2.1 Anak Usia Sekolah
2.1.5 Tindakan keperawatan pada anak usia sekolah
2.1.5 Tindakan keperawatan pada anak usia sekolah
Tindakan keperawatan adalah serangkaian tindakan keperawatan yang ditujukan untuk mengatasi masalah atau diagnosa keperawatan. Menurut Keliat dan Akemat (2005) tindakan keperawatan yang ditujukan pada sistem klien, baik secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat merupakan upaya yang menyeluruh dalam menyelesaikan masalah klien. Untuk mencapai tugas perkembangan anak usia sekolah yang optimal, diperlukan berbagai bentuk tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien sebagai individu, kelompok, keluarga, maupun komunitas, berupa terapi generalis dan terapi spesialis.
Terapi generalis ditujukan pada klien sebagai individu, keluarga, dan kelompok. Untuk anak, berbagai terapi juga bisa diberikan sesuai dengan tahap perkembangan anak, seperti terapi aktivitas kelompok, terapi bermain, terapi kelompok sebaya (peer therapy), psikoedukasi kelompok (Johnson, 1995). Pelayanan spesialis yang bisa diberikan perawat spesialis jiwa kepada anggota keluarga berupa terapi keluarga, terapi kelompok seperti edukasi kelompok, psikoedukasi kelompok, terapi supportif, kelompok swabantu, dan terapi kelompok terapeutik. (Stuart & Laraia, 2005). Berbagai terapi yang telah disebutkan bisa diberikan untuk membantu individu, keluarga, maupun kelompok yang mempunyai masalah psikologis terkait masalah pertumbuhan dan perkembangan anak sedangkan terapi kelompok terapeutik diberikan sebagai upaya peningkatan pertumbuhan dan
perkembangan dalam setiap tahap perkembangan manusia (Townsend, 2009). Terapi yang diberikan untuk mengoptimalkan perkembangan anak usia sekolah mencapai fase industry, ditujukan pada anak, orang tua, guru dan kader kesehatan.
a. Anak
Terapi generalis yang dapat diberikan pada anak berupa terapi bermain. Hubungan antara anak dengan therapis memberi kesempatan pada anak untuk mendapatkan pengalaman mengenai hubungan positif dengan orang dewasa dengan penuh kasih sayang dan uji realitas. (Yusuf, 2009) Terapi bermain pada umumnya merupakan media yang tepat bagi anak untuk mengekspresikan konflik yang belum terselesaikan. Selain itu juga berfungsi untuk menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak dapat dikembalikan sebelumnya, berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari, berkomunikasi dengan orang lain, menggali dan mencoba belajar bagaimanan hubungan dengan diri sendiri, dunia luar dan orang lain, mencocokkan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas. (Mahfuzh, 2009).
Terapi spesialis yang dapat diberikan pada anak dapat diberikan dalam bentuk individu maupun kelompok, diantaranya adalah terapi kelompok terapeutik anak usia sekolah. Terapi kelompok terapeutik merupakan salah satu jenis dari terapi kelompok yang memberi kesempatan kepada anggotanya untuk saling berbagi pengalaman, saling membantu satu dengan lainnya, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah dan mengantisipasi masalah yang akan dihadapi dengan mengajarkan cara yang efektif untuk mengendalikan stres. Kelompok terapeutik lebih berfokus pada hubungan didalam kelompok, interaksi antara anggota kelompok dan mempertimbangkan isu yang selektif (Townsend, 2009).
Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang melakukan kegiatan atau berbicara. Terapi kelompok ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan uji realitas mengendalikan impuls (dorongan internal), meningkatkan harga diri, memfasilitasi pertumbuhan, kematangan dan keterampilan social anak. Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik memungkinkan anggotanya untuk menjalin hubungan dan pengalaman social yang positif dalam lingkungan yang terkendali.
Terapi kelompok terapeutik diharapkan dapat meningkatkan kemampuan anak baik secara kognitif maupun psikomotor dalam melakukan stimulasi perkembangan pada masa anak usia sekolah. Terapi ini dilakukan pada kelompok anak usia sekolah yang tinggal di komunitas, dimana anak memiliki kebutuhan perkembangan anak usia sekolah sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya yang terdiri dari aspek motorik, kognitif, bahasa, emosi, kepribadian, moral, spiritual dan psikososial secara kognitif dan psikomotor.Terapi kelompok terapeutik dapat membantu mengatasi stres emosional yang diakibatkan karena terjadi penyimpangan perilaku anak karena tidak terpenuhinya kebutuhan perkembangan, serta penyakit fisik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial.
Kelompok terapeutik bertujuan untuk menurunkan rasa terisolasi, meningkatkan penyesuaian kembali dan juga hubungan bagi komunitas yang bermasalah serta meningkatkan kemampuan memecahkan masalah (Gardner and Laselle, 1997 dalam Shives 1998).Terapi kelompok terapeutik bertujuan untuk menawarkan dukungan kepada pasien dari seseorang terapis selama periode kekacauan, atau dekompensasi sementara, memulihkan dan memperkuat pertahanan sementara serta mengintegrasikan kapasitas yang telah terganggu (Kaplan dkk 1996).
Terapi kelompok terapeutik pada anak usia sekolah bertujuan untuk membantu anak mengatasi permasalahannya yang diselesaikan bersama dalam kelompok dan sharing pengalaman dalam memenuhi tugas perkembangan anak, sehingga anak mampu melampaui tahap-tahap perkembangan anak usia sekolah, dimana anak dalam hal ini mampu berjuang secara produktif untuk mencapai kompetensi baik individu maupun dalam kelompok.
Menurut Rockland (1989, dalam Trihadi, 2009), prinsip terapi kelompok terapeutik harus memperhatikan prinsip-prinsip : dengan segera menolong klien, melibatkan dukungan keluarga dan sistem sosial, berfokus pada kondisi sekarang, menurunkan stress dengan cara memberikan dukungan, menggunakan tehnik klarifikasi dan pemecahan masalah, membantu pasien untuk mengatasi krisis dimasa yang akan datang dan secepatnya mencari pertolongan bila mengalami masalah.
Stimulasi yang dilakukan secara dini pada anak dengan kelompok umur sesuai dengan perkembangannya menjadi sangat penting, karena anak yang mendapat stimulasi yang sesuai dengan kelompok usianya akan menjadi anak yang aktif, dan tingkah lakunya terarah pada suatu tujuan perkembangan. Sebaliknya anak yang tidak pernah diberi stimulasi akan menjadi anak yang pasif, kurang industri dan kurang rasa ingin tahu terhadap keadaan sekeliling.
Karakteristik Terapi Kelompok Terapeutik berjumlah 7-10 orang, anak usia sekolah, berpartisipasi penuh, mempunyai otonomi, keanggotaan sukarela dan saling membantu untuk berbagi pengalaman dalam hal memenuhi tugas perkembangan anak usia sekolah. Aturan dalam Terapi Kelompok Terapeutik adalah kooperatif, menjaga keamanan dan keselamatan kelompok, mampu mengekspresikan perasaan dan
keinginan berbagi pengalaman, penggunaan waktu efektif dan efisien, menjaga kerahasiaan, mempunyai rasa memiliki, berkontribusi, dapat menerima satu sama lain, mendengarkan, mempunyai kebebasan, loyalitas, dan mempunyai kekuatan.
Waktu pelaksanaan terapi kelompok terapeutik sesuai dengan kesepakatan kelompok atau dengan memanfaatkan waktu diluar jam belajar sekolah. Terapi kelompok terapeutik terdiri dari tujuh sesi yaitu sesi satu: konsep stimulasi industri, sesi dua: konsep stimulasi motorik, sesi tiga: konsep stimulasi kognitif dan bahasa, sesi empat: konsep stimulasi emosi dan kepribadian, sesi lima: konsep stimulasi moral dan spiritual, sesi enam: konsep stimulasi psikososial, sesi tujuh: sharing pengalaman. Pelaksanaan terapi kelompok terapeutik dilaksanakan selam lima minggu dengan duabelas kali pertemuan, sesi satu dan sesi tujuh dilakukan sekali pertemuan, sesi dua sampai sesi enam dilakukan dua kali pertemuan. Setiap pertemuan dilakukan empat puluh lima menit sampai enam puluh menit setiap pertemuan.
Dalam pelaksanaan TKT ini panduan dimodifikasi dengan mengadopsi tahapan terapi kelompok terapeutik oleh Mackenzie (1997, dalam Trihadi, 2009) terdiri dari dua tahap, yaitu pembentukan kelompok dan sharing, modifikasi dari Townsend (2009) berupa tiga langkah terapi kelompok terapeutik dan menurut Stuart and Laraia (2005) terdiri dari dua langkah dan Trihadi (2009) terdiri dari enam sesi yaitu sesi satu konsep stimulasi otonomi anak, sesi dua : stimulasi motorik, sesi tiga : stimulasi kognitif, sesi empat : stimulasi emosi, sesi lima : stimulasi psikososial, sesi enam : sharing pengalaman. Terapi kelompok terapeutik berisi stimulasi perkembangan dan aplikasi stimulasi perkembangan pada anak sehat. Setiap sesi menggunakan enam metode yaitu diskusi terkait pengalaman anak mengenai topik yang akan
dibahas, penjelasan dari terapis tentang topik bahasan, role model oleh terapis terkait cara melakukan stimulasi, role play oleh anak cara melakukan stimulasi, feedback terkait cara melakukan stimulasi, tindak lanjut terkait tugas yang harus dilakukan oleh anak setelah terapi yaitu melakukan latihan dan mencatat dalam buku kerja.
Sesi Pertama: Konsep Stimulasi Industri. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan adalah terapis mendiskusikan pengalaman yang dihadapi oleh anak yang memiliki usia sekolah dasar khususnya usia sekolah atau pada usia awal anak sekolah dasar, kebutuhan tahap tumbuh kembang anak usia sekolah, penyimpangan perilaku masa anak usia sekolah dan bagaimana selama ini kebutuhan perkembangannya diterima.
Sesi Kedua: Penerapan stimulasi aspek motorik. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan terapis adalah melakukan stimulasi perkembangan aspek motorik pada anak usia sekolah yaitu usia diatas enam tahun, perkembangan motorik kasar meliputi : naik turun tangga, melompat jauh, loncat tali, berjingkrat, dan merubah arah dengan cepat, naik sepeda, berlari, dapat mengenakan pakaian tanpa dibantu, senam, berenang, menggunakan alat-alat olah raga, baris-berbaris. Kemampuan motorik halus meliputi: menulis dengan tulisan sambung, menggambar dengan adanya pola atao objek, memotong kertas dengan mengikuti pola, melempar, menangkap bola, serta memainkan benda-benda atau alat-alat mainan.
Sesi Ketiga: Penerapan stimulasi pada aspek kognitif dan bahasa. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan adalah mengajarkan stimulasi perkembangan aspek kognitif dan bahasa kepada anak secara langsung. Aspek kognitif anak dengan usia sekolah adalah: anak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan, lebih efisien dalam membangun strategi
dan pengkodean, anak memahami sebab dan akibat, kemampuan dalam menilai dari berbagai sudut pandang meningkat, kemampuan dalam berhitung semakin meningkat, seperti menambah, mengurangi, mengalikan, membagi. Pada akhir tahap ini anak sudah memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang sederhana. Sedangkan untuk bahasa anak usia sekolah sudah mampu menguasai lebih dari 2.500 kata. Anak gemar membaca, mendengar cerita bersifat kritis tentang perjalanan, petualangan, atau riwayat pahlawan. Anak sudah mampu menanyakan soal waktu dan sebab akibat, anak sudah mampu menceritakan kembali alur cerita yang di dengar. Anak sudah mampu berkomunikasi dengan orang lain, menyatakan perasaannya, memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya, berfikir (mengutarakan pendapat dan gagasannya), mengembangkan kepribadiannya dan menyatakan sikap dan kepribadiannya.
Sesi Keempat: Penerapan stimulasi pada aspek emosi dan kepribadian. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan terapis adalah melakukan stimulasi perkembangan aspek emosidan kepribadian. Aspek emosi dalam hal ini adalah anak mampu mengenal dan merasakan emosi sendiri, mengenal penyebab perasaan yang timbul, mampu mengungkapkan perasaan marah, mampu mengendalikan perasaan perilaku agrasif yang merugikan diri sendiri dan orang lain, memiliki kemampuan untuk mengatasi stress, memiliki perasaan positif tentang diri sendiri, sekolah dan keluarga, memiliki rasa tanggung jawab, mampu menerima sudut pandang orang lain, dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain, memiliki sikap bersahabat, bersikap demokratis bergaul dengan orang lain. Sedangkan aspek kepribadian meliputi: kemantapan gender tercapai, mampu menilai kekurangan dan kelebihan, mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistis,
mampu mengatasi kehidupan yang didahapi (tugas dan tanggung jawab), realistis dalam mencapai tujuan.
Sesi Kelima: Penerapan stimulasi pada aspek moral dan spiritual. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan terapis adalah merangsang perkembangan aspek moral dan spiritual terhadap anak usia sekolah. Aspek perkembangan moral meliputi: anak sudah mengenal konsep moral (mengenal benar atau salah, baik atau buruk), anak sudah dapat mengikiti peraturan dari orang tua, sekolah, dan lingkungan sosial lainnya, agresi terutama jenis permusuhan sudah berkurang, penalaran moral semakin dipandu oleh rasa keadilan, anak ingin menjadi baik untuk memelihara tatanan sosial, agresi beralih kebuhungan. Sedangkan untuk aspek perkembangan spirituan adalah sikap keagamaan anak bersifat resertif disertai dengan pengertian, pandangan dan paham kebutuhan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika, penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral, dalam hal ini tidak juga hanya sebagai kegiatan keagamaan tapi menyangkut masalah spirituan seperti: hormat kepada orang tua atau orang yang lebih tua, guru dan teman, memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan pertolongan, menyayangi fakir miskin, memelihata kebersihan dan kesehatan, bersikap jujur dan bersikap bertanggung jawab.
Sesi Keenam: Penerapan stimulasi pasa aspek psikososial. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan terapis adalah mengajarkan stimulasi perkembangan aspek psikososial terhadap anak usia sekolah yang meliputi: anak usia sekolah biasanya mengalami konflik dengan saudara kandung, persahabatan semakin luas dan menjadi semakin intim, mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya, kesanggupan menyesuaikan diri terhadap orang lain atau dapat bekerja sama dengan
orang lain. Berminat terhadap kegiatan teman sebaya bahkan sampai membentuk kelompok (gang) sendiri. Biasanya anak lebih mementingkan teman dari pada keluarga.
Sesi Ketujuh: Sharing Pengalaman setelah dilatih untuk mandiri. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan terapis adalah menanyakan cara stimulasi yang telah diajarkan dan apa manfaatnya bagi anak serta berbagi pengalaman antar anggota mengenai stimulasi perkembangan yang telah dilakukan selama ini.
Pelaksanaan terapi kelompok terapeutik pada anak usia sekolah pada Karya Ilmiah Akhir ini menggunakan pedoman terapi kelompok terapeutik hasil Workshop kelompok keilmuan keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (2011). Pedoman ini ditetapkan setelah melalui riset yang dilakukan oleh Trihadi (2009); Walter (2010); Sunarto dan Istiana (2011).
b. Orang tua
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada orang tua dengan anak usia sekolah adalah dengan melibatkan semua anggota keluarga untuk membantu pencapaian fase industry anak usia sekolah. Orang tua perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam permasalahan yang dihadapi dan bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi pada anak dan keluarga. Biasanya cukup sulit bagi keluarga untuk menyadari bahwa keadaan dalam keluarga turut menimbulkan gangguan pada anak. Oleh karena itu, perawat perlu berhati-hati dalam meningkatkan kesadaran keluarga. (Depkes RI, 2006). Dalam proses pendidikan kesehatan diharapkan adanya transfer ilmu pengetahuan baik kognitif, afektif dan psikomotor terkait bagaimana cara melakukan stimulasi
tumbuh kembang anak usia sekolah, sehingga perkembangan anak optimal yang menghasilkan pencapain fase industry.
Pelaksanaan kegiatan pendidikan kesehatan pada orang tua dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah adalah sesi pertama penjelasan konsep stimulasi industri pada anak dengan mendiskusikan pengalaman yang dihadapi oleh orang tua dalam mengasuh anak usia sekolah, kebutuhan tahap tumbuh kembang anak usia sekolah, penyimpangan perilaku dan bagaimana selama ini memberikan kebutuhan perkembangannya. Sesi kedua penerapan stimulasi perkembangan aspek motorik dengan mengajarkan keluarga melakukan stimulasi perkembangan pada aspek motorik kasar dan halus anak. Sesi ketiga penerapan stimulasi pada aspek kognitif dan bahasa. Sesi keempat penerapan stimulasi pada aspek emosi dan kepribadian anak usia sekolah. Sesi kelima penerapan stimulasi pada aspek moral dan spiritual. Sesi keenam penerapan stimulasi perkembangan psikososial anak usia sekolah dan sesi ketujuh berbagi pengalaman setelah dilatih untuk memberikan stimulasi perkembangan pada anak terkait dengan aspek motorik, kognitif dan bahasa, emosi dan kepribadian, moral dan spiritual, dan psikososial.Pada kegiatan ini menanyakan cara stimulasi yang telah diajarkan dan apa manfaatnya bagi anak serta berbagi pengalaman antar anggota. Keluarga mempunyai komitmen untuk selalu memberikan stimulasi perkembangan pada anaknya.
Terapi spesialis yang dapat diberikan pada orang tua adalah psikoedukasi keluarga. Caregiveer pada anak usia sekolah dapat melaksanakan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah guna mencapai perkembangan yang optimal. Dalam hal ini semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi keluarga.
Orang tua perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam permasalahan yang dihadapi dan bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi pada anak dan keluarga. Salah satu terapi keluarga yang diberikan adalah psikoedukasi keluarga.
Keluarga merupakan salah satu sasaran dalam meningkatkan kesehatan mental, karena keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang berperan dalam meningkatkan kesehatan keluarganya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal baik secara fisik maupun mental. Keluarga didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2010).
Kesehatan keluarga terdiri dari kesehatan fisik dan mental keluarga yang saling ketergatungan. Kesehatan fisik dan mental tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi. Kesehatan fisik akan mempengaruhi kesehatan mental, begitu pula sebaliknya. Kesehatan mental keluarga, merupakan sebuah interaksi, kesehatan keluarga menunjukkan kepada keadaan, dimana terjadi proses internal atau dinamika, seperti hubungan interpersonal keluarga. Fokusnya terletak pada hubungan antara keluarga dan subsistem-subsistemnya, seperti subsistem orang tua atau keluarga dan para anggotanya (Friedman, 2010). Kesehatan fisik maupun kesehatan mental anggota keluarga dapat dipengaruhi oleh kesehatan yang ada dalam anggota keluarga.
Family Psychoeducation therapy adalah salah satu elemen program perawatan kesehatan pada keluarga dengan cara pemberian informasi dan edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatik (Stuart &
Laraia, 2005 ). Prinsip psikoedukasi ini membantu anggota keluarga dalam meningkatkan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan melalui pemberian informasi dan edukasi yang dapat mendukung terhadap pencegahan dan peningkatan dukungan kesehatan bagi anggota keluarga.
Terapi ini menunjukkan adanya peningkatan outcomes pada klien pertumbuhan dan perkembangan yang sehat (Anderson, 1983 dalam Levine, 2002). Tujuan utama dari terapi psikoedukasi keluarga adalah saling bertukar informasi tentang perawatan kesehatan mental terkait pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah, membantu anggota keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah yang sehat, dan membantu pengobatan yang dibutuhkan untuk menurunkan gejala dan lainnya (Varcarolis, Carson and Shoemaker, 2006). Selain itu untuk meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang stimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah, memberikan dukungan kepada keluarga dalam upaya meningkatkan kemampuan hidup sehat sesuai dengan tahap perkembangannya, dan melatih keluarga untuk lebih bisa mengungkapkan perasaan, bertukar pandangan antar anggota keluarga dan orang lain.
Indikasi psikoedukasi keluarga adalah keluarga yang membutuhkan latihan keterampilan komunikasi atau latihan menjadi orang tua yang efektif, keluarga yang mengalami stress dan krisis, Keluarga yang membutuhkan pembelajaran dalam rangka mempertahankan kesehatan mentalnya dengan latihan ketrampilan dan keluarga yang membutuhkan pendidikan dan dukungan dalam upaya preventif (pencegahan) timbulnya masalah kesehatan keluarga.
Proses Pelaksanaan program Family Psyhcoeducation adalah bertemu keluarga berdasarkan pada kebutuhan, dan keluarga mendapat kesempatan untuk bertanya, bertukar pandangan dan bersosialisasi dengan anggota yang lain dan tenaga kesehatan jiwa profesional. Adapun proses kerja untuk melakukan psikoedukasi pada keluarga adalah mengidentifikasi dan seleksi keluarga yang membutuhkan psikoedukasi sesuai indikasi dan kriteria yang telah ditetapkan, menjelaskan tujuan dilaksanakan psikoedukasi keluarga, membuat kontrak waktu, bahwa terapi akan dilaksanakan dalam beberapa kali pertemuan dan anggota keluarga yang mengikuti keseluruhan pertemuan adalah orang yang sama yang tinggal serumah dengan klien. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai pada terapi Family Psyhcoeducation dapat dilakukan dalam 4 sesi, yaitu :
Sesi pertama : Melakukan pengkajian terhadap keluarga dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan terapis adalah menanyakan tentang apa yang dirasakan keluarga selama ini dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah, masalah pribadi dari anggota keluarga (caregiver) sendiri, masalah dalam dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah, menanyakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah, memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menyampaikan perubahan-perubahan yang dialami dalam keluarga seperti perubahan-perubahan peran dalam keluarga dan fungsi keluarga dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah, menanyakan keinginan dan harapan keluarga selama mengikuti psikoedukasi keluarga.
Sesi kedua : Melakukan perawatan/cara menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan terapis adalah mendiskusikan tentang cara menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah, menyampaikan penjelasan tentang cara menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah, memberikan kesempatan pada caregiver untuk menanyakan tentang cara menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah setelah diberikan penjelasan (hal yang kurang jelas setelah diberi penjelasan), dan memberikan reinforcement positif terhadap apa yang sudah disampaikan oleh caregiver.
Sesi ketiga : Manajemen stress dan beban keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan terapis adalah menanyakan anggota keluarga (caregiver) terkait cara menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah, memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga (caregiver) menyampaikan pendapat / perasaannya, menjelaskan ansietas yang dialami akibat ketidakmampuan dalam menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah dan cara menurunkan ansietas, meminta anggota keluarga (caregiver) mengidentifikasi tanda dan gejala dan cara mengurangi ansietas dan beban sesuai dengan penjelasan terapis.memberikan pujian / penghargaan atas kemampuan anggota keluarga (caregiver) menyampaikan pendapat / perasaannya, mendemontrasikan cara mengurangi ansietas dan beban yang dialami oleh anggota keluarga (caregiver) yaitu relaksasi atau deep breathing dan meminta anggota keluarga untuk mendemontrasikan ulang cara menurunkan ansietas dan beban yaitu deep breathing.
Sesi keempat : Melakukan pemberdayaan masyarakat untuk membantu keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan terapis adalah menanyakan hambatan
yang dirasakan keluarga (caregiver) dalam menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah dan hambatan yang dirasakan oleh anggota keluarga (caregiver) sendiri, menanyakan pendapat anggota keluarga (caregiver) tentang peran setiap anggota keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah, menjelaskan tentang cara berbagi peran dalam keluarga yang lain selama menstimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah, memberi kesempatan pada keluarga (caregiver) menyebutkan kembali bagaimana membagi peran dalam keluarga