UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIFITAS TERAPI KELOMPOK TERAPEUTIK ANAK USIA SEKOLAH DAN PSIKOEDUKASI KELUARGA
TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH DI RW 03 DAN RW 11 KELURAHAN BARANANGSIANG
BOGOR TIMUR
KARYA ILMIAH AKHIR
Abdul Gowi
0906594141
PROGRAM PENDIDIKAN PERAWAT SPESIALIS JIWA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIFITAS TERAPI KELOMPOK TERAPEUTIK ANAK USIA SEKOLAH DAN PSIKOEDUKASI KELUARGA
TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH DI RW 03 DAN RW 11 KELURAHAN BARANANGSIANG
BOGOR TIMUR
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Abdul Gowi
0906594141
PROGRAM PENDIDIKAN PERAWAT SPESIALIS JIWA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
Bagan 2.1. Model Health Promotion .………. …… 59 Bagan 2.2. Kerangka konsep manajemen asuhan keperawatan pada
perkembangan anak usia sekolah dengan pendekatan Health Promotion ……… ..
Lampiran 1. : Modul terapi kelompok terapeutik anak usia sekolah
Lampiran 2. : Buku kerja terapi kelompok terapeutik stimulasi perkembangan anak usia sekolah
Lampiran 3 : Buku evaluasi terapi kelompok terapeutik stimulasi perkembangan anak usia sekolah
Lampiran 4 : Buku kerja pendampingan orang tua terapi kelompok terapeutik stimulasi perkembangan anak usia sekolah
Lampiran 5 : Buku evaluasi pendampingan orang tua terapi kelompok terapeutik stimulasi perkembangan anak usia sekolah
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga Karya Ilmiah Akhir dengan judul “Efektifitas terapi
kelompok terapeutik anak usia sekolah dan psikoedukasi keluarga terhadap perkembangan anak usia sekolah di RW 03 dan RW 11 Kelurahan Baranangsiang Bogor Timur” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada yang terhormat : 1. Ibu Dewi Irawaty,M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia beserta seluruh jajarannya, yang telah memberikan kesempatan kembali untuk mengikuti studi di Program Pendidikan Perawat Spesialis Jiwa di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2. Prof. Achiryani S.Hamid, MN., DNSc. Selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dengan bijaksana serta memotivasi selama mengikuti Program Pendidikan Perawat Spesialis Jiwa di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
3. Prof. Dr. Budi Anna Keliat, M.App.Sc., selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang telah membimbing penulis dengan meluangkan waktu, sabar, bijaksana dan penuh ketelitian dalam memberikan masukan serta motivasi dalam penyelesaian Karya Ilmiah Akhir ini.
4. Ibu Novy Helena.CD, SKp., MSc sebagai co-pembimbing yang membimbing penulis dengan sabar, bijaksana dan juga sangat cermat memberikan masukan serta motivasi dalam penyelesaian Karya Ilmiah Akhir ini.
5. Seluruh dosen di Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama mengikuti Program Pendidikan Perawat Spesialis Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
6. Ayah bundaku tercinta dan seluruh keluarga besarku yang selalu memotivasi dan mendoakan penulis selama mengikuti Program Pendidikan Perawat
Spesialis Jiwa pada Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia ” Terimakasih yang tak terhingga untuk untaian doa-doamu di sepertiga malam untuk ananda, sehingga menguatkan perjalananku hingga saat ini, insya alloh yang terbaik untuk kita semua amin”
7. Istriku tersayang dan Qurrota’Ayun yang senantiasa penuh dengan keikhlasan dan kesabaran untuk kelancaranan studiku, ”maafkan sayang hari-harimu selalu kutinggalkan, do’a dan keikhlasanmu menjadi motivasi terindah dan selalu memberikan penguatan dalam perjalanan studiku hingga selesai.
8. Keluarga dan anak usia sekolah di RW 03 dan 11 Kelurahan Baranangsiang Kecamatan Bogor Timur yang telah berpartisipasi dan bekerjasama dalam kegiatan TKT dari awal hingga akhir, tanpa kesediaan mereka, Karya ilmiah akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan.
9. Kepala Puskesmas Bogor Timur, Posyandu Flamboyan dan Sedap Malam, para kader, Pak RW & RT yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan untuk memotivasi warga dalam kegiatan TKT dan psikoedukasi keluarga hingga Karya ilmiah akhir ini dapat terselesaikan.
10. Teman seperjuangan ” Bunda Tri, Hj. Heppy, Uni Linda, Umi Dian, Mba Ani, Mba Erti dan Mas Wahyu” yang selalu menguatkan dan memotivasi dalam menyelesaikan studi di Program Pendidikan Perawat Spesialis Jiwa di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
11. Rekan-rekan angkatan V Program Pendidikan Perawat Spesialis Jiwa dan semua pihak yang telah memberikan dukungan selama penyelesaian Karya Ilmiah Akhir ini.
Semoga amal dan budi baik bapak dan ibu mendapat pahala yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa. Mudah-mudahan Karya Ilmiah Akhir ini bermanfaat bagi upaya peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan jiwa.
Akhirnya dengan terbuka penulis menerima masukan dan saran yang membangun untuk perbaikan Karya Ilmiah Akhir ini.
Depok, 12 Juli 2012 Penulis
Nama : Abdul Gowi Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Efektifitas terapi kelompok terapeutik anak usia sekolah dan psikoedukasi keluarga terhadap perkembangan anak usia sekolah di RW 03 dan RW 11 Kelurahan Baranangsiang Kecamatan Bogor Timur
xv + 138 hal + 10 tabel + 2 skema + 5 lampiran
Perkembangan anak usia sekolah dikenal dengan fase industri dimana anak memasuki dunia sekolah, tumbuh rasa kemandirian anak, ingin terlibat dalam tugas yang dapat dilakukan sampai dengan selesai. Jumlah anak usia sekolah yang mendapatkan terapi kelompok terapeutik dan psikoedukasi keluarga sebanyak 24 orang. Tujuan penulisan yaitu menggambarkan hasil pelaksanaan Terapi Kelompok Terapeutik : anak usia sekolah dan psikoedukasi keluarga terhadap peningkatan perkembangan anak usia sekolah di RW 03 dan RW 11 Kelurahan Baranangsiang Bogor Timur. Metode penulisan adalah studi serial kasus dengan pemberian dua paket terapi. Evaluasi menunjukkan terjadi peningkatan perkembangan anak usia sekolah melalui menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah. Rekomendasi laporan ini adalah dapat dijadikan standar terapi spesialis keperawatan jiwa dan disosialisasikan pada seluruh tatanan pelayanan kesehatan di kmunitas. Selain itu, laporan ini menjadi data dasar dari penelitian selanjutnya.
Kata kunci : Terapi kelompok terapeutik : anak usia sekolah, Psikoedukasi keluarga, Model Health Promotion.
ABSTRACT
Name : Abdul Gowi
Study Program : Nursing Science
Title : Effectiveness of school aged therapeutic group therapy and family psychoeducation to school aged development at RW 03 and RW 11 Baranangsiang Village Bogor Timur District
School aged development known as industrial phase is a phase when the child entered the school environment, growth their independency, and wanted to involve tasks that can be done until it was finished by them. The amount of school aged child that was given therapeutic group therapy and family psychoeducation were twenty four child. The purpose of this report is to explain the results of school aged therapeutic group therapy and family psychoeducation to school aged development’s increase at RW 03 and RW 11 Baranangsiang village Bogor Timur district. The method of this report was serial case study using two therapy package. The result showed development increased in school aged child through growth and development stimulation. Based on the result, it’s important to recommended that community health nursing can be made standard of therapy of nursing specialist to client in the communty.
Key Words :
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR ... v
KATA PENGANTAR ... Vi ABSTRAK INDONESIA ... Vii ABSTRAK INGGRIS ... viii
DAFTAR ISI ... Ix DAFTAR TABEL ... X DAFTAR SKEMA ... Xi DAFTAR LAMPIRAN... Xii 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penulisan ... 7
1.3 Manfaat Penulisan ... 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Anak Usia sekolah ... 10
2.1.1 Definisi Anak Usia Sekolah ... 10
2.1.2 Proses Perkembangan Anak Usia Sekolah ... 11
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia sekolah ... 27
2.1.4 Perkembangan industri anak usia sekolah ... 32
2.1.5 Diagnosa Keperawatan ... 39
2.1.6 Tindakan Keperawatan pada anak usia sekolah ... 40
2.2 Konsep Model Asuhan keperawatan pada anak usia sekolah ... 56
2.2.1 Health Promotion... 56
2.2.2 Community Mental Health Nursing... 65
3. MANAJEMEN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN .……... 76
3.1 Profil Kecamatan Bogor Timur ... 76
4. PELAKSANAAN ... 94
4.1 Pengkajian Anak Usia Sekolah ... 94
4.2 Diagnosa Keperawatan ... 105
4.3 Rencana Tindakan ... 105
4.4 Pelaksanaan Tindakan... 107
4.5 Evaluasi Hasil ... 110
4.6 Rencana Tindak lanjut... 115
5. PEMBAHASAN ... 117
5.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah ... 117
5.2 Efektifitas TKT : Anak usia sekolah dan Psikoedukasi Keluarga ... 126
5.3 Implikasi terapi spesialis TKT : Anak usia sekolah ... 128
6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 133
6.1 Simpulan ... 133
6.2 Saran ... 135
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Tabel 4.1. Karakteristik anak usia sekolah di RW 03 & 11 Kelurahan
Baranangsiang, Periode September 2011- April 2012…………... 95 Tabel 4.2. Karakteristik ibu (caregiver) anak usia sekolah di RW 03 & 11
Kelurahan Baranangsiang, Periode September 2011- April
2012……… ... 96
Tabel 4.3. Distribusi factor yang mempengaruhi perkembangan anak usia sekolah di RW 03 & 11 Kelurahan Baranangsiang, Periode
September 2011- April 2012……… ... 97 Tabel 4.4. Distribusi kemampuan orang tua anak usia sekolah dalam
mencapai fase industry di RW 03 & 11 Kelurahan
Baranangsiang, Periode September 2011- April 2012... 99 Tabel 4.5. Distribusi perkembangan anak usia sekolah di RW 03 & 11
Kelurahan Baranangsiang, Periode September 2011- April 2012 101 Tabel 4.6. Distribusi kemampuan industry anak usia sekolah di RW 03 &
11 Kelurahan Baranangsiang, Periode September 2011- April
2012……… 103
Tabel 4.7. Daftar kelompok TKT anak usia sekolah dan psikoedukasi keluarga di RW 03 & 11 di Kelurahan Baranangsiang, Periode
September 2011- April 2012 ………….. ………. 106 Tabel 4.8. Rencana tindakan pelaksanaan TKT anak usia sekolah dan
psikoedukasi keluarga di RW 03 & 11 Kelurahan
Baranangsiang, Periode September 2011- April 2012.….. ……. 107 Tabel 4.9 Efektifitas terapi kelompok terapeutik dan psikoedukasi keluarga
terhadap peningkatan perkembangan industry anak usia sekolah di RW 03 & 11 Kelurahan Baranangsiang, Periode September
2011- April 2012 ………. 111
Tabel 4.10. Kemampuan industry anak usia sekolah setelah mendapat terapi di RW 03 & 11 Kelurahan Baranangsiang, Periode September
2011- April 2012……….. 114
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut Stuart (2009) adalah keadaan sejahtera yang ditandai dengan perasaan bahagia, keseimbangan, merasa puas, pencapaian diri dan optimis. Kesehatan jiwa sendiri menurut Jahoda (1970 dalam Stuart & Laraia, 2005) mempunyai arti dimana seseorang dengan sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh dan berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai dengan kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan. WHO (2001) mendefinisikan kesehatan jiwa sebagai kondisi sejahtera dimana individu menyadari kemampuan yang dimilikinya, dapat mengatasi stress dalam kehidupannya, dapat bekerja secara produktif dan mempunyai kontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah keadaan sejahtera dimana individu menyadari kemampuan yang dimiliki, dapat mengatasi stress dalam kehidupannya, memiliki persepsi sesuai dengan kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan, memiliki aktualisasi diri dapat bekerja secara produktif dan mempunyai kontribusi dalam kehidupan bermasyarakat.
Ciri – ciri sehat jiwa menurut Jahoda (1970 dalam Stuart & Laraia, 2005) adalah perilaku positif terhadap diri sendiri, mampu tumbuh dan berkembang dan mampu mencapai aktualisasi diri, mempunyai integritas diri, rasa otonomi yang positif, mampu mengekspresikan realita secara tepat dan mampu menguasai lingkungan yang berubah. Sedangkan ciri-ciri sehat jiwa menurut WHO (2001 dalam Towsend & Mary, 2009) adalah menyesuaikan diri secara konstruktif sesuai kenyataan, memperoleh kepuasan dari usahannya, merasa lebih puas memberi daripada menerima, saling tolong menolong dan memuaskan, menerima kekecewaan untuk
pelajaran yang akan datang, mengarahkan rasa bermusuhan pada penyelesaian masalah yang konstruktif dan mempunyai kasih sayang.
Masalah kesehatan jiwa saat ini menjadi prioritas masalah kesehatan global, dimana kondisi saat ini dengan adanya krisis global, perubahan sosial ekonomi yang sangat cepat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta situasi politik yang tidak menentu menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran, kemiskinan, perilaku kekerasan atau tindakan kriminalitas lainnya meningkat. Kondisi dan perubahan ini memerlukan proses penyesuaian sepanjang daur kehidupan untuk mengatasinya, sementara tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan tersebut. Kesehatan jiwa seseorang selalu berubah karena dipengaruhi oleh lingkungan, pengalaman seseorang dalam menghadapi masalah, cara mendapatkan dukungan, sehingga dapat hidup produktif bagi diri sendiri maupun masyarakat dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang sehat.
Pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara simultan sepanjang daur kehidupan. Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu setiap tahap perkembangan yang merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya dan menjadi prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Anak usia sekolah dikenal dengan fase industri dimana anak memasuki dunia sekolah, tumbuh rasa kemandirian anak, ingin terlibat dalam tugas yang dapat dilakukan sampai dengan selesai (Erikson,1950 dalam Wong,2009). Apabila tugas perkembangan tersebut tidak terpenuhi, maka individu akan mengalami kesulitan dalam memenuhi tugas perkembangan di tahap berikutnya (Yosep, 2007). Demikian pula pada anak usia sekolah, untuk dapat diterima oleh lingkungan sosialnya, anak harus mampu melakukan tugas-tugas perkembangan yang diharapkan dapat dilaksanakannya, sehingga tidak akan mengalami kesulitan.
Faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan pada anak usia sekolah meliputi faktor biologi, psikologi dan sosiolkultural. Selain itu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami perkembangan khususnya untuk anak usia sekolah adalah faktor kesehatan, lingkungan, sikap dan prilaku individu (Stuart, 2009). Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak usia sekolah meliputi keluarga,sekolah dan kelompok teman sebaya. Selain itu guru dan orang tua memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan anak dengan mendukung untuk bersosialisi, memberikan perasaan aman dan nyaman, bebas dari tekanan dan permasalahan dalam keluarga.
Upaya pemerintah terkait dalam mengoptimalkan perkembangan anak usia sekolah yaitu memberikan pelayanan kesehatan non-formal, fasilitas pelayanan yang melaksanakan posyandu, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) (Depkes, 1995). Upaya mengoptimalkan perkembangan anak dengan membimbing perkembangan intelektual anak, memberikan stimulasi anak berfikir kreatif dan menyelesaikan masalah (Wong et.al, 2008). Pemahaman yang baik tentang perkembangan anak bagi orang tua akan sangat membantu dalam memberikan stimulasi/rangsangan yang tepat terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah sehingga menciptakan perkembangan anak yang baik dan terhindar dari gangguan jiwa. Di samping itu pula pelayanan kesehatan jiwa yang memadai dapat memungkinkan anak usia sekolah untuk mendapat kesempatan tumbuh-kembang semaksimal mungkin.
Upaya pencegahan yang dilakukan harus komprehensif. Pencegahan primer difokuskan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan terjadinya gangguan dengan mempertahankan dan meningkatkan kesehatan jiwa sesuai dengan kelompok umur dengan melibatkan keluarga dalam memelihara kesehatan anggotanya melalui program pendidikan kesehatan, program stimulasi perkembangan, dan kegiatan pembinaan hidup sehat agar dapat hidup produktif dan harmonis secara mandiri.
Keperawatan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan jiwa memegang peranan penting dalam upaya peningkatan perkembangan anak sesuai tugas perkembangan. Pelayanan kesehatan dalam keperawatan mulai diarahkan bukan hanya pada setting rumah sakit dan pelayanan kesehatan di masyarakat (Puskesmas) yang lebih berorientasi pada upaya promotif dan preventif. Pada setting komunitas, perawat Community Mental Health Nursing (CMHN) bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan jiwa komunitas pada kelompok keluarga yang sehat jiwa, keluarga yang berisiko mengalami gangguan jiwa serta keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (Keliat, Panjaitan & Riasmini, 2010). Perawat memberikan pelayanan bukan hanya di Puskesmas tetapi juga pada institusi umum yang ada di komunitas. Pelayanan kesehatan dalam keperawatan diberikan di samping melalui asuhan keperawatan juga dalam berbagai bentuk terapi baik bagi individu, keluarga dan kelompok.
Bentuk terapi yang diberikan perawat kepada anggota keluarga berupa terapi keluarga, terapi kelompok, psikoedukasi kelompok, terapi supportif, kelompok swabantu, dan terapi kelompok terapeutik. (Stuart & Laraia, 2005). Sedangkan untuk anak, terapi yang diberikan sesuai dengan tahap perkembangan anak, seperti, terapi bermain, terapi kelompok, terapi lingkungan (Hamid, 2010). Salah satu terapi yang diberikan untuk mengoptimalkan perkembangan anak adalah terapi kelompok terapeutik.
Terapi kelompok terapeutik merupakan salah satu jenis dari terapi kelompok yang memberi kesempatan kepada anggotanya untuk saling berbagi pengalaman, saling membantu satu dengan lainnya, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah dan mengantisipasi masalah yang akan dihadapi dengan mengajarkan cara yang efektif untuk mengendalikan stress (Townsend, 2005). Tujuan dari TKT adalah untuk mempertahankan homeostasis terhadap adanya perubahan yang tidak diperkirakan sebelumnya maupun kejadian yang terjadi secara bertahap (Montgomery, 2002) Terapi kelompok terapeutik membantu anggotanya
mencegah masalah kesehatan, mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok dan meningkatan kualitas antar anggota kelompok untuk mengatasi masalah dalam kehidupan (Keliat & Akemat, 2004). Terapi ini diberikan pada semua tingkat usia sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya dan dapat dilakukan secara berkelompok maupun indvidu dengan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangannya.
Dalam penelitian Walter (2010) terhadap Perkembangan Industri Anak Usia Sekolah di Panti Sosial Asuhan Anak Kota Bandung ditemukan hasil adanya peningkatan secara bermakna terhadap antara perkembangan industri anak setelah mendapat Terapi Kelompok Terapeutik sebesar 58,6 %. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Istiana & Sunarto (2011) di sekolah, terhadap orang tua dan guru yang menunjukkan peningkatan pengetahuan sebesar 97%, kemampuan psikomotor 73% dan kemampuan industri sebesar 78%. Peran guru dan orang tua berpengaruh terhadap perkembangan mental anak usia sekolah, hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa faktor lingkungan yaitu orang tua dan guru sangat berperan penting dalam mengoptimalkan perkembangan mental, dengan melibatkan orang tua sebagai pendidik utama di rumah dan guru sebagai pendidik utama di sekolah dapat mengoptimalkan perkembangan mental anak usia sekolah.
Prevalensi orang yang sehat tetap harus dipertahankan dan ditingkatkan perkembangannya untuk mencegah timbulnya masalah kesehatan jiwa baik gangguan jiwa ringan hingga berat melalui stimulasi pertumbuhan dan perkembangan yang baik dengan melibatkan orang tua, guru di sekolah, kader kesehatan dan pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.
Karya ilmiah ini dibuat berdasarkan pelaksanaan kegiatan residensi di Kelurahan Baranangsiang Bogor Timur khususnya di RW 03 dan RW 11, dengan total jumlah penduduk ± 2006 jiwa dengan penduduk yang sehat ± 1801 jiwa, anak usia sekolah sebanyak 243 orang yang tersebar di RW
03 dan RW 11. Penulis melaksanakan kegiatan promosi kesehatan pada anak usia sekolah dilanjutkan dengan terapi kelompok terapeutik dan psikoedukasi pada keluarga yang bekerja sama dengan KKJ RW 03 dan RW 11 mulai dari perencanaan kegiatan penyuluhan sampai pada pelaksanaan terapi kelompok terapeutik pada anak usia sekolah untuk membentuk fase industri. Dari 243 anak usia sekolah yang ada, penulis telah melakukan manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa pada anak usia sekolah sebanyak 24 orang dengan menstimulasi pertumbuhan perkembangannya dan psikoedukasi keluarga.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan tidak terlepas dari peran KKJ yang terlibat langsung secara aktif dalam meningkatkan perkembangan anak usia sekolah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memberikan stimulasi pertumbuhan perkembangan pada anak usia sekolah dan psikoedukasi keluarga khususnya di tatanan komunitas secara tepat dan efektif untuk meningkatkan perkembangan karena anak usia sekolah merupakan usia yang sangat rentan terhadap permasalahan dan merupakan kelompok usia yang cukup besar untuk meletakkan dasar yang kuat dengan mengembangkan kekuatan internal dan tingkat kematangan yang memungkinkan melakukan interaksi dengan dunia luar dan mengadopsi beberapa perilaku dari lingkungan. Anak usia sekolah merupakan potensi dan modal yang sangat besar dalam pembangunan bangsa. Pada fase industri apabila tidak dilakukan stimulasi yang baik dari orang-orang yang ada di sekitarnya dapat menimbulkan perasaan rendah diri (inferioritas) yang berdampak terhadap kesehatan jiwa.
Berdasarkan hal itu maka penulis tertarik untuk melakukan studi ilmiah dalam bentuk penulisan Karya Ilmiah Akhir tentang manajemen asuhan dan manajemen pelayanan keperawatan pada anak usia sekolah dan keluarga yang diberikan terapi kelompok terapeutik dan psikoedukasi keluarga menggunakan pendekatan Health Promotion Model di RW 03 dan 11 Kelurahan Baranangsiang Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor.
1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan umum
Diketahuinya hasil pelaksanaan Terapi Kelompok Terapeutik : anak usia sekolah dan psikoedukasi keluarga terhadap peningkatan perkembangan anak usia sekolah di RW 03 dan RW 11 Kelurahan Baranangsiang Bogor Timur.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Diketahuinya karakteristik anak usia sekolah seperti usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, jumlah saudara kandung, status pendidikan dan status ekonomi keluarga di RW 03 dan RW 11 Kelurahan Baranangsiang.
b. Diketahuinya hasil pelaksanaan Terapi Kelompok Terapeutik anak usia sekolah dan psikoedukasi keluarga terhadap perkembangan anak usia sekolah di RW 03 dan RW 11 Kelurahan Baranangsiang.
c. Diketahuinya manfaat Terapi Kelompok Terapeutik anak usia sekolah dan Psikoedukasi keluarga terhadap perkembangan anak usia sekolah di RW 03 dan RW 11 Kelurahan Baranangsiang.
d. Diketahuinya factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia sekolah di RW 03 dan RW 11 Kelurahan Baranangsiang.
1.1 Manfaat Karya Ilmiah Akhir
1.1.1 Manfaat Aplikatif
a. Hasil Karya Tulis ini diharapkan dapat menjadi panduan perawat dalam melaksanaan Terapi Kelompok Terapeutik pada Anak usia sekolah dan psikoedukasi keluarga di komunitas
b. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan jiwa, khususnya kesehatan jiwa keluarga dan kesehatan jiwa anak usia sekolah. c. Meningkatkan dan mengembangkan berbagai strategi intervensi
yang efektif dalam pencapaian fase industry anak usia sekolah di komunitas.
1.1.2 Manfaat Keilmuan
a. Hasil Karya Tulis ilmiah ini diharapkan dapat menggunakan hasil riset TKT anak usia sekolah dan psikoedukasi keluarga dalam mengatasi kesehatan anak usia sekolah.
b. Masukan bagi pengelola program kesehatan jiwa masyarakat di dinas kesehatan Kota Bogor dalam merencanakan program-program yang lebih efektif dan dasar dalam merumuskan kebijakan dalam menangani kesehatan anak usia sekolah.
c. Sebagai evidance based practice dalam praktek keperawatan jiwa, serta sebagai bahan dalam pembelajaran di area praktik pendidikan keperawatan.
d. Hasil penulisan ini dapat bermanfaat sebagai data dasar bagi penelitian lanjutan dalam pengembangan terapi spesialis keperawatan jiwa: terapi kelompok terapaeutik : anak usia sekolah.
1.1.3 Manfaat Metodologi
a. Dapat menerapkan hasil riset dalam melaksanakan terapi kelompok terapeutik anak usia sekolah untuk mencapai fase industri.
b. Memperoleh gambaran dalam penerapan ilmu dan konsep keperawatan jiwa khususnya dalam menerapkan terapi spesialis pada kelompok anak usia sekolah dan memperoleh pengalaman dalam melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait.
c. Sebagai tindak lanjut penelitian berikutnya untuk mengembangkan pelaksanaan terapi kelompok terapeutik
1.1.4 Manfaat Kehidupan Profesionalisme
a. Dapat dijadikan data rujukan terkait dengan proses belajar mengajar yang melibatkan mahasiswa program pasca sarjana melalui manajemen asuhan keperawatan jiwa secara nyata di masyarakat. b. Memperoleh pengalaman dan lebih percaya diri sebagai perawat
khususnya dalam menerapkan terapi spesialis pada kelompok anak usia sekolah sehat.
c. Memperoleh pengakuan kompetensi perawat spesialis dalam melaksanakan terapi kelompok terapeutik yang dapat digunakan secara terus menerus untuk pengembangan keilmuan.
d. Sebagai pertimbangan bagi Dinas Kesehatan untuk menempatkan perawat spesialis keperawatan jiwa di unit pelayanan komunitas.
Sebagai landasan dan rujukan dalam Karya Ilmiah Akhir, maka dalam bab ini akan dipaparkan tinjauan teoritis yang berkaitan dengan perkembangan anak usia sekolah, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia sekolah dan upaya untuk mencapai perkembangan anak usia sekolah melalui terapi spesialis yang ditujukan untuk menstimulasi aspek-aspek perkembangan anak usia sekolah dengan pendekatan konsep Model Health Promotion.
2.1 Anak Usia Sekolah
2.1.1 Definisi Usia Sekolah
Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian sekolah. (Yusuf, 2009). Sifat anak pada masa ini adalah adanya hubungan yang positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi anak (apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diperoleh). Menurut Erikson, anak usia sekolah adalah tahap perkembangana anak usia 6 – 12 tahun dimana pada usia ini merupakan masa tumbuhnya rasa industri. Perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi perubahan pada aspek fisik (motorik), emosi, kognitif dan psikososial. Pada masa ini anak akan belajar memiliki kemampuan bekerja dan mendapat ketrampilan dewasa, belajar menguasai dan menyelesaikan tugasnya, produktif belajar, kenikmatan dalam berkompetisi kerja dan merasakan bangga dalam keberhasilan melakukan sesuatu yang baik. Bisa membedakan sesuatu yang baik atau tidak dan dampak melakukan hal yang baik atau tidak.
Pada usia 6 – 12 tahun ini, anak akan mulai belajar dan berperan serta dalam sebuah sistem belajar yang tersusun secara sistematis dalam jadwal yang ditetapkan oleh sekolah atau suatu lembaga pendidikan. Pada masa ini anak juga belajar menguasai kemampuan untuk bekerja dan mendapatkan
keterampilan dewasa. Anak belajar bahwa mereka mampu untuk menguasai dan menyelesaikan tugasnya. Jika ditekankan terlalu ketat pada aturan dan kaidah tertentu maka anak akan mengembangkan perasaan bahwa kewajiban secara alamiah bahkan berlebihan terhadap dorongan bekerja. Anak yang produktif belajar kenikmatan kompetisi kerja dan kebanggaan dalam melakukan sesuatu yang baik (Kaplan & Saddock, 1997). Anak akan belajar dari lingkungan tempat tinggal dan mengadakan adopsi perilaku dan membedakan mana yang baik dan tidak, dalam hal ini orang tua, lingkungan sekolah maupun tempat tinggal memberikan kontribusi yang besar untuk perkembangan anak usia sekolah.
Lingkungan yang baik akan mendorong anak ke nilai-nilai ketekunan dan produktifitas, gigih dalam usaha yang sulit merupakan hal yang akan sangat membantu anak menciptakan kreatifitas industri dalam dirinya. Namun sebaliknya bila anak tidak mendapatkan bimbingan yang semestinya dari orang dewasa yang memahami perkembangan psikososial sehat maka anak akan berkembang rasa inferior atau rendah diri dalam dirinya.
Perkembangan individu ini akan terus berlanjut dan merupakan proses yang berkelanjutan, sistematis, senantiasa bersifat progresif dan berkesinambungan dalam kehidupan individu sepanjang daur kehidupan manusia yang memberi kemampuan pada individu dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2.1.2 Proses Perkembangan Anak Usia Sekolah
Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik/jasmaniah maupun psikis / rohaniah. (Yusuf, 2010). Proses – proses dari perkembangan individu yang menjadi pola rangkaian
dalam pembentukan serta perkembangan secara keseluruhan yang dialami oleh setiap individu, yang meliputi perkembangan yang bersifat kualitatif dan berjalan secara stimultan dengan proses pertumbuhan yang bersifat kuantitatif yang berdampak pada kematangan seorang individu serta kecakapan dalam menjalani proses kehidupan dengan melakukan proses belajar yang menjadi salah satu rangkaian perkembangan dan merupakan salah satu dari tugas – tugas pekembangan. Proses perkembangan individu ini akan terus berlanjut dan merupakan proses yang sistematis, bersifat progresif dan berkesinambungan dalam kehidupan individu.(Walter,2010). Perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan yang tidak bisa dihentikan secara sadar yang berlangsung sepanjang daur kehidupan manusia yang bersifat kualitatif dalam mendukung fungsi dari pertumbuhan organ-organ secara jasmaniah yang dapat memberikan kemampuan pada individu dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Usia sekolah disebut sabagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah (Yusuf, 2010). Anak usia sekolah sudah mengembangkan kekuatan internal dan tingkat kematangan yang memungkinkan mereka untuk bergaul di luar rumah. (Hamid, 2009). Perkembangan anak usia sekolah meliputi perkembangan ketrampilan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan emosi, kepribadian, perkembangan moral, perkembangan spiritual dan perkembangan psikososial.
2.1.2.1 Motorik.
Keterampilan motorik seseorang dipengaruhi oleh kematangan perkembangan sistem syaraf otak seseorang yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya keterampilan motorik anak. Keterampilan motorik ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) keterampilan motorik kasar meliputi: berjalan, berlari, melompat
jauh, naik dan turun tangga, loncat tali, dapat mengenakan pakaian tanpa dibantu, menggunakan alat-alat olah raga, baris-berbaris, sedangkan (2) keterampilan motorik halus meliputi menulis dengan tulisan sambung, menggambar dengan adanya pola atau objek, memotong kertas dengan mengikuti pola, melempar, dan menangkap bola, serta memainkan benda-benda atau alat-alat mainan (Hurlock, 2008). Perkembangan kemampuan motorik anak kurang berarti dan tidak bisa meluas menjadi keterampilan psikomotor yang bermanfaat tanpa dukungan proses belajar atau usaha pendidikan pada umumnya. Gerakan motorik anak akan terus meningkat keanekaragaman, keseimbangan dan kekuatannya ketika ia menduduki SMP dan SMA (Syah, 2010). Hal ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi secara keseluruhan.
Hurlock (2008) mencatat beberapa alasan tentang fungsi perkembangan motorik bagi konstelasi perkembangan individu, yaitu:
a. Keterampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan.
b. Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang mandiri. Anak dapat bergerak dari satu tempat ketempat yang lain dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri. c. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menyesuaikan
atau usia kelas awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis, dan baris berbaris.
d. Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bergaul dengan teman sebanyanya, sedangkan anak yang tidak normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan terkucil atau menjadi anak yang terpinggirkan.
e. Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.
Seiring dengan perkembangan motorik bagi anak usia sekolah, tepat sekali diajarkan dan dilatih tentang dasar-dasar keterampilan untuk menulis huruf sambung (arab/latin) dan menggambar, keterampilan berolahraga seperti senam atau menggunakan alat-alat olah raga, gerakan-gerakan permainan, seperti meloncat, memanjat, dan berlari, baris berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan kedisiplinan dan ketertiban (Santrock, 2007). Dengan berkembangnya perkembangan motorik, anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang terkadang bersifat informal dalam bentuk permainan. Pada tahap ini penting bagi anak untuk merasa diterima di lingkungan teman sebayanya.
2.1.2.2 Kognitif.
Teori perkembangan kognitif anak menurut Piaget (dalam Hockenberry & Wilson, 2009) pada usia sekitar 7 tahun, anak-anak memasuki tahap operasional konkret, dimana mereka bisa menggunakan berbagai operasi mental, seperti penalaran, memecahkan masalah-masalah konkret/nyata, seperti mencari barang-barangnya yang hilang. Pada usia sekolah anak dapat berpikir dengan logis karena mereka tidak terlalu mementingkan diri sendiri dari sebelumnya dan dapat mempertimbangkan aspek
dari berbagai situasi. Anak usia sekolah telah mampu mengetahui dan mengkoordinasikan pandangannya sendiri dengan pandangan orang lain bahwa pandangannya merupakan salah satu pandangan dari sekian banyak pandangan orang (Syah, 2010). Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar. Anak berusaha untuk tampil lebih baik dari teman-temannya agar mendapatkan perhatian dari orang tua, guru dan teman dengan belajar lebih giat lagi.
Perkembangan kognitif usia sekolah menurut Yusuf (2010) anak sudah dapat merespon rangsangan intelektual yang menuntut kemampuan kognitif seperti: membaca, menulis dan menghitung. Pada periode ini anak mempunyai kemampuan/kecakapan baru yaitu mengklasifikasikan/mengelompokkan, menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan angka, seperti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Disamping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah yang sederhana. Anak juga sudah bisa membedakan antara hayalan dan kenyataan, lebih efisien dalam membagun pengkodean dan strategi.
Kemampuan kognitif pada anak usia sekolah sudah cukup menjadi dasar untuk diberikannya berbagai macam kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Anak sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis dan berhitung, juga diberikan pengetahuan tentang manusia, hewan, dan
lingkungan alam sekitar. Untuk mengembangkan daya nalarnya, anak dilatih mengungkapkan pendapat, gagasan, atau penilaiannya dalam berbagai hal, baik yang dialami maupun peristiwa yang terjadi dilingkungannya.
2.1.2.3 Bahasa.
Bahasa adalah sarana komunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan (Yusuf, 2010). Dengan bahasa semua manusia dapat mengenal dirinya, dapat berkomunikasi sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral dan agama.
Menurut Santrock (2007) bahasa adalah suatu bentuk komunikasi, apakah itu lisan, tulisan, atau isyarat yang berdasarkan pada suatu sistem pada simbol-simbol. Bahasa terdiri dari kata-kata yang digunakan oleh masyarakat beserta aturan-aturan untuk menyusun berbagai variasi dan mengkombinasikannya. Sebagaimana kosa kata tumbuh, anak usia sekolah menggunakan kata kerja yang benar dan bertambah, untuk menggambarkan suatu tindakan dan belajar bahwa sebuah kata dapat memiliki lebih dari satu makna dan mengetahui konteks makna yang dimaksud.
Anak usia sekolah merupakan masa berkembangnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata (Yusuf, 2010). Pada awal sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11 – 12 tahun) telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca, atau mendengarkan cerita
yang bersifat kritis tentang perjalanan/petualangan, riwayat para pahlawan. Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. Kata tanya yang digunakan sebelumnya hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan: “dimana”, “dari mana”, “kemana”, “mengapa”, dan “bagaimana”.
Santrock (2007) dan Djamarah (2008) mengatakan bahwa faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, adalah :
a. Proses jadi matang, anak usia sekolah menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b. Proses belajar, anak yang telah matang untuk berbicara kemudian mempelajari bahasa orang lain dengan mengimitasi atau meniru ucapan kata-kata yang didengarnya. Jika proses tersebut berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, maka pada saat anak memasuki usia sekolah dasar, anak dapat membuat kalimat yang lebih sempurna, dapat membuat kalimat majemuk, menyusun dan mengajukan pertanyaan.
c. Kemampuan bahasa anak dipengaruhi oleh umur, kondisi fisik, kesehatan, intelegensi, bahasa pertama, status sosial ekonomi keluarga, hubungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perbendaharaan kosa kata dan cara menggunakan kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam cara berfikir tentang kata-kata, struktur kalimat dan secara bertahap anak akan mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa secara tepat. Kesulitan anak dalam merangkai kata-kata dan menyampaikan pesan kepada teman atau orang dewasa menghalangi usahanya
untuk berkomunikasi. Kondisi ini dapat menimbulkan rasa kecewa dan mempengaruhi emosional anak.
2.1.2.4 Emosi.
Emosi setiap orang mencerminkan keadaan jiwanya yang akan tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya (Suseno, 2009). Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, kondisi biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan dalam bertindak (Hartono, 2009). Dari kedua pengertian tersebut, emosi tidak hanya diartikan dalam bentuk perasaan semata tapi juga perubahan-perubahan pada aksi dan tingkah laku sehari-hari.
Emosi pada tingkat usia sekolah mengalami peningkatan dan beraneka ragam respon yang ditimbulkan tergantung pada kemampuan anak dalam menghadapi stressor (Ibung, 2008). Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih halus karena anak harus mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa emosi yang menyenangkan.
Emosi merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk perilaku belajar. Orang tua dan guru sebaiknya memfokuskan dirinya pada emosi anak-anak mereka, yang mempengaruhi perilakunya karena emosi yang positif seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk memfokuskan anak terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya apabila yang menyertai emosi negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan mengalami hambatan, individu tidak dapat menusatkan
perhatiannya, sehingga kemungkinan besar akan mengalami kegagalan dalam belajar. (Yusuf, 2010; Cluff, 2011). Ungkapan emosional pada masa usia sekolah merupakan ungkapan yang menyenangkan, anak tertawa genit atau terbahak-bahak, dan menunjukkan pelepasan dorongan yang tertahan. Tidak semua emosi pada usia ini menyenangkan. Banyak ledakan amarah terjadi dan anak menderita kekhawatiran dan perasaan kecewa.
Orang tua, lingkungan sekitar dan perawat harus mampu membantu meningkatkan perkembangan emosional anak-anak sehingga mereka mampu mengembangkan hubungan yang sehat dengan orang lain dan belajar bagaimana mengelola emosi secara efektif. Sejumlah penelitian terbaru menemukan bahwa faktor IQ hanya dianggap menyumbangkan 20% menentukan keberhasilan anak, sedangkan sisanya lebih dipengaruhi oleh kematangan anak dalam mengelola emosi. (Ramadhani,2008). Anak-anak yang memiliki kemampuan menguasai emosinya lebih percaya diri, lebih bahagia, popular, sukses di sekolahnya dan mampu menjalin hubungan dengan orang lain dengan baik.
Kuebli, Wintre, dan Vallance (1994, dalam Santrock, 2007) menyatakan terdapat perubahan yang penting dalam perkembangan emosi pada anak usia sekolah yaitu peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, peningkatan pemahaman bahwa setiap orang dapat mengalami lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu, peningkatan kecenderungan untuk lebih mempertimbangkan kejadian yang menyebabkan reaksi emosi tertentu, peningkatan kemampuan untuk menekan reaksi emosional yang negatif, penggunaan strategi personal untuk mengalihkan perasaan tertentu,
seperti mengalihkan perhatian atau pikiran ketika mengalami emosi tertentu.
Ketika anak mencapai masa usia sekolah, anak menjadi lebih reflektif dan strategis dalam kehidupan emosionalnya, juga memiliki kemampuan empati yang tulus dan pemahaman emosional yang lebih tinggi dibandingkan masa sebelumnya.
2.1.2.5 Kepribadiaan.
Kepribadian adalah cirri atau karakteristik dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir (Sjarkawi, 2006). Perkembangan kepribadian dan keterampilan kognitif berkembang dengan cara yang sama dengan pertumbuhan biologis-pencapaian baru terbentuk pada keterampilan yang sudah dikuasai sebelumnya (Wong, 2009). Menurut Hurlock (1986 dalam Yusuf, 2010) ciri kepribadian yang sehat antara lain mampu menilai diri secara realistik, mampu menilai situasi secara realistik, mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik, menerima tanggung jawab, kemandirian, dapat mengontrol emosi, penerimaaan sosial, berbahagia.
Kepribadian dipengaruhi oleh banyak faktor, baik herediter maupun lingkungan; fisik, sosial, kebudayaan, spiritual (Hurlock, 2008): a. Fisik. Faktor fisik yang mempengaruhi perkembangan
kepribadian adalah postur tubuh, kecantikan, kesehatan, keutuhan tubuh dan keberfungsian organ tubuh.
b. Inteligensi. Tingkat intelegensi individu dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian. Individu yang memiliki intelegensi tinggi atau normal mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan secara wajar, sedangkan yang rendah biasanya mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
c. Keluarga. Iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dilingkungan keluarga yang harnomis dan agamis, orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan keluarga, maka perkembangan kepribadian anak cenderung positif. Jika sebaliknya, maka perkembangan kepribadiannya cenderung akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri.
d. Teman sebaya (peer group). Setelah anak masuk sekolah, anak mulai bergaul dengan teman sebaya dan menjadi anggota dalam kelompoknya. Anak akan menerima dan meniru perilaku yang diberikan oleh teman sebaya dan belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok.
e. Kebudayaan. Setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, atau suku bangsa) memiliki tradisi, adat, kebudayaan yang khas. Tradisi atau kebudayaan memberikan pengaruh terhadap kepribadian setiap anggotanya, baik yang menyangkut cara berfikir, bersikap atau cara berperilaku.
Menurut Shiner (2005) anak yang lebih terbuka akan pengalaman maka anak tersebut termasuk anak yang cerdas, cepat untuk belajar, berpengetahuan luas, perseptif, imajinatif dan mempunyai rasa penasaran yang tinggi. Hurlock (2008) mengemukakan bahwa anak usia sekolah yang berkepribadian sehat dapat menyesuaikan dengan lingkungan yang ditandai dengan karakteristik mampu menilai diri, situasi dan prestasi yang diperoleh secara realistik, menerima tanggung jawab, dapat mengontrol emosi, berorientasi keluar,
secara sosial dapat menerima keadaan, memiliki filsafat hidup dan situasi kehidupan yang positif.
Adapun kepribadian yang tidak sehat ditandai dengan karakteristik mudah marah atau tersinggung, menunjukkan kekhawatiran yang berlebihan, sering merasa tertekan, bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang, ketidakmampuan menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum, mempunyai kebiasaan berbohong, hiperaktif, bersikap memusuhi semua bentuk otoritas, senang mengkritik atau mencemooh orang lain, sulit tidur, kurang memiliki rasa tanggung jawab.
Kelainan kepribadian berkembang pada umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang baik termasuk lingkungan sekolah dan keluarga. Oleh karena kelainan kepribadian berkembang pada umumnya disebabkan faktor lingkungan yang kurang baik, maka sebagai upaya pencegahan sebaiknya keluarga dan sekolah senantiasa bekerjasama menciptakan iklim lingkungan yang memfasilitasi anak mengembangkan potensi atau tugas perkembangannya secara optimal.
2.1.2.6 Moral.
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” yang berarti ada istiadat, kebiasaan, peraturan dan nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan menjalankan peraturan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral. (Yusuf, 2010). Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang
mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik (Santrock, 2007). Perkembangan moral melibatkan perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku mengenai benar dan salah.
Perkembangan moral anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungan terutama dari orang tua dan lingkungan keluarga. Anak belajar untuk mengenal nilai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Peran orang tua sangat penting dalam mengembangkan moral anak. Pada mulanya anak mungkin tidak mengerti akan konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang diterima anak mengenai benar-salah/baik-buruk, akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya dikemudian hari. (Yusuf, 2010).
Anak usia sekolah sudah dapat mengikuti peraturan/tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia sekolah, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah. Anak memandang atau menilai perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan hal yang salah. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua, dan guru merupakan hal yang benar atau baik.
2.1.2.7 Spiritual.
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan,
mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya pada Tuhan (Carson, 1989, dalam Hamid, 2009).
Perkembangan kesadaran beragama, fitrah (perasaan dan kemampuan) beragama merupakan kemampuan dasar yang mengandung atau berpeluang untuk berkembang, namun mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama anak sangat bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya (Salaby, 1997) Pendidikan akhlak dan kasih sayang merupakan hal terpenting bagi kehidupan anak karena sebenarnya kasih sayang dan pendidikan akhlak yang baik akan mengarahkan anak pada pola hidup yang baik.
Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai spiritual sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas spiritual anak, sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Disamping melakukan kegiatan ritual agama yang diyakini anak juga harus dibiasakan melakukan ibadah secara sosial, yakni menyangkut ahlak terhadap sesama manusia, seperti: hormat kepada orang tua, guru, dan orang lain, memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan pertolongan, menyayangi fakir miskin, memelihara kebersihan dan kesehatan, bersikap jujur dan bersikap amanah (Yusuf, 2010).
Menurut Taylor dkk (1997, dalam Hamid, 2009), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualias seseorang adalah pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang kurang tepat.
Menurut Syamsuddin (1996, dalam Yusuf, 2010), perkembangan penghayatan spiritual anak usia sekolah ditandai dengan sikap spiritual bersifat reseptif disertai dengan pengertian, pandangan dan faham ketuhanan diperoleh sacara rasional berdasarkan kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya, penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.
Aspek spiritual tersebut tidak hanya terkait dengan kegiatan keagamaan, bagaimana anak menjalankan ibadah agamanya, namum juga terkait dengan pola hidup, pandangan hidup seseorang, bagaimana seorang anak menghormati orang tua atau orang yang lebih tua darinya. Sikap jujur, adil dan menghargai orang lain terutama yang berbeda nilai dengan dirinya juga diperhatikan dalam nilai atau aspek spiritual.
Peran orang tua dalam mengembangkan aspek spiritual anak sekolah menurut Yusuf (2010) antara lain :
1. Memberikan contoh cara bersikap, berperilaku yang sesuai kaidah agama atau berakhlakul karimah (akhlak yang mulia) karena orang tua merupakan pembina pertama yang diterima oleh anak.
2. Memperlakukan anak dengan baik, sikap orang tua yang baik dengan memberi kasih sayang, menghargai anak, menerima anak sebagaimana biasanya, memaafkan kesalahan anak serta meluruskan kesalahan anak.
3. Memelihara hubungan yang harmonis antar anggota keluarga sehingga akan mengahsilkan perkembangan perilaku yang baik.
4. Membimbing, mengajarkan atau melatih anak ajaran agama sejak kecil hingga dewasa.
Keterlibatan orang tua, guru dan lingkungan sekitar memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan aspek spiritual anak usia sekolah untuk dapat berkembang secara optimal.
2.1.2.8 Psikososial.
Perkembangan psikososial menurut Yusuf (2010) adalah pencapaian kematangan hubungan social dan atau sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak usia sekolah ditandai dengan adanya perluasan hubungan, baik dengan keluarga maupun dengan teman sebaya (peer group) sehingga ruang gerak hubungan sosialnya semakin luas.
Pada tahap industri versus inferiority pada usia sekolah memberikan kesempatan pada anak untuk mengambil inisiatif dalam merencanakan dan menindaklanjuti berbagai proyek (Grace, 2010). Orangtua dan guru perlu memberikan umpan balik positif dalam membantu anak-anak merasa percaya diri dan mampu, karakteristik penting bagi kebahagiaan dan kesuksesan masa depan. Jika orang dewasa yang berada di sekitar kehidupan anak usia sekolah tidak berusaha untuk mendukung upaya anak, kemungkinan anak akan meragukan kemampuan dan gagal mencapai potensi secara penuh.
Menurut Harter (2007, dalam Hurlock, 2007) anak usia sekolah sudah mulai memasukkan aspek sosial, seperti kelompok sosial tertentu dalam gambaran dirinya. Anak akan membedakan dirinya dengan orang lain dengan menggunakan istilah yang comparatif dan tidak absolut. Oleh karena itu anak SD akan menggambarkan apa
yang dapat dilakukan jika dibandingkan dengan anak lain, evaluasi diri anak menjadi realistis, hal ini terjadi karena peningkatan perbandingan sosial dan persepsi.
Seiring dengan perkembangan sosial anak telah mengenal nilai baik dan buruk (Salaby, 1997). Kelompok teman sebaya memberi hal penting dalam perkembangan anak sekolah. Melalui hubungan dengan teman sebaya anak belajar bagaimana menghadapi dominasi dan permusuhan, berhubungan dengan pemimpin dan pemegang kekuasaan serta menggali ide-ide dan lingkungan fisik (Wong et.al, 2009). Pergaulan anak dengan orang tua, orang dewasa lainnya dan teman sebaya mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku social anak dengan ciri-ciri antara lain pembangkang, agresi, berselisih, menggoda, persaingan, kerjasama, tingkah laku berkuasa, mementingkan diri sendiri, dan simpati.
Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya baik keluarga, teman sebaya, orang dewasa lainnya sehingga bila lingkungan tersebut tidak kondusif (orang tua yang kasar, acuh tak acuh, sering memarahi anak) cenderung akan akan menghasilkan anak dengan perilaku maladjusment yang memiliki karakteristik anak bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois, senang mengisolasi diri, kurang memiliki tenggang rasa, kurang memperdulikan norma dalam berperilaku (Yusuf, 2010). Peran orang tua, guru dan teman sebaya sangat penting sebagai lingkungan yang berperan dalam perkembangan sosial anak, oleh sebab itu guru dan orang tua sebaiknya memberikan bimbingan dalam mengenalkan berbagi aspek kehidupan sosial, norma-norma kehidupan serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga menciptakan perkembangan sosial anak sekolah optimal.
Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak usia sekolah meliputi tiga lingkungan yaitu lingkungan sekolah, keluarga dan teman sebaya. Ketiga lingkunga tersebut saling mempengaruhi dalam menciptakan perkembangan anak usia sekolah yang optimal.
2.1.3.1 Lingkungan Sekolah
Sekolah dasar adalah sekolah pertama yang harus dijalani anak sebelum mengikuti pendidikan lebih tinggi. Pengertian sekolah dasar dapat dikatakan sebagai kegiatan mendasari tiga aspek dasar yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Ketiga aspek ini merupakan dasar atau landasan pendidikan yang paling utama dalam kehidupan (Anneira, 2007). Sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan kepribadian anak karena siswa harus hadir di sekolah; sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan masa perkembangan konsep dirinya; anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah; sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses; sekolah memberikan kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan secara realistik (Yusuf, 2010). Sekolah melakukan upaya untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah melalui kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih, sehat serta derajat kesehatan peserta didik dan menciptakan lingkungan yang sehat sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Masa sekolah merupakan masa yang sangat baik untuk membangun harapan anak. Pada usia ini anak belum mempunyai kekuatan untuk mengontrol diri dari keinginannya, karena itu anak-anak lebih mau
tunduk pada kekuasaan yang lebih kuat dari dirinya. Sekolah sebagai institusi yang lebih kuat dan diorganisir sedemikian rupa, hendaknya mampu memberikan disiplin yang tegas dengan mendorong anak agar menggunakan potensi dirinya berkembang ke arah yang lebih baik. Biasanya pada masa ini anak-anak senang sekali dengan sekolahnya, sangat mencintai gurunya, giat belajar dan patuh menjalankan kewajibannya.
Pengaruh pertama yang diterima oleh seorang anak dalam hidupnya ialah sosok-sosok yang berada di sekelilingnya. Di lingkungan rumah mereka adalah ayah dan keluarganya. Ketika beranjak besar, sedikit ia mulai bergaul dengan anak-anak usia sebayanya atau yang lebih tua darinya (Mahfuzh, 2009). Selanjutnya seorang anak mulai bersekolah dimana ia akan memperoleh pendidikan secara formal dari guru/pengajar/pendidik.
Guru mempunyai tanggung jawab utama yaitu menstimulasi dan membimbing perkembangan intelektual anak dan bukan memberikan kesejahteraan fisik anak di luar lingkungan sekolah (Wong et.al, 2009). Guru bersama-sama orang tua memberi pengaruh dalam menentukan sikap dan nilai anak. Guru yang membuat pernyataan pendukung yang meyakinkan dan memuji anak dengan menggunakan pernyataan yang dapat diterima dan jelas dapat membantu anak memperluas ide dan perasaannya serta memberi bimbingan yang membantu anak memecahkan masalahnya sendiri untuk memperluas dan mengembangkan konsep diri positif pada anak usia sekolah.
2.1.3.2 Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah sekelompok individu yang dihubungkan dengan ikatan darah dan emosional, merasa memiliki satu sama lain,
memberikan dukungan, melakukan berbagai fungsi dasar, memelihara pertumbuhan psikososial melalui pola interaksi dan relationship. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi seorang anak, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan yang juga merupakan lingkungan yang utama karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga.
Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak merupakan bagian dari keluarga, kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga (Hidayat, 2005). Dengan bergesernya sebagian besar peri kehidupan anak dari lingkungan rumah ke lingkungan sekolah, seorang anak mulai merasakan hidup mandiri serta kemudian dengan pengaruh lingkungan di luar rumah ia akan membentuk wataknya sendiri (Salaby, 1997). Berubahnya perhatian dan minat anak ini sering menimbulkan kekesalan pada orang tua, sehingga bila masalah antara anak dan orang tua tidak segera diselesaikan mungkin akan terdapat kesulitan dalam penyesuaian diri anak dengan keadaan di luar rumah.
Tugas orang tua dengan anak usia adalah mempelajari bagaimana cara beradaptasi dengan perpisahan anak atau yang lebih sederhana melepaskan anak, salah satu tugas orang tua dalam mensosialisasikan anak-anak mereka termasuk meningkatkan prestasi belajar (Friedman, Bowden & Jones, 2010). Pertanggungan jawab yang besar dalam masa sekolah adalah timbulnya rasa percaya diri dan tanggung jawab terhadap tugas yang akan dilaksanakannya secara tuntas. Dalam hal ini mungkin saja orang tua atau anak sendiri akan sangat kecewa bila prestasi yang dicapai tidak seperti yang diharapkan. Seorang anak yang
tidak dapat mencapai tingkatan sosial yang memadai akan mulai merasakan suatu kegagalan, kemudian dapat menimbulkan reaksi berupa kemarahan atau kegelisahan (Salaby, 1997). Selanjutnya akibat tidak tercapainya keinginan, anak akan bereaksi dengan perilaku yang anti-sosial sebagai upaya mendapatkan kembali pengenalan diri yang tidak dapat dicapinya dengan cara baik.
Pemberian stimulasi secara dini adalah salah satu faktor yang berpengaruh dalam upaya pendidikan anak, karena pemberian stimulasi yang baik akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya (Wong et.al, 2009). Stimulasi adalah cara terbaik untuk mengembangkan kemampuan anak. Stimulasi dapat dilakukan secara langsung oleh orang tua atau membuat lingkungan yang baik sehingga anak merasa nyaman mengeksplorasi diri terhadap lingkungannya. Dengan stimulasi, seluruh kemampuan anak, baik motorik kasar, motorik halus, bahasa, maupun personal sosial akan berkembang dengan baik. Sebagai seorang orang tua hendaknya mengetahui dan mampu memberikan stimulasi terhadap anak sesuai dengan tahap perkembangannya di lingkungan keluarganya.
2.1.3.3 Lingkungan Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi anak mempunyai peran bagi perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya penting bagi perkembangan kematangan secara keseluruhan (fisik, intelektual/mental, sosial, seksual, moral dan emosional). Beberapa cara peningkatan sosialisasi anak sekolah melalui keanggotaan kelompok menurut Hurlock (2005), antara lain : belajar bekerja sama, belajar perilaku sosial yang baik, belajar bebas dari orang-orang dewasa, belajar kemampuan kelompok, belajar menyesuaikan diri dengan standar kelompok, belajar
bermain dan olah raga, belajar turut berbagi rasa dengan orang yang dianiaya, belajar bersikap sportif, belajar bersaing dengan orang lain, belajar menerima dan melaksanakan tanggung jawab.
Kesempatan bermain dengan teman sebaya membuat anak mengenali perbedaan antara anak laki-laki dengan perempuan. Juga pergaulan dengan teman sebaya, anak-anak belajar untuk mandiri dari orang tua : belajar bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, belajar mengontrol emosinya, belajar membuat aturan main dan mematuhinya, belajar membedakan salah dengan benar, dan belajar berkomunikasi timbal balik yang sejajar.
Kelompok teman sebaya mempunyai kontribusi yang sangat positif terhadap perkembangan kepribadian anak usia sekolah. Namun disisi lain, tidak sedikit anak yang berperilaku menyimpang, karena pengaruh teman sebanyanya. Hubungan orang tua dan anak yang sehat dapat melindungi anak tersebut dari pengaruh teman sebaya yang tidak sehat (Yusuf, 2010). Pengaruh teman sebaya terhadap anak usia sekolah berkaitan dengan iklim keluarga. Anak yang memiliki hubungan baik dengan orang tua, cenderung dapat terhindar dari pengaruh negatif teman sebayanya, dibanding dengan anak yang hubungan dengan orang tuanya kurang baik.
2.1.4 Perkembangan industri Anak Usia Sekolah dan diagnosa keperawatan
Anak usia sekolah dikenal dengan fase berkarya (industri) vs rasa rendah diri (inferiority). Masa ini berada diantara usia 6-12 tahun adalah masa anak mulai memasuki dunia sekolah yang lebih formal, pada anak usia sekolah tumbuh rasa kemandirian anak, anak ingin terlibat dalam tugas yang dapat dilakukan sampai selesai, Erik Erikson (1950 dalam Wong et.al., 2009). Anak usia sekolah memiliki ciri-ciri mempunyai rasa bersaing, senang
berkelompok dengan teman sebaya, berperan dalam kegiatan kelompok, menyelesaikan tugas (sekolah atau rumah) yang diberikan (Keliat, Helena, & Farida, 2011). Tahap perkembangan anak usia 6-12 tahun, anak berusaha untuk merebut perhatian dan penghargaan atas karyanya. Anak belajar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan anak mulai senang untuk belajar bersama. Anak-anak memperoleh kepuasan yang sangat besar dari perilaku mandiri dalam menggali dan memanipulasi lingkunganya termasuk sekolah dan interaksi dengan teman sebaya. Anak akan belajar memiliki kemampuan bekerja dan mendapat ketrampilan dewasa, belajar menguasai dan menyelesaikan tugasnya, produktif belajar, kenikmatan dalam berkompetisi kerja dan merasakan bangga dalam keberhasilan melakukan sesuatu yang baik. Bisa membedakan sesuatu yang baik/tidak dan dampak melakukan hal yang baik/tidak.
Karakteristik kemampuan anak usia sekolah yang sudah mencapai fase industri adalah ;
1. Anak sangat menyukai kegiatan secara fisik atau kekuatan badan seperti berlari, kejar-kejaran dan lain-lain.
2. Mempunyai keinginan untuk bersaing dengan teman-teman dan memiliki keinginan untuk bertanding dengan teman sebaya.
3. Mampu membaca, menulis dan berhitung, senang menyelesaikan tugas sekolah dan tugas rumah.
4. Berpikir secara nyata dan senang berhayal dan berfantasi.
5.
Mampu mengikuti aturan dalam permainan.
6. Mampu berkomunikasi/berbicara dua arah dengan orang baru.
7. Senang berkelompok dengan teman seusia dan menceritakan pengalamannya dengan teman sebaya serta mempunyai sahabat akrab. 8. Mempunyai rasa tanggung jawab tinggi dan senang bekerja sama