• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Siswa SMK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Siswa SMK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Siswa SMK

LENISETIANINGRUM1), PARNO2,*), SUTOPO2)

1)Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5

Malang.

2)Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5 Malang. 1)E-mail : lenisetianingrum828@yahoo.com

TEL : 08563313582

ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah

Fisika pada siswa SMK. Subyek penelitian sebanyak 129 siswa kelas XI SMK Negeri 1 Madiun. Intrumen sepuluh soal pilihan ganda beralasan pada materi sifat mekanik bahan dan kuisioner. Kemampuan pemecahan masalah siswa diukur dengan skor tes pilihan ganda dan alasan yang dituliskan oleh siswa. Penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa 64,73. Analisis tiap butir soal menunjukkan bahwa siswa terbiasa dengan soal yang hanya menggunakan konsep sederhana, menyelesaikan masalah sederhana tanpa ada modifikasi, menyelesaikan masalah sederhana yang hanya membutuhkan sebuah konsep sederhana. Siswa masih kesulitan dalam memberikan alasan mengapa mereka memilih konsep tertentu untuk menyelesaikan permasalahan, dan siswa terbiasa dengan jenis soal kuantitatif daripada soal jenis kualitatif. Hasil rekapitulasi kuisioner menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran siswa terbiasa dengan penjelasan guru dan berkutat dengan rumus.

Kata Kunci : Penguasaan Konsep, Kemampuan Pemecahan Masalah, Fisika, SMKKemampuan Pemecahan Masalah, Fisika, SMK PENDAHULUAN

Penelitian pendidikan Fisika sekarang ini berfokus pada pemecahan masalah, karena pada abad 21 kemampuan pemecahan masalah dipandang perlu dimiliki siswa untuk melahirkan solusi kreatif dan inovatif dalam menghadapi permasalahan dunia saat ini (The Partnership for 21st Century skills, 2009). Seorang siswa dikatakan berhasil belajar jika siswa tersebut mampu memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan dasar yang mereka miliki. Pemecahan masalah merupakan suatu proses kognitif yang sangat kompleks. Pemecahan masalah tidak hanya sekedar menekankankan pada aspek kuantitatif seperti persamaan dan prosedur matematika, tetapi juga menekankan pada aspek analisis kualitatif yang berupa pemilihan konsep dan prinsip yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Framework pemecahan masalah terdiri dari tiga tahap yaitu identify principles yaitu mengidentifikasi prinsip Fisika yang tepat, justification yaitu memberikan alasan mengapa menggunakan prinsip tersebut, dan solve problem yaitu menyelesaikan masalah (Docktor, 2015). Selain itu dalam proses pemecahan masalah meliputi pendekatan apa yang siswa gunakan untuk menyelesaikan masalah, bagaimana prosedur yang mereka gunakan, bagaimana mereka menggunakan pengetahuan yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah baru dan bagaimana mereka mendiskripsikan masalah tersebut (Docktor, 2014). Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan untuk merencanakan, mengatur mengambil tindakan, mengevaluasi, mengadopsi dan menyimpulkan (Erozka, 2013).

Pembelajaran Fisika di SMK khususnya pada kelompok teknologi dan rekayasa diharapkan dapat mendukung dan membekali siswa dalam pelajaran produktif kejuruan (Kemdikbud,2013). Secara umum pembelajaran Fisika bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah (Docktor, 2015). Tujuan tersebut bisa dikatakan tercapai jika siswa mampu mengaplikasikan konsep-konsep yang mereka miliki kedalam konteks yang berbeda dan mampu memecahkan persoalan-persoalan yang ada. Siswa tidak hanya sekedar meretensi pengetahuan dan menggunakan rumus untuk menyelesaikan permasalahan. Akan tetapi siswa diharapkan dapat mentransfer pengetahuan yang mereka miliki kedalam konteks baru, mengkaitkan antar konsep, menarik kesimpulan, membantu untuk

(2)

mempelajari pengetahuan baru dan dapat membekali siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang mereka miliki (Kurniawan, 2014; Anderson, 2010).

Berdasarkan tujuan pembelajaran Fisika, maka mengembangkan kemampuan pemecahan masalah diseluruh tingkat pendidikan perlu diperhatikan. Oleh karena itu penelitian tentang analisis kemampuan pemecahan masalah siswa SMK dilakukan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian survey. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah Fisika pada siswa SMK. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 November sampai 13 November 2015 di SMK Negeri 1 Madiun. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI pada tahun akademik 2015/2016 yang telah menempuh materi sifat mekanik bahan. Jumlah responden sebanyak 129 siswa yang berasal dari jurusan Teknik Mesin, Otomotif, Teknik Ketenagalistrikan dan Teknik Gambar Bangunan yang dibina oleh tiga guru yang berbeda.

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu sepuluh soal pilihan ganda beralasan pada materi sifat mekanik bahan dan kuisioner. Data penelitian diperoleh dari tes tulis dan penyebaran kuisioner. Data kemampuan pemecahan masalah diperoleh dari skor siswa dan alasan yang dituliskan oleh siswa. Jawaban siswa yang benar maka kan mendapatkan skor 1 dan jawaban siswa yang salah akan mendapatkan skor 0. Alasan siswa yang benar akan mendapat skor 1 dan alasan siswa salah akan mendapatkan skor 0. Jenis soal akan di bedakan menjadi dua jenis yaitu soal kualitatif dan soal kuantitatif. Kuisioner yang diberikan kepada siswa berisi pertanyaan tentang pelaksanaan pembelajaran dan kesulitan siswa dalam belajar Fisika. Teknik pengolahan data menggunakan rerata dan persentase, dan kemudian dideskripsikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Skor siswa dan persentase kebenaran jawaban siswa perbutir soal ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Rata-rata skor siswa adalah 64,73. Tabel 1 menunjukkan bahwa 16,28 % siswa mendapatkan nilai diatas 75 dan 83,72 % siswa mendapatkan nilai dibawah 75. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa nilai siswa masih banyak yang dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75.

Tabel 1. Skor Siswa

Nilai Jumlah Siswa Persentase

40 6 4,65 % 50 20 15,50 % 60 39 30,24 % 70 43 33,33 % 80 13 10,08 % 90 8 6,2 % Total 129 100 %

Tabel 2. Persentase Siswa yang Menjawab dengan Benar Perbutir Soal

Nomor

Soal Jumlah Siswa yang Menjawabdengan Benar Persentase

1 30 23,26 % 2 107 82,95 % 3 13 10,08 % 4 49 37,98 % 5 87 67,44 % 6 27 20,93 % 7 129 100 % 8 42 32,56 % 9 15 11,63 % 10 79 61,24 %

Hasil analisis yang dilakukan perbutir soal ditunjukkan pada Tabel 2. Pada soal nomor 2, 5, 7 dan 10, persentase siswa yang dapat menjawab dengan benar diatas 50 %. Soal-soal tersebut meliputi pertanyaan yang meminta siswa untuk mendefinisikan benda elastis, menentukan susunan tiga pegas yang mempunyai perubahan panjang

(3)

yang paling kecil, menentukan konstanta pegas dari sebuah pegas yang diberi beban, dan memberikan solusi untuk mempermudah pandai besi untuk membuat lempengan pisau. Salah satu contoh soal yang dapat dijawab siswa dengan mudah ditunjukkan pada Gambar 1. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat menyelesaikan soal dengan mudah jika soal menggunakan konsep yang sederhana tanpa ada modifikasi, menyelesaikan masalah sederhana yang hanya membutuhkan sebuah konsep sederhana.

Gambar 1. Soal yang mudah dijawab oleh siswa.

Persentase siswa yang menjawab dengan benar dibawah 50 % yaitu pada soal nomor 1, 3, 4, 6, 8, dan 9. Soal-soal tersebut meliputi soal yang meminta siswa untuk menentukan persamaan dari regangan dan menghubungkannya dengan persamaan modulus elastisitas, mendefinisikan hubungan antar faktor yang mempengaruhi besarnya modulus elastisitas dalam bentuk verbal, memberikan contoh benda plastis, menjelaskan sifat kelenturan dua bahan yang berbeda dengan kelakuan bahan, menghitung pemendekan yang dialami benda pada saat sebuah benda ditekan, dan menentukan perubahan panjang pegas jika tiga buah pegas disusun seri paralel dan diberi beban. Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soal yang lebih komplek.

Gambar 2. Soal yang sulit dijawab oleh siswa.

Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa siswa belum mampu mentransfer pengetahuan yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan pengetahuan yang mereka miliki belum mampu membantu dalam mempelajari pengetahuan baru. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa masih pada tahap retensi (Anderson, 2010) yang ditunjukkan dengan sebagian besar siswa dapat menjawab pertanyaan yang menggunakan konsep sederhana dan kesulitan jika menggunakan konsep yang lebih komplek. Siswa juga dapat dikatakan belum menguasai konsep karena siswa belum dapat menggunakan pengetahuan yang mereka miliki dalam konteks yang berbeda dan dapat menjembatani kepada pengetahuan yang baru (Rizal, 2014; Arends, 2012; Trna, 2012).

Persentase siswa yang dapat memberikan alasan dengan benar perbutir soal ditunjukkan pada Tabel 3. Jenis soal dikelompokkan dalam dua jenis yaitu kualitatif dan kuantitatif. Pada soal kualitatif siswa tidak diminta untuk menghitung tetapi diminta untuk memberikan penjelasan tentang konsep yang mereka pilih dalam

(4)

penyelesaian soal. Sedangkan pada soal jenis kuantitatif siswa diminta menuliskan apa yang mereka ketahui dari permasalahan, kemudian menggunakan persamaan dan prosedur matematika untuk menyelesaikan masalah. Persentase rata-rata siswa yang dapat memberikan alasan pada soal jenis kuantitatif adalah 25,58 %, persentase rata-rata siswa yang dapat memberikan alasan pada soal jenis kualitatif adalah 19,27 % dan siswa yang sama sekali tidak menuliskan alasannya sebanyak 34,88 %. Temuan ini menunjukkan bahwa siswa tidak terbiasa memberikan alasan atas jawaban yang mereka pilih sehingga banyak siswa yang kesulitan untuk menuliskan alasan mereka.

Nilai rata-rata soal jenis kuantitaif lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kualitatif, hal ini menunjukkan bahwa siswa lebih terbiasa dengan soal model kuantitatif daripada soal kualitatif. Setelah ditelusuri lebih lanjut ternyata soal kualitatif dan kuantitatif yang mempunyai persentase kebenaran alasan lebih dari 20 % yaitu soal nomor 2, 4, 5 dan 7 merupakan jenis soal yang sebagian besar hanya melibatkan konsep sederhana saja. Sedangkan yang persentasenya dibawah 20 % yaitu soal nomor 1, 3, 6,8, 9, dan 10 merupakan jenis soal yang sebagian besar melibatkan konsep yang lebih kompleks.

Tabel 3. Persentase Kebenaran Alasan Siswa Perbutir Soal.

Nomor

Soal PertanyaanJenis Jumlah Siswa yangAlasan dengan BenarMemberikan Persentase

1 Kuantitatif 15 11,63 % 2 Kualitatif 65 50,39 % 3 Kualitatif 9 6,98 % 4 Kualitatif 27 20,93 % 5 Kualitatif 43 33,33 % 6 Kualitatif 8 6,20 % 7 Kuantitatif 129 25,58 % 8 Kuantitatif 7 5,43 % 9 Kuantitatif 8 6,20 % 10 Kualitatif 7 5,43 %

Rata –Rata Soal Kuantitatif 25,58 %,

Rata –Rata Soal Kualitatif 19,27 %

Temuan ini menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran pengembangan aspek kuantitatif dari pemecahan masalah lebih dominan jika dibandingkan dengan pengembangan aspek kualitatif dari pemecahan masalah. Seperti yang diungkapkan oleh Docktor (2015) bahwa dalam proses pembelajaran cenderung menekankan pada aspek kuantitatif pemecahan masalah yang meliputi persamaan dan prosedur matematika daripada aspek analisis kualitatif yang membelajarkan siswa untuk memilih konsep dan prinsip yang tepat. Padahal komponen dari pemecahan masalah yang perlu dikembangkan tidak hanya aspek kuantitatif saja akan tetapi juga aspek kualitatif agar siswa lebih memahami konsep.

Hasil rekapitulasi kuisioner ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil rekapitulasi kuisioner menunjukkan bahwa pembelajaran Fisika sering dilakukan dengan cara guru menerangkan. Eksperimen ataupun demonstrasi tentang konsep Fisika yang diajarkan jarang sekali dihadirkan dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran kurang bermakna. Siswa merasa kesulitan dalam memahami konsep dan persamaan Fisika, merasa kesulitan dalam menggunakan persamaan dalam menyelesaikan soal, dan selama pembelajaran siswa sering berkutan dengan rumus tetapi kurang memahami maknanya. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran mengembangkan aspek kuantitatif lebih dominan jika dibandingkan dengan aspek kualitatif dari pemecahan masalah.

(5)

Tabel 4. Hasil Rekapitulasi Kuisioner.

No Analisis Pertanyaan

1. Sebanyak 63,79 % siswa menyatakan bahwa dalam pembelajaran Fisika yang sering mereka alami adalah guru menjelaskan materi.

2. Sebanyak 60 % siswa menyatakan bahwa Fisika adalah pelajaran yang membingungkan dan sulit dipahami karena terlalu banyak rumus yang sulit dipahami.

3. Sebanyak 69,59 % siswa menyatakan bahwa mereka kesulitan dalam memahami konsep dan rumus, serta kesulitan dalam menggunakan persamaan dalam menyelesaikan soal.

Pembelajaran yang dominan adalah guru menerangkan dengan minim eksperimen ataupun demonstrasi tentang konsep Fisika menjadikan pembelajaran kurang bermakna. Padahal dengan menggunakan demonstrasi dan eksperimen dan menghadirkan pengalaman hidup sehari-hari akan membantu siswa untuk lebih memahami konsep serta memberikan memorial yang lebih lama pada siswa (Dwijananti, 2010). Selain itu tugas dan latihan mandiri sangatlah diperlukan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Tugas dan latihan mandiri merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan otomatisitas dan kemampuan mentransfer pemahaman mereka pada konteks baru (Gerstern dalam Eggen, 2012).

Rendahnya persentasi siswa dalam meberikan alasan, kesulitan siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks dan kurangnya keseimbangan pengembangan aspek kuantitatif dan kualitatif aspek pemecahan masalah mengindikasikan bahwa kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa masih rendah. Padahal tujuan pembelajaran Fisika di SMK yaitu untuk mendukung dan membekali siswa dalam mengembangkan pengetahuan siswa (Kemdikbud, 2013) selain itu dalam pencapaiannya siswa diharapkan dapat memecahkan masalah tentang aplikasi materi dalam teknologi dan rekayasa (Kemdikbud, 2014). Sehingga sangatlah perlu menghadirkan suatu pembelajaran yang tepat untuk melatihkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa dan memberikan waktu latihan yang cukup bagi siswa agar siswa mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dan tujuan pembelajaran Fisika di SMK dapat tercapai.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di SMK Negeri 1 Madiun dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang masih rendah. Siswa terbiasa dengan soal yang memerlukan konsep sederhana dan kesulitan jika diberi soal yang lebih kompleks. Siswa juga lebih terbiasa dengan jenis soal kuantitatif dari pada soal kualitatif. Pada skor tertinggi jenis soal kualitatif dan kualitatif merupakan soal-soal yang sederhana.

Oleh karena itu diperlukan suatu pembelajaran yang tepat untuk melatihkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa dan memberikan waktu latihan yang cukup bagi siswa agar siswa mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dan tujuan pembelajaran Fisika di SMK dapat tercapai.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi masukan dan arahan sehingga terselesaikan artikel ini. Terimakasih kepada bapak dan ibu guru Fisika serta siswa SMK Negeri 1 Madiun yang telah membantu dan memberi kesempatan untuk melakukan penelitian. Teman-teman Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Beasiswa Pemprov Jatim 2014 yang telah memberikan masukan dan motivasi dalam penulisan artikel ini.

(6)

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., 2010. A Taxonomy for Learning, Teaching, and

Assessing : A Revision of Bloom’s Taxonomy of education Objectives. Alih Bahasa :

Agung Prihantoro. Kerangka lNdasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Arends, Richard I. 2012. Learning To Teach. New York : McGraw-Hill.

Docktor, J.L., Strand, N.E, Mestre, J.P., 2015. Conceptual Problem Solving in High

School Physics. Physical Review Special Topics-Physics Education Research, vol.

11(2), 1.

Docktor , J.L., Mester, J.P. 2014. Synthesis of discipline based education research in

physics. Physics Education Research, Vol. 10(2), 2.

Dwijayanti, P., Yulianti, D. 2010. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis

Mahasiswa Melalui Pembelajaran Problem Based Instruction pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, vol. 6 (2010), 110 .

Eggen, P., Kauchak, D. 2012. Strategie and Models foe Theachers : Teaching Content and

Thinking Skills. Alih Bahasa : Satrio Wahono. Strategi dan Model Pembelajaran,

Mengajar Konten dan Keterampilan Berpikir. Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media.

Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013.

Kerangka Dasar dan Struktur

Kurukulum Sekolah Menengah Kejuruan / Madrasah Aliyah Kejuruan.

Jakarta : Kemdikbud.

Permendikbud Nomor 60 Tahun 2014. Kurukulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan /

Madrasah Aliyah Kejuruan. Jakarta : Kemdikbud

Rizal, M. 2014. Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Multi Representasi

terhadap Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep IPA Siswa SMP.

Jurnal Pendidikan Sains, vol. 2(3), 162.

The Partnership for 21st Century Skills. 2009. The MILE Guide: Milestones for

Improving Learning and Education.

Trna, J. Trnova, E., Sibor, J. 2012. Implementation of inquiry-based science education in

science teacher training. Journal of Educational and Instructional Studies in The

World, vol. 2 (4) : 200.

Walsh, L. N. Howard, R. G., Bowe. B. 2007. Phenomenographic study of students’

Gambar

Tabel 2. Persentase Siswa yang Menjawab dengan Benar Perbutir Soal Nomor
Gambar 1. Soal yang mudah dijawab oleh siswa.
Tabel 3. Persentase Kebenaran Alasan Siswa Perbutir Soal.

Referensi

Dokumen terkait

maka Pokja Pengadaan Barang/Jasa pada Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun Anggaran 2017 mengumumkan Pemenang Paket tersebut di atas dengan rincian sebagai berikut

[r]

[r]

Apabila kondisi pelat yang akan disambung memiliki kemiringan lebih dari 3° atau lebih dari 1:20, maka harus menggunakan ring runcing ( taper washer) seperti ditunjukkan pada

Perusahaan asuransi kerugian milik Belanda yang berada diwilayah Republik Indonesia, sebagaimana terperinci dalam pasal 2 dibawah ini, dikenakan nasionalisasi..

Dari kedua data tersebut dapat disimpulkan pemberian reinforcement positif dan negatif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan keterampilan gerak peserta

[r]

tidur dengan memori jangka pendek pada Lansia di Panti Werdha Griya St.. Populasi penelitian