• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKURSUS DAN DISRUPSI LITERASI TIK MENUJU MASYARAKAT PEMBELAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISKURSUS DAN DISRUPSI LITERASI TIK MENUJU MASYARAKAT PEMBELAJAR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Di era digitalisasi dewasa ini kecakapan literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan suatu tuntutan yang tidak terelakan. Kecakapan literasi, tidak semata pada kecakapan baca, tulis, hitung dan pengetahuan dasar melainkan juga pada kecakapan multi-literasi, salah satunya adalah literasi TIK. Perkembangan TIK mengakibatkan terjadinya disruption dalam berbagai bidang kehidupan, hal tersebut terjadi pada 90% pengguna internet di Indonesia dari jumlah 132,7 juta orang.

Tulisan ini dimaksudkan untuk melakukan kajian tentang diskursus dan disrupsi literasi TIK menuju masyarakat pembelajar. Metode kajian dengan analitis deskriptif berdasarkan kondisi empirik perkembangan literasi dewasa ini yang dianalisis dengan menggunakan kajian konsep dan teori pendukung yang berkenaan dengan literasi, TIK dan pembelajaran.

Kajian ini menyimpulkan bahwa dalam pengembangan literasi TIK diperlukan landasan fi losofi s dan keilmuan yang kokoh agar memiliki arah yang jelas yakni: (1) telah terjadinya disrupsi kecakapan literasi TIK yang didominasi generasi muda, walaupun dalam penggunaan TIK sebagian besar untuk jejaring sosial, (2) pengembangan dan kecakapan literasi TIK agar dioptimalkan menuju masyarakat pembelajar untuk memiliki daya saing bangsa, dan (3) diperlukan etika dalam memanfaatkan TIK yang tidak bertentangan dengan norma agama, hukum, nilai-nilai adiluhung, kepantasan, kesopanan dan tanggungjawab.

Kata kunci: diskursus TIK, disrupsi TIK, literasi TIK

DISKURSUS DAN DISRUPSI

LITERASI TIK MENUJU

MASYARAKAT PEMBELAJAR

Oleh : Safuri Musa

Doktor PLS, Dosen dan Praktisi PLS

(2)

A. Pendahuluan

Dewasa ini perkembangan TIK demikian masif. Bahkan dapat dianggap terjadi disruption. Hampir dalam semua sendi kehidupan manusia tidak lepas dari peran TIK. Dalam kemajuan peradaban manusia, baik pada bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, kesehatan, perhubungan, pertahanan, keamanan, pendidikan dan bidang-bidang kehidupan lainnya tidak lepas dari peran penting TIK. Perkembangan TIK bukan sekedar iteration dan innovation, melainkan sudah pada tahapan disruption. Jika iteration perubahan yang terjadi karena proses yang berulang, terus lama-lama menghasilkan karya yang baik, lebih bagus, lebih bagus, dan lebih bagus. Adapun inovasi adalah creating something new sedangkan disruption yaitu sebuah inovasi creating something new sedemikian rupa sehingga sesuatu yang lama menjadi ketinggalan jaman bahkan dapat menimbulkan goncangan. Lingkungan dan kehidupan kita menjadi complexity, uncertainty, ambiguity. Volatility dan VUCA (Kasali, 2017).

Salah satu prediktor terjadinya perkembangan TIK adalah kemudahan dalam mengakses internet. Menurut hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII, 2016) setengah dari penduduk Indonesia atau 132,7 juta orang telah terhubung ke internet. Rata-rata mereka mengakses internet menggunakan perangkat telp genggam, dengan rincian 67,2 juta orang atau 50,7 persen mengakses melalui perangkat genggam dan computer, 63,1 juta orang atau 47,6 persen mengakses dari smartphone dan 2,2 juta orang atau 1,7 persen mengakses hanya dari komputer. Meski demikian, penetrasi internet tersebut mayoritas masih berada di Pulau Jawa dengan 86,3 juta orang atau 65 persen sedangkan sisanya adalah: 20,7 juta atau 15,7 persen di Sumatera, 8,4 juta atau 6,3 persen di Sulawesi, 7,6 juta atau 5,8 persen di Kalimantan, 6,1 juta atau 4,7 persen di Bali dan NTB dan 3,3 juta atau 2,5 persen di Maluku dan Papua. Berdasarkan survey tersebut juga mengungkapkan bahwa pengguna internet berdasarkan usia, pengguna terbanyak adalah usia 35-44 tahunsebesar 29,2%. Adapun pengguna paling sedikit adalah usia 55 tahun ke atas hanya sebesar 10%. Dilihat dari sisi pengguna, pengguna internet terbanyak berprofesi sebagai pekerja/wiraswasta sebesar 82,2 juta atau 62%. Urutan pengguna internet berikutnya adalah ibu rumah tangga sebesar 22 juta atau 16,6%.

Jika teori Maslow tentang hirarki kebutuhan manusia yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari makan, papan, sandang, rasa aman, sosial,

(3)

penghargaan dan aktualisasi diri, maka kini kebutuhan manusia modern adalah yang pertama Wi-fi dan kedua power bank, baru kemudia kebutuhan makan, papan, sandang, rasa aman dan seterusnya. Artinya kebutuhan dasar manusia dewasa ini adalah akses TIK.

Program literasi dewasa ini selayaknya tidak terbatas pada literasi baca, tulis dan hitung melainkan juga literasi multi aksara yang esensial bagi kehidupan manusia. Walaupun demikian khususnya di Indonesia program literasi berupa baca, tulis dan hitung melalui program keasaraan dasar dan keaksaraan lanjutan tetap dilanjutkan dan diintensifkan pada kantong-kantong buta huruf. Di pihak lain program literasi multi aksara, diantaranya literasi TIK mendesak untuk dikembangkan. Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas pengguna internet di Indonesia terdapat 132,7 juta orang. Walaupun penyebarannya belum merata dan kebanyakan penggunanya usia muda dan para pekerja. Pengguna TIK dari tahun ke tahun makin pesat dan telah memberikan kemajuan serta kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan. Kemudahan akses internet mengakibatkan transaksi keuangan dalam genggaman tangan, proses jual-beli menjadi praktis melalui jasa belanja on-line yang makin meningkat, mencari berita dan informasi menjadi mudah dan cepat, komunikasi dan informasi menjadi luas tanpa batas melalui pilihan media sosial diantaranya facebook, whats app, path, instagram dan tweeter. Semua masyarakat berlomba meraih manfaat kemajuan TIK.

Walaupun demikian pemanfaatan literasi TIK yang tidak bijak akan berakibat buruk bagi penggunanya. Berbagai kasus telah kita ketahui akibat ketidaktahuan, kelalaian dan penyalahgunaan TIK. Sebagai contoh kelalaian melakukan pengisian baterai (charg hand phone) mengakibatkan kebakaran dan ledakan, kemudian TIK digunakan untuk penipuan, berita bohong (hoax), menghasut, fi tnah, permusuhan, dan hujatan yang dapat mengakibatkan aspek pidana dan perdata. Berdasarkan pemikiran di atas penulis melakukan kajian tentang diskursus dan disrupsi literasi TIK menuju masyarakat pembelajar.

B. Kajian Pustaka

1. Literasi TIK menuju Masyarakat Pembelajar

Dalam melakukan diskursus dan disrupsi literasi TIK menuju masyarakat pembelajar diperlukan suatu pijakan yang kuat sehingga dalam implementasinya memiliki orientasi yang terarah. Pijakan yang dijadikan dasar bagi diskursus dan disrupsi literasi TIK setidaknya ada tiga, yakni pijakan fi losofi s, perkembangan TIK dan etika pemanfaatan literasi TIK.

(4)

Berikut ini kami sajikan ketiga pijakan tersebut. a. Landasan fi losofi s

Manusia dengan potensi kemanusiaannya berupaya meningkatkan kualitasnya untuk lebih maju, berkembang dan bertanggungjawab (Syam, 1983). Untuk mengembangkan potensi kemanusiaanya, manusia membutuhkan belajar, belajar sepanjang hidupnya. Proses belajar sepanjang hayat pada hakekatnya adalah fi trah manusia untuk menjadi lebih baik dan menyempurnakan kehidupannya (learning tobe). Belajar bukan hanya untuk menjadi tahu sesuatu (learning to know), dapat melakukan sesuatu (learning to do), belajar untuk belajar (learning how to learn), belajar untuk hidup bersama dan bekerja sama dengan sesame (learning together be ather), melainkan juga belajar untuk menjadi pribadi yang lebih mendewasa. Kajian pribadi yang mendewasa dicirikan antara lain oleh pribadi yang mandiri, berani bertanggungjawab terhadap keputusannya sendiri, dan yang segala pola kehidupannya dilandasi oleh norma, etika dan keyakinannya (EFA Mid Decade Assessment Indonesia, 2007), (Djudju Sudjana, 2010), (Redja Mudyahardjo, 2001), (Setiono, 2103).

Pribadi yang mendewasa adalah pribadi yang selalu belajar sepanjang hayatnya. Hal ini sejalan dengan pandangan fi lsafat reconstructionisme yang dikemukakan oleh Bramel dalam bukunya Philosophies of Education in Cultural Prespective (Syam, 1983). Pandangan fi lsafat ini menyatakan bahwa perubahan peradaban dunia yang demikian pesat harus disikapi dengan suatu jalan bagi pemecahan masalah agar manusia tidak mengalami goncangan atau menurut Kasali (2017) disebutnya Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity. atau VUCA. Jika aliran fi lsafat perenialisme mengambil jalan pemecahan masalahnya dengan menggali nilai-nilai lama yang dianggap luhur untuk dijadikan acuan tata kehidupan dimasa kini, tetapi menurut pandangan fi lsafat reconstructionisme jalan pemecahan masalahnya adalah dengan merombak tata kehidupan lama dengan tata kehidupan baru bahkan sama sekali baru. Makin tinggi goncangan perubahan, mengakibatkan makin besar pula tata kehidupan masyarakat yang harus dilakukan. Melalui kemajuan TIK yang amat pesat dewasa ini, kehidupan manusia modern sangat tergantung pada Wi-fi . Kini hampir segala transaksi kehidupan manusia berada dalam genggaman. Maka diperlukan cara pandang baru menghadapi perubahan dunia dengan melek literasi TIK.

(5)

b. Perkembangan TIK

Pada awal perkembangannya TIK hanya sebatas sebagai penyampai pesan atau informasi mulai dari gambar-gambar yang tak bermakna di dinding-dinding gua, candi, batu, lontar, tembikar, lempengan besi, timah, kuningan, kemudian kertas dan terus berkembang dengan diketemukan huruf dan angka serta teknologi baru sampai diperkenalkannya dunia arus informasi atau disebut internet.

Bangsa Sumeria merupakan pengguna pertama simbol-simbol piktografi sebagai huruf pada abad 3000 SM. Setiap simbol mempunyai bentuk bunyi yang berbeda sehingga mampu menjadi kata, kalimat dan bahasa. Kemudian pada abad 2900 SM bangsa Mesir Kuno menggunakan huruf hieroglif, yang lebih maju daripada huruf piktografi . Simbol dalam huruf hieroglif dapat dirangkai sehingga menjadi kata, kalimat dan makna tersendiri. Pada Tahun 500 SM masyarakat yang tinggal di sekitar sungai Nil mulai mengenal cara membuat serat dari pohon papyrus untuk digunakan sebagai kertas, sehingga menggunakan kertas sebagai media untuk menulis dan menyampaikan informasi. Adapun bangsa Cina waktu itu membuat bahan kertas dari serat bambu yang dihaluskan, disaring, dicuci kemudian dicetak tipis layaknya lembaran kertas.

Perkembangannya berikutnya ditemukan mesin cetak oleh Johan Gutenberg pada tahun 1455 dengan menggunakan plat huruf yang terbuat dari besi. Disusul tahun 1830 ditemukan program komputer yang pertama di dunia oleh Augusta Lady Byron dan Charles Babbage dengan menggunakan mesin analytical yang di desain untuk memasukan data, mengolah data dan menghasilkan bentuk luaran dalam sebuah kartu. Kemudian tahun 1837 ditemukan telegraf oleh Samuel Morse bersama Sir William Cook dan Sir Charles Wheatstone. Dalam telegraf menggunakan kode-kode sederhana untuk mewakili pesan-pesan yang ingin dikirimkan dengan pulsa listrik melalui kabel tunggal. Tahun 1877 Alexander Graham Bell mengembangkan telepon dengan system pemanggilan menggunakan nomor untuk mencegah operator yang tidak mengenal semua pelanggan. Kemudian berturut-turut ditemukan kalkulator pada tahun 1931 oleh Vannevar Bush, komputer elektronik digital pada tahun 1939 oleh John V. Atanasoff dan Clifford Berry, ARPANET tahun 1960 oleh United State Departement of Defense Advanced Research Projects Agency, dan sejak 1990-an perkembangan internet terus berkembang secara pesat sampai saat ini.

(6)

Perkembangan internet saat ini sudah mendunia, artinya arus informasi dan komunikasi sudah tidak mengenal batas-batas negara. Indonesia merupakan pangsa besar dunia dari perkembangan internet ini. Tetapi sayangnya penggunaan internet kehilangan arah. Pemerintah dan pengambil kebijakan kalah cepat dengan perkembangan internet. Berdasarkan hasil survey APJII bersama Puskakom UI pada tahun 2015 antara lain menyatakan bahwa hampir 90% pengguna internet di Indonesia menggunakan internet untuk menggunakan jejaring sosial, sisanya digunakan untuk berbelanja, belajar, bekerja, mencari jalan, mempromosikan usaha, berkomunikasi dan sebagainya. Kemudian saat melakukan browsing pengguna internet paling banyak menggunakan perangkat mobile (smartphone) sebesar 89,9 juta atau 67,8%, dan browser yang paling banyak digunakan adalah Google Chrome sebesar 66,6%. Berdasarkan pada gambaran perkembangan TIK di atas maka dapat dikatakan bahwa pemanfaatan TIK belum dioptimalkan untuk kegiatan produktif, bagi usaha, bisnis, bekerja dan juga pendidikan. Kondisi tersebut dapat menjadi peluang yang sangat besar untuk mengembangkan literasi TIK agar tidak sekedar sebagai media untuk jejaring sosial, melainkan bagaimana mengembangan literasi TIK untuk mewujudkan masyarakat pembelajar.

c. Perkembangan Literasi

Perkembangan literasi dimulai pada abad ke-12-13 di Inggris melalui BIBLE atau Basic Information Before Leaving Earth yang maknanya sebagai informasi dasar sebelum seseorang meninggalkan bumi. Dengan BIBLE masyarakat dibekali berbagai informasi selama hidupnya agar mengetahui berbagai hal. Pada abad ke-19 mulai dikembangkan literasi tradisional yang meliputi kemampuan membaca, menulis, mendengar, berbicara kecakapan fungsional, memecahkan masalah dan memperoleh informasi. Pada setiap negara memiliki standar literasi masing-masing, tetapi pada intinya bagaimana masyarakat memiliki kecakapan mendapatkan informasi dan memanfaatkan informasi tersebut bagi kehidupannya.

Pada tahun 1990-an beberapa negara seperti Korea, Taiwan, Amerika, dan Jepang sudah mengembangkan literasi komputer, dan multi media. Masyarakat mulai dibelajarkan konsep literasi berbasis digital atau TIK yang bukan hanya literasi pada baca, tulis dan hitung. Tujuan literasi berbasis digital masyarakat diharapkan dapat mengetahui perkembangan informasi

(7)

dan bergaul secara lebih luas serta dapat belajar secara otodidak dengan cara berbagi pengalaman antar anggota masyarakat. Dampak dari literasi digital perkembangan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan mulai makin cepat daripada pada masa-masa sebelumnya (Ace Suryadi, 2009)

Perkembangan literasi di Indonesia secara gencar dilakukan pasca kemerdekaan yang waktu itu jumlah penyandang tuna aksara amat tinggi. Kemudian pada tahun 1990-an dikembangkan keaksaraan fungsional dengan fokus pembelajaran baca, tulis, hitung dan aksi untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi warga belajar dalam kehidupan sehari-hari. Jika dibandingkan dengan beberapa negara sebagaimana yang disebutkan di atas perkembangan literasi di Indonesia relatif tertinggal. Beberapa faktor penghambatnya antara lain: (1) belum meratanya akses pendidikan dasar, (2) letak geografi s yang membuat persebaran penduduk tersebar luas, khususnya di daerah terpencil, terdalam dan terluar, (3) rendahnya ekonomi masyarakat yang mengakibatkan anak-anak dari keluarga miskin terlibat dalam kegiatan ekonomi dengan mengenyampingkan pendidikan mereka, (4) adopsi dan inovasi TIK belum dioptimalkan bagi upaya pemberantasan tuna aksara, dan (5) masih tingginya tradisi lisan pada masyarakat Indonesia, sehingga belum cukup kuat daya dorong lahirnya budaya literasi (Kusnadi dkk., 2003), (EFA, 2007), (Safuri Musa dkk. 2011), (Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO dan BP-PLSP Regional II Jayagiri, 2007).

C. Metode Kajian

Tulisan ini menggunakan kajian deskriptif analitis terhadap obyek yang ditulis yakni tentang literasi yang dikaitkan dengan kemajuan TIK dan berbagai aspek yang terkait. Kajian tentang literasi tidak hanya sebatas baca, tulis dan hitung melainkan multi literasi yang menyertai kehidupan manusia. Sepanjang peradaban manusia terjadi evolusi bahkan revolusi dalam berbagai aspek kehidupannya, yang jika tidak diikuti akan tertinggal dan ditinggalkan oleh peradaban. Dalam pengkajian, penulis melakukan analisis dan validasi terhadap berbagai fakta empiris tentang literasi dikaitkan dengan konsep dan teori pendukung sehingga diperoleh validasi secara akademis.

D. Hasil dan Pembahasan

World Economic Forum bekerja sama dengan INSEAD, telah mengeluarkan hasil Network Readiness Index (NRI) yang merupakan pengukuran sejauh mana

(8)

pengaruh Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terhadap daya saing ekonomi suatu negara. Berdasarkan data NRI pada tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat 79 dari 143 negara yang diukur, sementara Singapura menduduki peringkat pertama. Negara ASEAN lainnya seperti Malaysia menduduki peringkat ke 32, Thailand ke 67, dan Vietnam ke 85. Ini menunjukan bahwa walaupun Indonesia salah satu pengguna terbesar TIK di dunia dengan jumlah pengakses 132,7 juta orang, tetapi dampak penggunaan TIK terhadap daya saing ekonomi masih rendah. Kalo daya saing ekonomi rendah berimplikasi pada rendahnya pemanfaatan TIK dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Perkembangan TIK belum memberikan manfaat yang optimal dalam kegiatan belajar, dan pembelajaran.

Lembaga-lembaga pendidikan dalam memanfaatkan perkembangan TIK, baik formal, nonformal dan informal kalah cepat dengan perkembangan TIK itu sendiri. Saking kalah cepatnya perkembangan TIK berkembang dengan liar yang memunculkan berbagai diskursus, oleh karena kebijakan atau regulasi pun tertinggal. Sebut saja misalnya tentang berita hoax yang berakibat pembunuhan karakter, fi tnah, penipuan, caci maki, dan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan tidak mengindahkan agama, etika, norma dan nilai-nilai adiluhung.

Demikian halnya dalam dunia bisnis transportasi misalnya, transportasi dengan menggunakan jasa online dewasa ini demikian marak dan menjadi pilihan yang favorite. Bagimana tidak? Karena lebih murah, mudah, cepat dan dengan kendaraan yang relative baru. Pelanggan bisa memilih jenis kendaraan dan pengemudi hanya melalui telepon genggam. Rute-rute dan tarifnya pun dapat diketahui lebih awal sehingga ada kenyamanan bagi pengguna jasa transportasi online. Ini salah satu dampak TIK lainnya dalam kehidupan kita. Dalam perdagangan yang saat ini marak adalah bisnis online, telah menjadi salah satu trend dewasa ini. Kita sekarang dapat membeli beragam produk dan layanan jasa hanya dalam genggaman (handphone). Kita dapat memilih produk dan layanan jasa dengan cepat dan pembayaran pun dilakukan hanya melalui handphone tanpa harus repot-repot pergi ke bank atau pembayaran dengan tunai, dan harga yang ditawarkan jauh lebih murah jika membeli langsung di toko dan gerai sehingga banyak pengeluaran pemasaran yang dipangkas. Kita memesan tiket pesawat, kereta, bus dan kapal laut juga kini sudah berada dalam genggaman. Tanpa harus membuang waktu datang ke loket pemesanan serta dapat dipesan jauh-jauh hari. Ini beberapa contoh dampak kemajuan TIK.

(9)

Bagaimana dengan dalam dunia pendidikan, khususnya literasi? Pemangku kepentingan di bidang pendidikan nonformal harus melakukan langkah-langkah fundamental, dengan mengubah pola pikir lama dalam upaya pemberantasan tuna aksara dengan pola pikir baru dengan memanfaatkan kemajuan TIK. Diperlukan daya dorong terjadinya diskursus kebijakan dalam program pemberantasan tuna aksara, dan juga kebijakan tentang bagaimana pengembangan literasi TIK bukan semata-mata sebagai alat informasi dan komunikasi atau media sosial melainkan digeser menuju masyarakat pembelajar. Masyarakat pembelajar adalah masyarakat yang mampu memanfaatkan kemajuan TIK sebagai alat, media dan sumber pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan dalam kehidupannya.

Dalam kaitan ini pemangku kepentingan memerlukan landasan fi losofi s dan yuridis yang mendasar bahwa proses belajar berlangsung sepanjang hidup manusia, tanpa batas usia, ruang, waktu dan tempat. Tanpa batas dinding, lembaga penyelenggara dan pemilihan bahan ajar. Hal ini terjadi karena adanya kemudahan akses data dan informasi yang begitu bebas dengan adanya internet. Indonesia merupakan negara yang memberikan kebebasan masyarakatnya untuk mengakses informasi. Kalau sebelumnya kita belajar dan mengakses informasi begitu terbatas, dengan melalui lembaga-lembaga pendidikan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal, tetapi kini masyarakat dapat bebas mengakses informasi tersebut. Peran pendidik kini sudah hampir tergantikan oleh keberadaan internet. Pendidik yang gagap teknologi dipastikan akan tergerus oleh siswa yang menguasai TIK, maka pendidik mau atau tidak mau harus menguasai TIK.

Keberadaan internet dengan kemajuan TIK-nya kini menjadi disrupsi dalam perilaku belajar. Pengembangan literasi TIK mendesak menjadi kebijakan, program dan aksi semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Cara-cara lama dalam upaya pemberantasan tuna aksara perlu di revieu ulang, apakah masih relevan dengan kondisi sekarang. Perubahan yang terjadi bukan sekedar pada kulitnya saja, atau menurut Kasali (2017) dengan istilah iteration dan innovation, melainkan sudah pada tataran disruption. Jika kebijakan itu sifatnya iteration, maka perubahan yang terjadi pada tataran perbaikan secara gradual. Sedangkan jika perubahan yang lebih meningkat adalah dengan inovasi atau creating something new, yaitu kebijakan dan program pemberantasan buta aksara dengan membuat sesuau yang baru dari sebelumnya. Tetapi yang lebih mendasar adalah dengan melakukan disrupsi (disruption) yaitu sebuah kebijakan dan program pemberantasan tuna aksara dengan inovasi creating something new

(10)

sedemikian rupa sehingga melahirkan kebijakan dan program yang sama sekali baru. Ini membutuhkan komitmen yang kuat bagi pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan dan program pemberantasan tuna aksara yang sama sekali baru dari sebelumnya. Hal ini karena lingkungan sudah berubah. Lingkungan dan kehidupan kita sekarang ini terjadi volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (Kasali, 2017).

Lingkungan kehidupan yang kita hadapi dewasa ini demikian berubah cepat (volatility), serba mungkin dan tidak pasti (uncertainty), kompleks (complexity), dan berada dalam keraguan dan was-was (ambiguity). Generasi muda yang lahir dewasa ini kreatif dan familiar dengan keberadaan TIK. Bahkan dapat kita katakana generasi muda yang lahir di abad ini disebut sebagai Generation Z, mereka content provider, mereka sangat dibesarkan dalam iklim yang change, berubah. Generation Z, yang merubah peta dunia, mereka pemilik dan penguasa kemajuan TIK. Sedangkan kita yang lahir sebelumnya justru sebaliknya, sebagai digital imigrant, pendatang di dunia digital. Anak-anak kita adalah digital native, pribumi di dunia digital, lahir saja sudah pegang mouse ditangan kanannya. Sehingga terjadi berbenturan karena pendidiknya adalah digital imigrant sedangkan murid-muridnya adalah digital native. Dengan demikian jika langkah-langkah dan upaya pemberantasan tuna aksara masih menggunakan cara-cara lama atau perubahan-perubahan kecil, maka masyarakat itu sendiri yang mengalami gocangan akibat perkembangan TIK. Goncangan akibat perkembangan TIK dewasa ini sudah kita rasakan dan lihat dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa hal yang perlu dijadikan kajian pengembangan literasi TIK menuju masyarakat pembelajar paling tidak ada tiga hal mendasar yang harus diperhatikan, yakni tentang kecakapan literasi TIK, pemanfaatan literasi TIK dalam pembelajaran, pengembangan literasi TIK untuk pemberantasan tuna aksara, dan etika pemanfaatan literasi TIK.

1. Kecakapan literasi TIK

Kecakapan literasi dapat didefi nisikan sebagai kecakapan seseorang dalam mengelola informasi, yakni dalam memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, dan memanipulasi informasi dengan berbagai macam cara dan prosedur dengan tujuan mendapatkan informasi yang lebih berkualitas dan bermanfaat. Kita yang lahir belakangan merupakan digital immigrant keberadaan TIK, sedangkan generasi muda yang lahir di abad ini adalah digital native. Generasi muda sekarang adalah Generation Z. Generasi Z ini sangat masif terhadap keberadaan TIK.

(11)

Berdasarkan hasil survey APJII (2016) menunjukan bahwa generasi muda pada kelompok usia 20-24 tahun penetrasi terhadap penggunaan internet mencapai 82 persen, kelompok usia 25-29 tahun penetrasinya 80 persen, dan yang mencengangkan adalah pada kelompok usia 10-14 tahun penetrasinya 100 persen. Artinya seluruh anak yang disurvey pada kelompok usia 10-14 memiliki akses internet. Sedangkan pengguna paling sedikit adalah usia 55 tahun ke atas hanya sebesar 10%. Ini menunjukan bahwa Generasi yang lahir abad ini telah memanfaatkan perkembangan kemajuan TIK.

Hasil survey APJII (2016) juga menjelaskan bahwa rata-rata pengguna internet menggunakan perangkat telepon genggam sebesar 67,2 juta orang atau 50,7 persen, dan hanya 2,2 juta orang atau 1,7 persen mengakses hanya dari computer, dengan menggunakan telepon genggam atau handphone memperlihatkan bahwa pengguna dapat lebih leluasa memanfaatkan internet dimana saja dan lebih praktis. Kita dapat lihat dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak ada seorangpun lepas dari genggaman handphone. Tetapi sayangnya penetrasi internet tersebut mayoritas masih berada di Pulau Jawa dengan 86,3 juta orang atau 65 persen sedangkan sisanya adalah: 20,7 juta atau 15,7 persen di Sumatera, 8,4 juta atau 6,3 persen di Sulawesi, 7,6 juta atau 5,8 persen di Kalimantan, 6,1 juta atau 4,7 persen di Bali dan NTB dan 3,3 juta atau 2,5 persen di Maluku dan Papua. Data ini menunjukan bahwa penyebaran literasi TIK di Indonesia belum merata. Diperlukan kebijakan afi rmatif agar kecakapan literasi TIK dapat merata ke seluruh pelosok Indonesia dengan memperluas jaringan dan provider layanan telekomunikasi. Bagi pendidik dan tenaga kependidikan, dengan mencermati perkembangan TIK khususnya pada program keaksaraan harus memiliki kecakapan literasi TIK perlu meningkatkan kecakapan TIK (computer, laptop dan handphone) yang tidak hanya untuk dipakai mengetik, kirim informasi, dan media sosial, melainkan untuk kepentingan yang lebih optimal. Banyak diantara kita memiliki laptop dan handphone yang canggih dengan harga yang mahal, tetapi sangat disayangkan pemanfaatannya tidak optimal. Penggunaan play store misalnya merupakan perangkat yang memudahkan kepada kita memperoleh beragam aplikasi yang sangat bermanfaat untuk menunjang kehidupan kita. Dalam satu genggaman handphone beragam manfaat yang memudahkan kehidupan kita termasuk untuk menunjang pembelajaran.

(12)

2. Pengembangan literasi TIK dalam pembelajaran keaksaraan

Kecakapan literasi TIK yang kita miliki membawa kita berada dalam dunia informasi tanpa batas. Beragam informasi dari belahan dunia manapun dapat di akses, baik berupa berita dalam bentuk teks maupun gambar dan video. Informasi pun dapat di akses secara live, tanpa perlu terbitnya media masa pada surat kabar, majalah, jurnal atau buku-buku. Bahkan sekarang surat kabar, majalah, jurnal dan buku-buku dapat diperoleh secara online. Dengan mudah, luas dan beragamnya data dan informmasi yang ada bagaimana peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan diri kita memanfaatkannya untuk pembelajaran, pembelajaran sepanjang kehidupan kita. TIK juga harus dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran keaksaraan sehingga pembelajaran menjadi lebih mudah, menarik, efektif, dan menyenangkan peserta didik (warga belajar). Bahan-bahan belajar keaksaraan sudah tidak perlu lagi dengan buku-buku cetak dengan harga yang mahal, metode belajar tidak perlu lagi digunakan dengan ceramah dan contoh-contoh gambar mati yang membosankan, tetapi sudah dapat digantikan dengan tayangan video interaktif yang lebih menarik, efektif dan menyenangkan. Bahan-bahan bacaan untuk peserta didik keaksaraan pun dapat dikemas ke dalam softcopy, sehingga lebih praktis, dan efektif.

Colin Rose and Malcolm J. Nicholl (1997) dalam bukunya Accelerated Learning for The 21st Century menyatan bahwa dalam memasuki abad ke-21 diperlukan cara-cara belajar baru untuk menggali pengetahuan secara cepat. Ada enam strategi untuk meraih percepatan belajar belajar di abad ke-21 seiring dengan kemajuan TIK, yakni: (a) motivating your mind, (b) acquiring the information, (c) searching out the meaning, (d) triggering the memory, (e) exhibiting what you now, and (f ) refl ecting on how you have learned. Untuk mewujudkan diri dan peserta didik sebagai pembelajar yang efektif di abad sekarang diperluka kegigihan untuk memotivasi dan memusatkan pikiran kita pada hal-hal memiliki nilai manfaat bagi kehidupan kita (motivating your mind). Kemudian carilah informasi tersebut walaupun informasi yang berseliweran itu berserakan hendaknya kita dapat memilih dan memilah hal-hal yang diperlukan, sehingga tidak sia-sia membuang waktu dan biaya quota internet (acquiring the information), pahami setiap informasi denga kritis, gali maknanya, jangan terprokasi dan timbang-timbang baik dan buruknya, jangan asal copy and paste (searching out the meaning), kaitkan pengetahuan dan informasi baru dengan pengalaman kita, bandingkan, selerasikan dan

(13)

internalisasikan secara bijak untuk menetapkan keputusan, ujaran dan sikap yang lebih bermakna (triggering the memory), selanjutnya lihat realitas yang ada supaya ada harmonisasi diri dan lingkungan, agar keberadaan kita tidak tercerabut dalam kehidupan kemasyarakatan (exhibiting what you now) dan yang terakhir adalah refl eksikan manfaat, keuntungan dan dampak dari pengalaman belajar yang diperoleh (refl ecting on how you have learned). Bagi peserta didik dan diri kita belajar akan makin termotivasi jika pengalaman belajar adalah memberi manfaat, keuntungan dan dampak yang lebih baik. 3. Etika pemanfaatan literasi TIK

Kita maklumi bahwa perkembangan TIK telah mendisrupsi dalam berbagai aspek kehidupan. Ada pernyataan yang menyatakan siapa yang menguasai TIK, maka akan menguasai dunia. Pernyataan ini membuktikan bahwa orang-orang yang tergolong terkaya di dunia adalah mereka para bos dan pendiri di bidang TIK sebut saja misalnya Bill Gates terkaya ke-1, Carlos Slim Helu terkaya 2, Larry Elliso terkaya 5 dan Jeff Bezos terkaya ke-6. Dan anak muda yang berhasil menyabet sebagai pemuda yang tergolong terkaya ke-14 di dunia adalah Mark Zuckenberg dengan facebook-nya. Mereka-mereka adalah orang-orang terkaya di dunia karena menguasai TIK. TIK sifatnya netral, tetapi memiliki dampak positif dan negatif. Dampak negative harus diminimalisasi dan dampak positif harus di dongkrak. Sehingga diperlukan etika dalam pemanfaatan literasi TIK. Dampak negatif literasi TIK antara lain pornografi , kecanduan hubungan, perjudian, kecanduan computer, kekejaman dan kesadisan, penipuan, penculikan, umpatan dan pelecehan cyber, perdagangan pasar gelap cyber, propaganda, online sexual predators, virus komputer dan worms, dan hacking.

Mengantisipasi dan membentengi masyarakat terhadap penyalah gu na an dan dampak negatif pemanfaatan literasi TIK diperlukan etika pemanfaatan literasi TIK. Beberapa etika pemanfaatan literasi TIK antara lain: (a) tidak melakukan pelanggaran norma agama, adat, nilai-nilai adiluhung, dan kesopanan serta hukum, (b) TIK jangan dijadikan ajang hujatan, penipuan, pornografi , penculikan, hacking, pelecehan dan berita bohong, (c) menggunakan TIK secara wajar, pantas, tepat dan bertanggungjawab, dan (d) cerdik dalam memilih dan memilah informasi yang diperlukan dan tidak berlebihan.

(14)

Jika merujuk Undang- undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( ITE) Tahun 2008 terdapat beberapa pasal berkenaan dengan pelanggaran yang diancam dengan pidana, perdata maupun denda, diantaranya : Pasal 27 tantang Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pasal 28 Tantang Berita Bohong, Sesat, Kebencian, Pasal 29 Tantang Tindakan Ancaman/Menakut-takuti, Pasal 30 Tentang Cracking, Hacking, Illegal Access, Pasal 31 Tentang Penyadapan, Perubahan, Penghilangan, Pasal 32 Tentang Pemindahan, Perusakan, Membuka informasi rahasia, dan Pasal 33 Tentang Penyebaran Virus. Pasal-pasal ini perlu disosialisasikan dan dipahami pemangku kepentingan, pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik agar kelak dikemudian hari tidak terjadi pelanggaran hukum yang merugikan pihak-pihak lain. Dengan demikian kecakapan literasi TIK harus selaras dengan pemahaman etika dan peraturan perundangan yang berlaku.

E. Kesimpulan

Perkembangan TIK yang demikian pesat berdampak luas terhadap berbagai segi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Pengembangan literasi tidak hanya dibatasi pada literasi baca, tulis, hitung dan pengetahuan dasar fungsional melainkan multi literasi, termasuk literasi TIK. Perkembangan dan pemanfaatan TIK yang demikian masif di Indonesia selama ini belum memberikan dampak yang cukup berarti bagi daya saing bangsa.

Simpulan yang dapat dikemukakan berdasarkan paparan di atas adalah: (1) telah terjadi disrupsi kecakapan literasi TIK yang didominasi generasi muda. Penggunaan TIK di Indonesia didominasi generasi muda dan pada daerah perkotaan. Generasi muda adalah digital native, pemilik TIK sedangkan golongan tua (di atas 50 tahun) adalah digital immigrant, sebagai tamu TIK. Kaum muda merupakan pemilik TIK, walaupun dalam penggunaan TIK sebagian besar untuk jejaring sosial, (2) pengembangan dan kecakapan literasi TIK agar optimalkan pada upaya menuju masyarakat pembelajar untuk memiliki daya saing bangsa. Di pihak lain pengembangan literasi TIK juga harus dapat menyasar penduduk tuna aksara di Indonesia yang masih terdapat kurang lebih lima juta orang, dan (3) diperlukan etika dalam memanfaatkan TIK yang tidak bertentangan dengan norma agama, hukum, nilai-nilai adiluhung, kepantasan, kesopanan dan tanggungjawab.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi. 2009. Mewujudkan Masyarakat Pembelajar. Bandung: Widya Aksara Press.

Colin Rose and Malcolm J. Nicholl. 1997. Accelerated Learning for The 21st Century. New York: Dell Publishing.

Djudju Sudjana. 2010. Pendidikan Nonformal: Wawasan. Sejarah Perkem-bangan, Filsafat, Teori Pendukung, Asas. Bandung Al Falah.

EFA Secretariat. 2007. EFA Mid Decade Assessment Indonesia. Jakarta: EFA Ministry of National Education Republic of Indonesia.

Kasali. 2017. Self Driving: Are You Driver or a Passanger? Jakarta : Rumah Perubahan, IndonesiaX.

Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO dan BP-PLSP Regional II Jaya-giri. 2007. Panduan Pengembangan Pendidikan Keaksaraan. Band-ung: BP-PLSP Regional II Jayagiri.

Kusnadi dkk. 2003. Keaksaraan Fungsional di Indonesia. Jakarta: Mustika Aksara.

Marvin Weisbord and Sandra Janoff. Future Search: An Action Guiede to Finding Common Ground in Organizations and Communities. 2000. San Francisco: Berrett Koehler Publishers.

Mohammad Noor Syam. 1983. Filsafat Pendidikan dan dasar Filsafat Pen-didikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Redja Mudyahardjo. 2001. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Rosda. Safuri Musa dkk. 2011. Meretas Jejak Penuntasan Tuna Aksara di Indonesia.

Bandung: STKIP Siliwangi Bandung.

Setiono. 2103. Education in Indonesia. Jakarta: CSIS The Indonesian Quar-terly, Third Quarter 2013, Vol 41 No.3.

http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161024161722-185-167570/ pengguna-internet-di-indonesia-didominasi-anak-muda http://www.banyumurti.my.id/2016/01/statistik-internet-indonesia-2016. html https://tikom2sobang.wordpress.com/topik/kelas-vii/sejarah-perkembangan-teknologi-informasi-dan-komunikasi/

Referensi

Dokumen terkait

It lets readers know what the paragraph is about, but it does not repeat the

Berkenaan dengan hal tersebut, agar Saudara dapat membawa dokumen asli dan menyerahkan rekaman/copy untuk setiap data yang telah dikirim melalui form isian elektronik aplikasi

Disamping itu dengan meningkatnya perhatian yang terfokus pada suara guru maka dapat meningkatkan memori anak dan berdampak pula pada prestasi belajar

Soma’daki madende kaybettiğimiz yüzlerce emekçinin yaşam hakları, daha önce gasp edilen nice haklarının ardından ve tabi bunların sonucu olarak, acımasızca

Pemanfaatan tepung umbi dan daun ubi jalar dengan kombinasi kacang kedelai yang diolah menjadi mi kering sebagai bahan tambahan makanan ibu hamil dapat dijadikan

Dalam upaya meningkatkan intrakurikuler diperlukan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dalam rangka mendukung pembentukan kepribadian, kepemimpinan dan

interaktif dapat digunakan oleh mahasiswa untuk mengukur kemampuan kognitif mahasiswa dari materi yang telah dipelajari. Dalam latihan soal dan uji kompetensi interaktif

Beberapa keuntungan BULOG dengan perubahan departemen menjadi Perum adalah: (i) BULOG dapat menjalankan tugas-tugas tertentu yang diberikan pemerintah seperti pengamanan