5 1. Pengertian status gizi
Irianto & Waluyo (2002) menyatakan bahwa kata “gizi” berasal dari bahasa Arab “gizzah” yang artinya zat makanan sehat. Untuk menjadi sehat, setiap orang mempunyai kebutuhan gizi yang berbeda-beda gantung pada usia dan kondisi tubuhnya. Jadi, anak balita berbeda kebutuhan gizinya dengan anak usia 7 – 9 tahun. Orang yang kurus tidak sama kandungan gizinya dengan orang yang gemuk. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dari bentuk variabel tertentu. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa dkk, 2002).
Almatsier (2002) menyatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Status gizi adalah keadaan seimbang antara asupan (intake) dan kebutuhan (requirements) zat besi (Soegianto, 2007).
Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Tedapat kaitan yang sangat erat antara status gizi dengan konsumsi makanan. Tingkat status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Namun
demikian perlu diketahui bahwa keadaan gizi seserang pada suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada saat itu saja, tetapi lebih banyak ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa yang telah lampau, bahkan jauh sebelum masa itu. Ini berarti bahwa konsumsi gizi pada masa kanak-kanak memberi andil terhadap status gizi setelah dewasa (Wiryo, 2002).
Zat-zat gizi merupakan senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam makanan yang pada gilirannya diserap dan digunakan untuk meningkatkan kesehatan tubuh kita. Terdapat sejumlah besar zat gizi yang sebagian diantaranya, bersifat esensial yang artinya tidak dapat disintesis (dibentuk) sendiri oleh tubuh sehingga harus dikonsumsi dari makanan kita. Zat-zat esensial tersebut meliputi vitamin, mineral, asam amino, asam lemak dan sejumlah karbohidrat sebagai energi (Supariasa dkk, 2002). 2. Penilaian status gizi
Penilaian status gizi didefinisikan sebagai interpretasi informasi yang diperoleh dari studi diet, biokimia, antropometri dan klinis. Informasi tersebut digunakan untuk menetapkan status gizi individu atau kelompok populasi yang dipengaruhi oleh asupan dan penggunaan zat gizi (Soegianto, 2007). Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung (Supariasa, 2002) :
a. Penilaian secara langsung
1) Penilaian secara antropometri
Dari sudut pandang gizi, antropometri berhubungan dengan pengukuran dimensi dan komposisitubuh pada berbagi tingkat umur. Digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi yang terlihat pada pola pertumbuhan fisik serta proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot. Antropometri gizi sering dilakukan dengan mengukur tubuh manusia : tinggi badan, lingkar dada, lingkar kepada, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar perut, dll (Soegianto, 2007).
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya terserang infeksi penyakit, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dokonsumsi. Berat badan adalah paramemeter antopometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebalikya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Kelebihan indeks BB/U yaitu :
1) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum
2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis 3) Sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil 4) Dapat mendeteksi kegemukan
Kekurangan indeks BB/U :
1) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites
2) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak usia di bawah lima tahun.
3) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan.
b) Tinggi badan
Tinggi badan merupakan antopometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.
Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Kelebihan TB/U yaitu : 1) Baik untuk menilai status gizi masa lampau
2) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa
Kekurangan TB/U yaitu :
1) Tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun 2) Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri
tegak.
c) Tinggi badan menurut berat badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan berat badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independent terhadap umur.
Status gizi berdasarkan indeks antropometri nilai tengah dari suatu populasi untuk pengukuran BB/TB adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Status gizi berdasarkan indeks antropometri (BB/TB)
Status gizi Indeks BB/TB
Gizi baik Gizi sedang Gizi kurang Gizi buruk > 90% 81% - 90% 71% - 80% < 70% Sumber : Supariasa (2002) Kelebihan BB/TB yaitu :
1) Tidak memerlukan data umur
2) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus)
Kekurangan BB/TB yaitu :
1) Membutuhkan dua macam alat ukur 2) Pengukuran relatif lebih lama
3) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya
4) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non profesional.
Dalam ilmu gizi status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB/TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi diantara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna sendiri, misalnya kombinasi antara BB (berat badan) dan U (umur) membentuk indicator BB menurut U yang disimbolkan BB/U. Indikator BB/U dapat normal lebih rendah atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U normal maka digolongkan pada status gizi baik, dan BB/U rendah dapat berarti berstatus gizi kurang ataupun status gizi lebih (Sukirman, 1999).
2) Penilaian secara klinis
Metode penilitian klinis didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan epitel seperti mata, kulit, rambut, dan mukosa. Penggunaan metode klinis dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda kekurangan zat gizi, dengan melakukan antara lain pemeriksaan riwayat penyakit.
Pemeriksaa klinis (clinical signs) adalah pemeriksaan terhadap gejala (symptoms) dan tanda (signs) pada tubuh akibat gangguan metabolisme zat gizi (Soegianto, 2007).
3) Penilaian secara biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan secara laboratorium untuk berbagai macam jaringan tubuh, misalnya; darah, urine, feses, hati, otot. Banyak gejala klinis yang tidak spesifik sehingga diperlukan pemeriksaankimia saat yang diharapkan dapat menentukan kekurangan gizi yang lebih tepat. Tes biokimia (biochemical test) adalah pemeriksaan secara biokimia terhadap jaringan dan cairan tubuh seperti darah, urine, tinja dan jaringan hati, otak, dll (Soegianto, 2007).
4) Penilaian secara biofisik
Penilaian status gizi dengan biofisik adalah penggunaan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan perubahan struktur jaringan.
Pemeriksaan biofisik (biophysical methods) adalah pemeriksaan gangguan fisik dan fungsi dari jaringan tubuh karena gangguan metabolisme zat gizi, seperti dengan cara radiographic examination, tes fungsi (test of physical function) dan cytological test karena gangguan zat besi.
b. Penilaian secara tidak langsung 1) Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2) Statistik vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. 3) Faktor ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain (Supariasa dkk, 2002).
3. Klasifikasi status gizi
Klasifikasi status gizi sesuai buku rujukan Standar Deviasi (SD). Menurut WHO (Supariasa, 2002) yaitu:
a). BB/U (Berat badan menurut umur berdasarkan Z-score), untuk balita umur 1 – 5 tahun :
1. Gizi buruk : <- 3 SD
2. Gizi kurang : -3 SD sampai -2 SD 3. Gizi baik : -2 SD sampai +2 SD 4. Gizi lebih : > +3 SD
b). TB/U ( Tinggi badan menurut umur berdasarkan Z-score) untuk balita umur 1 – 5 tahun :
1. Normal : > -2 SD 2. Rendah : <-2 SD
c). Paremeter BB/TB berdasarkan Z-score diklasifikasikan menjadi (untuk umur untuk balita umur 1 – 5 tahun) :
1. Gizi buruk (Sangat kurus) : <-3 SD
2. Gizi kurang (Kurus) : -3SD sampai <-2SD 3. Gizi baik (Normal) : -2 SD sampai +2SD 4. Gizi lebih (Gemuk) : > +2 SD
Berdasarkan Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita dari Departemen Kesehatan RI Dirjen Binkesmas (2004 dalam Soegianto, 2007), balita berada dalam keadaan gizi buruk bila :
a. BB/TB < -3 SD dan ada tanda-tanda klinis. b. BB/TB > -3 SD dan ada tanda-tanda klinis. c. BB/TB < -3 SD dan tidak ada tanda-tanda klinis.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi (Soetjiningsih, 2002) a. Faktor internal ( secara langsung )
1) Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalama yang dimliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita.
2) Kondisi fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat. 3) Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.
b. Faktor eksternal (secara tidak langsung)
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain: 1) Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonoki keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut.
2) Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudakan dengan status gizi yang baik.
3) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
4) Budaya
Budaya adalah salah satu ciri khas,akan mempemgaruhi tingkah laku dan kebisaan.
Soegiato (2007) menyatakan bahwa derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain :
1. Lingkungan dalam arti luas, termasuk kebijakan politik, sosial ekonomi, dan budaya serta lingkan fisik biologis.
2. Perilaku sehat dari masyarakat.
3. Jumlah dan kualitas pelayanan kesehatan 4. Keturunan
Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang faktor yang mempengaruhi status gizi balita antara lain yang dilakukan oleh Andarwati (2007) dengan judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita pada keluarga petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo di dapatkan hasil bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita antara lain pendapatan keluarga (p =
0,002), tingkat pengetahuan ibu (p = 0,001), tingkat konsumsi energi p = 0,000), dan tingkat konsumsi protein (p = 0,000). Penelitian lain yang dilakukan oleh Riyadi (2011) dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita di Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur ditemuka hasil bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak antara lain : pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, kebiasaan makan anak dan lingkungan fisik.
Suparyanto (2012) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang sering merupakan penyebab gangguan gizi, baik langsung maupun tidka langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi khususnya gangguan gizi pada bayi dan balita adalah tidak sesuai jumlah giziyang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka. Beberapa faktor yang yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada anak balita anatar lain :
1. Pengetahuan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguhpun berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya. Dengan demikian kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan cukup. Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh menjadi penyebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan balita. Masalah gizi karena kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dibidang memasak akan menurunkan konsumsi makan anak., keragaman bahan dan keragaman jenis makanan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebebasan.
2. Persepsi
Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan atau hanyak digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat keluarga. jenis
sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein, dibeberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga. 3. Kebiasaan atau pantangan
Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantang makanan tertentu masih sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan. Larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan atau daging hanya berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi secara dogmatis turun temurun, padahal anak itu sendiri sangat memerlukan bahan makanan seperti guna keperluan pertumbuhan tubuhnya.
4. Kesukaan jenis makanan tertentu
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.
5. Jarak kelahiran yang terlalu rapat
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak yang menderita gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi atau adik yang baru telah lahir, sehingga ibunya tidak dapat merawat secara baik. Anak Dibawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan kesehatan dan kasih sayang.
6. Sosial ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.
7. Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.
B. Perkembagan Psikomotor
2. Pengertian Perkembangan Psikomotor
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkunganya (Soetjiningsih, 2004).
Satoto dalam Teguh (2006) menyatakan bahwa perkembangan psikomotor atau biasa disingkat menjadi perkembangan motor adalah perkembangan mengontrol gerakan-gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinasikan antara susunan syaraf pusat, syaraf dan otot. Perkembangan psikomotor adalah perkembangan mengontrol gerakan-gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinasi antara susunan syaraf pusat, syaraf dan otot. Dimulai dengan gerakan kasar yang melibatkan bagian besar dari tubuh dari fungsi duduk, berjalan, berlari, meloncat dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan koordinasi gerakan halus seperti meraih, memegang, melempar dan sebagainya. Pencapaian kemampuan tersebut mengarah pada pembentukan keterampilan (Sakti, 2000).
3. Ciri-ciri perkembangan
Menurut Yusuf (2008), ciri-ciri perkembangan anak adalah sebagai berikut :
a. Perkembangan dimulai pada masa pranatal dan proses belajar dimulai setelah lahir.
b. Perkembangan mempunyai dimensi yang saling berhubungan. Perkembangan termasuk fisik, kognitif, sosial, spiritual dan emosional. Saling mempengaruhi satu sama lain dan semuanya tumbuh secara simultan.
c. Perkembangan dan belajar berlangsung berkelanjutan sebagai hasil interaksi dengan orang, benda dan lingkungan sekitar.
d. Pola perkembangan adalah sama pada semua anak, tetapi kecepatannya berbeda antara anak yang satu dengan yang lain.
e. Terjadinya perubahan dalam aspek perubahan tinggi badan, berat badan serta semakin bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berfikir.
f. Terjadinya perubahan dalam proporsi tubuh anak sesuai dengan fase perkembangannya (Narendra, 2002).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
Pola perkembangan secara normal anak yang satu dengan yang lain tidak selalu sama, karena dipengaruhi oleh interaksi banyak faktor. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan menurut Hidayat (2006) antara lain :
a. Faktor internal
1) Faktor keturunan atau genetik
Faktor keturunan atau genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini juga merupakan faktor bawaan anak, yaitu potensi anak yang menjadi ciri khasnya. Melalui faktor genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan pada anak. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang (Soetjiningsih,1995)
2) Faktor hormon
Faktor hormonal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak diantaranya adalah somatotropin (hormon pertumbuhan) yang menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartilago dan system skeletal untuk pertumbuhan tinggi badan, hormon tiroid yang menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari testis untuk
memproduksi testoteron dan ovarium untuk memproduksi estrogen, yang selanjutnya akan menstimulasi perkembangan seks, baik pada anak laki-laki maupun perempuan sesuai dengan peran hormonya (Wong, 2003)
b. Faktor eksternal 1) Gizi
Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi.
2) Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang paling menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari dari konsepsi sampai akhir hayatnya (Soetjiningsih, 2004).
3) Budaya
Budaya akan mempengaruhi perkembangan anak, budaya bervariasi dalam komunitas yang berbeda, yang secara signifikan dapat mempengaruhi pertumbuhan anak itu. Latihan rutin menyusui merupakan faktor pertumbuhan mempromosikan positif, sedangkan menyapih tertunda, pantangan makanan dan kondisi hidup yang tidak higienis yang penting pengaruh budaya buruk di India (Soekirman, 2000)
4) Status sosial ekonomi
Terdapat beberapa faktor penyebab gizi kurang, yakni faktor sosial dan ekonomi, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak, faktor kemiskinan, rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar sering kali tidak bisa dipenuhi, laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan, infeksi yang disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
5) Iklim
faktor iklim yang mempengaruhi perkembangan anak: Pertumbuhan ini lebih lambat di musim panas dibandingkan dengan musim semi, mungkin sebagai infeksi yang umum dan nafsu makan yang miskin di iklim panas dan lembab. Iklim juga mempengaruhi produktivitas makanan (Soekirman, 2000)
6) Olahraga
Olahraga atau latihan fisik dapat memacu perkembangan anak karena meningkatkan sirkulasi darah karena pasokan oksigen keseluruh tubuh menjadi teratur. Hal ini selanjutnya dapat meningkatkan stimulasi perkembangan otot dan pertumbuhan sel. Dari sisi aspek sosial, anak dapat berinteraksi dengan teman-teman sesuai dengan jenis olahraga yang ditekuni (Hidayat, 2006)
7) Posisi anak dalam keluarga
Posisi anak dalam keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Pada anak pertama atau tunggal, secara umum kemampuan intelektualnya lebih menonjol dan cepat berkembang karena sering berinteraksi dengan orang dewasa. Namun, keterampilan motoriknya kadang-kadang terlambat karena tidak ada stimulasi yang biasanya dilakukan saudara kandungnya. Sedangkan pada anak keduanya atau anak yang berada di tengah,
kepercayaan diri orangtuanya sudah merasa biasa merawat anak akan membuat anak lebih cepat dan mudah beradaptasi, namun perkembagan intelektual mereka mungkin tidak sebaik anak pertama. Meskipun demikian, kecenderungan tersebut juga tergantung pada keluarga (Hidayat, 2006)
8) Status kesehatan
Pada anak dengan kondisi tubuh yang sehat, percepatan untuk tumbuh kembang sangat mudah. Namun sebaliknya, apabila kondisi status kesehatan kurang baik akan terjadi perlambatan. Sebagai contoh pada saat anak seharsunya mencapai puncak dalam tumbuh kembang namun mengalami penyakit kronis, maka pencapaian kemampuan anak maksimal dalam tumbuh kembang tersebut akan mengalami hambatan. Beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah adanya kelainan perkembangan fisik atau disebut cacat fisik (sumbing, juling, kaki bengkak, dan lain-lain), adanya kelainan dalam perkembangan saraf seperti gangguan motorik, gangguan wicara, gangguan personal sosial, adanya kelainan perkembangan mental seperti retardasi mental adanya kelainan perkembangan perilaku seperti hiperaktif, gangguan belajar, depresi dan lain-lain (Hidayat, 2006).
C. Hubungan Status Gizi dengan Status Psikomotor
Menurut Hidayat (2006) faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yang terdiri dari perkembangan mental, bahasa dan psikomotor dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan dari luar anak itu sendiri. Faktor dari dalam terdiri dari faktor genetik, hormonal, dan gizi sedangkan faktor dari luar terdiri dari lingkungan, budaya, status sosial ekonomi, iklim, olahraga, posisi anak dalam keluarga, dan status kesehatan. Hubungan status gizi dengan status psikomotor ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Asmawati (2008) tentang Hubungan status gizi anak dengan menggunakan indeks BB/U dengan perkembangan motorik kasar anak usia 1 – 3 tahun di Desa Glagahwaru
Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan status gizi (BB/U) dengan perkembangan motorik kasar anak dengan p value 0,01.
D. Kerangka teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
Sumber : Soetjiningsih (2002), Soegiato (2007), Suparyato (2012)
E. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel : 1. Variabel bebas (independent) : Status gizi 2. Variabel bebas (dependent) : Status psikomotor
Faktor internal 1. Status Gizi 2. Lingkungan 3. Budaya
4. Status sosial ekonomi 5. Iklim
6. Olahraga
7. Posisi anak dalam keluarga
8. Status kesehatan
Faktor eksternal
1. Faktor keturunan atau genetik
2. Faktor hormon
Perkembangan Psikomotor
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : “Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan status psikomotor anak usia prasekolah di TK IT Nurul Ilmi Bumi Wana Mukti Semarang.”