• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT SEKITAR CI LIWUNG DENGAN KEADAAN FISIK (SEGMEN TEBET SENEN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT SEKITAR CI LIWUNG DENGAN KEADAAN FISIK (SEGMEN TEBET SENEN)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT SEKITAR CI LIWUNG DENGAN KEADAAN FISIK

(SEGMEN TEBET – SENEN)

Arga Rifki Oktian1, M. H. Dewi Susilowati2, dan Tito Latief Indra3

1. Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia 2. Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia 3. Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

E-mail : arga.rifki@sci.ui.ac.id

Abstrak

Pertumbuhan penduduk di Jakarta tidak diimbangi oleh ketersediaan lahan untuk permukiman menyebabkan bayaknya pemanfaatan ruang kosong untuk dijadikan tempat tinggal. Salah satu daerah yang menjadi sasaran permukiman ialah Ci Liwung. Penelitian ini menggunakan survei lapang (75 responden dan pengamatan langsung) serta teknik tumpang susun (overlay) untuk melihat hubungan antara kualitas hidup dengan keadaan fisik wilayah dan keterkaitannya dengan jarak terhadap aliran Ci Liwung. Kualitas hidup diukur berdasarkan dimensi kesehatan fisik dan dimensi hubungan sosial yang ada di masyarakat, sedangkan keadaan fisik diukur menggunakan keadaan rumah dan kondisi lingkungan. Analisis komparasi spasial digunakan dalam penelitian ini untuk membandingkan sebaran, persamaan serta perbedaan secara keruangan antara kualitas hidup dan kondisi fisik. Hasil penelitian ini menunjukan tidak terdapatnya perbedaan kualitas hidup pada jarak 0 – 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m dari aliran Ci Liwung. Tidak terdapat perbedaan kondisi fisik pada jarak 0 – 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m dari aliran Ci Liwung. Terdapat hubungan signifikan antara kualitas hidup dan kondisi fisik wilayah di sekitar Ci Liwung. Masyarakat sekitar aliran Ci Liwung dengan kualitas hidup yang baik berada pada keadaan fisik wilayah yang baik, dan masyarakat sekitar aliran Ci Liwung dengan kualitas hidup buruk berada pada keadaan fisik wilayah yang buruk.

The Relationship Between Quality of Life of Society with The Physical Conditions at The Flow of Ci Liwung

(Segment Tebet – Senen) Abstract

The population growth in Jakarta is not balanced by availability of land for settlement, it caused the utilization of empty space to be a place to live. One of the areas being targeted for settlement is the Ciliwung River. This study uses field surveys (75 respondents and direct observation) and overlaying techniques to look at the relationship between quality of life with the physical conditions of the region and their relation to the distance to the flow of Ciliwung River. Quality of life was measured by physical health dimensions and social relationships dimensions that exist in society, while the physical condition was measured using the home state and environmental conditions.This research used spatial comparative analysis to compare the distribution, spatial similarities and differences between quality of life and physical condition. These results indicate there is no differences in quality of life to its distance 0-15 m, 15-30 m, and 30-50 m from the stream of Ci Liwung. There is no significant differences in physical condition to distance 0-15 m, 15-30 m, and 30-50 m from the stream of Ci Liwung. There is a significant relationship between quality of life and physical conditions in the area around Ci Liwung. Surrounding communities Ci Liwung flow with a good quality of life is in a good physical state region. While people around the flow Ci Liwung with poor quality of life are in bad physical state region.

Keywords : Quality of Life, Physical Condition, Spatial Comparative, Ci Liwung

(2)

Pendahuluan

Jakarta sebagai Ibukota memiliki daya tarik tersendiri, pertumbuhan penduduk (Sensus Penduduk, 2010) di Jakarta pada tahun 2000 hingga 2010 sebesar 1,42% per tahun. November 2011 tercatat sebanyak 10.187.595 jiwa menempati Jakarta (BPS, 2012). Pertumbuhan penduduk ini tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan yang cocok untuk dijadikan permukiman. Hal ini menimbulkan banyaknya pemanfaatan ruang kosong oleh penduduk guna melengkapi kebutuhan tempat tinggal. Penduduk banyak memanfaatkan pinggir jalan, kolong jalan layang serta pinggir sungai untuk memenuhi kebutuhannya. Masyarakat yang tinggal di pinggir sungai menjadi salah satu sorotan mengingat sungai memegang peranan penting bagi manusia.

Tercatat sebanyak 13 sungai besar yang mengalir melalui Jakarta. Salah satu sungai yang menjadi sasaran tempat tinggal ialah Ci Liwung. Ci Liwung mengalir dari Kabupaten Bogor (Gunung Gede Pangrango) hingga bermuara di Teluk Jakarta. Aliran Ci Liwung mulai berubah sejak tahun 1913 dan dibuatnya pintu air Manggarai pada tahun 1920 oleh Pemerintah Belanda (Gunawan, 2009). Pembuatan pintu ini mengubah aliran Ci Liwung ke arah sisi barat Jakarta yang dikenal dengan Kanal Banjir Barat. Aliran Ci Liwung yang lama sudah mulai mengalami penyempitan. Hal ini diperparah dengan banyaknya bangunan di sekitar sungai. Aliran yang tidak mengalir dengan baik ini banyak menimbulkan wabah penyakit yang sulit dicegah karena masyarakat kurang memiliki perilaku yang peduli terhadap kesehatan serta lingkungan. Keadaan ini menyebabkan masyarakat sulit untuk mencapai kualitas hidup yang baik.

Kualitas hidup merupakan posisi seorang individu dalam kehidupan di mana terdapat budaya dan nilai dengan hubungan terhadap kepuasan individu tersebut (Bowling, 1999). WHO memandang kualitas hidup sebagai pandangan tiap individu terhadap pandangannya dalam kehidupan, yang terkait dalam konteks budaya dan lingkungan sekitar. Pendapat lain menyatakan bahwa kualitas hidup mengacu kepada keadaan fisik di mana seorang individu menjalan kehidupan dan pandangan seorang individu terhadap kehidupannya atau dengan kata lain hubungan antara indikator kehidupan dengan lingkungan (Kladivo dan Halas, 2012). Pernyataan tersebut memandang bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan penentu kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pengadaan perumahan merupakan tujuan fundamental yang kompleks dan tersedianya standar perumahan merupakan isu penting dari kesehatan masyarakat (Keman, 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan

(3)

permukiman memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap kesehatan yang juga merupakan indikator dari kualitas hidup. Ng (2005) melakukan penelitian kualitas hidup mahasiswa di Hongkong. Ng menyatakan bahwa keadaan fisik (lingkungan rumah) memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan lingkungan memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat.

Berdasarkan keadaan yang terjadi pada penduduk di sekitar Ci Liwung, maka penting adanya pengkajian mengenai ‘Hubungan Kualitas Hidup Masyarakat Sekitar Ci Liwung dengan Keadaan Fisik’. Masyarakat Ibukota haruslah memiliki kualitas hidup yang baik, karena masyarakat Ibukota merupakan tolak ukur bagi masyarakat secara nasional.

Tinjauan Teoritis

Karakteristik Masyarakat Squatter Ci Liwung

Squatter ialah pemukim (individu/keluarga) yang tinggal di suatu permukiman tanpa memiliki hak untuk bermukim. Pemukim squatter diartikan sebagai penduduk yang bermukim di area yang ditetapkan sebagai zona bebas okupasi/pendudukan (Departemen Kimpraswil, 2003). Permukiman liar banyak tumbuh di kota – kota besar seperti Jakarta, permukiman liar di Jakarta salah satunya terletak di pinggir aliran Ci Liwung. Alasan utama pemukim yang bermukim di permukiman liar karena tanah tersebut murah atau bahkan tanpa harus membeli, karena tanah yang mereka tempati tersebut tidak diperuntukkan untuk permukiman.

Permukiman di sekitar Ci Liwung juga dapat dibagi menjadi dua jenis menurut keadaan permukiman yang dikemukakan oleh Nugroho (2001), yaitu;

a) Permukiman Teratur, adalah permukiman dengan tata letak bangunan yang terencana dan teratur, terbentuk dan berkembang selaras dengan pola jaringan jalan dan dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

b) Permukiman Tidak Teratur, adalah permukiman dengan tata letak bangunan yang tidak teratur, kurang terencana, terbentuk dan berkembang tidak selaras dengan pola jaringan jalan yang telah ada, serta tidak dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang memadai.

Dimensi Kualitas Hidup Masyarakat Sekitar Ci Liwung

Kualitas hidup dapat dilihat dengan menggunakan metode perhitungan World Health Organization Quality dari Life – Bref (WHOQOL – BREF). WHOQOL – BREF menghitung kualitas hidup berdasarkan empat dimensi yang menjadi dasar. Keempat dimensi tersebut

(4)

ialah dimensi Kesehatan fisik, psikologi, hubungan sosial, dan lingkungan. Sekarwiri (2008) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat dua dimensi yang paling mempengaruhi yaitu dimensi kesehatan fisik dan dimensi hubungan sosial.

Kesehatan Lingkungan Permukiman dan Perkotaan

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Kesehatan lingkungan permukiman perkotaan mempelajari hubungan interaktif antara manusia dengan perubahan lingkungan permukiman yang ada di perkotaan yang memiliki potensi menimbulkan gangguan kesehatan dan mencari upaya penanggulangannya (Kusnoputranto, 2000).

Evaluasi Daerah Banjir Januari 2013 Ci Liwung

Ci Liwung telah terganggu keseimbangannya, sungai ini berperan sejak dahulu dalam masalah banjir yang melanda Jakarta. Banjir di Jakarta telah menyebabkan kerugian, baik secara materi maupun non – materi. Banjir di Jakarta terjadi pada pertengahan musim hujan. Pada tahun 2013 banjir terbesar terjadi pada bulan Januari hingga Febuari.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta merilis peta banjir yang terjadi pada tahun 2013. Banjir pada tahun 2013 terdapat pada beberapa di daerah, Jakarta Barat terutama pada wilayah administrasi yang dilalui oleh Kali Pesanggrahan menjadi daerah yang terkena dampak besar. Hal tersebut sama dengan yang terjadi di sekitar aliran Ci Liwung. Wilayah administrasi yang di lalui oleh aliran Ci Liwung mengalami banjir yang cukup besar, terutama pada daerah sebelum Pintu Air Manggarai. Daerah tersebut termasuk didalamnya Kecamatan Tebet, Kecamatan Manggarai, Kecamatan Jatinegara dan Kecamatan Matraman. Pintu air Manggarai menjadi pengaruh besar bagi pengendalian banjir di pusat Kota Jakarta.

Metode Penelitian

Penelitian ini memiliki hasil akhir untuk melihat fakta di lapangan yang di-wilayahkan dengan syarat tertentu. Fakta yang ingin dimunculkan yaitu tingkat kualitas hidup masyarakat sekitar Ci Liwung dan keadaan fisik pada wilayah tersebut. Terdapat dua faktor yang menjadi fokus yaitu faktor manusia dan faktor fisik. Pada faktor manusia dibagi menjadi dua variabel

(5)

yaitu dimensi kesehatan fisik dan dimensi hubungan sosial untuk menentukan kualitas hidup, sedangkan untuk faktor fisik terdapat dua variabel yaitu keadaan rumah dan lingkungan.

Daerah penelitian terletak di sekitar Ci Liwung pada daerah administrasi Jakarta

Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Pemilihan daerah penelitian tersebut mempertimbangkan data dan pola spasial yang lebih variatif antara aliran Ci liwung antara sebelum dan sesudah pintu air manggarai. Daerah ini dipilih karena dapat mewakili aliran Ci Liwung yang terdapat badan sungai dan yang belum terdapat badan sungai. Daerah ini juga mewakili daerah yang terkena dampak banjir dan tidak pada tahun 2013 sesuai dengan peta yang diterbitkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta pada bulan Januari 2013. Kecamatan yang masuk ke dalam daerah penelitian ialah Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Tebet, Kecamatan Matraman, Kecamatan Menteng dan Kecamatan Senen.

Alur kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi empat tahap (gambar 3.2). Keempat

tahap tersebut ialah tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data dan tahap hasil dan pembahasan. Tahap persiapan merupakan tahapan dalam menentukan tema penelitian dan variabel. Selanjutnya tahap pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner dan pengamatan langsung di lapangan untuk data primer dan untuk data sekunder mencari data yang berasal dari instansi terkait.

Tahap selanjutnya ialah pengolahan data, data hasil perolehan kuisioner dan pengapatan dilakukan penilaian. Selanjutnya hasil penilaian di klasifikasi dan untuk data berupa alur sungai dilakukan buffer dengan jarak 0 – 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m. Selanjutnya pada tahap analisis, data hasil klasifikasi yang telah ditambahkan pada atribut data spasial dilakukan proses overlay data. Hasil overlay tersebut lalu dibuatkan visualisasi berupa peta dan duanalisis dengan menggunakan metode komparasi spasial.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis komparasi keruangan dan

statistik. Analisis komparasi keruangan ialah analisis ini membandingkan dua wilayah atau lebih untuk melihat keunggulan dan kekurangan suatu wilayah (Yunus, 2010). Pada penelitian ini analisis komparasi dipakai untuk melihat persamaan dan perbedaan antara unit analisis (0 – 15m, 15 – 30m, dan 30 – 50m). Penelitian ini bersifat nomotetik yang bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena keruangan hingga pada akhirnya menghasilkan suatu dalil yang bersifat umum (Sandy, 1992). Sebelum komparasi keruangan dilakukan maka perlu untuk melakukan asosiasi keruangan guna melihat hubungan antara variabel dengan menggunakan teknik analisis tumpang susun (overlay).

Tumpang susun atau Overlay peta merupakan salah satu teknik analisis keruangan/spatial (Supriatna, 2009). tumpang susun ialah teknik menumpag tindihkan dua

(6)

peta atau lebih yang menghasilkan sebuah peta baru, baik dari data tabuler maupun wilayah. Hasil teknik tumpang tindih dapat dilihat dengan melihat langsung peta, namun sebelum itu harus terlebih dahulu membuat matriks hubungan antara peta/data spasial yang di-tumpang tindihkan-kan.

Hasil dan Pembahasan

Kualitas Hidup Masyarakat Sekitar Ci Liwung

Kualitas hidup masyarakat sekitar Ci Liwung setelah hasil pengolahan data lapang diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu kualitas hidup dengan tingkat yang buruk, sedang, dan baik. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa 46,7 % responden menunjukkan kualitas hidup dengan tingkat yang buruk, kualitas hidup dengan tingkat sedang memiliki persentase 34,7 %, dan dengan tingkat kualitas hidup yang baik memiliki persentase 18,7 %.

Kualitas hidup dengan tingkat yang buruk memiliki persentase 34,7 %. Persentase tersebut terbagi atas 12 % untuk masing – masing daerah ≤ 15 m dan 15 – 30 m, dan untuk daerah 30 – 50 m memiliki persentase 10,7 %. Daerah 30 – 50 menjadi daerah yang paling sedikit memiliki masyarakat dengan kualitas hidup yang buruk.

Tabel 1 Tingkat kualitas hidup berdasarkan jarak

Kualitas Hidup

Total

buruk sedang baik

Jarak ≤ 15 m Jumlah 9 10 6 25 % dari Total 12.0% 13.3% 8.0% 33.3% 15 - 30 m Jumlah 9 11 5 25 % dari Total 12.0% 14.7% 6.7% 33.4% 30 - 50 m Jumlah 8 14 3 25 % dari Total 10.7% 18.7% 4.0% 33.3% Total Jumlah 26 35 14 75 % dari Total 34.7% 46.7% 18.7% 100.0%

Kualitas hidup dengan tingkat sedang memiliki persentase yang paling besar (46,7 %) bila dibandingkan dengan tingkat kualitas hidup yang baik dan rendah. Persentase tersebut terbagi atas 13,3 % yang terdapat pada daerah ≤ 15 m, 14,7 % pada daerah 15 – 30 m, dan 18,7 % terdapat pada daerah 30 – 50 m. Daerah 30 – 50 m menjadi daerah yang paling besar persentasenya dalam kualitas hidup dengan tingkat sedang, diikuti oleh daerah 15 – 30 m, dan terakhir daerah ≤ 15 m.

(7)

Hal yang berbeda terjadi pada kualitas hidup dengan tingkat baik. daerah 30 – 50 m hanya memiliki persentase sebesar 4 % dan persentase tersebut merupakan persentase terendah jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Daerah ≤ 15 m menunjukkan persentase yang paling besar (8 %) dalam kualitas hidup dengan tingkat yang baik dan mengalahkan persentase kedua daerah lainnya.

Gambar 1 menunjukkan kaitan kualitas hidup terhadap jarak, kualitas hidup pada tiap wilayah berbeda namun perbedaan tersebut tidak signifikan terhadap jarak. Bila dilihat pada tingkat kualitas hidup yang buruk, maka semakin jauh dari aliran Ci Liwung menyebabkan keadaan yang semakin membaik. Hal tersebut didukung dengan tingkat kualitas hidup dengan tingkat sedang yang menunjukkan jumlah yang semakin bertambah bila semakin menjauhi aliran Ci Liwung.

Gambar 1 Grafik hubungan jarak dengan tingkat kualitas hidup

Hasil uji statistik menggunakan teknik hitung Chi Square menunjukkan nilai pada kolom Asymp. Sig (2 sided) sebesar 0,769. Nilai signifikansi tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan nilai signifikansi 0,05 pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal tersebut dapat diartikan bahwa Ho diterima atau tidak terdapat hubungan antara kualitas hidup

masyarakat dengan jarak dari aliran Ci Liwung.

Tabel 2 Uji Chi-Square kualitas hidup dengan jarak

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.820a 4 .769

Likelihood Ratio 1.860 4 .761

N of Valid Cases 75

Peta 1 menunjukkan sebaran tingkat kualitas hidup masyarakat sekitar aliran Ci Liwung. Bila dilihat berdasarkan jarak, terlihat jelas di beberapa wilayah kualitas hidup

(8)

mengalami peningkatan seiring dengan semakin jauh dari aliran Ci Liwung. Hal tersebut terdapat pada Kecamatan Tebet dan Kecamatan Jatinegara. Terdapat pula wilayah dengan tingkat kualitas hidup yang sama seperti yang terdapat pada Kecamatan Matraman, Kecamatan Menteng, dan Kecamatan Senen.

Peta 1 Kualitas Hidup Masyarakat

Sumber : Pengolahan data, 2013

Sebaran wilayah tingkat kualitas hidup dapat dilihat pula berdasarkan kedudukannya terdahap Pintu Air Manggarai. Wilayah yang terletak pada Pintu Air Manggarai menuju hilir memiliki tingkat kualitas hidup dengan variasi yang rendah, pada wilayah tersebut di dominasi oleh kualitas hidup dengan tingkat sedang. Sedangkan untuk wilayah dari Pintu Air Manggarai ke arah hulu memiliki tingkat kualitas hidup yang lebih bervariasi sebarannya.

(9)

Keadaan Fisik Sekitar Aliran Ci Liwung

Keadaan fisik lingkungan sekitar Ci Liwung setelah hasil pengolahan data lapang diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu keadaan fisik lingkungan dengan tingkat yang buruk, sedang, dan baik. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa 17,3 % responden menunjukkan keadaan fisik dengan tingkat yang buruk, keadaan fisik dengan tingkat sedang memiliki persentase 44 %, dan dengan tingkat keadaan fisik lingkungan yang baik memiliki persentase 38,7 %.

Tabel 2 Tingkat keadaan fisik berdasarkan jarak

Keadaan Fisik

Total

buruk sedang baik

Jarak ≤ 15 m Jumlah 8 8 9 25 % dari Total 10.7% 10.7% 12.0% 33.4% 15 - 30 m Jumlah 3 15 7 25 % dari Total 4.0% 20.0% 9.3% 33.3% 30 - 50 m Jumlah 2 10 13 25 % dari Total 2.7% 13.3% 17.3% 33.3% Total Jumlah 13 33 29 75 % dari Total 17.3% 44.0% 38.7% 100.0%

Keadaan fisik dengan tingkat yang buruk memiliki persentase 17,3 %. Persentase tersebut terbagi atas 10,7 % untuk daerah ≤ 15 m, 4 % untuk dimiliki oleh daerah 15 – 30 m, dan untuk daerah 30 – 50 m memiliki persentase 2,7 %. Daerah 30 – 50 menjadi daerah yang paling sedikit memiliki masyarakat dengan keadaan fisik yang buruk dan daerah ≤ 15 m memiliki persentase terbesar dengan keadaan fisik yang buruk.

Keadaan fisik dengan tingkat sedang memiliki persentase yang paling besar (44 %) bila dibandingkan dengan tingkat keadaan fisik yang baik dan keadaan fisik dengan tingkat rendah. Persentase tersebut terbagi atas 10,7 % yang terdapat pada daerah ≤ 15 m, 20 % pada daerah 15 – 30 m, dan 13,3 % terdapat pada daerah 30 – 50 m. Daerah 15 – 30 m menjadi daerah yang paling besar persentasenya dalam keadaan fisik dengan tingkat sedang, diikuti oleh daerah 30 – 50 m, dan terakhir daerah ≤ 15 m.

Keadaan fisik dengan tingkat baik dengan persentase terbesar terdapat pada daerah 30 – 50 m dengan persentase sebesar 17,3 %. Daerah ≤ 15 m memiliki presentasi di bawah daerah 30 – 50 m dengan persentase 12 %, sedangkan untuk daerah 15 – 30 m hanya memiliki persentase 9,3 % untuk daerah dengan keadaan fisik yang baik.

(10)

Gambar 2 Grafik hubungan jarak dengan tingkat keadaan fisik

Gambar 2 diatas menunjukkan kaitan keadaan fisik terhadap jarak, kondisi fisik pada tiap wilayah berbeda namun perbedaan yang ada tidak signifikan terhadap jarak. Bila dilihat pada tingkat keadaan fisik dengan tingkat yang buruk, maka semakin jauh dari aliran Ci Liwung menyebabkan keadaan yang semakin membaik. Hal tersebut didukung dengan tingkat kualitas hidup dengan tingkat baik, jumlah keadaan fisik yang lebih banyak bila dibandingkan antara jarak ≤ 15 m dengan 30 – 50 m.

Tabel 3 Uji Chi-Square keadaan fisik dengan jarak

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 9.064a 4 .060

Likelihood Ratio 8.712 4 .069

N of Valid Cases 75

Hasil uji statistik menggunakan teknik hitung Chi Square menunjukkan nilai pada kolom Asymp. Sig (2 sided) pada tabel 5.29 sebesar 0,06. Nilai signifikansi tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan nilai signifikansi 0,05 pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal tersebut dapat diartikan bahwa Ho diterima atau tidak terdapat hubungan antara keadaan fisik

linngkungan dengan jarak dari aliran Ci Liwung.

(11)

Peta 2 Kondisi Fisik Sekitar Aliran Ci Liwung

Sumber : Pengolahan data, 2013

Peta 2 menunjukkan sebaran tingkat keadaan fisik sekitar aliran Ci Liwung. Kondisi fisik pada daerah penelitian didominasi oleh kualitas hidup dengan tingkat sedang. Bila dilihat berdasarkan jarak, terlihat bahwa di beberapa wilayah kondisi fisik mengalami peningkatan seiring dengan semakin jauh dari aliran Ci Liwung. Hal tersebut terdapat pada Kecamatan Matraman dan Kecamatan Jatinegara. Terdapat pula wilayah dengan tingkat kondisi fisik yang sama seperti yang terdapat pada Kecamatan Tebet, Kecamatan Menteng, dan Kecamatan Senen.

Sebaran wilayah tingkat kondisi fisik dapat dilihat pula berdasarkan kedudukannya terdahap Pintu Air Manggarai. Wilayah yang terletak pada Pintu Air Manggarai menuju hilir

(12)

memiliki tingkat kondisi fisik dengan variasi yang rendah. Sedangkan untuk wilayah dari Pintu Air Manggarai ke arah hulu memiliki tingkat kondisi fisik yang lebih bervariasi sebarannya.

Hubungan antara keadaan fisik dengan kualitas hidup masyarakat sekitar Ci Liwung

Tabel 4 merupakan tabel yang menunjukkan hubungan antara keadaan fisik dengan kualitas hidup masyarakat sekitar Ci Liwung. Kualitas hidup yang buruk dan dengan keadaan fisik yang buruk menunjukkan persentase 9,3 % (terdapat pada jarak ≤ 15 m dan wilayah administrasi Kecamatan Tebet), sedangkan untuk keadaan fisik dengan tingkat buruk dan dengan tingkat kualitas hidup yang sedang menunjukkan persentase 8 % (terdapat pada semua unit analisis dan di wilayah administrasi Kecamatan Menteng dan Kecamatan Jatinegara) , dan tidak terdapat kualitas hidup yang baik pada tingkat keadaan fisik yang buruk.

Tabel 4 Tingkat kualitas hidup berdasarkan keadaan fisik

Keadaan Fisik

Total

buruk sedang baik

Kualitas Hidup buruk Jumlah 7 15 4 26

% dari Total 9.3% 20.0% 5.4% 34.7% sedang Jumlah 6 11 18 35 % dari Total 8.0% 14.7% 24.0% 46.7% baik Jumlah 0 7 7 14 % dari Total .0% 9.3% 9.3% 18.6% Total Jumlah 13 33 29 75 % dari Total 17.3% 44.0% 38.7% 100.0%

Keadaan fisik dengan tingkat sedang memiliki persentase 20 % dalam kualitas hidup yang buruk, persentase ini tersebar dalam wilayah administrasi Kecamatan Matraman dan Kecamatan Jatinegara dan di dominasi pada unit analisis 15 – 30 m. Persentase tersebut merupakan persentase terbesar bila dibandingkan dengan kedua tingkat kualitas hidup yang lainnya dan pada keadaan fisik yang sedang. Keadaan fisik sedang dengan tingkat kualitas hidup sedang memiliki persentase 14,7 %, pada Kecamatan Tebet terdapat pada jarak 15 – 30 m dan 30 – 50 m, dan pada Kecamatan Jatinegara terdapat pada seluruh unit analisis. Keadaan fisik sedang dengan kualitas hidup yang buruk memiliki persentase 9,3 % yang terletah pada Kecamatan Matraman (≤ 15 m dan 15 – 30 m) dan pada Kecamatan Jatinegara (15 – 30 m).

Keadaan fisik dengan tingkat baik dan dengan kualitas hidup yang buruk hanya memiliki persentase 5,3 % yang terletak pada wilayah administrasi Kecamatan Menteng (15 –

(13)

30 m dan 30 – 50 m), pada Kecamatan Matraman (30 – 50 m), Kecamatan Jatinegara (≤ 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m) dan Kecamatan Tebet (≤ 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m). Keadaan fisik dengan tingkat baik dan dengan kualitas hidup dengan tingkat sedang memiliki persentase terbesar dengan persentase 24 % yang terletak pada Kecamatan Menteng (≤ 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m), pada Kecamatan Senen (≤ 15 m), Kecamatan Matraman (15 – 30 m, dan 30 – 50 m), Kecamatan Tebet (≤ 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m), dan Kecamatan Jatinegara (15 – 30 m, dan 30 – 50 m). Pada keadaan fisik dengan tingkat baik dan dengan kualitas hidup yang memiliki tingkat baik menunjukkan nilai persentase 9,3 % yang terdapat pada Kecamatan Tebet (≤ 15 m dan 30 – 50 m) dan Kecamatan Jatinegara (≤ 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m).

Tabel 5 Uji Chi-Square Kualitas Hidup dengan Keadaan Fisik

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 11.870a 4 .018

Likelihood Ratio 15.041 4 .005

N dari Valid Cases 75

Hasil uji statistik untuk melihat hubungan antara kualitas hidup dengan keadaan fisik menggunakan teknik hitung Chi Square menunjukkan nilai pada kolom Asymp. Sig (2 sided) pada tabel 5.31 sebesar 0,018. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai signifikansi 0,05 pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal tersebut dapat diartikan bahwa Ho

ditolak atau terdapat hubungan antara keadaan fisik lingkungan dengan kualitas hidup masyarakat sekitar aliran Ci Liwung. Hubungan yang terjadi antara kualitas hidup dan kondisi fisik merupakan hubungan yang signifikan namun, hubungan tersebut tidak signifikan terhadap jarak (≤ 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m).

Peta 3 menunjukkan hasil dari teknik tumpang tindih (overlay) antara Peta 1 dan Peta 2 Peta tersebut menggambarkan hubungan antara kualitas hidup masyarakat dengan kondisi fisik yang ada. Hasil dari teknik tersebut terlihat bahwa terdapat sembilan kombinasi antara kualitas hidup dengan kondisi fisik. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat yang memiliki kualitas hidup yang baik cenderung tinggal pada kondisi fisik yang baik, sedangkan masyarakat yang memiliki kondisi fisik yang buruk cenderung tinggal pada kondisi fisik yang buruk.

(14)

Peta 3 Overlay Kualitas Hidup dengan Kondisi Fisik

Sumber : Pengolahan data, 2013

Peta tersebut dapat menunjukkan bahwa pada daerah setelah Pintu Air Manggarai variasi hubungan antara kualitas hidup dan kondisi fisik tidak signifikan terhadap jarak. Hal ini terlihat dari tidak terdapatnya perbedaan antara daerah ≤ 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m. Sedangkan untuk darah sebelum Pintu Air Manggarai variasi terhadap jarak lebih terlihat. Pada daerah tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan kualitas hidup dan kondisi fisik yang semakin baik seiring dengan semakin jauh jarak dari aliran Ci Liwung.

(15)

Kesimpulan

1) Perbedaan kualitas hidup masyarakat sekitar aliran Ci Liwung tidak dipengaruhi oleh jarak. Kualitas hidup dengan tingkat baik, sedang dan buruk, tersebar pada jarak ≤ 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m.

2) Perbedaan kondisi fisik wilayah sekitar aliran Ci Liwung tidak dipengaruhi oleh jarak. Kondisi fisik dengan tingkat baik, sedang dan buruk, tersebar pada jarak ≤ 15 m, 15 – 30 m, dan 30 – 50 m.

3) Terdapat hubungan signifikan antara kualitas hidup dan kondisi fisik wilayah di sekitar Ci Liwung. Masyarakat sekitar aliran Ci Liwung dengan kualitas hidup yang baik berada pada keadaan fisik wilayah yang baik. Sedangkan masyarakat sekitar aliran Ci Liwung dengan kualitas hidup buruk berada pada keadaan fisik wilayah yang buruk.

Daftar Referensi

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2012). Jakarta Dalam Angka 2012. Jakarta. Bowling, A. (1999). Health-Related Quality Dari Life: A Discussion Dari The Concept, Its

Use And Measurement. Presented to the Adapting to Change Core Course.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003). Pedoman Umum: Proyek Percontohan Program Pemberdayaan Masyarakat Squatter edisi Aprli 2003. Dirjen Perumahan dan Permukiman. Jakarta.

Keman, Soedjajadi. (2005). Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Permukiman. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, pp. 29 – 42.

Kusnoputranto, Haryoto. (2000). Kesehatan Lingkungan. Depok: FKM UI.

Kladivo P., Halas M., (2012). Quality dari life in an urban environment: A typology dari urban units dari Olomouc. Quaestiones Geographicae, Vol. 31(2), pp. 49–60.

Ng, Sai Leung. (2005). Residential Environment and Its Implications for Quality dari Life among UniversityStudents in Hong Kong. Social Indicators Research, Vol. 71, No. 1/3.

Nugroho, T. (2001). Penggunaan Tanah Perkotaan : Studi Kasus DKI Jakarta. Dalam Koestoer, R.H., et al. Dimensi Keruangan Kota (Teori dan Kasus). Jakarta : UI Press.

(16)

Programme on Mental Health, World Health Organization. (1996). WHOQOL – BREF. Geneva : WHO.

Sandy, I. M. (1992). Aturan Menulis dan Menulis Dengan Aturan. Depok : Departemen Geografi FMIPA UI.

Sekarwiri, Edesia. (2008). Hubungan Antara Kualitas Hidup dan Sense dari Community Pada Warga DKI Jakarta yang Tinggal di Daerah Rawan Banjir. Skripsi Fakultas Psikologi UI Depok.

Slamet, Juli Soemirat. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.

Supriatna. (2009). Sistem Informasi Geografis. Depok : Departemen Geografi FMIPA UI. Undang – Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman.

Yunus, Hadi Sabari. (2010). Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Gambar

Tabel 1 Tingkat kualitas hidup berdasarkan jarak
Gambar 1 menunjukkan kaitan kualitas hidup terhadap jarak, kualitas hidup pada tiap  wilayah berbeda namun perbedaan tersebut tidak signifikan terhadap jarak
Tabel 2 Tingkat keadaan fisik berdasarkan jarak
Gambar 2 Grafik hubungan jarak dengan tingkat keadaan fisik
+3

Referensi

Dokumen terkait

mengenai penilaian Ganti Kerugian atau Nilai Penggantian Wajar (NPW) Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum berdasarkan hasil penilaian dari penilai

Berdasarkan bentuk garis pantai pada lokasi penelitian dapat diketahui ancaman vegetasi mangrove yang disebabkan oleh ancaman gelombang dengan parameter bentuk garis

View of the north-east part of the semi-circular tower with the main entrance (photo: Ž. Glavaš) Main entrance gate to the Andreis castle (photo: I.. Od te kule izvorni je

Setelah dilakukan evaluasi terhadap dokumen kualifikasi yang Saudara ajukan pada pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawasan Renovasi Gedung Kantor Pengadilan Agama Sumbawa

Perancangan sistem informasi pengarsipan ini diharapkan dapat memudahkan Kepala Seksi Umum (Kasium) dalam melaksanakan pekerjaan pengarsipan seperti pencarian data

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas manajemen stres metode Cognitive-behavioral dalam menurunkan stres pada mahasiswa tahun pertama tahap sarjana

Prihyugiarto, dari Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN yang menyatakan bahwa remaja yang mempunyai teman pernah me-lakukan hubungan seksual pra nikah dan

Berdasarkan hasil Uji F, menjelaskan pengaruh kecerdasan emosional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi secara simultan berpengaruh positif terhadap kinerja