengan internet dapat terjadi komunikasi dan transaksi secara potensial satu sama lain.

2) Katalog dan pemasaran surat langsung

Pemasaran melalui katalog terjadi ketika perusahaan mengirimkan satu atau bahkan lebih katalog produk kepada penerima yang terpilih. Perusahaan mengirimkan katalog yang menginformasikan barang dagangan secara lengkap (yaitu keseluruhan lini barang dagangan), atau dengan memilih barang dagangan yang akan diinformasikan secara terbatas dalam bentuk katalog konsumen khusus, dan katalog bisnis. Biasanya berbentuk cetakan, CD, video, atau secara online.

3) Penjualan langsung (direct selling)

Merupakan sistem pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau lebih media iklan untuk menghasilkan tanggapan atau transaksi yang dapat diukur pada suatu lokasi penjualan tertentu. Bentuk pemasaran ini memainkan peranan yang lebih luas, yaitu membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

4) Television home shopping

Merupakan format ritel melalui televisi. Pelanggan akan melihat program TV yang menayangkan demonstrasi produk dagangan dan kemudian menyampaikan pesanan melalui telepon.

(8)

5) Vending machine retailing

Merupakan format non store yang menyimpan barang dan jasa pada suatu mesin dan menyerahkan barang ke pelanggan memasukkan uang tunai atau kartu kredit kedalam mesin.

2.1.3 Distro (Distribution Store)

Distro merupakan singkatan dari distribution store atau distribution outlet, adalah jenis toko di Indonesia yang menjual pakaian dan aksesori yang dititipkan oleh pembuat pakaian, atau diproduksi sendiri. Distro umumnya merupakan industri kecil dan menengah (IKM) dengan merk independen yang dikembangkan kalangan muda. Produk yang dihasilkan oleh distro diusahakan untuk tidak diproduksi secara massal, agar mempertahankan sifat eksklusif suatu produk.

Konsep distro berawal pada pertengahan 1990-an di Bandung. Saat itu band-band independen di Bandung berusaha menjual merchandise mereka seperti CD/kaset, t-shirt, dan sticker selain di tempat mereka melakukan pertunjukan. Bentuk awal distro adalah usaha rumahan dan dibuat etalase dan rak untuk menjual t-shirt. Selain komunitas musik, akhirnya banyak komunitas lain seperti komunitas punk dan skateboard yang kemudian juga membuat toko-toko kecil untuk menjual pakaian dan aksesori mereka. Selain itu, distro juga berfungsi menerima titipan dari berbagai macam merk clothing company lokal yang memproduksi sendiri produknya (T-shirt, tas, dompet, jaket, dan lain-lain). Kini, industri distro sudah berkembang, bahkan dianggap menghasilkan produk-produk yang memiliki kualitas ekspor.

(9)

2.1.4 Respon lingkungan berbelanja

Mehrabian dan Russsel dalam Semuel (2005) menyatakan bahwa respon lingkungan atas perilaku pembelian dapat dapat diuraikan berdasarkan 3 variabel yaitu :

1. Kesenangan (Pleasure)

Pleasure yang mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut. Pleasure dapat diukur dengan penilaian reaksi lisan ke lingkungan (bahagia sebagai lawan sedih, menyenangkan sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai lawan tidak puas, penuh harapan sebagai lawan berputus asa, dan santai sebagai lawan bosan).

2. Kegairahan (Arousal)

Arousal mengacu pada tingkat dimana seseorang merasakan siaga, digairahkan, atau situasi aktif. Arousal secara lisan dianggap sebagai laporan responden, seperti pada saat dirangsang, ditentang, atau diperlonggar (bergairah sebagai lawan tenang, hiruk pikuk sebagai lawan sepi, gugup sebagai lawan percaya diri, mata terbuka sebagai lawan mengantuk).

3. Dominasi (Dominance)

Dominance ditandai dengan laporan responden yang merasa dikendalikan sebagai lawan mengendalikan, terkendali sebagai lawan diawasi, penting sebagai lawan dikagumi, dominan sebagai lawan bersikap tunduk, dan otonomi sebagai lawan dipandu.

(10)

2.1.5 Pembelian Tidak Terencana (Impulsive Buying)

Konsumen sering kali membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli seringkali muncul di toko atau di mall. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Display pemotongan harga 50%, yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen. Konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli produk. Display tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang tertidur, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan seperti ini sering disebut sebagai pembelian tidak terencana (Impulsive Buying). Pembelian tidak terencana berarti kegiatan utnuk menghabiskan uang yang tidak terkontrol, kebanyakan pada barang-barang yang tidak diperlukan (Semuel, 2005). Barang-barang yang dibeli secara tidak terencana lebih banyak pada barang yang diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan dari barang itu tidak diperlukan oleh konsumen.

Menurut Hirschman dan Stren, pembelian tidak terencana adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak terefleksi, secara terburu-buru, dan didorong oleh aspek psikologis emosional tehadap suatu produk dan tergoda dari persuasi dari pemasar (Winardi, 1998). Menurut Mowen dan Minor, (2002:65) Impulsive Buying didefinisikan sebagai tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Pembelian Impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda.

(11)

Sebagai contoh, seseorang mungkin pergi ke toko bahan pangan untuk membeli daging dan roti. Setiba di toko, ia juga membeli beberapa buah segar karena harganya murah atau bentuknya menarik. Pembelian secara impulsif mempunyai dasar pertimbangan yang masuk akal. Sistem penjualan dengan pelayanan sendiri dan tata ruang yang terbuka telah menimbulkan suatu situasi pemasaran dimana perencanaan dapat ditunda sampai pembeli masuk ke toko (Setiadi, 2003:356).

Menurut Stren, pembelian tidak terencana dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Pembelian tidak terencana murni (pure impulsive buying)

Pembelian tidak terencana murni adalah pembelian yang murni disebabkan oleh suatu pola pembelian yang menyimpang dari pembelian normal.

2. Pembelian tidak terencana karena pengalaman masa lalu (reminder impulsive buying)

Pembelian ini terjadi karena seorang pembeli “diingatkan” oleh sebuah stimulus di alam toko yang bersangkutan. Misalnya: produk itu sendiri, bahan di tempat pembelian. Hal tersebut membuat dia seolah-olah memerlukan dan harus membeli produk itu.

3. Pembelian tidak terencana yang timbul karena sugesti (suggestion impulsive buying)

Pembelian tidak terencana ini terjadi apabila konsumen yang bersangkutan baru pertama sekali melihat produk tersebut dimana kualitas, fungsi, dan kegunaan produk tersebut sesuai dengan apa yang diharapkannya.

(12)

4. Pembelian tidak terencana yang disebabkan situasi tertentu (planned impulsive buying)

Pembelian tidak terencana ini terjadi pada saat pusat perbelanjaan melakukan promosi, seperti pemberian potongan harga (diskon) dan pemberian kupon berhadiah (Stren,dalam Winardi 1998:226-227).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah dilakukan oleh Tambunan (2010) yang berjudul “Analisis Pengaruh Respon lingkungan berbelanja Terhadap Pembelian Tidak Terencana (Impulsive Buying) Pada Matahari Departemen Store Plaza Medan Fair” bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari respon respon lingkungan berbelanja yang terdiri dari kesenangan (pleasure), kegairahan (arousal), dan dominasi (dominance) terhadap pembelian tidak terencana (impulsive Buying) pada konsumen Matahari Departemen Store Plaza Medan Fair. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kesenangan (pleasure), variabel kegairahan (arousal), dan variabel dominasi (dominance) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian tidak terencana (impulsive buying) pada Matahari Departemen Store Plaza Medan Fair. Dan variabel yang memiliki pengaruh paling dominan adalah variabel dominasi (dominance).

Purba (2008), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Respon lingkungan berbelanja Terhadap Pembelian Tidak Terencana (Impulsive Buying) pada Hypermart Sun Plaza Medan.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari faktor respon lingkungan berbelanja, yang terdiri dari

(13)

pleasure, arousal, dan dominance terhadap pembelian tidak terencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pleasure, arousal, dan dominance berpengaruh terhadap pembelian tidak terencana (impulsive buying). Variabel yang berpengaruh paling dominan terhadap pembelian tidak terencana (impulsive buying) pada konsumen Hypermart Sun Plaza Medan adalah variabel pleasure.

Penelitian yang dilakukan oleh Semuel (2005) yang berjudul “Respon lingkungan berbelanja Sebagai Stimulus Pembelian Tidak Terencana pada Toko Serba Ada (Toserba) Carrefour Surabaya” yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variabel respon lingkungan berbelanja yang terdiri dari Pleasure, Arousal, dan Dominance terhadap pembelian tidak terencana pada pelanggan Carrefour Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan variabel Dominance merupakan variabel yang paling dominan terhadap pembelian tidak terencana pada pelanggan Carrefour Surabaya.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan antara satu teori dengan teori lainnya, sehingga masalah yang diteliti menjadi jelas penelitiannya. Kerangka konseptual merupakan fondasi penelitian, dimana hubungan antar variabel dijelaskan, disusun dan dielaborasi secara logis dan relevan (Ginting dan Situmorang, 2008:97).

Menurut Semuel (2005), sebagian orang menganggap kegiatan belanja dapat menjadi alat untuk menghilangkan stress, menghabiskan uang dapat

(14)

mengubah suasana hati seseorang secara signifikan, dengan kata lain uang adalah sumber kekuatan.

Keputusan pembelian dapat didasari oleh faktor individu konsumen yang cenderung berprilaku afektif (pleasure-arousal-dominance). Pleasure mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia, atau puas dalam suatu situasi; arousal mengacu pada tingkat dimana individu merasakan puas dalam suatu situasi; dan dominance ditandai oleh perasaan yang direspon konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan berbelanja (Negara dalam Semuel, 2005).

Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka konseptual dibuat secara sistematis dalam penelitian, yaitu respon lingkungan berbelanja yang terdiri dari kesenangan (pleasure), kegairahan (arousal), dan dominasi (dominance) mempunyai pengaruh terhadap pembelian tidak terencana (impulsive buying) pada konsumen.

Sumber : Semuel (2005)

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah kesimpulan yang diperoleh dari penyusunan kerangka pikiran (Ginting dan Situmorang, 2008:99). Hipotesis merupakan jawaban

Respon lingkungan berbelanja: 1. Kesenangan (pleasure) (X1) 2. Kegairahan (arousal) (X2) 3. Dominasi (dominance) (X3)

Pembelian Tidak Terencana (Impulsive Buying) (Y)

(15)

sementara yang telah disusun peneliti, yang kemudian akan di uji kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan (Kuncoro, 2003:48).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Respon lingkungan berbelanja yang terdiri dari kesenangan (pleasure), kegairahan (arousal), dan dominasi (dominance) berpengaruh dan signifikan terhadap pembelian tidak terencana (impulsive buying) pada konsumen distro di kawasan Jalan Halat Medan.

Gambar

Gambar 2.1 Jalur Distribusi Barang Dagangan pada Usaha Eceran  2.1.2.2 Jenis-Jenis Pengecer

Referensi

Dokumen terkait

Penegakkan diagnosis APL ini didasarkan pada gambaran sumsum tulang yang menunjukkan mayoritas sel abnormal berupa promielosit yang memiliki beberapa granula dan bundles

Kebiasaan- kebiasan serta kesenangan anak adalah aspek yang mutlak ada di perhitungkan dalam perancangan pusat permainan tradisional anak untuk mewujudkan tempat wisata yang

belum mematuhi standar operasional prosedur (SOP) yang dibuat untuk memperlancar penyelesaian pelayanan. selain itu badan Lingkungan Hidup Kota Semarang belum dalam

Berdasarkan prosedur coding dan olah data distribusi frekuensi yang telah dilakukan sebagai rangkaian analisis isi, diketahui terdapat 5 jenis strategi komunikasi

Dengan adanya perencanaan tersebut, penyelenggaraan bimbingan manasik dapat berjalan dengan lancar, sehingga calon jamaah haji dapat memahami dan menguasai materi

Dengan demikian, berbagai permasalahan dalam penyajian Pangkur Jenggleng Ayom-ayem di TVRI Yogyakarta (seperti struktur penyajian dan sajian garap Pangkur Jenggleng) yang

Untuk memiliki pengetahuan bahasa asing seseorang harus mempelajari Untuk memiliki pengetahuan bahasa asing seseorang harus mempelajari kosakata terlebih dahulu

bahwa dengan telah diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun