• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Provinsi Riau secara georgrafis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur yang sangat strategis baik pada masa kini maupun masa yang akan dating. Wilayah Provinsi Riau memiliki koordinat dari 01⁰05'00 '' Lintang Selatan sampai 02⁰25'00'' Lintang Utara dan 100⁰00'00 '' hingga 105⁰05'00 '' Bujur Timur. Lokasi penelitian ini disajikan pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1. Peta Administrasi Provinsi Riau Tahun 2018 (Sumber: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Riau)

Gambar 3.1 menunjukan Provinsi Riau memiliki dua belas kabupaten atau kota. Provinsi Riau memiliki total luas seluas 9.019.790 hektar dengan total luas tiap kabupaten atau kota yang berbeda – beda. Luas kabupaten atau kota yang terdapat di Provinsi Riau disajikan pada Tabel 3.1 berikut ini.

(2)

Tabel 3.1. Luas Kabupaten atau Kota di Provinsi Riau

KABUPATEN / KOTA LUAS (Ha)

Bengkalis 856.080 Dumai 233.250 Indragiri Hilir 1.333.793 Indragiri Hulu 809.247 Kampar 1.080.162 Kepulauan Meranti 367.870 Kuantan Singingi 533.484 Pekanbaru 69.710 Pelalawan 1.299.160 Rokan Hilir 916.894 Rokan Hulu 734.040 Siak 786.100 TOTAL 9.019.790

Penelitian ini berfokus pada kawasan hutan Provinsi Riau dengan kedalaman analisis pada tingkat kabupaten. Kawasan hutan Provinsi Riau. Data kawasan hutan berupa data spasial batas kawasan hutan Provinsi Riau dalam bentuk vektor tahun 2018 dengan skala observasi 1:250.000 dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XIX Provinsi Riau yang disajikan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 berikut.

(3)

Gambar 3.2. Kawasan Hutan Provinsi Riau Tahun 2018

(Sumber: Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIX Provinsi Riau)

Gambar 3.3. Kawasan Hutan Provinsi Riau Tahun 2018 Skala 1:250.000 (Sumber: Badan Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIX Provinsi Riau)

(4)

3.2. Alat dan Data Penelitian

Alat yang digunakan pada pembuatan peta risiko bencana kebakaran hutan dan lahan ini menggunakan sebuah perangkat keras laptop Asus A456U dan perangkat lunak berupa ArcGIS 10.6 sebagai perangkat pengolahan data, Microsoft Excel sebagai perangkat perhitungan data tabular, dan Microsoft Word sebagai perangkat penulisan draft penelitian. Penelitian analisis spasial bencana kebakaran hutan menggunakan sistem informasi geografis ini menggunakan data - data yang akan diolah dalam pembuatan peta risiko, data – data tersebut disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Data Penelitian

Jenis Data Tipe Data Tahun Data Sumber Batas Administrasi

Provinsi Riau Vektor 2018

Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah Provinsi Riau Curah Hujan

Provinsi Riau Tabular 2018

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Jenis Tanah Provinsi

Riau Vektor 2018

Dinas Lingkungan Hidup dan Kuhatanan Provinsi Riau Kawasan Hutan

Provinsi Riau Vektor 2018

Balai Pemantapan Kawasan Hutan XIX Provinsi Riau

Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Riau

Vektor 2018 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau

Kapasitas Provinsi

Riau Vektor 2018

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau

Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Riau

Vektor 2016 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau

Titik Panas (Hotspot) Provinsi Riau Tahun 2018

Tabular 2018 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(5)

Peta kawasan hutan, peta curah hujan, dan peta jenis tanah diolah untuk menyusun data vektor peta ancaman prabencana kebakaran hutan Provinsi Riau Tahun 2018 dengan. Peta ancaman prabencana kebakaran hutan yang telah dihasilkan kemudian diolah dengan peta kapasitas dan peta kerentanan kebakaran hutan dan kahan untuk menyusun data vektor peta risiko prabencana kebakaran hutan Provinsi Riau tahun 2018.

3.3. Diagram Alir Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tahap penelitian yaitu tahap persiapan, tahap

pengumpulan data, tahap pengolahan data, tahap validasi, dan tahap analisis. Penelitian ini dimulai dengan tahap persiapan, tahap ini melakukan identifikasi masalah dengan mencari data atau jejak rekam masalah yang akan diteliti atau diselesaikan yang kemudian dilanjutkan dengan studi literatur untuk mengetahui lebih dalam mengenai masalah tersebut. Penulis kemudian mengumpulkan data – data seusai dengan parameter – parameter pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 guna mengetahui sebaran potensi bencana berupa ancaman, kerentanan, kapasitas, dan risiko kebakaran hutan di Provinsi Riau.

Pembuatan peta ancaman menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 tersusun dari tiga parameter, yaitu parameter jenis tanah, curah hujan, dan tutupan lahan. Penelitian ini berfokus pada kebakaran hanya pada kawasan hutan sehingga parameter tutupan lahan hanya akan menggunakan data kawasan hutan Provinsi Riau. Data curah hujan merupakan data tabular curah hujan Provinsi Riau sepanjang tahun 2018 yang kemudian diolah menjadi data vektor menggunakan fungsi interpolasi. Data jenis tanah, curah hujan, dan tutupan lahan kemudian diklasifikasi menurut parameter pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 dan diolah menggunakan metode bobot dan skor dan menghasilkan peta ancaman. Peta Ancaman yang dihasilkan kemudian akan ditumpang susun (overlay) dengan peta kerentanan dan peta kapasitas dan diklasifikasikan menggunakan metode bobot dan skor untuk menghasilkan peta risiko prabencana kebakaran hutan. Peta risiko kebakaran hutan yang dihasilkan akan dianalisis untuk mengetahui sebaran potensi bencana kebakaran hutan berupa sebaran risiko prabencana kebakaran hutan setiap kawasan hutan di kabupaten atau kota di

(6)

Provinsi Riau. Hasil penelitian kemudian divalidasi dengan peta risiko kebakaran hutan dan lahan Provinsi Riau tahun 2016 dari BPBD Provinsi Riau dan divalidasi kembali dengan data sebaran titik panas (hotspot) di Provinsi Riau Tahun 2018. Diagram alir kerangka kerja pada penelitian ini diasjikan pada Gambar 3.4 berikut.

(7)

Gambar 3.4. Diagram Alir Penelitian Studi Literatur Pengumpulan Data Peta Kerentanan Kebakaran Hutan 2018 BPBD Prov. Riau Skala 1:250.000 Peta Jenis Tanah

Bappeda Prov.Riau Skala 1:250.000 Data Tabular Curah

Hujan 2018 Prov.Riau BMKG

Peta Kawasan Hutan Provinsi Riau tahun 2018 Skala 1:250.000 BPKH Prov. Riau Peta Kapasitas Provinsi Riau 2018 BPBD Prov. Riau Skala 1:250.000 Interpolasi IDW Raster to Polygon Klasifikasi Kawasan Hutan Klasifikasi Curah Hujan Klasifikasi Jenis Tanah Peta Curah Hujan Peta Kawasan Hutan Peta Jenis Tanah Skoring Pembobotan Overlay Union

Peta Ancaman Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau Tahun 2018 Skala 1:250.000

Overlay Union Klasifikasi

Peta Risiko Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau Tahun 2018 Skala 1:250.000

Analisis Risiko Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau Tahun 2018 Setiap Kawasan Hutan di Kabupaten atau Kota

Persiapan Pengumpulan Data Pengeolahan ke-1 Pengeolahan ke-2 Validasi Pengeolahan ke-3 Analisis

Tutupan Lahan Curah Hujan Jenis Tanah Kerentanan Kapasitas

Validasi dengan Peta Risiko Kebakaran Hutan tahun 2016 BPBD Prov. Riau dan Data Hotspot Provinsi Riau Tahun 2018

(8)

3.4. Pengolahan Data

3.4.1. Penentuan Potensi Ancaman Prabencana Kebakaran Hutan (Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012)

Ancaman kebakaran hutan dan lahan dapat ditentukan dengan metode bobot

dan skor dan menggunakan parameter sesuai dengan ketentuan dari Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012. Parameter penyusun ancaman kebakaran hutan dan lahan tersusun dari jenis tutupan lahan, iklim berupa curah hujan, dan jenis tanah. Setiap parameter diidentifikasi untuk mendapatkan tingkat parameter dan dinilai berdasarkan tingkat pengaruh atau kepentingan masing-masing tingkat menggunakan metode perkalian bobot dan skor. Penentuan tingkat ancaman kebakaran hutan dan lahan dihitung dari parameter tutupan lahan, iklim berupa curah hujan, dan jenis tanah sesuai Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012. Parameter ini dihitung berdasarkan indikator-indikator pada parameter tersebut. Parameter tingkat ancaman kebakaran hutan dan lahan diasjikan pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3. Parameter Penentuan Tingkat Ancaman Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

Parameter Tingkat Parameter Bobot

Rendah Sedang Tinggi

Tutupan Lahan Hutan Lahan Perkebunan Padang Rumput Kering dan Belukar, Lahan Pertanian 40% Curah Hujan 3.333 – 5.000 mm/tahun 1.667 – 3.333 mm/tahun 0 – 1.667 mm/tahun 30%

Jenis Tanah Non Organik / Non Gambut /

Mineral

- Organik / Gambut

30%

(9)

3.4.1.1. Data Tutupan Lahan

Tabel 3.4. Parameter Penentuan Tingkat Tutupan Lahan

Tutupan Lahan Tingkat Skor Bobot

Hutan Rendah 1

40%

Lahan Perkebunan Sedang 2

Padang Rumput Kering dan Belukar,

Lahan Pertanian Tinggi 3

(Sumber: Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012)

Tabel 3.4 menunjukan parameter ancaman tertera bahwa salah satu parameter penyusun peta ancaman adalah tutupan lahan dimana tutupan lahan tersebut pada Tabel 3.4 memiliki tiga tingkat kelas ancaman, yaitu hutan pada tingkat rendah, lahan perkebunan pada tingkat sedang, dan padang rumput kering dan belukar, lahan pertanian pada tingkat tinggi. Penelitian yang berfokus pada kebakaran di kawasan hutan ini menyesuaikan parameter dari Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 yang dalam menentukan potensi ancaman kebakaran hutan dengan hanya menggunakan tingkat rendah pada parameter tutupan lahan, yaitu hutan, sehingga data yang digunakan berupa data spasial kawasan hutan tahun 2018 dalam bentuk vektor yang didapatkan dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XIX Provinsi Riau.

Tabel 3.5. Klasifikasi Kawasan Hutan Jenis Kawasan Hutan Kawasan Hutan

Hutan Produksi Hutan Produksi, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Konservasi

Hutan Konservasi Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Kawasan Konservasi Alam, Taman Hutan Raya, Taman Nasional, Taman Wisata Alam

Hutan Lindung Hutan Lindung

Areal Penggunaan Lain Areal Penggunaan Lain Non Hutan

(10)

Tabel 3.5 menunjukkan Kawasan Hutan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 50/Menhut-II/2009 diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) fungsi, yaitu: Hutan Produksi, Hutan Konservasi, dan Hutan Lindung. Hutan Produksi memiliki fungsi sebagai hutan yang memproduksi hasil hutan. Hutan Lindung memiliki fungsi untuk melindungi jenis tumbuhan dan dilindungi oleh pemerintah. Hutan Konservasi memiliki fungsi untuk melindungi beberapa jenis tumbuhan dan masih dapat digunakan untuk memproduksi dengan bijak.

3.4.1.2. Data Curah Hujan

Tabel 3.6. Data Curah Hujan Tahun 2018

Nama Stasiun BMKG X Y Curah Hujan

(mm/tahun)

Stasiun Indragiri Hulu -0,33000 102,32000 2022

Stasiun Sultan Syarif Kasim II 0,45924 101,44743 2698,7

Stasiun Aek Godang 1,55000 99,45000 1839,6

Stasiun Teluk Bayur -0,99639 100,37222 3928

Stasiun Sultan Thaha -1,63368 103,64000 2333,4

(Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, 2018)

Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini berupa data nonspasial yaitu data tabular yang diunduh dari situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) [29] dan disasjikan pada Tabel 3.6. Data berupa titik koordinat (X,Y) dari lima stasiun yang menjadi referensi dan nilai intensitas curah hujan harian (mm/hari) yang kemudian nilai intensitas dijumlahkan dan menjadi nilai intensitas curah hujan tahunan (mm/tahun). Data curah hujan tersebut kemudian diolah pada perangkat lunak ArcGIS dengan memasukan data excel pada ArcGIS, melakukan interpolasi data menggunakan metode yang tersedia pada tools ArcMap yaitu IDW (Inverse

Distance Weighted). Hasil interpolasi kemudian di reclassify atau klasifikasi

ulang menggunakan parameter pada Tabel 3.7 sesuai dengan Peraturan BNPB Nomor 02 Tahun 2012 berikut ini.

(11)

Tabel 3.7. Parameter Penentuan Tingkat Curah Hujan

Curah Hujan (mm/tahun) Tingkat Skor Bobot

3.333 – 5.000 Rendah 1

30%

1.667 – 3.333 Sedang 2

0 – 1.667 Tinggi 3

(Sumber: Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012)

Hasil klasifikasi ulang menunjukan bahwa hanya ada 1 tingkat yang terbentuk yaitu curah hujan dengan intensitas 1.667 – 3.333 mm/tahun. Hasil klasifikasi dikonversi dari tipe data raster menjadi tipe data vektor menggunakan tools pada ArcMap yaitu Raster to Polygon. Data vektor hasil konversi kemudian dipotong sesuai dengan wilayah penelitian menggunakan data Administrasi Provinsi Riau. Vektor curah hujan yang sudah dipotong kemudian diberi skor dan bobot sesuai dengan parameter pada Tabel 3.7.

3.4.1.3. Data Jenis Tanah

Data Jenis Tanah pada penelitian ini berupa data spasial yaitu data vektor jenis tanah tahun 2018 yang berasal dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DISLHK) Provinsi Riau. Data jenis tanah yang disajikan menginformasikan bahwa pada Provinsi Riau memiliki lima jenis tanah, yaitu Organosol, Aluvial, Latosol, Podsolik Merah Kuning, dan Brown Forest Soil. Data jenis tanah tersebut diklasifikasi ulang dengan menyesuaikan parameter pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 dengan mempertimbangkan penafsiran setiap kelas jenis tanah pada data menggunakan Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian [19], sehingga didapatkan parameter penentuan kelas jenis tanah pada Tabel 3.8. berikut ini. Data yang sudah diklasifikasi diberi skor dan bobot dan melakukan layout pada akhir pengolahan agar data jenis tanah dapat disajikan.

(12)

Tabel 3.8. Parameter Penentuan Tingkat Jenis Tanah Jenis Tanah

BNPB

Data Jenis Tanah

Bappeda Riau Kelas Skor Bobot

Non-organik / Non-Gambut / Mineral Aluvial, Latosol, Podsolik Merah Kuning, Brown Forest Soil Rendah 1 30% - - Sedang 2

Organik / Gambut Organosol Tinggi 3

(Sumber: Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012)

3.4.2. Data Kerentanan Kebakaran Hutan dan Lahan (Sumber : BPBD Provinsi Riau)

Data kerentanan pada penelitian ini berupa data spasial yaitu data vektor kerentanan tahun 2018 yang berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau. Data kerentanan dibagi menjadi tiga tingkat yaitu kerentanan dengan tingkat rendah, sedang, dan tinggi. Kerentanan kebakaran hutan dan lahan dapat ditentukan dengan metode skoring dan pembobotan dan menggunakan parameter sesuai dengan ketentuan dari Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012. Parameter penyusun kerentanan kebakaran hutan dan lahan terdiri dari kerentanan sosial, kerentana fisik, kerentanan ekonomi, dan kerentanan lingkungan. Setiap parameter diidentifikasi untuk mendapatkan tingkat parameter dan dinilai berdasarkan tingkat pengaruh atau kepentingan masing-masing tingkat menggunakan metode pembobotan.

3.4.3. Data Kapasitas (Sumber : BPBD Provinsi Riau)

Data kapasitas Provinsi Riau pada penelitian ini berupa data spasial yaitu data vektor kapasitas tahun 2018 yang berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau. Data kapasitas dibagi menjadi tiga tingkat tingkat yaitu kapasitas dengan tingkat rendah, sedang, dan tinggi. Kapasitas suatu daerah dalam menghadapi bencana merupakan salah satu dasar sebagai upaya pengurangan risiko bencana. Peta Kapasitas adalah gambaran atau representasi kapasitas suatu wilayah dalam mengurangi risiko bencana. Kapasitas dapat dimodelkan sebagai jumlah total dari komponen kapasitas yang ada. Indikator

(13)

penyusun komponen kapasitas adalah kesiapsiagaan, infrastruktur sosial dan fisik, serta komponen kesehatan.

3.4.4. Penentuan Potensi Risiko Prabencana Kebakaran Hutan (Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012)

Potensi risiko tersebut dihitung dengan mempertimbangkan tingkat ancaman,

kerentanan dan kapasitas suatu daerah dalam menghadapi bencana tertentu. Peta risiko bencana dibuat dengan menumpangsusunkan (overlay) peta ancaman, peta kerentanan dan peta kapasitas. Peta-peta yang sudah ditupangsusun (overlay) kemudian dihitung nilai risikonya dengan rumus (3.1) untuk menentukan potensi risiko bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Dalam pelaksanaannya, penentuan potensi risiko menggunakan persamaan (3.1) sebagai berikut :

𝑅 = 𝐻 × 𝑉

𝐶 ……….…….... (3.1)

dimana R : Risiko (Risk)

H : Ancaman (Hazard) V : Kerentanan (Vulnerability) C : Kapasitas (Capacity)

Hasil perhitungan kemudian diklasifikai menjadi tiga tingkat yakni tingkat rendah sedang, dan tinggi sesuai interval yang didapatkan dengan perhitungan menggunakan persamaan (3.2) sebagai berikut :

Nilai Interval Kelas = Nilai Tertinggi − Nilai Terendah

(14)

3.4.5. Validasi

Gambar 3.5. Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Riau Tahun 2016 (Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau)

Gambar 3.6. Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Riau Tahun 2016 Skala 1:250.000

(15)

Validasi pada penelitian ini tidak melakukan validasi lapangan dikarenakan keterbatasan kondisi pandemi, validasi kemudian dilakukan menggunakan data dari instansi pemerintah untuk mengetahui apakah hasil pengolahan sesuai dengan kejadian yang ada pada lapangan. Validasi diawali dengan validasi dengan peta risiko bencana kebakaran hutan dan lahan Provinsi Riau tahun 2016 dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau yang disajikan pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6 berikut. Validasi menggunakan peta tersebut dikarenakan belum tersedia Peta risiko bencana kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2018, sehingga penelitian ini menggunakan data peta kebakaran hutan dan lahan tahun 2016 dari BPBD Provinsi Riau memiliki tiga tingkat risiko kebakaran hutan dan lahan yang memiliki luasan yang berbeda – beda pada setiap kabupaten atau kota. Luas risiko bencana kebakaran hutan dan lahan pada kabupaten atau kota yang terdapat di Provinsi Riau disajikan pada Tabel 3.9 berikut ini.

Tabel 3.9. Luas Risiko Bencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau Tahun 2016

Kabupaten / Kota

Tingkat Risiko Berdasarkan Kabupaten / Kota Luas

Kabupaten/ Kota (Hektar)

Rendah Sedang Tinggi

Luas (Hektar) Presentase (%) Luas (Hektar) Presentase (%) Luas (Hektar) Presentase (%) Bengkalis 5.800 0,68 183.212 21,40 667.068 77,92 856.080 Dumai 3.658 1,57 33.701 14,45 195.891 83,98 233.250 Indragiri Hilir 495.669 37,16 679.914 50,98 158.210 11,86 1.333.793 Indragiri Hulu 533.634 65,94 173.831 21,48 101.782 12,58 809.247 Kampar 995.025 92,12 29.324 2,71 55.813 5,17 1.080.162 Kepulauan Meranti 9.068 2,47 78.993 21,47 279.809 76,06 367.870 Kuantan Singingi 507.538 95,14 23.385 4,38 2.561 0,48 533.484 Pekanbaru 62.521 89,69 4.672 6,70 2.517 3,61 69.710 Pelalawan 141.888 10,92 562.950 43,33 594.322 45,75 1.299.160 Rokan Hilir 22.619 2,47 281.999 30,76 612.276 66,78 916.894 Rokan Hulu 74.655 10,17 225.652 30,74 433.733 59,09 734.040 Siak 370.062 47,08 210.673 26,80 205.365 26,12 786.100 TOTAL 3.222.137 2.488.306 3.309.347 9.019.790

(Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau)

Peta risiko yang sudah divalidasi menggunakan peta risiko bencana kebakaran hutann dan lahan Provinsi Riau tahun 2016 dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau kemudian divalidasi kembali menggunakan data titik panas (hotspot) di Provinsi Riau tahun 2018

(16)

yang didapatkan pada website SiPongi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [30]. Validasi ini dilakukan karena belum tersedia Peta risiko bencana kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2018 dan ingin memvalidasinya kembali menggunakan data kejadian lapangan yang dipantau melalui sebaran titik panas (hotspot) tahun 2018. Jika peta risiko bencana kebakaran hutan yang dihasilkan valid dengan data titik panas (hotspot) di Provinsi Riau tahun 2018, maka peta risiko tersebut telah tervalidasi. Sebaran titik panas (hotspot) di Provinsi Riau disajikan pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8 berikut ini.

Gambar 3.7. Peta Sebaran Titik Panas (Hotspot) Provinsi Riau Tahun 2018 (Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2018)

(17)

Gambar 3.8. Peta Sebaran Titik Panas (Hotspot) Provinsi Riau Tahun 2018 Skala 1:250.000 (Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Gambar

Gambar 3.1. Peta Administrasi Provinsi Riau Tahun 2018   (Sumber: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Riau)
Tabel 3.1. Luas Kabupaten atau Kota di Provinsi Riau
Gambar 3.2. Kawasan Hutan Provinsi Riau Tahun 2018
Tabel 3.2. Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu ketika isi dokumen dengan bukti fisik tidak sesuai, maka penahanan barang di Balai Besar karantina Pertanian akan dilakukan.dalam hal tertahannya barang

Aspek Baik Sekali (4) Baik (3) Cukup (2) Perlu Pendampingan (1) Kesesuaian pantun yang dibuat dengan ciri-ciri pantun Memenuhi 4 ciri-ciri pantun Memenuhi 3

Ketika daya yang dihasilkan generator tidak mencapai/kurang dari daya yang dibutuhkan maka akan dilakukan pengulangan tahap mencari debit dan head pada lokasi lain,

Tim Teknis akan dibekali dengan Form 7 (yang disiapkan dalam sistem) untuk Verifikasi Lapangan dalam melakukan Survey dan data seluruh usulan kegiatan hasil Rembuk

dianugerahkan Guru Inovatif oleh Jabatan Pendidikan Negeri Selangor pada tahun 2010 kerana memenangi inovasi “Membina Ayat Berdasarkan Gambardengan Teknik SALAK”. SALAK

Hasil yang positif ini menunjukkan bahwa jika semakin baik pelaksanaan audit internal yang dijalankan oleh bank-bank di wilayah Kota Gorontalo maka pelaporan

[r]

Berdasarkan analisis SWOT telah diketahui posisi pengembangan perikanan budidaya ikan nila di kolam air tenang di Kecamatan Sinjai borong terletak pada Kuadran III yang