• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ekonomi mengakibatkan transaksi perdagangan dan kegiatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ekonomi mengakibatkan transaksi perdagangan dan kegiatan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan ekonomi mengakibatkan transaksi perdagangan dan kegiatan perekonomian dapat dengan mudah melintasi batas territorial suatu Negara (Gunadi, 2007). Saat ini, bisnis tidak hanya berkiprah di tempat kedudukan perusahaan saja. Untuk memperlebar jangkauan pasarnya, perusahaan tersebut membuka cabang atau anak perusahaan serta perwakilan di luar negeri. Salah satu akibat dari perluasan kegiatan dan perdagangan ke manca negara ini adalah terbentuknya perusahaan multinasional, yaitu perusahaan yang terdiri dari beberapa perusahaan yang saling berasosiasi dan beroperasi pada beberapa negara, yang dapat menjadi suatu kekuatan ekonomi dan strategi usaha yang kompleks. Perusahaan multinasional merupakan actor utama dalam bisnis internasional karena memiliki pengaruh yang kuat dalam bidang ekonomi, hukum, sosial, keuangan dan perpajakan. Penentuan dan penghitungan harga, imbalan atau persyaratan dagang antar perusahaan, ditentukan berdasarkan kebijakan harga transfer (transfer pricing) yang dapat sama atau beda dengan harga pasar (market price) (Gunadi, 2007).

Proses modernisasi masyarakat yang terdorong oleh pertumbuhan ekonomi tanpa batas yang disertai dengan pembentukan aliansi perekonomian sub regional, regional dan international serta bentuk – bentuk kerjasama lainnya telah berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan

(2)

ekonomi di Indonesia. Proses modernisasi perkembangan dunia yang diikuti dengan globalisasi, liberalisasi dan interdependensi mulai menandai tiap – tiap hubungan antar negara tanpa batas. Hal tersebut semakin diperkuat dengan arus barang, jasa, modal, teknologi dan informasi yang terus meningkat. Dampak negatif daripada peningkatan arus lalu lintas barang, jasa, modal, informasi dan orang tersebut telah membuat kondisi perekonomian nasional semakin di dominasi oleh perusahaan transnasional yang bergabung dengan perusahaan Indonesia (melalui penanaman modal asing / dan atau penanaman modal dalam negeri, pembelian saham atau kontrak lisensi) (M Imam Santoso, 2004).

Pemerintah Indonesia telah berupaya mereduksi investasi / aliran dana asing yang sebelumnya berada pada bentuk portofolio mengarah kepada investasi jangka panjang melalui langkah – langkah antara lain mengeluarkan Instruksi Presiden No. 3 tahun 2006 tentang “paket kebijakan perbaikan iklim investasi di Indonesia” yang terdiri dari perbaikan kondisi umum investasi, perbaikan di bidang kepabeanan dan cukai terkait dengan arus barang, perbaikan iklim investasi di bidang perpajakan, perbaikan iklim investasi di bidang ketenagakerjaan, serta perbaikan iklim investasi dalam upaya mendorong supaya pengembangan usaha kecil dan menengah. Selain mengeluarkan kebijakan mengenai perbaikan iklim investasi di Indonesia, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan tentang pemberian fasilitas Pajak Penghasilan yang berlaku untuk perusahaan penanaman modal melalui Peraturan Pemerintah No.62 tahun 2008 tentang perubahan atas PP Nomor 1 tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak

(3)

Penghasilan untuk Penanaman Modal di bidang – bidang usaha tertentu dan / atau di daerah – daerah tertentu.

Insentif pajak yang dikeluarkan tersebut dijadikan Indonesia sebagai salah satu upaya menarik penanaman modal asing, dikarenakan insentif pajak merupakan hal penting yang menjadi pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya disebuah negara, terutama negara – negara berkembang. Pasar penanaman modal yang telah sedemikian rupa tumbuh berkembang seiring dengan liberalisasi pasar, arus barang dan transfer teknologi menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi khususnya oleh negara berkembang untuk meningkatkan pendapatan nasional terutama Indonesia. Globalisasi di satu sisi dapat dijadikan momentum bagi negara berkembang untuk beralih menjadi negara maju karena investasi yang sangat besar mengalir dari lembaga – lembaga keuangan dunia dan perusahaan multinasional (Multi National Corporation / MNC) (Hikmahanto Juwana, 2001).

Fakta bahwa perusahaan multinasional merupakan perusahaan yang terintegrasi secara ekonomi, membawa konsekuensi tingginya volume intrafirm trade antara perusahaan induk (parent company) dengan perusahaan afiliasi (Subsidary or branch) atau antar perusahaan afiliasi. Transaksi – transaksi tersebut meliputi transaksi yang memperjual belikan barang, jasa, teknologi atau pinjaman atar perusahaan dan harga yang terbentuk dalam transaksi – transaksi intra firm tersebut yang dinamakan transfer pricing.

Transfer pricing atau yang lebih dikenal sebagai intercompany pricing merupakan harga yang ditetapkan oleh wajib pajak ketika menjual dan membeli

(4)

berbagai sumber daya dengan pihak – pihak yang memiliki hubungan istimewa dengannya. Harga transfer untuk pihak – pihak yang saling berhubungan dapat sama dengan transfer kepada pihak – pihak yang tidak mempunyai hubungan yaitu menggunakan harga pasar (market price) atau harga lain sesuai dengan hasil negosiasi antara pihak yang saling berkaitan sehingga tidak sesuai dengan harga pasar pada umumnya. Perbedaan tarif pajak yang berlaku di setiap negara memungkinkan perusahaan multinasioanal menggunakan mekanisme transfer pricing untuk mengalirkan atau memindahkan penghasilan atau keuntungan ke negara yang memiliki tarif pajak rendah, sehingga dapat menghemat pajak global sebagai upaya memaksimalkan keuntungan para pemegang saham. Konsekuensi mekanisme transfer pricing terhadap maksimalisasi laba global, mendorong perusahaan multinational untuk mempertimbangkan tarif pajak di dalam dan luar negeri dalam menentukan harga jual (transfer).(Rochmat Soemitro, 2009)

Dalam konteks perpajakan, transfer pricing digunakan untuk merekayasa pembebanan harga suatu transaksi antara perusahaan – perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang secara keseluruhan atas group perusahaan tersebut. Pembebanan harga yang tidak wajar atas transaksi diantara perusahaan – perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa ini mengakibatkan pembagian laba antara perusahaan multinasional yang beroperasi dibanyak negara tersebut menjadi tidak wajar. Praktik transfer pricing umumnya dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan multinasional tersebut ke negara – negara yang dikategorikan sebagai negara bertarif pajak rendah atau ke negara

(5)

yang tarif pajaknya 0% (tax haven). Tentu saja praktik transfer pricing ini akan merugikan negara – negara dimana perusahaan multinasional tersebut beroperasi yang biasanya berada pada negara – negara berkembang.

Kerugian negara yang timbul dari tindakan transfer pricing yang dilakukan perusahaan penanaman modal biasanya akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Sebagai contoh kasus PT. Asian Agri perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, cokelat dan karet, diduga melakukan transfer pricing untuk memperbesar keuntungan dengan cara mengalihkan keuntungan perusahaan ke sejumlah perusahaan afiliasi di luar negeri seperti Hongkong, British Virgin Island, Makao dan Mauritius dengan tiga modus operandi yaitu pembuatan biaya fiktif, transaksi lindung nilai (hedging) fiktif dan transfer pricing (Tempo, 20 Mei 2007).

Peningkatan investasi yang telah tumbuh sedemikian rupa di Indonesia tidak serta merta dinyatakan berhasil bila tidak dipengaruhi dengan peningkatan kualitas anggaran di Indonesia. Pajak yang merupakan salah satu sumber pendapatan / penerimaan negara yang diperkenankan secara yuridis merupakan salah satu tulang punggung sumber penerimaan negara di Indonesia. (M Djafar Saidi, 2008). Dengan berkembangnya penanaman modal asing di Indonesia maka perkembangan tersebut akan berbanding lurus dengan peningkatan penerimaan keuangan negara di Indonesia melalui pajak. Namun, yang terjadi selama ini penerimaan pajak Indonesia selalu meningkat dengan berlandaskan pada Penerimaan Pajak Perorangan / Pribadi melalui penerapan sunset policy (TB Eddy Mangkuprawira, 2008). Sedangkan penerimaan berupa pajak yang berasal dari

(6)

badan salah satu sumbernya berasal dari Badan usaha penanaman modal asing tidak menunjukan kemajuan yang mencolok dikarenakan terjadinya praktik – praktik transfer pricing yang diterapkan melalui perusahaan penanaman modal di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan juga mempunyai aturan yang menangani masalah transfer pricing, yaitu Pasal 18. Aturan transfer pricing biasanya mencakup beberapa hal, yaitu: pengertian hubungan istimewa, wewenang menentukan perbandingan utang dan modal, dan wewenang untuk melakukan koreksi dalam hal terjadi transaksi yang tidak arm’s length. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur di Pasal 18 ayat (4) yaitu: hubungan istimewa antara Wajib Pajak Badan dapat terjadi karena pemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan lainya sebanyak 25% (dua puluh lima persen) atau lebih, atau antara beberapa badan yang 25% (dua puluh lima persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan. Hubungan istimewa dapat mengakibatkan ketidakwajaran harga, biaya, atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha. Secara universal transaksi antarwajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut dikenal dengan istilah transfer pricing. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan, dasar pengenaan pajak (tax base) atau biaya dari satu wajib pajak kepada wajib pajak lain yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut.

(7)

Tunneling dapat berupa transfer ke perusahaan induk yang dilakukan melalui transaksi pihak terkait atau pembagian dividen. Transaksi pihak terkait lebih umum digunakan untuk tujuan tersebut daripada pembayaran dividen karena perusahaan yang terdaftar di Bursa harus mendistribusikan dividen kepada perusahaan induk dan pemegang saham minoritas lainnya. Pemegang saham minoritas perusahaan yang terdaftar sering dirugikan ketika harga transfer menguntungkan perusahaan induk atau pemegang saham pengendali (Lo et al., 2010).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini akan menguji kembali pengaruh pajak dan tunneling incentive pada keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel. Maka penulis tertarik untuk menggunakan judul “ PENGARUH PAJAK DAN TUNNELING

INCENTIVE TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING

PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)“

(8)

B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pajak berpengaruh terhadap keputusan transaksi transfer pricing pada perusahaan manufaktur?

2. Apakah tunneling incentive berpengaruh pada keputusan transaksi transfer pricing pada perusahaan manufaktur?

C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah sebelumnya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk :

a. Untuk mengetahui pengaruh pajak terhadap keputusan transaksi transfer pricing pada perusahaan manufaktur?

b. Untuk mengetahui pengaruh tunneling incentive pada keputusan transaksi transfer pricing pada perusahaan manufaktur?

2. Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak antara lain :

(9)

a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan keilmuan perpajakan khususnya transfer pricing, dan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan keputusan transfer pricing.

b. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan menjadi acuan atau tolak ukur mengenai hubungan negara – negara bertarif rendah dalam pengaruh pajak dan tunneling incentive terhadap transfer pricing yang di lakukan oleh perusahaan – perusahaan manufaktur penanam modal asing di Indonesia (investor).

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi Pejabat Direktorat Pajak dalam melakukan penyusunan penyempurnaan kebijakan transfer pricing yang relevan dengan situasi menjadi masukan berguna untuk mengisi kekosongan – kekosongan dan kondisi perekonomian, sehingga bermanfaat bagi penyusunan peraturan perundang – undangan yang mengatur mengenai perpajakan internasional serta transaksi transfer pricing di Indonesia sehingga tidak terjadi salah kaprah berupa kriminalisasi atas transaksi transfer pricing yang dilakukan di Indonesia sehingga ikut memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya di bidang hukum ekonomi dan perpajakan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tipe preferensi personaliti, adalah empat fungsi pikiran yang terdiri dari menginderai (sensing), berintuisi (intuition), persepsi (thinking) dan merasa (feeling),

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Adapun standar Timur Tengah yang diterbitkan oleh AAOIFI yaitu standar pengungkapan pelaporan keuangan Islamic Reporting Index dan dari Indonesia adalah peraturan

Pakan konsentrat biasanya menggunakan pakan campuran sendiri (dedak, sagu, dan bahan pakan lokal lainnya). Akan tetapi pakan konsentrat pabrikan untuk sapi potong

Dalam menetapkan tujuan, Balai Pelatihan Kesehatan Semarang perlu lebih dulu memperhatikan tujuan strategis Kementerian Kesehatan RI dan Badan Pengembagan dan Pemberdayaan Sumber

”Undang-Undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkannya, seorang suami

Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat digolongkan sebagai penyakit Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat digolongkan sebagai penyakit kulit akibat kerja karena