BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Sifat Fisikokimia Struktur Kimia:
Rumus Molekul : C16H16ClNO2S
Nama Kimia : (α S)- α(2-klorofenil)-6,7-dihidrotieno [3,2-c] piridin-5(4H)-asam asetat, metil ester.
Berat molekul : 321,50 Rotasi Optik : 560 Titik Lebur : 1840
Pemerian : Serbuk putih atau hampir putih
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam larutan asam dengan pH=1, larut dalam metanol, sedikit larut dalam metilen klorida dan praktis tidak larut dalam etil eter (Moffat, 2004). 2.1.2 Farmakologi
Untuk menghambat terjadinya pembentukan bekuan darah sehingga dapat mencegah terjadinya serangan jantung dan stroke yang diakibatkan dari penyumbatan pembuluh darah (Ndadari, 2007). Mengurangi kejadian
serta mencegah terjadinya infark miokard atau penyakit arteri perifer dan angina tidak stabil (MIMS, 2009).
2.1.3 Farmakokinetik
Makanan tidak secara signifikan mengubah ketersediaan hayati clopidogrel. Clopidogrel dengan cepat diserap setelah pemberian dosis oral berulang yaitu 75 mg, dengan kadar plasma sekitar 35 mg/L dari metabolitnya. Penyerapan minimal 50% sesuai dengan ekskresi dari metabolit clopidogrel. Clopidogrel didistribusikan dalam bentuk metabolit aktif dan mengalami pengikatan dengan protein plasma (94% - 98%). Metabolismenya terjadi dengan dua cara yaitu melalui hidrolisis menghasilkan metabolit tidak aktif yaitu asam karboksilat dan dengan bantuan enzim sitokrom P450 sehingga menghasilkan 2-oxo-clopidogrel (metabolit aktif); yang berperan sebagai antiplatelet (Ndadari, 2007). Ekskresi clopidogrel terjadi melalui urin (50%) dan melalui feses (46%) (Anonim, 2010).
2.1.4 Efek Samping
Perdarahan pada otak dan gastrointestinal (saluran pencernaan), nyeri abdominal (perut), konstipasi, dan pruritus (ruam atau gatal), infeksi pernafasan atas, sesak napas, batuk, nyeri dada, udema, neutropenia (menurunnya jumlah sel darah putih) (Anonim, 2010).
2.1.5 Dosis
Dosis oral untuk orang dewasa: myocardial infarction (MI) dan stroke yang belum lama terjadi, atau penyakit perifer arteri yang sudah terbukti: satu kali sehari satu tablet 75 mg. Sindrom koroner akut: dosis muatan 300 mg; diikuti dengan 1 tablet/hari: 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin 75-325 mg, 1
tablet/hari). Pasien dengan alergi terhadap aspirin, dosis muatan: 300 mg/6 jam; dosis penjagaan: 50-100 mg/hari (Ndadari, 2007).
2.1.6 Sediaan
Dalam perdagangan, clopidogrel tersedia dalam bentuk tablet salut film (oral) 75 mg/tablet (Ndadari, 2007).
2.2 Spektrofotometri Ultraviolet
2.2.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah dekat 780-3000 nm dan daerah infra merah 2,5-4,0 µm atau 4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).
Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004).
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dan daerah tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari π→π*, yang menyerap pada λmax
Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konjugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil
sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gugus fungsi seperti –OH, -NH2, dan –Cl yang mepunyai
elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut ausokhrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu ausokhrom terikat pada suatu khromofor, maka pita serapan khromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokromik) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokromik adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang seringkali terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut polar (Dachriyanus, 2004).
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan (allowed transistion) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yag berbeda adalah tidak sama sehingga spektra absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spektra dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisa kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi
sehingga spektra absorpsi juga dapat digunakan untuk analisa kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri ultraviolet:
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisa kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
b. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan pada kisaran nilai absorbansi tersebut
kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.2.2 Hukum Lambert-Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbading lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan
konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan:
A= a.b.c g/liter atau A= ε.b.C mol/liter Dimana: A = serapan (tanpa dimensi)
a = absortivitas (g-1 cm-1) b = ketebalan sel (cm) c = konsentrasi (g.l-1)
ε = absortivitas molar (M-1 cm-1)
Jadi, dengan Hukum lambert-Beer; konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.
Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan sebagai ganti absorptivitas. Harga ini memberikan serapan larutan 1 % (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat diperoleh persamaan:
A = A11.b.C
Dimana: A11 = absorptivitas spesifik (ml g-1 cm-1)
b = ketebalan sel (cm)
C = konsentrasi senyawa terlarut (g/100 ml larutan) 2.2.3 Penggunan Spektrofotometri Ultraviolet
Pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa organik digunakan untuk:
1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan ausokhrom dari suatu senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang serapan maksimum sutau senyawa.
3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan Hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
Analisis Kualitatif
Kegunaan spektrofotmetri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena
itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan (Satiadarma, 2002).
Penggunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan parameter panjang gelombang puncak absorpsi maksimum, λmax, nilai
absoprtivitas (a), nilai absorptivitas molar (ε), atau nilai ekstingsi (A1 %, 1cm), yang
spesifik untuk suatu senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut dan pH tertentu (Satiadarma, 2002).
Analisis Kuantitatif
Penggunaan utama spetrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus khromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak, penggunaannya
cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10 sampai 20 mcg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultaviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi khromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi khromofor (Satiadarma, 2002).
Analisis kuantitatif secara spektrofotometri dapat dilakukan dengan metode:
1. Metode Regresi
Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan konsentrasi standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan linier, kemudian di plot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi.
Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut (Holme dan Peck, 1983).
2. Metode Pendekatan
Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan C= As.Cb/Ab
dimana As= serapan sampel, Ab= serapan standar, Cb= konsentrasi standar, dan
2.2.4 Instrumen Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini terdiri dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Khopkar, 2003).
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum, monokromator, sel pengabsorpsi dan detektor.
1. Sumber
Sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram, tetapi untuk daerah ultraviolet digunakan lampu hidrogen atau lampu deutrium pada panjang gelombang 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350-900 nm (Khopkar, 2003).
2. Monokromator
Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya beupa prisma ataupun grating, untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian (Khopkar, 2003).
3. Sel Absorpsi (Kuvet)
Pada pengukuraan didaerah tampak, kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan adalah yang berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder
dapat juga digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang tertutup untuk pelarut organik (Khopkar, 2003).
4. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2003).
2.3 Validasi
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode adalah akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linearitas dan rentang.
1. Kecermatan (Akurasi)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi dan metode penambahan bahan baku (Harmita, 2004).
2. Keseksamaan (Presisi)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau
simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan atau ketertiruan dari prosedur analisis (Harmita, 2004).
3. Selektifitas (Spesifisitas)
Selektifitas (Spesifisitas) adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektifitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004). 4. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Limit (batas) deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
5. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).