• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum Manis merupakan tanaman asli dari wilayah-wilayah tropis dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum Manis merupakan tanaman asli dari wilayah-wilayah tropis dan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sorghum Manis (Sorghum bicolor (L.) Moench)

Sorgum Manis merupakan tanaman asli dari wilayah-wilayah tropis dan subtropis di bagian Pasifik Tenggara dan Australia, wilayah yang terdiri dari Australia, Selandia Baru dan Papua. Sorgum merupakan tanaman dari keluarga

Poaceae dan marga Sorghum. Sorgum sendiri memiliki 32 spesies. Diantara

spesies-spesies tersebut, yang paling banyak dibudidayakan adalah spesies

Sorghum bicolor (japonicum). Tanaman ini sekeluarga dengan tanaman serealia

lainnya seperti padi, jagung dan gandum serta tanaman lain seperti bambu dan tebu. Dalam taksonomi, tanaman-tanaman tersebut tergolong dalam satu famili besar Poaceae yang juga sering disebut sebagai Gramineae atau rumput-rumputan (Daru, 2003).

Sorgum manis atau sweet sorghum bukan hanya merupakan salah satu dari lima tanaman utama penghasil biji-bijian di dunia, tetapi juga menawarkan diversifikasi usaha yang sangat luas. Sorgum manis juga merupakan salah satu tanaman yang digunakan untuk rehabilitasi lahan yang sangat efektif dan efisien. Sorgum manis termasuk tanaman yang masih baru di Indonesia. Oleh karena itu, budidaya serta cara pemanfaatannya masih perlu dikaji secara mendalam agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya (Tati, 2003).

Sorgum sebagai pangan di dunia menduduki urutan ke lima setelah beras, gandum, jagung, dan barley, sedang di USA menduduki urutan ke tiga setelah gandum dan barley. Dengan demikian pada dasarnya sorgum telah menjadi komoditas penting untuk dikembangkan sebagai pangan, terutama pada lahan-lahan kering ketika sudah tidak dapat ditanami padi atau jagung. Di Indonesia saat

(2)

ini terdapat beberapa varietas sorgum yang dikembangkan. Total terdapat 9 jenis varietas yang dijadikan varietas sorgum unggulan Indonesia yaitu : UPCA, Keris, Mandau, Higari, Badik, Gadam, Sangkur, Numbu dan Kawali (Supriyanto, 2010).

Sorgum juga tergolong ke dalam salah satu jenis tanaman pangan sumber karbohidrat. Nilai gizi sorgum cukup memadai sebagai bahan pangan, yaitu mengandung sekitar 83% karbohidrat, 3,5% lemak, dan 10% protein. Namun pemanfatannya sebagai bahan pangan di Indonesia masih sangat terbatas (Suarni, 2004). Menurut Soeranto (2008), dipandang dari kandungan gizinya sorgum mengandung vitamin B1 (4,4 mg), protein (11 g), zat besi (0,38 mg), kalsium (28 mg), dan fosfor (287 mg), lemak (3,3 mg), karbohidrat (73 g). Energi yang dihasilkan (332 cal). Dibandingkan dengan beras, komposisi beras ialah memiliki kalori (360 cal), protein (6,8 g), karbohidrat (78,9 g), lemak (6,0 mg), kalsium (9 mg), besi (0,8 mg), fosfor (140 mg), vitamin B1 (0,2 mg). Dapat dilihat bahwa sorgum lebih unggul dibanding beras dari sisi kandungan protein, lemak, zat besi, fosfor, vitamin B1, dan kalsiumnya.

2.1.1 Karakteristik Sorghum Manis

Secara fisiologis, permukaan daun yang mengandung lapisan lilin dan sistem perakaran yang ekstensif, fibrous dan dalam, cenderung membuat tanaman sorgum efisien dalam absorpsi dan pemanfaatan air. Berdasarkan bentuk malai dan tipe spikelet, sorgum diklasifikasikan ke dalam 5 ras yaitu ras Bicolor,

Guenia, Caudatum, Kafir, dan Durra. Ras Durra yang umumnya berbiji putih

merupakan tipe paling banyak dibudidayakan sebagai sorgum biji (grain

sorghum) dan digunakan sebagai sumber bahan pangan. Diantara ras Durra

(3)

sorgum manis (sweet sorghum). Sedangkan ras-ras lain pada umumnya digunakan sebagai biomasa dan pakan ternak (Soeranto, 2008).

Keistimewaan dari tanaman sorgum memiliki kemampuan untuk tumbuh kembali setelah dipotong atau dipanen disebut ratoon, setelah panen akan tumbuh tunas-tunas baru yang tumbuh dari bagian batang di dalam tanah, oleh karena itu pangkasannya harus tepat di atas permukaan tanah. Ratoon sorgum dapat dilakukan 2-3 kali, apabila dipelihara dan dipupuk dengan baik, hasil ratoon dapat manyamai hasil panen pertama (Tati, 2003).

Sorgum merupakan tanaman yang proses budidayanya mudah dengan biaya yang relatif murah, dapat ditanam monokultur maupun tumpangsari, produktifitas sangat tinggi. Selain itu tanaman sorgum lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit sehingga resiko gagal relatif kecil (Rahmi dkk., 2007).

Klasifikasi ilmiah tanaman sorgum menurut USDA (United States

Departement of Agriculture) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae/ tumbuhan

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisio : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Klas : Liliopsida (berkeping satu/ monokotil) Sub Klas : Commelinidae

Ordo : Poales

Familia : Poaceae (suku rumput - rumputan)

Genus : Sorghum

(4)

Gambar 2.1 Tanaman Sorgum (Sumber : Mutakin, 2013) 2.1.2 Morfologi Sorgum Manis

Sebagai tanaman yang termasuk kelas monokotil, sorgum mempunyai sistem perakaran serabut. Akar primer tumbuh pada saat proses perkecambahan berlangsung dan seiring dengan proses pertumbuhan tanaman muncul akar sekunder pada ruas pertama. Akar sekunder kemudian berkembang secara ekstensif yang diikuti matinya akar primer. Pada tahap selanjutnya, akar sekunder inilah yang kemudian berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara serta memperkokoh tegaknya batang. Keunggulan sistem perakaran pada tanaman sorgum yaitu sanggup menopang pertumbuhan dan perkembangan tanaman ratun (ratoon) hingga dua atau tiga kali lebih dengan akar yang sama (House, 1985).

Tanaman sorgum mempunyai batang yang merupakan rangkain berseri dari ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk batangnya silinder dengan ukuran diameter batang pada bagian pangkal antara 0,5-5,0 cm. Tinggi batang tanaman

(5)

sorgum bervariasi yaitu antara 0,5-4,0 m tergantung pada varietas (House, 1985). Daun sorgum berbentuk lurus memanjang. Biji sorgum berbentuk bulat dengan ujung mengerucut, berukuran diameter + 2 mm. Satu pohon sorgum mempunyai satu tangkai buah yang memiliki beberapa cabang buah.

Sifat Ikatan Kulit Biji

Pada biji sorgum, diantara kulit biji dan daging biji dilapisi oleh lapisan testa dan aleuron, Lapisan testa termasuk pada bagian kulit biji, dan lapisan aleuron termasuk pada bagian dari daging biji, jaringan kulit biji terikat erat oleh daging biji, melalui lapisan tipis yang disebut lapisan semen. Pada prows penggilingan, ikatan kulit biji dengan daging biji ini sulit dipisahkan. Komposisi bagian biji sorgum terdiri dari kulit luar 8%, lembaga 10% dan daging biji 82%. Biji tertutup oleh sekam yang berwarna kekuning-kuningan atau Kecoklat-coklatan. Pada umumnya biji sorgum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira-kira 4 x 2,5 x 3,5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 mg - 50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibagi atas:

a. sorgum biji kecil (8 - 10 mg) b. sorgum biji sedang ( 1 2 - 24 mg) c. sorgum biji besar (25-35 mg)

Kulit biji ada yang berwarna putih, merah atau cokelat. Sorgum putih disebut sorgum kafir dan yang berwarna merah/ cokelat biasanya termasuk varietas Feterita. Warna biji merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya.

(6)

Sedangkan varietas yang berwarna gelap akan menghasilkan tepung yang berwarna gelap dan rasanya lebih pahit. Tepung jenis ini cocok untuk bahan dasar pembuatan minuman. Untuk memperbaiki warna biji ini, biasanya digunakan larutan asam tamarand atau bekas cucian beras yang telah difermentasikan dan kemudian digiling menjadi pasta tepung. Warna biji bervariasi yaitu coklat muda, putih atau putih suram tergantung varietas.

Sifat-Sifat Morfologis dan Fisiologis

Adapun sifat-sifat morfologis dan fisiologis tanaman sorgum adalah sebagai berikut :

1. Sistem Perakaran

Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal (aka-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal (akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar-akar yang tumbuh dipermukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat dari jagung.

2. Batang

Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian tengah batang terdapat seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan keras (sel-sel parenchym). Tinggi tanaman berkisar 2,6 s/d 4 meter bahkan lebih tergantung varietas.

3. Daun

Daun tumbuh melekat pada buku-buku batang dan tumbuh memanjang, yang terdiri dari kelopak daun, lidah daun dan helaian

(7)

daun. Daun berlapis lilin yang dapat menggulung bila terjadi kekeringan.

4. Bunga

Bunga tersusun dalam malai. Tiap malai terdiri atas banyak bunga yang dapat menyerbuk sendiri atau silang.

2.2 Rizobakteri

Rizobakteri yaitu bakteri yang hidup di rizosfer tanaman dan mengalami interaksi yang intensif dengan akar tanaman maupun tanah. Kesehatan biologis suatu tanah akan banyak ditentukan oleh dominasi rizobakteri ini atas mikroorganisme patogen sehingga tanaman mendapatkan manfaat yang optimal dari keberadaan rizobakteri non patogen (Regina dan Tualar, 2004). Rizobakteri merupakan salah satu kelompok bakteri menguntungkan yang secara agresif mengkolonisasi rizosfer (lapisan tanah tipis 1-2 mm di sekitar zona perakaran). Berbagai jenis bakteri yang paling bayak diidentifikasi sebagai rizobakteri yaitu berasal dari kelompok gram-negatif jumlah strain paling banyak dari genus

Pseudomonas dan beberapa dari genus Serratia. Selain kedua genus tersebut,

dilaporkan antara lain genus Azotobacter, Azospirilium, Acetobakter, dan Bacillus (Kloepper, 1993).

Beberapa agens pengendali hayati seperti P. fluorescens mempunyai mekanisme berbeda yaitu dapat bertindak langsung terhadap patogen seperti, antibiosis dan kompetisi, serta mekanisme tidak langsung seperti menambah ketahanan tanaman terhadap patogen dan memacu pertumbuhan pada tanaman. Agens pengendali hayati yang dapat bertahan pada berbagai macam kondisi

(8)

lingkungan akan menjadi kandidat yang ideal dan berkelanjutan untuk aplikasi jangka panjang (Narayanasamy, 2002).

Secara umum, mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah (1) biostimulan, PGPR mampu menghasilkan atau mengubah konsentrasi hormon tanaman seperti asam indol asetat, asam giberelin, sitokinin, dan etilen atau prekursornya (1-aminosiklopropena-1-karboksilat deaminase) di dalam tanaman, tidak bersimbiotik dalam fiksasi N2, melarutkan fosfat mineral,

mempengaruhi pembintilan atau menguasai bintil akar; (2) bioprotektan, PGPR memberi efek antagonis terhadap patogen tanaman melalui beberapa cara yaitu produksi antibiotik, siderofore, enzim kitinase, parasitisme, kompetisi sumber nutrisi dan relung ekologi, serta menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik (Khalimi & Wirya, 2009).

Dalam beberapa kasus, satu strain rizobakteri dapat memiliki kemampuan lebih dari satu kategori fungsi, sehingga fungsi perangsang pertumbuhan dan penyedia hara (fungsi langsung) dan fungsi pengendali patogen (fungsi tidak langsung) menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kloepper (1993) menyebut fungsi langsung dan tidak langsung ini bagaikan dua muka dari satu mata uang logam yang sama. Tanaman yang perakarannya berkembang dengan baik akan efisien menyerap unsur hara sehingga tanaman tidak mudah terserang patogen (penyakit), dan sebaliknya tanaman yang terserang patogen tidak akan tumbuh dengan baik walaupun unsur hara yang tersedia cukup.

Salah satu mekanisme rizobakteri untuk melindungi tanaman adalah menginduksi ketahanan sistemik sehingga adanya infeksi patogen dapat dihambat dan tidak sampai mengganggu metabolisme tanaman. Ketahanan sistemik

(9)

terinduksi bergantung pada kolonisasi sistem perakaran oleh rizobakteri. Kolonisasi oleh rizobakteri dapat terjadi melalui penyelubungan benih atau penambahan suspensi rizobakteri ke dalam tanah pada saat pindah tanam.

Kloepper et al. (2004) mengatakan bahwa mekanisme rizobakteri secara tidak langsung yang sampai saat ini sudah diketahui ialah menginduksi ataupun meningkatkan aktifitas fitohormon, enzim peroksidase, isozime kitinase, isozime beta-1,3-glukanase, asam salisilat, etilen, dan asam jasmonik. Rizobakteri dapat menginduksi ketahananan tanaman dengan menginduksi produksi protein ketahanan sehingga membuat tanaman resisten terhadap infeksi pathogen (Van Loon et al., 1998). Spektrum penyakit yang dapat dikendalikan melalui induksi resistensi oleh rizobakteri cukup luas, meliputi cendawan, bakteri, dan virus dalam kacang, anyelir, mentimun, lobak, tembakau, dan tomat (Van Loon et al., 1998).

Penggunaan rizobakteri di dalam pengendalian hayati telah lama dilakukan, namun hasilnya masih belum stabil. Sekarang ini, rizobakteri telah mulai dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai biostimulant dan bioprotektan agar peran rizobakteri dapat menyeluruh pada tanaman (Soesanto, 2008). Pengendalian hayati jamur patogen tanaman sering menggunakan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri (Suryanto, 2009). Selain bakteri penghasil antibiotik, bakteri kitinolitik juga berperan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman (Suryanto & Munir, 2006).

Salah satu bentuk pengendalian hayati yang sudah banyak digunakan adalah dengan menggunakan berbagai jasad mikroorganisme (Duffy et al., 1995) seperti bakteri kitinolitik. Sejumlah mikroba telah dilaporkan dalam berbagai penelitian efektif sebagai agens pengendalian hayati hama dan penyakit tumbuhan

(10)

diantaranya adalah genus-genus Aeromonas, Alteromonas, Chromobacterium,

Enterobacter, Ewingella, Pseudoalteromonas, Pseudomonas, Serratia, Vibrio

(Chernin et al., 1998), Bacillus (Pleban et al., 1997) Pyrococcus (Gohel et al., 2003), Burkholderia cepacia, Bacillus subtilis, Enterobacter cloacae,

Agrobacterium radiobacter dan Streptomyces griseoviridis.

2.2.1 Rizobakteri Aeromonas hydrophila

Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri gram negatif, oksidasi positif dan katalase positif, berbentuk batang dengan ukuran 0,7-0,8 µm. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai satu flagel (Monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya (Roberts, 1978). Bakteri A.

hydrophila tidak membentuk kapsul maupun spora, koloni berbentuk bulat,

permukaan cembung dan berwarna kuning keputih-putihan (krem). Suhu untuk pertumbuhan bakteri A. hydrophila adalah 4-45ºC, sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri A. hydrophila adalah 37°C (Roberts, 1978).

Klasifikasi Aeromonas hydrophila menurut Holt et al. (1998) adalah sebagai berikut : Filum : Protophyta Klas : Schizomycetes Ordo : Pseudanonadales Familia : Vibrionaceae Genus : Aeromonas

(11)

Bakteri A. hydrophila dapat bertahan dalam lingkungan aerob maupun anaerob dan dapat mencerna material-material seperti gelatin dan hemoglobin. A.

hydrophila resisten terhadap suhu yang dingin (faktanya A. hydrophila dapat

bertahan dalam temperatur rendah ± 4ºC), tetapi setidaknya hanya dalam waktu 1 bulan (Krieg and Holt, 1984). Austin (1993) menambahkan bahwa sebagian besar isolat A. hydrophila mampu tumbuh dan berkembangbiak pada suhu 37oC. Disamping itu, bakteri A. hydrophila mampu tumbuh pada kisaran pH 4,7-11,0 (Cipriano, 2001).

Aplikasi A. hydrophila sebagai rizobakteri pengendali patogen tanaman telah banyak dilakukan karena bakteri A. hydrophila merupakan bakteri golongan kitinolitik. Bakteri kitinolitik merupakan kelompok bakteri penghasil kitinase yang dapat mendegradasi senyawa kitin. Beberapa tumbuhan tingkat tinggi juga dilaporkan memiliki aktivitas kitinolitik. Enzim kitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme kitinolitik memiliki banyak kegunaan. Adanya enzim kitinase memungkinkan konversi kitin menjadi produk yang berguna dalam industri pangan, kosmetik, farmasi dan lain-lain. Aplikasi lainnya dari aktivitas kitinolitik adalah untuk pengendalian jamur patogen secara biologis (Pujiyanto & Wijanarka, 2004). Bakteri antagonis Serratia marcescens menghasilkan enzim glukanase dan kitinase. Enzim kitinase yang dilepas oleh bakteri antagonis ini akan menyebabkan lisis pada ujung hifa. Bagian ujung hifa, sekat dan percabangan, umumnya peka terhadap penguraian karena enzim (Soesanto, 2008).

(12)

2.3 Penyakit Layu Fusarium

Ada ribuan spesies jamur, dengan bentuk berbeda yang tak terhitung jumlahnya. Kebanyakan terdiri atas benang-benang halus (hifa) yang tumbuh di atas atau di dalam jaringan inang. Pembiakan sebagian jamur terjadi dengan spora, dengan bentuk dan ukuran yang spesifik sehingga dapat digunakan sebagai sarana identifikasi (Williams et al., 1993).

Di Indonesia penyakit layu sudah lama dikenal, tetapi pada umumnya orang menduga bahwa penyakit ini disebabkan oleh bakteri. Di negara-negara lain sudah lama dikenal bahwa sebagian dari penyakit layu pada tanaman disebabkan oleh Fusarium sp. (Semangun, 2001).

Fusarium sp. merupakan jamur patogen yang dapat menginfeksi tanaman

dengan kisaran inang sangat luas (Mess et al., 1999). Jamur ini menyerang jaringan bagian vaskuler dan mengakibatkan kelayuan pada tanaman inangnya dengan cara menghambat aliran air pada jaringan silem (De Cal et al., 2000).

Patogen penyebab layu Fusarium, dapat menginfeksi tanaman melalui biji yang terkontaminasi atau pencangkokan tanaman yang terinfeksi. Jamur ini dapat menginvasi tanaman melewati sistem serabut akar dan mengganggu proses pengambilan air dan mineral pada tanaman. Perkembangan infeksi dan penyakit layu Fusarium, didukung oleh suhu tanah yang hangat (28ºC) dan kelembapan tanah yang rendah (Cahyono, 2008).

Inokulum patogen dapat masuk melalui akar dengan penetrasi langsung atau melalui luka, didalam jaringan tanaman, patogen dapat berkembang secara interseluler dan intraseluler (Winarsih, 2007).

(13)

Spora Fusarium sp. yang berupa konidia dihasilkan dalam bentuk yang sederhana atau sebagai spora enteroblastik, atau klamidospora merupakan kondisi spesies dalam fase istirahat (Booth, 1971). Koloni Fusarium sp. biasanya berwarna merah muda sampai biru violet dengan bagian tengah koloni berwarna lebih gelap dibandingkan dengan bagian pinggir. Saat konidium terbentuk, tekstur koloni menjadi seperti wol atau kapas (Fran and Cook, 1998). Di alam, jamur ini membentuk konidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan (Semangun, 2004). Pengamatan secara mikroskopis oleh McGinnis (2000) ditemukan bentuk konidia seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2

Morfologi Makrokonidia (a) dan Mikrokonidia (b) F. oxysporum secara Mikroskopik

(Sumber : McGinnis, 2000)

Jamur F. oxysporum aktif pada suhu antara 25 dan 32 °C. Karena jamur menghasilkan spora istirahat (klamidospora), jamur dapat bertahan hidup di dalam tanah tidak terbatas bahkan bila tidak ada tanaman inang tumbuh. Pada tingkat infeksi lanjut, miselium dapat meluas dari jaringan pembuluh ke parenkim. Jamur membentuk banyak spora dalam jaringan tanaman. Tanah asam (pH 5,0-5,6) dan

b

(14)

amonium nitrogen (amonium nitrat dan urea) mempercepat perkembangan penyakit (Agrios, 2005).

Fusarium sp. sangat merugikan pertanian. Fusarium sp. dapat menyerang

cabai merah, tomat, kacang panjang, kentang, kubis dan mentimun. Famili Solanaceae (tomat, kentang, terong, cabai dan tanaman lainnya) diinfeksi oleh jamur yang dapat menyebabkan layu Fusarium dan layu Verticillium. Organisme penyebab penyakit biasanya masuk melalui akar muda dan kemudian tumbuh dan berkembang sehingga akan menyumbat bagian pembuluh dari akar dan batang. Di bagian pembuluh batang tersumbat dan gagal menyalurkan air ke daun. Sehingga tanaman menjadi layu, seperti terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3

Kondisi Tanaman Sorgum yang Terserang Penyakit Layu Fusarium (Sumber : Dunia Encyclopedia, 2013)

Penyakit layu Fusarium berkembang pada suhu tanah 21 - 33 ˚C. Suhu optimumnya adalah 28˚ C. Sedangkan kelembaban tanah yang membantu tanaman ternyata juga membantu perkembangan penyakit. Patogen ini dapat hidup pada pH tanah yang luas variasinya. Penyakit akan lebih berat bila tanah mengandung banyak nitrogen tetapi miskin akan kalium (Semangun, 2000).

(15)

Pengendalian penyakit layu Fusarium cukup sulit karena patogen

Fusarium sp. dapat bertahan lama dalam tanah. Tanah yang sudah terinfestasi

sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Jamur juga menginfeksi tanaman pada bagian akar. Kelembaban tanah yang membantu tanaman berkembang, ternyata juga membantu perkembangan patogen ini. Pengendalian menggunakan fungisida tidak memberikan hasil yang memuaskan (Semangun, 2000), selain itu penggunaan fungisida sintetik secara terus-menerus juga dapat menyebabkan munculnya populasi patogen yang lebih tahan dan akan mencemari lingkungan (Freeman et al., 2002).

Gambar

Gambar 2.1  Tanaman Sorgum  (Sumber : Mutakin, 2013)  2.1.2  Morfologi Sorgum Manis

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh yang dapat ditimbulkan musik adalah: musik meningkatkan energi otot; musik meningkatkan energi sel tubuh; musik mempengaruhi detak jantung; musik

16.menuliskan kembali dengan benar minimal 4 contoh hewan yang termasuk ke dalam masing-masing kelas pada Mollusca. 17.menjelaskan hubungannya dengan kehidupan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat mengenai over populasi kucing stray dan mampu mengajak masyarakat untuk menjalankan sterilisasi dalam upaya mencegah

Kondisi fisik, kimia, dan biologis perairan di Kawasan Wisata Lovina relatif masih mendukung pertumbuhan dan perkembangan planula karang untuk dapat menjadi

Pembelajaran yang dirancang secara baik dan kreatif dengan memanfaatkan teknologi multimedia, dalam batas-batas tertentu akan dapat memperbesar kemungkinan siswa

Dari keseluruhan hasil uji analisis statistik pemeriksaan mutu fisik tablet ekstrak pegagan dengan kadar bahan pengikat gelatin sebesar 1%, 2%, 3% dan kontrol

Pemahaman ini sesuai dengan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang berbunyi: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan

Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah perpindahan kalor, penggunaan calorimeter, dan merangkai rangkaian alat listrik untuk menghantarkan arus