Pengembangan Model Pelatihan Pengawas Sekolah Dasar Berbasis Kompetensi Erpidawati, SE, M.Pd
Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Abstrak
Perubahan pola manajemen pendidikan dan implementasi kurikulum pendidikan di sekolah membutuhkan pendampingan profesional dari pengawas sebagai supervisor pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi sarana di dalam membangun pendidikan yang berbasiskan keunggulan lingkungan daerah. Kondisi nyata yang terjadi dilaporkan bahwa materi supervisi penilaian oleh pengawas. Pengawas pendidikan bertindak sebagai aparat pemerintah di satu sisi, dan sebagai pejabat profesional penjamin mutu pendidikan di sisi lain. Keseimbangan dua peran pengawas ini harus dapat memberikan kemajuan bagi penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Pengawas Sekolah harus mampu memberi contoh yang baik, bagaimana suatu proses belajar mengajar yang efektif dengan bertindak sebagai guru yang melaksanakan PBM untuk materi tertentu di depan kelas dengan tujuan agar guru yang diawasi dapat memperhatikan model pembelajaran yang baik.Kinerja pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas pengawasan sekolah sangat menentukan dalam meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan di sekolah. Kinerja pengawasa ini tentunya harus dibangun melalui ketepatan program-program yang dikembangkan oleh pengawas sekolah melalui proses need assessment dan hasil analisis pengawasan sebelumnya, perencanaan program, implementasi program serta prosedur evaluasi yang akurat. Kinerja pengawas juga perlu didukung dengan oleh kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai.
Kata kunci: Manajemen pendidikan, kurikulum pendidikan, model pelatihan pengawas sekolah
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu bidang yang didesentralisasikan ke daerah, hal ini berdampak pada manajemen pendidikan nasional yang berlandaskan bottom up approach. Pembangunan pendidikan nasional harus dapat diterima masyarakat dan juga harus menjawab akuntabilitas yang diinginkan public sebagai pihak yang dilayani kebutuhannya. Janganlah guru, kepala sekolah, dan juga pengawas menjadi alat politik bagi pemegang kekuasaan di daerah. Apabila pola desentralisasi pendidikan ini sejati ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, manajemen pendidikan nasional yang strategis melaksanakan pelayanan pemerintah kepada masyakat di bidang pendidikan dan pengajaran dengan rentang birokrasi tidak terlalu jauh.
Perubahan pola manajemen pendidikan dan implementasi kurikulum pendidikan di sekolah membutuhkan pendampingan profesional dari pengawas sebagai supervisor pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi sarana di dalam membangun pendidikan yang berbasiskan keunggulan lingkungan daerah. Kondisi nyata yang terjadi dilaporkan bahwa materi supervisi penilaian oleh pengawas. Pengawas pendidikan bertindak sebagai aparat pemerintah di satu sisi, dan sebagai pejabat profesional penjamin mutu pendidikan di sisi lain. Keseimbangan dua peran pengawas ini harus dapat memberikan kemajuan bagi penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
Pendidikan memiliki peran yang signifikan dalam pembangunan sumber daya manusia. Oleh karena itu, kemajuan suatu bangsa dalam berbagai bidang dapat diukur dari kemajuan kualitas pendidikannya. Optimalisasi peran pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia sudah dilakukan, namun fakta menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya pencapaian standar nasional pendidikan.
Keberhasilan pendidikan pada satuan mikro di sekolah, seolah bertumpu pada tanggung jawab guru sebagai pengelola proses pembelajaran, padahal selain guru sebagai tenaga pendidik, terdapat pula tenaga pendidikan lainnya yakni kepala sekolah yang bertugas sebagai pimpinan dan
manajer utama di lingkungan sekolah serta komponen pengawas sekolah yang bertugas melakukan supervisi baik aspek akademik ataupun aspek manajerial yang secara keseluruhan bertujuan untuk mengawal dan meningkatkan mutu capaian Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Tugas pengawas sekolah dalam melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan ini meliputi kegiatan menyusun program pengawasan satuan pendidikan; melaksanakan pembinaan; pemantauan pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan; penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional guru, dan penyusunan laporan pengawasan sekolah.
Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Pasal 15 ayat (4) beban kerja guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan adalah melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan tugas pengawasan, yang meliputi pengawasan akademik dan manajerial. Dalam melakukan tugas pengawasan akademik pengawas sekolah melakukan pembinanaan, pemantauan dan penilaian guru agar dapat mempertinggi kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakannya, sedangkan dalam tugas pengawasan manajerial pengawas sekolah melakukan pembinaan, pemantauan dan penilaian kepala sekolah agar dapat mempertinggi kualitas administrasi dan pengelolaan sekolah untuk terciptanya sekolah yang efektif.
Pengawas Sekolah harus mampu memberi contoh yang baik, bagaimana suatu proses belajar mengajar yang efektif dengan bertindak sebagai guru yang melaksanakan PBM untuk materi tertentu di depan kelas dengan tujan agar guru yang diawasi dapat memperhatikan model pembelajaran yang baik. Dalam kenyataannya di lapangan, kadang-kadang Kepala Sekolah dihadapkan dengan berbagai masalah, baik intern dalam mengelola sekolahnya maupun dalam hubungannya dengan masyarakat dan lain-lain. Pengawas sekolah berupaya agar sesuatu proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah lebih baik daripada hasil yang dicapai sebelumnya atau berupa saran kepada pimpinan untuk menindaklanjuti pembinaan yang tidak dapat dilaksanakan sendiri.
Kinerja pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas pengawasan sekolah sangat menentukan dalam meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan di sekolah. Kinerja pengawasa ini tentunya harus dibangun melalui ketepatan program-program yang dikembangkan oleh pengawas sekolah melalui proses need assessment dan hasil analisis pengawasan sebelumnya, perencanaan program, implementasi program serta prosedur evaluasi yang akurat. Kinerja pengawas juga perlu didukung dengan oleh kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai
Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas Sekolah/ Madrasah menyebutkan bahwa seorang pengawas sekolah harus memiliki enam dimensi kompetensi yaitu: (1) kompetensi kepribadian; (2) kompetensi supervisi akademik; (3) kompetensi supervisi manajerial; (4) kompetensi evaluasi pendidikan; (5) kompetensi penelitian pengembangan; dan (6) kompetensi sosial. Hasil uji kompetensi tersebut mengisyaratkan perlunya pendidikan dan pelatihan yang relevan untuk meningkatkan semua kompetensi yang harus dimiliki oleh pengawas sekolah, khususnya kompetensi supervisi akademik. Karena kompetensi supervisi akademik yang dikuasi oleh pengawas sekolah memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan efektifitas dan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang berujung pada peningkatan kualitas hasil pendidikan.
Selain hasil uji kompetensi dan masalah pengawas yang terdapat dalam dokumen Pusbangtendik di atas, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak yang dirasakan oleh guru ketika pengawas sekolah melakukan supervise akademik masih rendah dan belum bermakna sebagaimana hasil penelitian Sudin (2008:3) membuktikan bahwa implementasi supervisi akademik terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh pengawas sekolah dampaknya masih belum memuaskan. Titik persoalannya adalah belum optimalnya pelaksanaan supervise akademik terhadap proses pembelajaran.
Sebagai salah satu sumber acuan dalam pengembangan professional tenaga kependidikan (khususnya guru), penting rasanya diefektifkan dimensi kompetensi supervisi akademik oleh pengawas. Pengawas merupakan orang ataupun instansi yang melaksanakan kegiatan supervisi terhadap guru. Dengan memaksimalkan kegiatan supervisi akademik diharapkan tenaga guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran Supervisi akademik merupakan kegiatan terencana yang ditujukan pada aspek kualitatif sekolah dengan
membantu guru melalui dukungan dan evaluasi pada proses belajar dan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar
Dalam kaitan dengan kinerja pengawas sekolah, Arifiatun (2009:VII) menemukan bahwa kinerja supervisi yang dilakukan pengawas sekolah belum mempunyai hubungan signifikan terhadap kinerja profesional guru. Hal ini mengindikasikan bahwa bahwa kinerja pengawas sekolah dalam pelaksanaan supervisi akademik yang masih perlu ditingkatkan. Penyebab lain lemahnya kinerja pengawas adalah minimnya rasio jumlah pengawas dibanding dengan jumlah sekolah yang harus dibina berpengaruh pada rendahnya frekuensi pengawas sekolah melaksanakan tugas supervisi ke sekolah binaannya, apalagi jika daerah tersebut memiliki kendala geografis
Pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas sebagai supervisor akademik idealnya menjadi panutan dan teladan para guru, karena keberadaan pengawas sekolah di tengah-tengah mereka menjadi inspirator bagi guru untuk mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengan tugas pokoknya. Realitanya, masih banyak pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas ini belum optimal dan belum berdampak pada peningkatan kualitas proses pembelajaran.
Mukhtar dan Iskandar (2009:39) mengatakan bahwa pelaksanaan supervise akademik oleh pengawas di sekolah belum efektif sehingga belum member kontribusi yang memadai untuk meningkatkan mutu layanan belajar, alas an utamanya bertumpu pada dua hal yaitu pertama beban kerja pengawas terlalu berat, kedua latar belakang pendidikan mereka kurang sesuai dengan bidang studi yang disupervisi. Akibatnya, di lapangan beberapa guru merasakan kehadiran pengawas di tengah-tengah mereka tidak dapat membantu memperbaiki dan mengatasi kesulitan guru dalam melaksanakan tugas pengajaran yang dihadapinya. Bahkan dalam praktiknya pengawas lebih sering menekankan pada tanggung jawab administratif guru. Artinya dalam melaksanakan supervisi akademik pengawas hanya memeriksa kelengkapan administrasi pengajaran guru. Kondisi ini tentunya memerlukan kepedulian semua pihak, khususnya optimalisasi peran tugas Pusbangtendik yang memiliki kewenangan dalam pembina pengawas sekolah.
Solusi-solusi yang sedang dilakukan untuk menyelasaikan masalah kurangnya kompetensi supervisi akademik dan permasalahan lainnya adalah dengan mengoptimalkan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan pelatihan pengawas sekolah dengan fokus pada tujuan, materi dan strategi yang belum banyak tersentuh sesuai kebutuhan pengawas sekolah, di antaranya adalah (1) pengembangan silabus dan kurikulum pelatihan pengawas sekolah; (2) pengembangan bahan ajar peningkatan kompetensi supervisi akademik; (3) pengembangan tes kompetensi dan pemetaan kompetensi pengawas; (4) memperbanyak pelatihan untuk pelatih (training of trainer) untuk meningkatkan kualitas pelatihan pengawas; (5) pengembangan sistem penilaian kinerja pengawas sekolah dan pemetaannya; dan (6) pengembangan kebijakan pengembangan keprofesian berkelanjutan pengawas sekolah; serta (7) program induksi bagi pengawas sekolah pemula. (Grand Desain Pengembangan Pengawas Sekolah, Pusbantendik 2011:5).
Perubahan paradigma dalam pengawasan sekolah patut mendapat perhatian, karena banyak pengawas yang belum mendapatkan kesempatan untuk menerima wawasan dan keterampilan baru dalam praktek pengawasan sekolah melalui pendidikan dan pelatihan kepengawasan seperti pelatihan yang dilaksanakan oleh Pusbantendik. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga tersebut dibanding dengan jumlah pengawas sekolah yang ada.
Berkaitan dengan tuntutan peningkatan kualitas pendidikan, pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP, dan disusul dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Kebijakan ini berimplikasi pada semakin menantangnya peran semua pihak yang terlibat dalam praktek pendidikan baik pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru serta tenaga kependidikan lainnya dalam pengembangan kurikulum. Kepala sekolah dan guru tidak hanya sebagai pelaksana kurikulum melainkan juga menjadi pengembang kurikulum pada tingkat satuan pendidikan masing-masing yang tentunnya di bawah pembinaan, pemantauan dan penilaian pengawas sekolah.
Kemudian, data hasil wawancara baik dengan guru maupun kepala sekolah umumnya mereka mengungkapkan, bahwa keadaan pengawas sekarang ini terindikasi wawasan
akademiknya masih ada dibawah guru atau kepala sekolah, dan belum tersentuh oleh adanya inovasi. Demikian pula dengan ungkapan Ketua PGRI Kota Padang, (2016) dari hasil evaluasi Educational for Sustainable Development, sekaitan dengan keberadaan pengawas sekolah saat ini ‖ ternyata sejak perekrutan hingga penugasan tidak efektif, hal ini disebabkan karena adanya pengawas yang diangkat tidak pernah jadi guru dan tak pernah jadi kepala sekolah tahu-tahu jadi pengawas dan hal ini jelas tidak mungkin dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Berkaitan dengan lemahnya kompetensi yang dimiliki oleh pengawas sekolah serta korelasi kompetensi dengan tenaga pendidik dan kependidikan lainnya diperlukan adanya upaya peningkatan kompetensi pengawas sekolah di antaranya dapat dilakukan melalui jalur pendidikan prajabatan (preservice training) maupun pendidikan dalam jabatan (inservice training). Oleh karena itu, sesuai dengan tugas pokoknya, Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan (Pusbangtendik) memiliki tugas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi pengawas sekolah dan tenaga kependidikan lainnya harus mengoptimalkan peran sentral tersebut untuk menghasilkan pengawas sekolah yang professional yang ditandai dengan terpenuhinya kompetensi yang dibutuhkan oleh pengawas tersebut dalam melakukan tugas pokoknya.
Berdasarkan fenomana di atas perlu dilakukan sebuah penelitian dengan judul ―Pengembangan Model Pelatihan Pengawas Sekolah Dasar Berbasis Kompetensi‖.
PEMBAHASAN
Penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus berlandaskan teori. Dalam sebuah penelitian teori yang digunakan harus jelas, karena fungsi teori dalam sebuah penelitian menurut (Sugiyono,2012:57) adalah sebagai berikut: a. Teori digunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup, atau konstruk variabel yang akan diteliti. b. Untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen penelitian. c. Memprediksi dan membantu menemukan fakta tentang sesuatu hal yang hendak diteliti.
Rusman (2010) mendefinisikan model sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Hal ini berarti bahwa model merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Berdasarkan rumusan tersebut, jelas bahwa model pembelajaran juga merupakan strategi pembelajaran.
Kemp, et.al. (1998) menyarankan dalam pengembangan model paling tidak harus berisi elemen berikut; (1) identifikasi masalah-masalah instruksional termasuk mendisain tujuan pembelajaran, (2) mengecek karakteristik pembelajaran yang akan di rencanakan, (3) mengidentifikasi isi materi dan analisis tugas yang berkaitan dengan tujuan yang diusulkan, (4) menyatakan tujuan untuk mahasiswa, (5) mengurutkan isi materi pembelajaran setiap bagian secara logis, (6) mendesain strategi pembelajaran, (7) merancang rencana pembelajaran yang akan disampaikan, (8) pengembangan alat evaluasi, dan (9) menyeleksi sumber bahan untuk menunjang aktifitas pembelajaran
Pelatihan merupakan proses peningkatan kemampuan spesifik pegawai, untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Menurut Dharma, (2003:2) ―Pelatihan adalah proses pembelajaran yang memungkinkan pegawai melaksanakan pekerjaan yang sekarang sesuai dengan standar. Pelatihan meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaan sekarang‖.
Pelatihan didefinisikan Sikula (2000:63) sebagai proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Pelatihan atau melatih merupakan tingkat yang tertinggi dari mendidik dan mengajar. Sadulloh, dkk (2010:211-212), menyatakan bahwa: Pengembangan keterampilan seseorang tidak dapat dikembangkan jika tidak memiliki pengetahuan, begitu juga, suatu usaha untuk memberi sejumlah keterampilan tertentu, dilakukan secara berulang-ulang melalui pelatihan, akan terjadi suatu pembiasaan dalam bertindak. Hal ini akan berhasil jika sudah didik dengan baik sebelumnya dengan sikap, tindak tanduk, budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, dan ketaqwaan.
Kewajiban utama pengawas adalah, 1) melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial serta melakukan pembimbingan/pelatihan kemampuan profesional guru dan 2) meningkatkan kemampuan profesionalismenya melalui peningkatan kualifikasi akademik dan
kompetensi yang harus dikuasainya secara berkelanjutan. Rincian dua kewajiban utama pengawas tersebut di jelaskan dalam (Sudjana, 2012: 29).sebagai berikut : 1) Menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan serta membimbing dan melatih kemampuan profesional guru. 2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. 3) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, nilai agama, dan etika. 4) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pendapat diatas menegaskan betapa berat dan banyak tugas dari pengawas sekolah yang harus membuat rencana pengawasan dan melakukan pembinaan kemudaan dengan pembinaan itu akan melihat apa hasil sehingga dapat memberikan penilaian terhadap pelaksanaan dari proses pembinaan yang telah dilakukan. Tanggung jawab pengawas sekolah adalah tercapainya mutu pendidikan di sekolah yang dibinanya. Sebagai dampak adanya pengawasan akademik dan pengawasan manajerial. Mutu pendidikan sekolah tidak hanya dilihat dari jumlah dan kualitas lulusan, melainkan diukur dari tercapainya delapan standar pendidikan. Pengawas sekolah bertanggung jawab atas keterlaksanaan delapan standar nasional di semua sekolah binaannya sebagai kriteria minimal mutu pendidikan. Dengan kata lain pengawas sekolah adalah penjamin mutu pendidikan pada sekolah yang dibinanya.
Model pelatihan awalnya berkembang pada dunia usaha, terutama melalui magang tradisional, dalam sebuah magang tradisional dalam kegiatan belajar. Sudjana (1993: 12) menyatakan bahwa di dalam dunia usaha model pelatihan (Training) dibangun atas dasar kebutuhan peningkatan produksi, memperluas pemasaran, dan kemampuan perusahaan dalam memantapkan pengelolaan unit usaha itu sendiri. Penelitian dan pengembangan (Research and Development) merupakan metode penghubung antara penelitian dasar dan penelitian terapan. Sejalan dengan itu, Atmodiwiryo (2002: 56) mendefinisikan ―desain (rancang bangun) adalah proses perencanaan yang menggambarkan urutan kegiatan (sistematika) mengenai suatu program‖. Orientasi model memuat tentang sasaran, dan tujuan digunakannya sebuah model, sehingga pelatihan memahami arah dari penggunaan model yang akan dipergunakannya. Komponen sebuah model menjelaskan tentang tindakan-tindakan yang dilakukan dalam suatu model.
Model pelatihan dapat disimpulkan dengan mempertimbangkan orientasi nilai tertentu dalam menentukan tujuan dan metode-metode yang dipergunakan dalam pencapaian tujuan tersebut. Model pelatihan ini, suatu pedoman yang dipakai dalam merealisasikan topik bahasan sesuai dengan orientasi pelatihan yang dilaksanakan.
Model pelatihan pada penelitian ini, merupakan model pengembangan, mengikuti langkah-langkah pengembangan produk yang dikemukakan oleh Borg and Gall dan Sugiyono. Langkah-langkah tersebut dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Modifikasi yang dilakukan antara lain, langkah penelitian dan pengumpulan data yang dilakukan dengan analisis kebutuhan. Perencanaan dan pengembangan produk awal merupakan modul dalam bentuk buku. Dalam pelaksanaan pelatihan, diberikan modul untuk peserta dan metode pembelajaran untuk instruktur, serta panduan model pelatihan pengawas sekolah dasar, untuk peserta dan instruktur.
Pengawas sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan alademik dan manajerial pada satuan pendidikan. (Peraturan Menpan dan RB Nomor 21 Tahun 2010). Pengawas sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Sujana (2011:7) Pengawas adalah pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan pengwas sekolah, Sedangkan kepengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru.
Tugas pokok pengawas sekolah adalah melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial pada satuan pendidikan. Sesuai dengan Peranan pengawas sekolah menurut Wiles & Bondi (2007), ―The role of the supervisor is to help teachers and other education leaders understand issues and make wise decisions affecting student education.” Bertitik tolak dari pendapat Wiles & Bondi tersebut, maka peranan pengawas sekolah adalah membantu guru-guru untuk memahami isu-isu dan membuat keputusan yang bijak yang mempengaruhi pendidikan siswa.
Menurut Sagala (2011:200) pengawas sekolah di kabupaten dan kota adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang oleh Bupati atau Walikota untuk melakukan
pengawas sekolah, mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada, pengawas satuan pendidikan adalah sebagai pejabat fungsional. Analisis teori-teori di atas mengambarkan bahwa pengawas sekolah dasar adalah pegawai negeri sipil yang diberikan tugas dan tanggungjawab dan wewenang dalam membina dan membimbing guru-guru dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawabnya.
Pendapat bernawi dan Rohiat di atas bahwa tugas dan tanggungjawab pengawas sekolah dasar hampir sama berkaitan dengan mensupervisi, memberikan advis atau nasehat, memantau, memuat laporan, mengkoordinir, namun sedikit berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sagala bahwa tugas utama bagi pengawas sekolah dasar adalah mengubah guru-guru dari apatis menjadi dinamis, artinya dari yang tidak mampu menjadi mampu sehingga menjadi berminat mempelajari sesuatu.
Menurut Permendiknas (2007) Kompetensi Pengawas Taman Kanak-Kanak/Rau-datul Athfal (TK/RA) dan Sekolah Dasar/MadrasahIbtidaiyah (SD/MI) (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi supervisi manajerial, (3) kompetensi supervisi akademik, (4) kompetensi evaluasi pendidikan, (5) kompetensi penelitian dan pengembangan, (6) kompetensi sosial.kompetensi adalah seperangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, kecakapan atau kapabilitas yang dimiliki seseorang, sehingga ia mampu menampilkan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor tertentu sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal. Dari pengertian di atas (Sudjana 2012: 53-55) memaparkan ―kompetensi pengawas mencakup kemampuan yang direfleksikan pada pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam melaksanakan tugas-tugas pokok dan fungsi jabatan profesional sebagai pengawas sekolah‖. Dengan memperhatikan kemampuan yang harus dimiliki pengawas sekolah tersebut searah dengan kebutuhan pengelolaan manajemen di sekolah, tuntutan kurikulum 2013, kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Selanjutnya paradigma yang digunakan dalam menyusun kompetensi pengawas dikembangkan atas dasar tugas pokok dan fungsi pengawas sebagai supervisor.
PENUTUP
Model pelatihan mempertimbangkan orientasi nilai tertentu dalam menentukan tujuan dan metode-metode yang dipergunakan dalam pencapaian tujuan tersebut. Model pelatihan ini, suatu pedoman yang dipakai dalam merealisasikan topik bahasan sesuai dengan orientasi pelatihan yang dilaksanakan. Pendidikan memiliki peran yang signifikan dalam pembangunan sumber daya manusia. Oleh karena itu, kemajuan suatu bangsa dalam berbagai bidang dapat diukur dari kemajuan kualitas pendidikannya. Optimalisasi peran pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia sudah dilakukan, namun fakta menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya pencapaian standar nasional pendidikan
Pengawas sekolah dasar mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan dan tenaga pendidikan khususnya guru, dalam hal ini dilahirkan sebuah model pelatihan pengawas sekolah dasar berbasis kompetensi yang dapat memberikan pedoman dan masukan bagi pengawas sekolah dasar dalam meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan tugas
RUJUKAN
Andrew E. Sikula. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Erlangga. Bandung. Al-Bahra Bin Ladjamudin
Arifiatun. (2009). Kontribusi Supervisi Pengawas Sekolah, Kinerja Profesional. Jakarta: Pustaka Jaya
Atmodiwiryo, S. 2002. Manajemen Pelatihan. Jakarta: Ardadizya Jaya.
Dharma, Agus. 2003. Manajemen Supervisi: Petunjuk Praktis Bagi Para. Supervisor. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Kemp, J. E. & Dayton, D. K.. (1985). Planning and producing instructional media. New York: Harper and Row Publisher
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengambangkan Profesional Guru. Jakarta: Raja Grasindo Persada
Sadulloh, U, dkk. 2010. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta. Shabir Sagala, Syaiful.2011.Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sudjana, Nana, Ahmad Rivai.2012.Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung:Alfabeta.