Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 71
PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN PADA LAHAN BASAH
DIKECAMATAN GAMBUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Fonny Rianawati, Mufidah Asyári, Fatriani dan AsysyifaFakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jln. A. Yani km 36 Banjarbaru Kalimantan Selatan 70711
Fonny_r@yahoo.co.id ABSTRAK
Salah satu penyebab kerusakan hutan yang paling besar dan bersifat sangat merugikan adalah kebakaran hutan. Perbaikan kerusakan akibat kebakakaran memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi untuk mengembalikannya menjadi hutan kembali. Kebakaran hutan akhir-akhir ini kembali terjadi di Indonesia hingga kini, sudah ada 9 provinsi di Kalimantan, Provinsi Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Riau. Berita terbaru dari pantauan terakhir satelit NOAA 18, terdeteksi sedikitnya 874 titik panas (hotspot) di Provinsi Kalimantan Selatan yang sebagian besar diantaranya terdapat di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut (BKASDA Kalsel, 2014). Informasi mengenai daerah rawan kebakaran merupakan informasi yang sangat penting dan diperlukan oleh fire manager dalam kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan daerah rawan kebakaran hutan dikawasan lahan basah kec gambut kabupaten banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan Gambut memiliki luas sebesar 12.930 Ha. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa di kecamatan didominasi oleh tingkat kerawanan kebakaran hutan rendah dan sedang, untuk tingkat kerawanan “rendah” dengan luas ± 7.320 Ha dan untuk tingkat kerawanan “sedang” ± 5.61 Ha. Faktor kebakaran hutan di kecamatan Gambut yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan yaitu tutupan lahan, aksesibilitas, iklim, (curah hujan) dan kelerengan. Daerah tingkat kerawanan kebakaran hutan yang berpotensi terjadi kebakaran di Desa Gambut, Desa Guntung Papuyu dan Desa Makmur Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar.
Keynote : Daerah, Kebakaran, Lahan Basah, Pemetaan
1. PENDAHULUAN A. Latar belakang
Kebakaran Hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang paling besar dan bersifat sangat merugikan, selain dampak asap yang ditimbulkannya yang dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar baik dari sisi ekologi, ekonomi dan social, selain bias menyebabkan penyebaran asap lintas Negara (transboundary haze). Kebakaran lahan basah di kawasan lahan basah gambut memerlukan penanganan yang menyeluruh dan terintegrasi mengingat sifat dari penyebaran apinya yang khas dan sulit untuk dideteksi,dimana kejadiannya selalu berulang setiap tahunnya utamanya pada musim-musim kemarau. Perbaikan kawasan hutan yang rusak akibat kebakaran memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi jika kebakaran tersebut berlangsung pada daerah kawasan lahan basah khususnya pada lahan-lahan gambut.
Dua kelompok permasalahan kebakaran hutan di Indonesia adalah kebakaran hutan di lahan kering dan lahan basah.Wilayah Kalimantan memiliki kedua jenis lahan tersebut. Kedua jenis lahan tersebut memiliki karakteristik bahan bakar dan aksesibilitas berbeda satu sama lain. Jika kebakaran pada lahan kering hanya terjadi di permukaan tanah maka kebakaran pada lahan gambut api permukaan dapat menyebar masuk ke dalam gambut di bagian bawah permukaan. Dimana cara pemadaman api bawah permukaan relatif lebih sulit dibandingkan dengan api dipermukaan (Akbar, Drs. Acep. M.P , 2005).
72 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kebakaran hutan antara lain :
1. Wilayah hutan dengan titik api (hot spot) cukup tinggi terutama lahan gambut di musim panas dan kemarau yang berkepanjangan.
2. Membuka ladang atau lahan pertanian dengan cara membakar hutan. 3. Meninggalkan bekas api unggun yang membara di hutan.
4. Membuat arang di hutan.
5. Membuang puntung rokok sembarangan di dalam hutan.
Pencegahan kebakaran hutan merupakan semua usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan – kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan yaitu pembuatan peta rawan kebakaran.Informasi mengenai daerah rawan kebakaran merupakan informasi yang sangat penting dan diperlukan oleh fire manager dalam kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Menurut penelitian Solichin, dkk (2007) penyajian secara spasial akan lebih membantu memberikan gambaran yang jelas dan akurat mengenai lokasi, jarak serta aksesibilitas antara lokasi daerah rawan kebakaran dengan sumberdaya pemadaman yang ada di lapangan. Oleh karena itu, pembuatan peta daerah rawan kebakaran hutan dan lahan sangat diperlukan karena berperan penting dalam membantu fire manager mengambil keputusan tersebut dan digunakan sebagai informasi peringatan dini untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.
B. Tujuan dan Kontribusi Dari Penelitian
Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah dalam rangka usaha untuk mengatasi dampak terjadinya kebakaran hutan dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan di kawasan lahan basah, maka perlu dilakukan kajian sebagai berikut:
1. Memetakan daerah rawan kebakaran hutan di kawasan kawasan Lahan basah Kecamatan Gambut kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Menghitung luas daerah rawan kebakaran hutan di kawasan Lahan basah Kecamatan Gambut kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan.
Kegunaan dari penelitian ini di harapkan tidak saja untuk memperkaya keilmuan dalam skala akademis dan riset unggulan perguruan tinggi, tetapi secara praktis juga dapat digunakan oleh pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah dalam menyusun dan merancang pola menanggulangan kebakaran hutan dan lahan khususnya pada lahan basah gambut dengan mengikutsertakan masyarakat disekitar hutan.
Mengingat data /informasi zona daerah rawan kebakaran hutan dan lahan belum ada, maka penelitian ini akan memberikan kontribusi berupa informasi data ilmiah mengenai daerah-daerah rawan kebakaran berupa peta spasial kepada instansi terkait dalam hal ini Badan Pengendalian Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kehutanan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar.
2. METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada lahan basah Gambut di Kecamatan Gambut kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan.
B. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu :
1. Peta digital administrasi Kecamatan Gambut, Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2013 dari kantor Kecamatan Gambut Provinsi Kalimantan Selatan
2. Peta digital penutupan lahan tahun 2013 dari BPKH Wilayah V Banjarbaru
3. Peta lokasi pemukiman dari BPKH, bersumber dari peta RBI skala 1 : 50.000 Bakorsutanal 4. Peta elevasi hasil derivasi DEM resolusi 25 meter bersumber dari peta RBI skala 1 : 50.000
Bakorsutanal yang diperoleh dari BPKH Wilayah V Banjarbaru 5. Data curah hujan tahun 2006 - 2015 dari BMKG Klas I banjarbaru
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 73 6. Data sebaran hotspot tahun 2006 – 2015 dari BKSDA Kalimantan Selatan, bersumber dari
pemantauan satelit NOAA melalui website www.Noaa.gov.sg. Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Personal Computer (PC) dan Sofware pengolah data GIS yaitu ArcGIS10 2. Global Positioning System (GPS)
3. Kamera Digital 4. Kuisioner
C. Prosedur Penelitian 1. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengambilan titik langsung ke lapangan menggunakan GPS untuk mewakili data yang terkait dengan data penutupan lahan, ketinggian lahan/ hutan, curah hujan, dan lokasi pemukiman. Sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi terkait, seperti data peta digital administrasi kawasan Gambut, peta digital penutupan lahan dan lokasi pemukiman, peta digital elevasi atau ketinggian, data curah hujan, serta data sebaran hotspot.
2. Analisis Data
Semua data yang diperoleh dianalisa, diidentifikasi zona bahaya kebakaran hutan dan lahan yang didasarkan faktor pernentunya dengan tingkat kerawanan sangat rendah, rendah, sedang/ menengah, tinggi, dan sangat tinggi dengan nilai skoring yang telah ditetapkan.
Untuk melakukan overlay pada peta, peta yang disintesis yaitu : a. Peta tipe vegetasi/ penggunaan dalam bentuk shapefile.
b. Peta elevasi hasil derivasi DEM resolusi 25 meter meliputi kawasan Lahan Basah di Kecamatan Gambut diolah dengan menggunakan ArcGISmelalui menu surface, create TIN from feature, convert to grid (pengklasifikasian), dan convert to shp.
c. Data curah hujan diinterpolasikan dengan peta administrasi kecamatan Gambut dengan menggunakan Thisen Polygon.
d. Peta lokasi pemukiman dilakukan dengan cara membuffer peta lokasi pemukiman yang ada di Kabupaten
e. Peta titik panas (hotspot).
Selanjutnya peta-peta tersebut diatas diskoring dan dioverlaykan untuk mendapatkan peta rawan kebakaran hutan dan lahan di kawasan kecamatan Gambut, Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Penentuan Skoring
a. Penutupan Lahan
Pemberian bobot untuk tipe vegetasi atau penutupan lahan dilakukan dengan berdasarkan kepada kepekaan tipe vegetasi terhadap terjadinya kebakaran.Vegetasi atau penutupan lahan yang sangat peka adalah yang sangat mudah terbakar diberi nilai bobot 1 sampai dengan nilai 7 yang sulit terbakar. Pembobotan penelitian saat ini mengacu pada klasifikasi dan pembobotan yang dilakukan oleh Ruecker (2002) yang dikutip oleh Suparni (2014).
Tabel 1. Tipe Vegetasi atau Penutupan Lahan dan Pembobotannya Tipe Vegetasi atau Penutupan Lahan Kelas / Bobot
Belukar Belukar Rawa
Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Tanaman Industri Hutan Rawa Sekunder
1 2 6 5 4 2 2 3
74 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk Hutan Rawa Primer
Perkebunan
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak Tambak Tanah Terbuka Pertambangan Pemukiman/ Transmigrasi 4 3 1 2 7 7 6 1 Sumber : Suparni, 2014 b. Ketinggian Tempat (mdpl)
Ketinggian tempat dari permukaan laut diperoleh dari hasil derivasi DEM resolusi 25 meter.Ketinggian tempat di atas permukaan laut diklasifikasikan dan diberi nilai bobot sesuai mudah dan tidaknya untuk terbakar. Bobot 1 adalah tempat dengan ketinggian rendah dan seterusnya sampai dengan bobot nilai 6 untuk tempat dengan ketinggian yang sangat tinggi yang sulit terbakar. Pengklasifikasian dan nilai bobotnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Ketinggian Tempat dan Pembobotannya Ketinggian Tempat (mdpl) Kelas / Bobot
< 40 > 40 - 90 > 90 – 130 > 130 – 220 > 220 – 500 > 500 1 2 3 4 5 6 Sumber : Suparni, 2014 c. c. Curah Hujan
Curah hujan diklasifikasikan berdasarkan tipe iklim di wilayah kecamatan Gambut. . Hasil klasifikasi dan pembobotan curah hujan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Curah Hujan Bulanan dan Pembobotannya Curah Hujan Bulanan (mm) Kelas/ Nilai
31 – 96 97 – 162 163 – 228 229 – 294 295 – 360 > 360 1 2 3 4 5 6 Sumber: Suparni ,2014
d. d. Jarak dari Pemukiman
Peta jarak dari pemukiman diperoleh dari proses buffering data lokasi pemukiman dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Peta batas pemukiman dalam bentuk shapefile diolah dengan menggunakan fitur create buffer pada menu theme, sehingga diperoleh peta jarak dari pemukiman (Nuarsa, 2005).
Dasar untuk membagi kelas jarak dari pemukiman diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Arianti (2006) yang dikutip oleh Suparni (2014) yang menyatakan bahwa jarak tempuh terjauh
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 75 yang dapat dicapai oleh manusia adalah ± 4 km. Klasifikasi Jarak dari Pemukiman dan Pembobotannya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 4. Klasifikasi Jarak dari Pemukiman dan Pembobotannya Jarak dari Pemukiman (m) Kelas / Bobot 0 – 1000 > 1000 – 2000 > 2000 – 3000 > 3000 – 4000 > 4000 1 2 3 4 5 Sumber : Suparni, 2014
4. Analisis Tumpang Susun
Untuk menghasilkan peta zona-zona (daerah) bahaya kebakaran hutan dan lahan di kawasan lahan gambut kecamatan Gambut Provinsi Kalimantan Selatan, dari berbagai peta yang tersedia dan menunjang dilakukan sintesis yang berkaitan dalam suatu analisis tumpang susun dengan penilaian zona-zona bahaya kebakaran.
Berdasarkan pembobotan dari masing-masing elemen selanjutnya dilakukan penentuan kelas kerawanan berdasar pada rumus 1. .
Penentuan banyaknya kelas dan interval kelas untuk menentukan kelas kerawanan digunakan rumus sturges dalam Mangkuatmojo (1997) seperti yang dikutip oleh Suparni (2014).
Keterangan :
n = Banyaknya data
range = Kelas tertinggi dikurangi kelas terendah
Berdasarkan rumus tersebut di atas maka dapat ditentukan klasifikasi tingkat kerawanan bahaya kebakarannya seperti terlihat pada table 7.
Tabel 5. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan
Tingkat Kerawanan Kelas / Bobot
Sangat Tinggi Tinggi Sedang/Menengah Rendah Sangat Rendah 160 – 203 204 – 247 248 – 291 292 – 335 336 – 380 Sumber: Data primer hasil perhitungan
e. Evaluasi / Verifikasi
Rawan Kebakaran = {40% * (Penutupan Lahan)} + {30% * (Iklim)} +
{20% * (Elevasi)} + {10% * (Jarak Pemukiman)}
Banyaknya kelas = 1 + 3,3 log n Range
Interval kelas = --- Banyaknya kelas
76 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Zona-zona rawan kebakaran dari peta hasil analisis tumpang susun (overlay) kemudian dievaluasi atau verifikasi. Verifikasi dilakukan dengan cara pengambilan titik ke lapangan (ground check) dan membandingkan data titik tersebut dengan hasil overlay penyebaran hotspot yang sebenarnya di peta. Penentuan nilai akurasi hasil ground check digunakan rumus ;
Menurut Nugroho (2010) dikutip oleh Suparni (2014) nilai akurasi yang mempunyai tingkat ketelitian ≥ 80% sudah dianggap baik/mewakili.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
1. Letak dan Luas
Gambut merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Luas wilayah Kecamatan Gambut menurut Badan Pusat Statistik (2014) adalah 11.597,5 ha yang merupakan 2,77 % dari luas Kabupaten Banjar. Gambut memiliki 13 desa yakni : Desa Sungai Kupang, Desa Keladan Baru, Desa Guntung Ujung, Desa Guntung Papuyu, Desa Makmur, Desa Tambak Sirang Darat, Desa Tambak Sirang Baru, Desa Tambak Sirang Laut, Desa Malintang, Desa Malintang Baru, Desa Kayu Bawang, Kelurahan Gambut, dan Desa Banyu Hirang.
Secara administrasi batas Kecamatan Gambut adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Sungai Tabuk
Sebelah Selatan : Kecamatan Aluh-Aluh
Sebelah Barat : Kecamatan Kertak Hanyar Sebelah Timur : Kecamatan Landasan Ulin 2. Penutupan Lahan
Berdasarkan hasil interprestasi visual citra landsat 8 DCM tahun 2015, penutupan lahan didaerah kecamatan Gambut dapat dilihat seperti pada Gambar 1, sedangkan nilai skor dan luasannya dapat dilihat pada Tabel 6.
Jumlah Titik yang Benar di Lapangan x100%
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 77 Gambar 1. Peta penutupan lahan dikecamatan Gambut
Tabel 6. Penutupan lahan didaerah kecamatan Gambut
Nomor Penutupan Lahan Skor Luas (hektar) Persen
1 Permukiman 1 1.074,82 9,27%
2 Pertambangan 6 17,26 0,15%
3 Pertanian Lahan Kering 1 13,90 0,12%
4 Sawah 1 6.547,73 56,46%
5 Semak dan Belukar Rawa 2 3.943,78 34,01%
Luas Total 11.597,5 100,00%
3. Tipe Iklim dan Curah Hujan
Berdasarkan data iklim dan curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Klas I Banjarbaru (2016), Kecamatan Gambut dan desa yang ada di Kecamatan Gambut memiliki iklim tropis dengan tingkat curah hujan tahunan rata-rata mencapai 1.8456 mm/tahun, termasuk dalam skor 3. Berdasarkan pengklasifikasian type iklim menurut Schmidt-Ferguson (1951) termasuk kedalam type iklim C (agak basah) dengan nilai Q sebesar 0,513.
Hujan turun pada musim penghujan, yaitu pada bulan November sampai bulan April, sedangkan musim kemarau sering terjadi kemarau panjang yang terjadi pada bulan April sampai bulan November. Intensitas hujan per tahun rata-rata 150 hari, dengan suhu udara rata-rata sekitar 25oC hingga 38oC dengan variasi musiman. Suhu berkisar 23oC sampai 24o C sedangkan kelembaban udara cukup tinggi.
4. Sosial Ekonomi
Secara umum sebagian besar penduduk di Kecamatan Gambut adalah petani (78 %), sedangkan mata pencaharian lainnya adalah PNS, Pedagang, Tukang bangunan, Buruh pabrik dan pekrja swasta
78 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
lainnya. Dengan demikian ada hubungan yang sangat erat antara manusia dan alam lingkungannya, khususnya tanah. Ketergantungan penduduk terhadap tanah inilah yang menjadikan seluruh upaya untuk menjaga kerusakan hutan dan lahan ini menjadi penting, selain dampak asap yang ditimbulkan. 5. Aksesibilitas
Peta jarak dari pemukiman diperoleh dari proses buffering data akses jalan dan sungai dengan menggunakan perangkat lunak software GIS. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan fitur multiple buffering pada analysis tools, diperoleh peta jarak dari pemukiman seperti pada gambar 2.
Gambar 2. Peta jarak dari pemukiman penduduk
Dengan asumsi jarak tempuh terjauh yang bisa dicapai oleh manusia berdasarkan penelitian Endarmiyati (2009) adalah sebesar 2-4 km maka dapat dibagi kelas jarak dari pemukiman seperti pada tabel 10.
Tabel 7. Kelas / skor jarak dari pemukiman
Nomor Jarak dari Permukiman Skor Luas
(hektar) Persen 1 0 - 1.000 m 1 9.131,41 78,74% 2 1.000 - 2.000 m 2 1.713,07 14,77% 3 2.000 - 3.000 m 3 562,42 4,85% 4 3.000 - 4.000 m 4 181,28 1,56% 5 > 4.000 m 5 9,32 0,08%
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 79 6. Kemiringan Lereng (elevasi)
Untuk menentukan tingkat kemiringan lahan (elevasi) dilakukan dilakukan derivasi DEM resolusi 25 yang bersumber dari peta RBI skala 1:50.000 Bakorsutanal. Berdasarkan hasil derivasi tersebut diketahui bahwa seluruh wilayah di Kecamatan Gambut berada pada elevasi kurang dari 40 m di atas permukaan laut,termasuk skor 1.
B. Tingkat Kerawanan Kebakaran hutan Di Kecamatan Gambut
Penentuan tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan pada Kecamatan Gambut didasarkan dari hasil pemetaan parameter aksesibilitas aktivitas penduduk (buffer jalan dan sungai), densitas hotspot, kemiringan lahan (elevasi), curah hujan dan tutupan lahan dapat memberikan gambaran tentang daerah yang berpotensi sebagai penghasil hotspot sehingga upaya dalam pengendalian kebakaran untuk antisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran lebih besar dapat dilakukan sehingga kemungkinan perusakan sumberdaya alam yang tersisa dapat diminimalisasikan. Dengan diketahuinya daerah-daerah yang rawan terhadap kebakaran untuk maka kegiatan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan khususnya dalam kegiatan pencegahan menjadi lebih efektif dan efisien.
Hasil overlay pemetaan parameter faktor lingkungan (aksesibilitas, densitas hotspot, tutupan lahan, curah hujan dan kemiringan lereng) yang mempengaruhi tingkat kerawanan kebakaran hutan di Kecamatan Gambut diperoleh tiga tingkat kerawanan kebakaran yaitu tingkat "rendah" dan
"sedang" dan “Tinggi” Berdasarkan hasil pemetaan, Kawasan Kecamatan Gambut merupakan
wilayah yang didominasi dengan 3 (tiga) tingkat bahaya kebakaran yaitu kelas kerawanan rendah dengan luas 17,26 Ha (15 %), kerawanan sedang seluas 1.872,86 Ha (16,15 %) dan tinggi seluas 9.707,38 (83,70 %). Peta tingkat kerawanan kebakaran hutan yang terdapat di Kecamatan Gambut seperti yang terlihat pada gambar 3. Sedangkan nilai tingkat kerawanan kebakaran dapat dilihat pada tabel 8.
Gambar 3. Peta tingkat kerawanan Kebakaran Hutan/Lahan Di kecamatan Gambut
Tabel 8. Nilai Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan Berdasarkan Kelas Kerawanan Menurut Luasannya
No Nilai Kelas kerawanan Luas (ha) Lokasi
1 < 17,5 Rendah 17,26 Guntung Papuyu
2 17,5 - < 25 Sedang 1.872,86 Banyu irang, gambut, malintang lama, guntung papuyu
80 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
3 25 - < 32,5 Tinggi 9.707,38 Pemurus, Rumpiang, babirik, lawahan, sungai kupang, kabau, bunipah, Tambak sirang darat, malintang lama, kayu bawang,gambut.
Jumlah total 11.597,5
Hasil pemetaan, sebaran hotspot umumnya terjadi pada wilayah dengan tingkat kerawanan kebakaran hutan/lahan sedang dan tinggi, sedangkan pada daerah dengan tingkat kerawanan kebakaran hutan/lahan rendah hanya ditemukan beberapa titik hotspot saja. Hal ini menunjukkan bahwa daerah bahaya kebakaran hutan yang dibuat mempunyai hubungan yang positif atau cukup erat dengan terjadinya kebakaran hutan di kecamatan Gambut
Berdasarkan dari nilai tabel 8 dan peta pada Gambar 3, d a p a t d i l i h a t b a h w a terjadinya kebakaran hutan yang paling berpotensi terdapat di desa Pemurus, Rumpiang,babirik, lawahan, sungai kupang, kabau, bunipah, Tambak sirang darat, malintang lama, kayu bawang, gambut, dengan luasan sebesar 9.707,38 ha Hal ini ditandai dengan adanya sejumlah hotspot yang ditemukan di desa-desa tersebut. Daerah y a n g memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap kebakaran hutan/lahan tersebut berdasarkan peta penutupan lahan pada gambar 1 merupakan daerah yang memiliki tutupan lahan berupa alang-alang, semak belukar, dan daerah persawahan, serta daerah pemukiman. Apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan di kawasan ini maka kebakaran tersebut akan sulit dipadamkan karena akses kondisi lahan gambut yang susah untuk mendeteksi dimana sumber titik api selain akses untuk memasuki daerah pada desa-desa tersebut agak sulit karena merupakan daerah bergambut
IV. KESIMPULAN
Kawasan kecamatan Gambut merupakan wilayah yang didominasi dengan 3 (tiga) tingkat bahaya kebakaran yaitu kelas kerawanan rendah seluas 17,26 Ha (15 %) meliputi wilayah Guntung papuyu,
kerawanan sedang seluas 1.872,86 Ha (16,15 %) meliputi daerah Banyu irang, gambut, malintang
lama, guntung papuyu dan tinggi seluas 9.707,38 (83,70 %) meliputi daerah Pemurus, Rumpiang, babirik, lawahan, sungai kupang, kabau, bunipah, Tambak sirang darat, malintang lama, kayu bawang,gambut.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Akbar, Drs. Acep, M.P. 2005. Teknologi dan Kelembagaan Pengendalian Kebakaran hutan. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Banjarbaru. [2] Endarmiyati. 2009. Pemetaan kerawanan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Siak Provinsi
Riau. Riau.
[3] Solichin, L. Tarigan, P. Kimman, B. Firman, dan R. Bagyono. 2007. Pemetaan Rawan Kebakaran. Dari : http://www.geografi.ums.ac.id ( Di akses pada 10 Oktober 2010).
[4] Suparni. 2014. Penentuan Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan di Tahura Sultan Adam Privinsi Kalimantan Selatan. Program S-1 Non Reguler Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.