• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Perencanaan Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-proposal 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Perencanaan Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-proposal 1"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

▸ Baca selengkapnya: contoh proposal pengajuan pembangunan tower di pedesaan

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Perencanaan program dan kegiatan

pembangunan perkebunan pada periode 2015-2019 sesuai arahan umum RPJMN 2015-2015-2019 difokuskan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas, oleh karena itu kebijakan program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan kedepan harus juga diarahkan dalam hal pemanfaatan SDA yang efektif dan efisien dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditi perkebunan serta diiringi oleh peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM perkebunan.

Kaitan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan menekankan bahwa pola perencanaan pembangunan perkebunan berdasarkan prinsip sinergi antara pola top down policy dan bottom

up planning. Dengan pola ini sangat diharapkan bahwa kegiatan

yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuan nasional, potensi, kebutuhan dan kesiapan daerah sebagai pelaksananya. Pada kenyataannya, pola bottom up planning yang selama ini di adopsi memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal proses pengajuan kegiatan dari daerah (SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota) yang dilakukan melalui mekanisme manual proposal.

Pada dasarnya, manual proposal yang selama ini diterapkan memiliki beberapa kelemahan diantaranya bersifat keproyekan, hanya berisi daftar keinginan (shopping list), tidak efisien karena menghabiskan banyak kertas, mudah rusak karena penyimpanan, kurang tersedianya data dan informasi tentang potensi keunggulan daerah dan terbatasnya peran pemerintah Pusat dalam menganalisis kelayakan kegiatan yang diusulkan. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, mekanisme pengajuan usulan kegiatan dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi

(4)

yaitu mewajibkan K/L membangun dan mengembangkan sistem elektronik pemerintah (e-goverment) dengan rencana aksi antara lain pelaksanaan e-office, e-planning, e-budgetting, e-procurement,

e-performance dan e-audit. Implementasi pelaksanaan e-planning

dalam rangka mengefektifkan dan mengefisienkan pengajuan usulan kegiatan dari daerah adalah dalam bentuk e-proposal

(elektronik proposal).

Direktorat Jenderal Perkebunan merasa memiliki kepentingan dan kewajiban di dalam membangun dan mengembangkan sistem aplikasi e-proposal tersebut karena pada hakikatnya eksistensi dan kesuksesan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan tidak terjadi dengan sendirinya atau tidak ditentukan secara general oleh Pusat, namun lahir dari dinamika proses berbagai aspek pelaksanaan kegiatan di daerah. Untuk menjembatani pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal perencanaan kegiatan pembangunan perkebunan maka di susunlah

Pedoman Perencanaan Pengajuan Usulan Kegiatan

Pembangunan Perkebunan melalui e-Proposal. Pedoman ini

berfungsi sebagai salah satu alat/instrumen untuk kelancaran penyusunan kegiatan pembangunan perkebunan. Pedoman ini berupaya mendorong para pengusul kegiatan di daerah untuk memanfaatkan sebanyak mungkin potensi lokal masing-masing daerah dalam ruang lingkup pengembangan kawasan/cluster berbasis komoditas perkebunan. Selain itu, pedoman ini memberikan masukan kepada daerah untuk membangun keunggulan kompetitif berdasar pada keunggulan komparatif dari produk unggulan daerah serta berkontribusi dalam mempercepat pembangunan perkebunan dalam meningkatkan daya saing komoditi perkebunan dan meningkatkan kesejahteraan petani/ pekebun.

Buku pedoman ini disusun dan diterbitkan untuk memberikan panduan kepada SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menangani fungsi perkebunan dalam mengajukan rencana kegiatan pembangunan perkebunan untuk mendapatkan pendanaan APBN. Dengan terbitnya Buku Pedoman ini diharapkan SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan

(5)

dapat menyusun dan mengajukan proposal yang sejalan dengan ketentuan dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan serta sesuai dengan potensi dan kebutuhan pembangunan perkebunan di daerah sehingga akan tercapai peningkatan kualitas dan sinergitas perencanaan di tingkat Pusat dan Daerah serta diharapkan dapat mencapai tujuan kegiatan dengan lebih baik. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat untuk memberikan masukan dan berpartisipasi aktif dalam penyusunan pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal. Kami juga sangat mengharapkan saran perbaikan yang bersifat membangun untuk penyempurnaan buku pedoman ini dimasa mendatang.

Jakarta, Maret 2014 Direktur Jenderal, Ir. Gamal Nasir, MS Nip. 19560728 198603 1 001

(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Maksud dan Tujuan ... 4

1.3. Sasaran dan Ruang Lingkup ... 5

1.4. Pengertian ... 6

II. PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN ... 10

2.1. Komoditas Unggulan Nasional Perkebunan ... 10

2.2. Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditi Perkebunan ... 14

2.3. Program Direktorat Jenderal Perkebunan ... 19

2.4. Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan ... 21

2.5. Jenis Kegiatan dan Sub Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan ... 22

III. MEKANISME PENGAJUAN USULAN KEGIATAN MELALUI e-PROPOSAL ... 36

3.1. Prosedur dan Jadwal Pengusulan Kegiatan ... 36

3.2. Persyaratan Pengusul Kegiatan melalui e-Proposal ... 42

(8)

3.3. Gambaran Umum Sistem Aplikasi e-proposal ... 45 3.4. Ketentuan Umum Pengajuan Usulan Kegiatan

Melalui e-proposal ... 48 3.4.1. Muatan e-proposal tingkat Provinsi dan

Kabupaten/Kota ... 53 3.4.2. Alur Pengajuan Usulan Kegiatan Melalui

e-proposal tingkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota ... 73 3.5. Bagan Proses Pengajuan Usulan Kegiatan Melalui

e-proposal ... 84 3.5.1. Bagan Proses Pengajuan e-proposal sebagai

Admin SKPD Provinsi ... 84 3.5.2. Bagan Proses Pengajuan e-proposal sebagai

Admin SKPD Kabupaten/Kota ... 98

IV. PENILAIAN KELAYAKAN USULAN KEGIATAN

MELALUI e-PROPOSAL ... 121

4.1. Proses Penilaian e-proposal tingkat Provinsi ... 121 4.1.1. Kriteria Penilaian e-proposal tingkat

Provinsi ... 125 4.1.2. Bobot Penilaian e-proposal tingkat

Provinsi ... 127 4.1.3. Bagan Penilaian e-proposal tingkat

Provinsi ... 131 4.2. Proses Penilaian e-proposal tingkat Pusat ... 136

V. PENGORGANISASIAN e-PROPOSAL DIREKTORAT

JENDERAL PERKEBUNAN ... 151 VI. PENUTUP ... 153 LAMPIRAN ... 155

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tahapan Pengusulan Kegiatan Pembangunan

Perkebunan Melalui e-Proposal ... 39 2. Standarisasi Skor Penilaian dari Masing-Masing

Indikator Kriteria Penilaian Proposal ... 128 3. Matriks Standarisasi Penilaian Usulan Kegiatan Oleh

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Skematik Proses Perencanaan Berbasis Sistem

Aplikasi e-proposal ... 42 2. Alur Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan

Perkebunan Melalui e-proposal dari SKPD Provinsi... 78 3. Alur Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan

Perkebunan Melalui e-proposal dari SKPD

Kabupaten/Kota ... 83 4. Mekanisme Verifikasi Usulan Kegiatan Pembangunan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Form Database Spesifik Kecamatan Perkebunan ... 155

2. Form Database Spesifik Kabupaten/Kota Sub Sektor Perkebunan ... 158

3. Form Database Umum Wilayah Provinsi ... 165

4. Informasi terkait Narasi e-proposal… ... 169

(12)
(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Reformasi perencanaan dan penganggaran kegiatan pembangunan perkebunan mencakup 3 (tiga) faktor utama yaitu tepat, akuntabel dan transparan. Tepat maksudnya, setiap kegiatan yang dilakukan memiliki kinerja yang terukur dan runut mulai dari indikator, program dan kegiatan yang dilakukan serta tepat dalam pembagian urusan pemerintah antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kegiatan juga harus dilakukan realistis berdasarkan ketersediaan anggaran, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Akuntabel ditentukan berdasarkan kejelasan dari sasaran yang akan dicapai dan penanggungjawabnya sedangkan transparan maksudnya kegiatan dapat diikuti dan dicermati oleh masyarakat. Perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja, berjangka menengah serta penganggaran terpadu merupakan perwujudan dari prinsip-prinsip pengelolaan keuangan publik yaitu kerangka kebijakan fiskal, alokasi pada prioritas dan efisiensi dalam pelaksanaan. Reformasi perencanaan dan penganggaran merupakan titik tolak mencapai good governance dalam rangka reformasi birokrasi.

Mengacu pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010-2014, salah satu strategi khusus untuk mencapai sasaran pembangunan perkebunan melalui reformasi perencanaan dan penganggaran adalah strategi peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Strategi ini merupakan upaya untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan baik melalui penerapan teknologi budidaya yang baik (Good Agricultural

Practices/GAP) maupun yang ditetapkan dari strategi

pengembangan komoditas perkebunan melalui upaya-upaya memprioritaskan pengembangan komoditas unggulan nasional yang meliputi Karet, Kelapa, Kelapa Sawit, Kopi, Kakao, Teh, Jambu Mete, Cengkeh, Lada, Jarak Pagar, Tebu, Tembakau, Kapas, Nilam

(14)

dan Kemiri Sunan serta mendorong Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi pengembangan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya. Kedepan untuk tahun 2015-2019, strategi Direktorat Jenderal Perkebunan diharapkan masih mengakomodir aspek peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan walaupun prioritas komoditinya akan mengalami perubahan dengan melihat kinerja pembangunan perkebunan selama periode 2010-2014 tetapi berdasarkan keragaan besarnya potensi dari komoditi sagu dan pala maka kedua komoditi tersebut akan menjadi prioritas pengembangan Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai komoditi spesifik daerah.

Berdasarkan pengalaman pelaksanaan pembangunan perkebunan pada tahun-tahun sebelumnya, perencanaan pembangunan perkebunan yang diakomodir melalui proposal kegiatan masih banyak yang belum mengacu pada Rencana Strategis dan masih berupa daftar kebutuhan (shopping list) sehingga memerlukan pembenahan pada tingkat pendalaman maupun responsibilitas terhadap lingkungan strategis baik secara internal maupun eksternal. Hal ini penting diketahui agar produk perencanaan dapat akomodatif terhadap kebutuhan daerah dan aspirasi masyarakat. Selain itu, selama ini proposal kegiatan dari daerah dalam bentuk hardcopy/manual proposal, format dan isi beragam menjadikan seleksi pengajuan kegiatan tidak optimal, pengiriman yang tidak terjadwal, pemberkasan proposal menumpuk di pusat, isi proposal belum mencerminkan kebutuhan, sulit dianalisis, proposal belum dinilai secara kuantitatif dan transparan, persepsi bahwa proposal dijadikan alat untuk mendapat anggaran dan belum menjadi acuan dalam penyusunan anggaran secara kualitatif. Untuk mengatasi hal tersebut, perencanaan pembangunan perkebunan kedepan diperlukan suatu “sistem” untuk meningkatkan kualitas perencanaan, efisiensi dan efektivitas manajemen perencanaan. Amanat 9 langkah Reformasi Birokrasi salah satunya adalah mewajibkan K/L termasuk Kementerian Pertanian untuk membangun sistem elektronik pemerintah (e-government) yang mencakup e-office, e-procurement,

e-planning, e-budgetting, e-performance dan e-audit. Tindak lanjut

(15)

terkait e-proposal, Musrenbang, Renja, RKA-KL, pedoman umum dan lain-lain. Pengembangan e-proposal inilah yang nantinya sebagai unjung tombak pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan berdasarkan mekanisme bottom up planning.

Melalui sistem e-proposal, mekanisme pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan diharapkan mampu mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan masyarakatnya. Hal ini dapat di implementasikan melalui pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan dengan penetapan lokasi kawasan berbasis komoditas perkebunan sesuai amanat Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 50 tahun 2012 tentang pedoman pengembangan kawasan pertanian. Substansi penting dalam Permentan tersebut adalah perlunya setiap K/L terkait untuk mendukung pengembangan kawasan pertanian sesuai tupoksinya. Berkaitan dengan hal tersebut bahwa Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai semangat dan tujuan yang sama dalam mengembangkan kawasan pertanian kedepan khususnya pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan sesuai potensi daerah. Dengan penerapan kawasan tersebut diharapkan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan akan berjalan efektif, efisien, terfokus, terpadu dan berkelanjutan serta daerah sebagai ujung tombak pelaksanaan pembangunan perkebunan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam meningkatkan daya saing komoditi perkebunan di pasar nasional dan internasional.

Penyusunan pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal merupakan rencana penting didalam mengajukan usulan kegiatan yang bersumber dari dana APBN Direktorat Jenderal Perkebunan karena memiliki 3 alasan yaitu (1) pedoman ini merupakan representasi dari potensi, kemampuan dan kesiapan daerah terhadap rencana program dan kegiatan perkebunan yang akan dijalankan, (2) pedoman ini merupakan representasi dari asumsi daerah terhadap prospek peningkatan dan pengembangan pembangunan perkebunan, dan (3) pedoman ini merupakan tolok ukur dan panduan bagi daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan

(16)

perkebunan. Dengan pertimbangan tersebut maka “Pedoman

Perencanaan Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-Proposal” diterbitkan sebagai satu

kelengkapan materi dalam mengajukan rencana usulan kegiatan pembangunan perkebunan serta sebagai kelengkapan panduan bagi Pusat dan Daerah dalam rangka mendampingi dan mengarahkan kegiatan pembangunan perkebunan di daerah.

Pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal pada dasarnya merupakan sarana/alat acuan dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Dengan terbitnya Buku Pedoman ini diharapkan SKPD Provinsi dan SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan dapat menyusun dan mengajukan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui mekanisme aplikasi e-proposal yang sejalan dengan ketentuan dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan. Harapan lain adalah SKPD pengusul dapat mengajukan usulan kegiatan yang menjadi prioritas nasional serta sesuai dengan potensi dan kebutuhan pembangunan perkebunan di daerah sehingga akan tercapai peningkatan kualitas dan sinergitas perencanaan di tingkat Pusat dan Daerah untuk mencapai tujuan kegiatan pembangunan perkebunan dengan lebih baik. Secara teknis diharapkan dengan adanya e-proposal, pengusulan kegiatan akan lebih cepat, efektif dan efisien dalam pelayanannya dengan menekankan asas keterbukaan serta mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan pekebun.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud diterbitkannya pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal adalah untuk mendorong, memfasilitasi, memberikan kesempatan dan pemahaman bagi SKPD Provinsi dan SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan agar secara konsisten dan berkelanjutan mampu mengusulkan kegiatan pembangunan perkebunan sesuai potensi, kebutuhan, kemampuan dan kesiapan di Daerah.

(17)

Tujuan diterbitkannya pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal adalah :

1. Memberikan acuan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui sistem aplikasi e-proposal bagi SKPD Provinsi dan SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan dalam menjalankan fungsi perencanaan kegiatan pembangunan perkebunan.

2. Meningkatkan kualitas perencanaan kegiatan pembangunan perkebunan di Pusat dan Daerah.

3. Meningkatkan koordinasi, keterpaduan dan sinergisme perencanaan kegiatan pembangunan perkebunan antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah.

4. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, tertib dan transparan serta tanggung jawab dalam penyusunan rencana kegiatan pembangunan perkebunan sehingga memudahkan monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan pembangunan perkebunan. 5. Memperkuat koordinasi perencanaan “satu pintu” di Pusat,

Provinsi dan Kabupaten/Kota.

6. Meningkatnya mutu penyajian proposal kegiatan

pembangunan perkebunan sebagai sasaran utama dari penyusunan rencana program dan kegiatan pembangunan perkebunan.

7. Membangun dan mengembangkan database perencanaan terutama terkait potensi daerah dan pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan.

1.3. Sasaran dan Ruang Lingkup

Sasaran diterbitkannya pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal adalah :

1. Terwujudnya penyusunan proposal rencana kegiatan pembangunan perkebunan melalui mekanisme situs web/website yang mengacu pada program dan kegiatan

(18)

Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai implementasi kebijakan dan strategi pembangunan perkebunan.

2. Terjabarkannya program pembangunan perkebunan di daerah ke dalam kegiatan-kegiatan operasional berdasarkan anggaran kinerja pembangunan perkebunan yang diusulkan daerah melalui mekanisme situs web/website.

3. Terlaksananya koordinasi dan keterpaduan dalam penyusunan rencana dan kegiatan pembangunan perkebunan baik antar pusat dan daerah maupun antar sub sektor.

4. Terlaksananya pengajuan usulan kegiatan melalui sistem e-proposal oleh SKPD Provinsi dan SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan sesuai dengan arah dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan.

Ruang lingkup pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal antara lain meliputi program dan kegiatan pembangunan perkebunan, mekanisme pengajuan usulan kegiatan melalui e-proposal, penilaian kelayakan usulan kegiatan melalui e-proposal dan pengorganisasian e-proposal Direktorat Jenderal Perkebunan.

1.4. Pengertian

Beberapa pengertian dari istilah-istilah yang terdapat pada pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal yaitu :

1. E-planning adalah situs web (laman) yang dikembangkan Kementerian Pertanian dalam rangka mewujudkan amanat Reformasi Birokrasi. E-planning Kementerian Pertanian memuat berbagai informasi peraturan perundang-undangan

terkait perencanaan dan penganggaran, pedoman,

juklak/juknis, musrenbangtan, Renja dan RKAKL Kementerian Pertanian, perencanaan kawasan, aplikasi e-Proposal dan lainnya.

2. E-proposal adalah aplikasi untuk pengusulan dan penilaian proposal berbasis situs web (online) yang dikembangkan Kementerian Pertanian guna memudahkan mengelola data dan

(19)

informasi proposal secara efektif, efisien, akuntabel dan transparan.

3. Satuan Kerja pada Instansi Pemerintah (Satker) adalah organisasi dalam pemerintah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu di bidang masing-masing atau bertugas melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari satu program.

4. Program/Outcome adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa unit organisasi dalam satu atau beberapa instansi untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan serta memperoleh alokasi anggaran.

5. Kegiatan/Output adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya (manusia, material, dana, teknologi) sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.

6. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) adalah dokumen perencanaan tahunan yang memuat kerangka makro dan program-program pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk kurun waktu 1 (satu) tahun.

7. Rencana Strategis (Renstra) K/L adalah dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat program-program pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk kurun waktu lima tahun.

8. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga

(RKA-KL) adalah dokumen perencanaan yang merupakan

pedoman tugas bagi pelaksanaan tugas kementerian dan merupakan penjabaran dari RKP dan rencana strategis kementerian yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran.

(20)

9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang masa berlakunya dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berkenaan.

10. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA adalah suatu dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau Satuan Kerja serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan kegiatan.

11. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) adalah dokumen yang merupakan bagian tak terpisahkan dari DIPA dan RKA-KL yang memuat kegiatan secara rinci dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu satu tahun.

12. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada Instansi Vertikal di wilayah tertentu.

13. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

14. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.

15. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan.

16. DAK adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan

(21)

tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

17. DAK Bidang Pertanian adalah alokasi dari APBN kepada Provinsi/Kabupaten/Kota tertentu untuk mendanai kegiatan infrastruktur/ prasarana dasar bidang pertanian yang menjadi urusan Pemerintah Daerah dan sesuai dengan Prioritas Nasional.

18. SIKP adalah Sistem Informasi Perencanaan Kawasan Pertanian merupakan laman yang berisi informasi mengenai kawasan pertanian. SIKP memuat data existing kawasan yang memanfaatkan database yang dihimpun dari aplikasi e-proposal sampai pada level kecamatan.

(22)

BAB II

PROGRAM DAN KEGIATAN

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN

2.1. Komoditas Unggulan Nasional Perkebunan

Kondisi topografi di indonesia mempunyai strata topografi yang paling lengkap mulai dari dataran tinggi, menengah dan dataran tinggi. Di setiap daerah pada umumnya mempunyai komoditas unggulan yang mempunyai cita rasa khusus di bandingkan dengan komoditas serupa didaerah lainnya sehingga jika komoditas tersebut dikembangkan secara optimal akan mempunyai tingkat produksi dan nilai jual yang cukup tinggi bagi kesejahteraan petani. Dengan begitu strategi pembangunan pertanian ke depan dalam rangka mendukung revitalisasi pertanian ditekankan, diintensifkan dan difokuskan kepada kualitas komoditas unggulan tersebut baik pada penerapan teknologi produksi, teknologi pascapanen, efisiensi biaya produksi sampai dengan pemasaran. Pemberdayaan petani di pedesaan perlu juga dilakukan dengan fokus optimalisasi komoditas unggulan daerah bertujuan terwujudnya sektor pertanian nasional yang tangguh dan mampu bersaing dalam era pasar bebas.

Berkaitan dengan hal tersebut, perencanaan pembangunan perkebunan dengan pendekatan komoditas unggulan menekankan motor penggerak pembangunan suatu daerah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan baik di tingkat domestik maupun internasional. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan perkebunan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Ada beberapa kriteria mengenai penentuan komoditas unggulan nasional perkebunan, diantaranya :

1. Komoditas unggulan perkebunan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian yaitu dapat

(23)

memberikan kontribusi yang signifikan baik pada peningkatan produksi, pendapatan maupun pengeluaran.

2. Komoditas unggulan perkebunan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya lingkup pertanian.

3. Komoditas unggulan perkebunan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan maupun aspek-aspek lainnya.

4. Komoditas unggulan perkebunan di suatu daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku.

5. Komoditas unggulan perkebunan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya.

6. Komoditas unggulan perkebunan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran, inisiasi, pertumbuhan, puncak hingga penurunan.

7. Komoditas unggulan perkebunan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.

8. Pengembangan komoditas unggulan perkebunan berorientasi pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

Selanjutnya untuk menjadikan suatu daerah dapat dijadikan sentra produksi komoditas unggulan baik dalam konstelasi Kabupaten/Kota, Provinsi, Nasional maupun Regional terdapat beberapa prasyarat diantaranya :

1) Adanya jaminan atau kepastian pasar dan pemasaran komoditas.

2) Adanya sistem penjaminan mutu dari produksi komoditas yang dihasilkan, baik segar maupun olahan.

(24)

3) Ketepatan dalam pemilihan komoditas unggulan dan wilayah pengembangannya.

4) Potensi sumber daya wilayah berupa lahan, agroklimat, tenaga kerja, sarana maupun prasarana sosial dan ekonomi serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat.

5) Tingkat ketersediaan dan aplikasi IPTEKS yang mendukung pengembangan agribisnis dan agroindustri.

6) Skala ekonomi usaha tani/koperasi yang secara teknis, ekonomis dan lingkungan bersifat efisien serta mampu menjamin kontinuitas produksi, distribusi dan pemasaran komoditas.

7) Peran aktif petani/pengusaha kecil dan tingkat kemampuan untuk mengakses seluruh potensi sumberdaya (sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, distribusi dan pemasaran, modal dan kelembagaan).

8) Orientasi untuk menciptakan usaha yang memiliki tingkat pemanfaatan sumberdaya secara optimal dengan tingkat keuntungan yang optimal pula dan lestari atau berkelanjutan. 9) Kelembagaan agribisnis spesifik komoditas dan lokasi yang

kokoh dalam pengembangan teknologi, permodalan, pemasaran, penyuluhan, pelayanan dan peningkatan mutu serta penanganan lingkungan.

10) Kemitraan yang saling membutuhkan, tergantung, adil, menguntungkan dan meningkatkan daya saing.

11) Faktor pendukung untuk kemudahan dalam pelayanan teknologi, perizinan investasi, perpajakan, permodalan, sarana produksi, distribusi, insentif dan peningkatan mutu produk. 12) Political will dari pemerintah pusat dan daerah yang

ditunjukkan dalam bentuk operasionalisasi seluruh gerakan pembangunan agribisnis yang didukung oleh seluruh sektor terkait dalam kondisi clean government dan good governance. 13) Koordinasi dan sinkronisasi yang harmonis antar instansi

(25)

pembangunan agribisnis komoditas unggulan secara keseluruhan.

Komoditas unggulan perkebunan dapat juga ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan perkebunan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sementara dari sisi permintaan, komoditas unggulan perkebunan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa komoditas unggulan perkebunan merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan fisik (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya) untuk dikembangkan di suatu wilayah dan di lahan perkebunan.

Berkaitan dengan aspek komoditas, komoditi perkebunan terdiri atas 127 jenis tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran mulai dataran rendah sampai dataran tinggi, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang jenis komoditi tanaman binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura serta Keputusan Menteri Pertanian nomor 3399/Kpts/PD.310/ 10/2009 tentang perubahan lampiran I dari Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006. Dari 127 komoditas binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, prioritas penanganan untuk difasilitasi dan dikembangkan sesuai dengan arah dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Renstra Ditjen. Perkebunan periode 2010-2014 adalah difokuskan pada 15 komoditas strategis yang menjadi unggulan nasional yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Kakao, Kopi, Lada, Jambu Mete, Teh, Cengkeh, Jarak Pagar, Kemiri Sunan, Tebu, Kapas, Tembakau dan Nilam sedangkan Pemerintah Daerah didorong untuk memfasilitasi dan melakukan pembinaan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya masing-masing. Mengingat besarnya potensi daerah

(26)

untuk pengembangan komoditi Pala dan Sagu terutama di wilayah Indonesia Timur seperti Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara maka Direktorat Jenderal Perkebunan akan menjadikan kedua komoditi tersebut sebagai prioritas/fokus kebijakan pengembangan komoditi perkebunan untuk di fasilitasi kegiatan dan pendanaannya kedepan.

Untuk itu, dalam rangka pengembangan komoditas unggulan nasional perkebunan, Kementerian Pertanian secara intensif telah melakukan berbagai langkah strategis dengan mengidentifikasi dan mengembangkan potensi komoditas unggulan tersebut di berbagai daerah di Indonesia. Langkah strategis tersebut dapat diketahui dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 50/Permentan/OT.140/8/ 2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian.

2.2. Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditi

Perkebunan

Arahan dan kebijakan dari Permentan nomor 50 tahun 2012 terkait pengembangan komoditas pertanian dalam ruang lingkup kawasan antara lain :

1. Menteri Pertanian memfasilitasi kawasan pertanian bagi pengembangan 40 komoditas unggulan nasional di Kabupaten/Kota dengan mengembangkan potensi yang ada, melanjutkan dari kondisi saat ini, pengutuhan kegiatan, menyediakan sarana dan prasarana, kemudahan perijinan, pemanfaatan lahan, penyediaan data dan informasi, promosi, penganggaran, membangun keterpaduan secara multi-years sehingga menjadi satu kesatuan sistem pertanian industrial (Pasal 3 ayat 1).

2. Gubernur dan Bupati/Walikota mensinergikan kegiatan untuk mendukung pengembangan kawasan pertanian melalui dana APBD maupun sumber pembiayaan lainnya (Pasal 3 ayat 2). 3. Provinsi dan Kabupaten/Kota yang tidak termasuk dalam

(27)

mengalokasikan APBD dalam rangka mendukung pencapaian swasembada pangan (Pasal 3 ayat 3).

4. Kawasan pertanian dibedakan menjadi kawasan pertanian nasional, kawasan pertanian Provinsi dan kawasan pertanian Kabupaten/Kota (Pasal 4 ayat 1).

5. Kawasan pertanian nasional ditetapkan oleh Menteri, kawasan pertanian Provinsi ditetapkan oleh Gubernur, dan kawasan pertanian Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota (Pasal 4 ayat 2).

6. Pengembangan kawasan pertanian harus memperhatikan rencana tata ruang wilayah, menjamin kelestarian sumberdaya alam, fungsi lingkungan, keselamatan masyarakat dan selaras dengan Rencana Strategis Pembangunan Daerah (Pasal 5). 7. Dalam kawasan pertanian dapat dikembangkan komoditas lain

dengan pola polikultur, tumpangsari, rotasi tanam, pola tanam dan/atau pola integrasi antar komoditas (Pasal 6).

8. Kementerian Pertanian melakukan kegiatan yang fokus dan terpadu untuk mendukung kawasan pertanian pada lokasi Kabupaten/Kota dimaksud sesuai dengan hasil identifikasi potensi dan kebutuhan pembangunan (Pasal 7).

9. Kementerian Pertanian mendorong Kementerian/ Lembaga (K/L) terkait untuk mendukung pengembangan kawasan pertanian sesuai dengan tupoksinya (Pasal 8).

10. Kementerian Pertanian bersama dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota mendorong minat investor (BUMN, BUMD, PMA, PMDN, koperasi dan lainnya) untuk mengembangkan kawasan pertanian (Pasal 9).

11. Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang antara lain meliputi aspek perbenihan, penyuluhan, penelitian, infrastruktur serta pengendalian organisme pengganggu tanaman dan penyakit hewan serta perkarantinaan harus tersedia di setiap wilayah NKRI (Pasal 10).

Pokok-pokok penting dari Permentan tersebut, salah satunya adalah mendorong setiap K/L terkait untuk mendukung

(28)

pengembangan kawasan pertanian sesuai tupoksinya (Pasal 8) dan Direktorat Jenderal Perkebunan memiliki semangat dan tujuan yang sama seperti yang diamanatkan di Permentan tersebut dalam mengembangkan kawasan pertanian yaitu melalui pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan. Pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan adalah salah satu pendekatan yang dilaksanakan dalam rangka menjaga kualitas pemanfaatan ruang untuk sub sektor perkebunan dengan cara mengoptimalkan sinergitas intra dan/atau antar wilayah yang memiliki kemiripan agro-ekosistem sehingga utuh secara ekonomis dan teknis.

Pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan pada era otonomi daerah menjadi tanggung jawab sepenuhnya pemerintah daerah, yang dalam hal ini adalah di tingkat Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom, dengan demikian daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional dituntut untuk dapat bersaing dalam meningkatkan daya saing wilayahnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dengan mengacu pada tolok ukur kemajuan pembangunan wilayah yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pendapatan per kapita yang merata dan tingkat pengangguran yang rendah. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya berfungsi sebagai pemangku kebijakan dan regulasi dalam mendukung pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan, selain itu memiliki kewenangan dalam pengawasan dan evaluasi kegiatan pembangunan perkebunan berbasis kawasan yang dilaksanakan di daerah.

Secara garis besar, kriteria umum pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan adalah :

1. Kawasan eksisting atau kawasan berpotensi dari masing-masing jenis budidaya tanaman perkebunan.

2. Jenis pengusahaannya : rakyat atau besar.

3. Pengusahaan dengan skala terintegrasi dengan unit pengolahannya.

4. Mitra dengan usaha perkebunan rakyat berkelanjutan.

(29)

6. Dapat ditingkatkan produksi dan produktivitasnya. 7. Pengembangan pengolahan skala wilayah.

8. Pengembangan kebersamaan ekonomi petani melalui pemberdayaan.

9. Arah pengembangan menuju prinsip pembangunan berkelanjutan.

10. Sejalan dengan Renstra Kementerian Pertanian dan Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan.

11. Dukungan dari Pemerintah Daerah dan swadaya masyarakat. Dalam pengembangan kawasan perkebunan, suatu daerah dapat dikatakan berhasil apabila memiliki beberapa kriteria keberhasilan pengembangan kawasan perkebunan yaitu :

1. Memiliki kegiatan ekonomi yang dapat menggerakkan pertumbuhan daerah.

2. Mempunyai sektor ekonomi unggulan yang mampu mendorong kegiatan ekonomi sektor lain dalam kawasan itu sendiri maupun di kawasan sekitarnya.

3. Memiliki keterkaitan kedepan (memiliki daerah pemasaran produk-produk yang dihasilkan) maupun ke belakang (mendapat suplai kebutuhan komponen produksinya dari daerah belakang) dengan beberapa daerah pendukung.

4. Memiliki kemampuan untuk memelihara sumber daya alam sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan mampu menciptakan kesejahteraan ekonomi secara adil dan merata bagi seluruh masyarakat.

Untuk mewujudkan pengembangan kawasan perkebunan yang berhasil maka diperlukan strategi yang optimal. Strategi pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan adalah menempatkan komoditas perkebunan sebagai komoditas unggulan nasional melalui pengembangan industri perkebunan yang menghasilkan produk hulu hingga hilir serta pengembangan produk samping secara industrial. Strategi pengembangan kawasan

(30)

ini perlu didukung oleh kebijakan yang lebih operasional menyangkut aspek-aspek yang menjadi kriteria pengembangan kawasan diantaranya 1) kesesuaian sumber daya alam

(agro-ekologi); 2) ketersediaan sarana dan prasarana penunjang

(dukungan infrastruktur); 3) potensi dukungan layanan pengembangan (service); 4) kontribusi terhadap ekonomi wilayah (kontribusi ekonomi); 5) dukungan stakeholder (support); 6) penerimaan masyarakat (sosial budaya) dan 7) potensi keberlanjutan pengembangan kawasan (kelestarian). Dari ketujuh kriteria pengembangan kawasan tersebut akan menjadi dasar dalam penetapan kawasan berbasis komodiri perkebunan berdasarkan peringkat Kabupaten/Kota yang dihitung dengan menggunakan metode AHP (Analisis Hierarkhi Proses).

Rekomendasi teknis pengembangan kawasan yang menjadi arah dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan kedepan adalah memfasilitasi pengembangan komoditi unggulan perkebunan sesuai peringkat kawasan per Kabupaten/Kota melalui intervensi program/kegiatan dan penetapan regulasi yang akan menjadi dasar pengalokasian anggaran berjalan secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. Bagi pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) melalui SKPD yang membidangi perkebunan diharapkan dapat mendukung penetapan peringkat kawasan berbasis komoditi perkebunan, salah satunya adalah dengan cara menetapkan CP/CL melalui kelompok tani penerima manfaat yang berkinerja baik dan lokasi pengembangan dengan potensi yang baik pula serta dengan menyusun rencana strategis daerah terkait pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan. Hal lain bagi SKPD Provinsi sesuai amanat Permentan nomor 50 tahun 2012 adalah segera membuat Masterplan pengembangan

kawasan pertanian/perkebunan dan SKPD Kabupaten/Kota

menjabarkan masterplan tersebut kedalam rencana aksi untuk setiap tahun perencanaan.

2.3. Program Direktorat Jenderal Perkebunan

Pembangunan perkebunan saat ini dan dimasa yang akan datang menghadapi tantangan yang cukup berat. Selain tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan,

(31)

juga mampu memecahkan masalah kemiskinan dan pengangguran. Keberhasilan pembangunan perkebunan di era yang penuh persaingan ini adalah bagaimana kita dapat ”mensinergikan” seluruh potensi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.

Berdasarkan hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai surat edaran bersama Menteri Keuangan nomor SE-1848/MK/2009 dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas nomor 0142/M.PPN/06/2009 tanggal 19 Juni 2009, setiap unit Eselon I mempunyai satu program yang mencerminkan nama Eselon I yang bersangkutan dan setiap unit Eselon II hanya mempunyai dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian indikator kinerja unit Eselon I adalah outcome dan indikator kinerja unit Eselon II adalah

output.

Sesuai hasil analisa terhadap potensi, permasalahan, peluang dan tantangan pembangunan perkebunan ditetapkan bahwa program pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perkebunan adalah: “Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman

perkebunan berkelanjutan”. Program ini dimaksudkan untuk

lebih meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim, tanaman tahunan dan tanaman rempah penyegar yang didukung oleh penanganan pascapanen dan pembinaan usaha serta dukungan pelaksanaan perlindungan perkebunan. Untuk program pembangunan perkebunan tahun 2015-2019, Direktorat Jenderal Perkebunan masih dalam tahap menggali potensi dan kemampuan institusi terhadap pengembangan komoditi perkebunan kedepan dan disesuaikan dengan arah kebijakan RPJMN 2015-2019 serta melalui evaluasi terhadap kinerja pembangunan perkebunan selama periode 2010-2014.

(32)

Arahan umum RPJMN 2015-2019 adalah pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas yang di implementasikan melalui 5 kebijakan teknis yaitu 1) peningkatan produksi pangan pokok; 2) stabilitas harga; 3) perbaikan kualitas gizi masyarakat; 4) pemberdayaan dan perlindungan petani/ nelayan/ pembudidaya ikan dan 5) peningkatan daya saing, nilai tambah komoditi pertanian dan perikanan. Berdasarkan hal tersebut maka secara garis besar Kementerian Pertanian memfokuskan pengembangan komoditas pertanian menjadi beberapa komoditi unggulan diantaranya :

1. Komoditi yang menjadi Prioritas Swasembada Pangan (padi, jagung, kedelai, tebu, daging sapi, cabai, bawang merah). 2. Komoditi yang menjadi Bahan Makanan Pokok Nasional

(Beras, Jagung, Kedelai, Gula/Tebu, Daging Unggas, Daging Sapi-Kerbau).

3. Komoditi yang menjadi Bahan Makanan Pokok Lokal (Sagu, Jagung, Ubi kayu, Ubi jalar).

4. Komoditi yang menjadi Produk Pertanian Pengendali Inflasi (Cabai, Bawang Merah, Bawang Putih, CPO/Minyak Goreng). 5. Komoditi yang menjadi Bahan Baku Industri (CPO, Karet,

Kakao, Kopi, Kelapa, Jambu Mete, Lada, Teh, Cengkeh, Pala, Kapas, Susu, Ubi kayu).

6. Komoditi yang menjadi Bahan Baku Industri lainnya (Nilam/Minyak Atsiri, Sorgum, Gandum, Tanaman Obat). 7. Komoditi yang menjadi Produk Industri Pertanian Prospektif

(Aneka Tepung, Jamu, Sagu).

8. Komoditi yang menjadi Produk Energi Pertanian Prospektif (Biodiesel, Bioetanol, Biogas).

9. Komoditi yang menjadi Produk Pertanian Berorientasi Ekspor Prospektif (Nanas, Manggis, Salak, Mangga, Kambing dan Domba, Babi, Florikultura).

(33)

2.4. Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan

Sebagai penjabaran dari program, masing-masing unit Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai satu kegiatan. Dengan demikian di lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan terdapat 9 kegiatan pembangunan perkebunan sesuai Peraturan Menteri Pertanian nomor 61/Permentan/T.140/10/ 2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian yaitu:

(1) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim dengan fokus pengembangan pada 4 komoditas strategis yaitu Tebu, Kapas, Tembakau dan Nilam.

(2) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar dengan fokus pengembangan pada 6 komoditas strategis yaitu Kakao, Kopi, Lada, Teh, Cengkeh dan Pala.

(3) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan dengan fokus pengembangan pada 7 komoditas strategis yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Jambu Mete, Jarak Pagar, Kemiri Sunan dan Sagu.

(4) Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha dengan fokus pengembangan pada kegiatan penanganan pascapanen (tanaman semusim, tanaman rempah penyegar dan tanaman tahunan), antisipasi dampak perubahan iklim, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.;

(5) Dukungan Perlindungan Perkebunan dengan fokus

pengembangan pada kegiatan penurunan luas areal perkebunan yang terserang OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan).

(6) Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya dengan fokus pengembangan pada kegiatan pelayanan dan pembinaan yang berkualitas di bidang perencanaan, keuangan, umum dan evaluasi serta pelaporan.

(34)

(7) Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan

Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Medan,

Surabaya dan Ambon dengan fokus pengembangan pada kegiatan pelayanan sertifikasi benih (jumlah bibit yang disertifikasi) dan peningkatan jumlah teknologi terapan perlindungan perkebunan. Sedangkan untuk bidang Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak (BPTP Pontianak) difokuskan pada kegiatan pengembangan teknologi proteksi perkebunan.

2.5. Jenis Kegiatan dan Sub Kegiatan Direktorat

Jenderal Perkebunan

Berikut ini dapat dijelaskan mengenai jenis kegiatan dan sub kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan pada proses pengajuan usulan e-proposal baik pada kegiatan tugas pembantuan Kabupaten/Kota (SKPD Kabupaten/Kota), tugas pembantuan Provinsi (SKPD Provinsi) maupun kegiatan dekonsentrasi (Pusat, SKPD Provinsi dan UPT).

A. Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah Penyegar

Pada kegiatan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman rempah dan penyegar untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 difokuskan pada komoditi Kakao, Kopi, Teh, Lada, Cengkeh dan Pala. Daftar jenis kegiatan dan sub kegiatan pada pengembangan tanaman rempah dan penyegar antara lain :

1. Kegiatan pengembangan komoditi Kakao, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Rehabilitasi tanaman kakao (Hektar) b. Intensifikasi tanaman kakao (Hektar) c. Perluasan tanaman kakao (Hektar) d. Peremajaan tanaman kakao (Hektar)

e. Integrasi tanaman kakao-ternak (kelompok tani/KT) f. Pemberdayaan pekebun tanaman kakao (orang)

(35)

h. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan tanam kakao (kegiatan)

i. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam kakao (Hektar) j. Revitalisasi perkebunan kakao (bulan)

k. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (bulan)

2. Kegiatan pengembangan komoditi Kopi, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Rehabilitasi tanaman kopi (Hektar) b. Intensifikasi tanaman kopi (Hektar) c. Perluasan tanaman kopi (Hektar) d. Peremajaan tanaman kopi (Hektar)

e. Integrasi tanaman kopi-ternak (kelompok tani/KT) f. Pemberdayaan pekebun tanaman kopi (orang)

g. Pembangunan kebun sumber bahan tanam kopi (Hektar) h. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan

tanam kopi (kegiatan)

i. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam kopi (Hektar) j. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan

penyegar (bulan)

3. Kegiatan pengembangan komoditi Teh, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Rehabilitasi tanaman teh (Hektar) b. Intensifikasi tanaman teh (Hektar)

c. Integrasi tanaman teh-ternak (kelompok tani/KT) d. Pemberdayaan pekebun tanaman teh (orang)

e. Pembangunan kebun sumber bahan tanam teh (Hektar) f. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan

tanam teh (kegiatan)

g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam teh (Hektar) h. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan

penyegar (bulan)

4. Kegiatan pengembangan komoditi Lada, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

(36)

b. Intensifikasi tanaman lada (Hektar) c. Perluasan tanaman lada (Hektar)

d. Pemberdayaan pekebun tanaman lada (orang)

e. Pembangunan kebun sumber bahan tanam lada (Hektar) f. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan

tanam lada (kegiatan)

g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam lada (Hektar) h. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan

penyegar (bulan)

5. Kegiatan pengembangan komoditi Cengkeh, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Rehabilitasi tanaman cengkeh (Hektar) b. Intensifikasi tanaman cengkeh (Hektar) c. Perluasan tanaman cengkeh (Hektar)

d. Pemberdayaan pekebun tanaman cengkeh (orang)

e. Pembangunan kebun sumber bahan tanam cengkeh (Hektar)

f. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan tanam cengkeh (kegiatan)

g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam cengkeh (Hektar)

h. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (bulan)

6. Kegiatan pengembangan komoditi Pala, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Rehabilitasi tanaman pala (Hektar) b. Intensifikasi tanaman pala (Hektar) c. Perluasan tanaman pala (Hektar)

d. Pemberdayaan pekebun tanaman pala (orang)

e. Pembangunan kebun sumber bahan tanam pala (Hektar) f. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan

tanam pala (kegiatan)

g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam pala (Hektar) h. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan

(37)

7. Kegiatan koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (Pusat/dekonsentrasi), dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan

penyegar (12 bulan)

B. Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim

Pada kegiatan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 difokuskan pada komoditi Tebu, Kapas, Nilam dan Tembakau. Daftar jenis kegiatan dan sub kegiatan pada pengembangan tanaman semusim antara lain :

1. Kegiatan pengembangan komoditi Tebu, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Perluasan tebu rakyat (Hektar) b. Bongkar ratoon (Hektar) c. Rawat ratoon (Hektar)

d. Pembangunan kebun benih datar (Hektar) e. Demplot pengembangan tebu (Hektar)

f. Operasional tenaga pendamping (TKP dan PLP-TKP) (orang)

g. Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan tebu (orang)

h. Bantuan peralatan (unit) i. Penataan varietas (paket)

j. Sensus database tebu sistem online (paket)

k. Integrasi tanaman tebu-ternak (kelompok tani/KT)

l. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (bulan)

2. Kegiatan pengembangan komoditi Kapas, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

(38)

b. Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan kapas (orang)

c. Operasional tenaga pendamping (TKP dan PLP-TKP) (orang)

d. Pembangunan kebun induk penanaman kapas (Hektar) e. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim

(bulan)

3. Kegiatan pengembangan komoditi Nilam, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Penanaman nilam (Hektar)

b. Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan nilam (orang)

c. Pembangunan kebun penangkar benih nilam (Hektar) d. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim

(bulan)

4. Kegiatan pengembangan komoditi Tembakau, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Penanaman tembakau (Hektar)

b. Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan tembakau (orang)

c. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (bulan)

5. Kegiatan koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (Pusat/dekonsentrasi), dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (12 bulan)

C. Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan

Pada kegiatan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman tahunan untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 difokuskan pada komoditi Kelapa Sawit, Karet, Kelapa, Jambu Mete, Kemiri Sunan, Jarak Pagar dan Sagu. Daftar jenis

(39)

kegiatan dan sub kegiatan pada pengembangan tanaman tahunan antara lain:

1. Kegiatan pengembangan komoditi Kelapa Sawit, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Peremajaan tanaman kelapa sawit (Hektar) b. Perluasan tanaman kelapa sawit (Hektar) c. Intensifikasi tanaman kelapa sawit (Hektar) d. Demplot peremajaan kelapa sawit (Hektar)

e. Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan kelapa sawit (orang)

f. Pembangunan kebun sumber bahan tanam kelapa sawit (Hektar)

g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam kelapa sawit (Hektar)

h. Penilaian, pemurnian dan penetapan kebun sumber bahan tanam kelapa sawit (kegiatan)

i. Integrasi tanaman kelapa sawit-ternak (kelompok tani/KT) j. Revitalisasi perkebunan kelapa sawit (bulan)

k. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan (bulan)

2. Kegiatan pengembangan komoditi Karet, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Peremajaan tanaman karet (Hektar)

b. Perluasan tanaman karet di wilayah perbatasan, bencana alam dan pasca konflik (Hektar)

c. Pemberdayaan pekebun tanaman karet (orang)

d. Pembangunan kebun sumber bahan tanam karet (Hektar) e. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam karet (Hektar) f. Penilaian, pemurnian dan penetapan kebun sumber bahan

tanam karet (kegiatan)

g. Revitalisasi perkebunan karet (bulan)

h. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan (bulan)

(40)

3. Kegiatan pengembangan komoditi Kelapa, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Peremajaan tanaman kelapa (Hektar) b. Perluasan tanaman kelapa (Hektar) c. Rehabilitasi tanaman kelapa (Hektar)

d. Demplot peremajaan tanaman kelapa (Hektar) e. Pemberdayaan pekebun tanaman kelapa (orang)

f. Pembangunan kebun sumber bahan tanam kelapa (Hektar) g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam kelapa (Hektar) h. Penilaian, pemurnian dan penetapan kebun sumber bahan

tanam kelapa (kegiatan)

i. Integrasi tanaman kelapa-ternak (kelompok tani/KT) j. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan

(bulan)

4. Kegiatan pengembangan komoditi Jambu Mete, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Peremajaan tanaman jambu mete (Hektar) b. Perluasan tanaman jambu mete (Hektar) c. Rehabilitasi tanaman jambu mete (Hektar) d. Intensifikasi tanaman jambu mete (Hektar)

e. Pemberdayaan pekebun tanaman jambu mete (orang) f. Pembangunan kebun sumber bahan tanam jambu mete

(Hektar)

g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam jambu mete (Hektar)

h. Penilaian, pemurnian dan penetapan kebun sumber bahan tanam jambu mete (kegiatan)

i. Demplot tanaman jambu mete (Hektar)

j. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan (bulan)

5. Kegiatan pengembangan komoditi Kemiri Sunan, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Perluasan tanaman kemiri sunan (Hektar)

(41)

c. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan (bulan)

6. Kegiatan pengembangan komoditi Jarak Pagar, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Perluasan tanaman jarak pagar (Hektar) b. Pengadaan kompor tanaman jarak pagar (unit) c. Pemberdayaan pekebun tanaman jarak pagar (orang) d. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan

(bulan)

7. Kegiatan pengembangan komoditi Sagu, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Perluasan tanaman sagu (Hektar) b. Penataan tanaman sagu (Hektar)

c. Pemberdayaan pekebun tanaman sagu (orang)

d. Penilaian, pemurnian dan penetapan kebun sumber bahan tanam sagu (kegiatan)

e. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan (bulan)

8. Kegiatan koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan (Pusat/dekonsentrasi), dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan (12 bulan)

D. Kegiatan Dukungan Pascapanen dan Pembinaan Usaha

Kegiatan dukungan pascapanen dan pembinaan usaha untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 difokuskan untuk mendukung semua komoditi unggulan perkebunan. Daftar jenis kegiatan dan sub kegiatan pada dukungan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha antara lain:

1. Kegiatan penanganan pascapanen tanaman rempah penyegar, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

(42)

a. Penanganan pascapanen tanaman kakao (kelompok tani/KT)

b. Penanganan pascapanen tanaman kopi (kelompok tani/KT) c. Penanganan pascapanen tanaman teh (kelompok tani/KT) d. Penanganan pascapanen tanaman lada (kelompok tani/KT) e. Penanganan pascapanen tanaman cengkeh (kelompok

tani/KT)

f. Penanganan pascapanen tanaman pala (kelompok tani/KT) 2. Kegiatan penanganan pascapanen tanaman semusim, dengan

sub kegiatan sebagai berikut :

a. Penanganan pascapanen tanaman tebu (kelompok tani/KT) b. Penanganan pascapanen tanaman kapas (kelompok

tani/KT)

c. Penanganan pascapanen tanaman nilam (kelompok tani/KT)

d. Penanganan pascapanen tanaman tembakau (kelompok tani/KT)

3. Kegiatan penanganan pascapanen tanaman tahunan, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Penanganan pascapanen tanaman kelapa sawit (kelompok tani/KT)

b. Penanganan pascapanen tanaman karet (kelompok tani/KT)

c. Penanganan pascapanen tanaman kelapa (kelompok tani/KT)

d. Penanganan pascapanen tanaman jambu mete (kelompok tani/KT)

e. Penanganan pascapanen tanaman kemiri sunan (kelompok tani/KT)

f. Penanganan pascapanen tanaman jarak pagar (kelompok tani/KT)

g. Penanganan pascapanen tanaman sagu (kelompok tani/KT) 4. Kegiatan dukungan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha perkebunan, dengan sub kegiatan sebagai berikut (khusus untuk usulan kegiatan di TP Provinsi) :

(43)

a. Inventarisasi dan identifikasi serta penanganan kasus gangguan usaha perkebunan (Kabupaten)

b. Inventarisasi dan identifikasi serta penanganan kasus konflik usaha perkebunan (Kabupaten)

c. Pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan (Kabupaten)

d. Pemantauan, pengawasan dan penyelesaian masalah PIR TRANS/KKPA (Kabupaten)

e. Pemantauan, pengawasan dan penyelesaian masalah PIRBUN (Kabupaten)

f. Pembinaan usaha perkebunan berkelanjutan (Kabupaten) g. Penilaian usaha perkebunan (Kabupaten)

h. Penerapan standar perkebunan besar berkelanjutan (Kabupaten)

i. Penerapan standar perkebunan berkelanjutan pola plasma dan swadaya (Kabupaten)

j. Koordinasi kegiatan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha di pusat/dekonsentrasi (bulan)

E. Kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan

Kegiatan dukungan perlindungan perkebunan untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 difokuskan untuk mendukung semua komoditi unggulan perkebunan. Daftar jenis kegiatan dan sub kegiatan pada dukungan perlindungan perkebunan antara lain:

1. Kegiatan penanganan organisme pengganggu tanaman (OPT) tanaman rempah dan penyegar, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Pengendalian OPT tanaman kakao (Hektar) b. Pengendalian OPT tanaman kopi (Hektar) c. Pengendalian OPT tanaman teh (Hektar) d. Pengendalian OPT tanaman lada (Hektar) e. Pengendalian OPT tanaman cengkeh (Hektar) f. Pengendalian OPT tanaman pala (Hektar)

(44)

2. Kegiatan penanganan organisme pengganggu tanaman (OPT) tanaman semusim, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Pengendalian OPT tanaman tebu (Hektar)

b. Pengendalian OPT tanaman kapas (Hektar) c. Pengendalian OPT tanaman nilam (Hektar) d. Pengendalian OPT tanaman tembakau (Hektar)

3. Kegiatan penanganan organisme pengganggu tanaman (OPT) tanaman tahunan, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Pengendalian OPT tanaman kelapa sawit (Hektar) b. Pengendalian OPT tanaman karet (Hektar)

c. Pengendalian OPT tanaman kelapa (Hektar) d. Pengendalian OPT tanaman jambu mete (Hektar) e. Pengendalian OPT tanaman kemiri sunan (Hektar) f. Pengendalian OPT tanaman jarak pagar (Hektar) g. Pengendalian OPT tanaman sagu (Hektar)

4. Kegiatan dukungan perlindungan perkebunan, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Operasional laboratorium lapangan/LL (Unit)-termasuk kegiatan dekonsentrasi yang hanya di usulkan oleh SKPD Provinsi

b. Operasional laboratorium utama pengendalian

hayati/LUPH (Unit)-termasuk kegiatan dekonsentrasi yang hanya diusulkan oleh SKPD Provinsi

c. Operasional sub laboratorium hayati (Unit)-termasuk kegiatan dekonsentrasi yang hanya diusulkan oleh SKPD Provinsi

d. Sekolah lapang pengendalian hama terpadu/SLPHT tanaman perkebunan (kelompok tani/KT)-dapat diusulkan oleh SKPD Kabupaten/Kota

e. Antisipasi dampak perubahan iklim (Kegiatan)-termasuk kegiatan TP Provinsi yang hanya diusulkan oleh SKPD Provinsi

f. Koordinasi kegiatan perlindungan perkebunan di pusat/ dekonsentrasi (bulan)

(45)

F. Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya (Pusat)

Kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya (pusat) untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 merupakan kegiatan dukungan secara administratif Ditjen. Perkebunan yang termasuk kedalam kegiatan dekonsentrasi. Daftar jenis kegiatan dan sub kegiatan pada dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya antara lain:

1. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (pusat), dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Koordinasi, pembinaan dan monev pengembangan tanaman rempah dan penyegar (dokumen)

b. Layanan perkantoran rempah dan penyegar (dokumen) 2. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (pusat),

dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Koordinasi, pembinaan dan monev pengembangan tanaman semusim (dokumen)

b. Layanan perkantoran semusim (dokumen)

3. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman tahunan (pusat), dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Koordinasi, pembinaan dan monev pengembangan tanaman tahunan (dokumen)

b. Layanan perkantoran tahunan (dokumen)

4. Koordinasi kegiatan dukungan pascapanen dan pembinaan usaha (pusat), dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Koordinasi, pembinaan dan monev kegiatan dukungan pascapanen dan pembinaan usaha (dokumen)

b. Layanan perkantoran pascapanen dan pembinaan usaha (dokumen)

(46)

5. Koordinasi kegiatan dukungan perlindungan perkebunan (pusat), dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Koordinasi, pembinaan dan monev kegiatan dukungan perlindungan perkebunan (dokumen)

b. Layanan perkantoran perlindungan perkebunan (dokumen) 6. Koordinasi kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya Ditjen. Perkebunan (pusat/sekretariat), dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Dokumen perencanaan (dokumen)

b. Dokumen keuangan dan perlengkapan (dokumen) c. Dokumen kepegawaian, hukum dan humas (dokumen) d. Dokumen evaluasi dan pelaporan (dokumen)

e. Layanan perkantoran sekretariat (dokumen)

7. Kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya (dekonsentrasi) hanya di khususkan bagi SKPD Provinsi, dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Administrasi kegiatan dana dekonsentrasi/DK (bulan) b. Administrasi kegiatan dana tugas pembantuan/TP (bulan) c. Perencanaan (bulan)

d. Pengelolaan keuangan dan aset (bulan) e. Data informasi dan statistik (bulan)

f. Insentif mantri statistik perkebunan (bulan) g. Monitoring dan evaluasi (bulan)

h. Insentif pengawas benih tanaman (bulan) i. Operasional PPNS (bulan)

j. Dukungan kegiatan manajemen dan teknis lainnya (bulan)

G. Kegiatan Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan

Kegiatan dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 merupakan kegiatan dukungan secara administratif dari UPT pusat lingkup Ditjen. Perkebunan yang termasuk kedalam kegiatan dekonsentrasi yang meliputi bidang sertifikasi benih dan teknologi penerapan proteksi

(47)

tanaman perkebunan. Daftar jenis kegiatan dan sub kegiatan pada dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan antara lain:

1. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan (UPT pusat), dengan sub kegiatan sebagai berikut :

a. Layanan perkantoran UPT (dokumen)

b. Perangkat pengolah data dan komunikasi (unit) c. Peralatan dan fasilitas perkantoran (unit) d. Gedung dan bangunan (unit)

e. Operasional laboratorium (bulan)

f. Pembangunan kebun contoh, demplot, uji koleksi, dll (Hektar)

g. Pengawasan peredaran benih (dokumen)

h. Rakitan teknologi spesifikasi proteksi tanaman perkebunan (paket)

i. Pemanfaatan agensia hayati (jenis)

j. Sertifikasi dan pengujian mutu benih (batang) k. Administrasi keuangan dan kepegawaian (bulan) l. Penyusunan rencana kegiatan (laporan)

m. Peningkatan kapabilitas pegawai/petugas (orang) n. Monitoring dan evaluasi (laporan)

(48)

BAB III

MEKANISME PENGAJUAN USULAN KEGIATAN

MELALUI E-PROPOSAL

3.1. Prosedur dan Jadwal Pengusulan Kegiatan

Berikut ini adalah prosedur pengusulan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal dari daerah (need

assessment) yang terlebih dahulu melalui mekanisme

MUSRENBANG sebagai berikut :

1. Rancangan usulan kegiatan pembangunan perkebunan dimulai dari penjaringan aspirasi di lapangan (need assessment). Di tingkat lapangan, petani melalui kelompok tani di kecamatan/desa melakukan perencanaan partisipatif dalam rangka menyusun rencana program dan anggaran kinerja pembangunan perkebunan. Usulan dari kelompok tani tersebut memuat kebutuhan petani dalam pengembangan kegiatan pembangunan perkebunan dan merupakan aspirasi terpadu yang didasari oleh kondisi nyata di lapangan sesuai potensi daerah.

2. Rumusan rancangan kebutuhan kegiatan dan anggaran dari kelompok tani didaerah yang dihasilkan dari mekanisme need

assessment akan dibahas pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan tingkat Desa, Kelurahan hingga tingkat

Kecamatan sebelum diusulkan ke SKPD Kabupaten/Kota. Hasil Musrenbang tersebut selanjutnya di usulkan ke SKPD yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota agar dibahas pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Perkebunan tingkat Kabupaten/Kota.

3. Pelaksanaan Musrenbangbun tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan menjaring beberapa usulan kegiatan kelompok tani/pekebun dari tingkat Kecamatan. Hasil

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Perkebunan tingkat

Kabupaten/Kota diusulkan oleh SKPD yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota dengan meng-input melalui

Gambar

Tabel 1. Tahapan pengusulan kegiatan pembangunan perkebunan  melalui e-proposal
Gambar  1.  Skematik Proses Perencanaan berbasis Sistem Aplikasi  e-  proposal
Gambar 2.  Alur  pengajuan  usulan  kegiatan  pembangunan  perkebunan melalui e-proposal dari SKPD Provinsi  B
Gambar 3.  Alur  pengajuan  usulan  kegiatan  pembangunan  perkebunan  melalui  e-proposal  dari  SKPD  Kabupaten/Kota
+4

Referensi

Dokumen terkait