• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEGIATAN BIO301 STUDI LAPANGAN. Judul: Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEGIATAN BIO301 STUDI LAPANGAN. Judul: Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEGIATAN BIO301 STUDI LAPANGAN

Judul:

Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Disusun oleh:

Dian Nur Hapitasari (G34120078)

Muhammad Rezki Rasyak (G34120111)

Dian Anggraini (G34120124)

Kelompok 29

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

RINGKASAN

DIAN NUR HAPITASARI, MUHAMMAD REZKI RASYAK, DIAN ANGGRAINI, Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Dibimbing oleh Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin DEA.

Cacing tanah merupakan anggota filum Annelida, kelas Oligochaeta yang umum ditemukan di habitat terestrial dengan kelimpahan material organik di dalam tanah dan sangat mungkin ditemukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi, Jawa Barat. Tujuan studi lapang ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman cacing tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan mengkaji hubungan faktor-faktor abiotik seperti suhu tanah, pH tanah, kelembapan tanah, ketinggian tanah dengan keberadaan cacing tanah.

Pengambilan cacing tanah dilakukan dengan metode penggalian sederhana menggunakan cangkul di tiga habitat HPGW, yaitu vegetasi pinus, vegetasi damar, dan dekat sumber air. Metode penggalian sederhana ini dilakukan dengan membuat petak berukuran 1x1 m, kemudian digali menggunakan cangkul. Cacing tanah yang muncul diambil, difoto, dibersihkan dengan air, dimasukkan kedalam botol koleksi berisi alkohol 70%, dan diberi label.

Identifikasi jenis cacing dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis adalah dengan memperhatikan panjang, warna bagian dorsal dan ventral. Secara mikroskopis dilakukan dengan memperhatikan banyaknya seta, prostomium, letak klitellum, struktur kelamin pada klitellum serta banyaknya seta pada tubuh cacing. Morfologi cacing tanah dapat diamati lebih jelas menggunakan mikroskop stereo. Hasil identifikasi dari semua habitat dan titik pengambilan sampel menunjukkan cacing tanah yang diperoleh adalah jenis Pheretima sp. Cacing Pheretima sp. memiliki jumlah segmen 122-153 dan setiap segmen mempunyai seta tipe Perichaetine. Letak klitellum pada segmen 14-16, pigmentasi dorsal sama dengan pigmentasi ventral merah kecoklatan.

(3)

iii LAPORAN KEGIATAN BIO 301 STUDI LAPANGAN TAHUN 2014

Judul : Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Penyusun : Dian Nur Hapitasari (G34120078)

Muhammad Rezki Rasyak (G34120111)

Dian Anggraini (G34120124)

Bogor, 10 Juli 2014

Menyetujui, Mengetahui,

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin DEA Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Studi Lapang yang berjudul “Keragaman Cacing Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat”.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin DEA selaku dosen pembimbing Studi Lapang kami yang telah memberi bimbingan, kritik, dan saran selama rangkaian kegiatan Studi Lapang berlangsung, serta seluruh staf Departemen Biologi FMIPA IPB yang telah terlibat dalam penyelesaian rangkaian kegiatan Studi Lapang. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Biologi angkatan 49 atas bantuan dan dukungannya. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua kami atas segala do’a dan dukungan, semangat juga kasih sayang mereka.

Kami menyadari bahwa laporan kami masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata kami semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan sains dan teknologi.

Bogor, 10 Juli 2014

Dian Nur Hapitasari Muhammad Rezki Rasyak Dian Anggraini

(5)

v

DAFTAR ISI

Contents

RINGKASAN ... ii KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI ... v PENDAHULUAN ... 6 Latar Belakang ... 6 Tujuan ... 7

BAHAN DAN METODE ... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

KESIMPULAN DAN SARAN ... 15

Kesimpulan ... 15

Saran ... 15

(6)

6

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cacing tanah termasuk hewan makro tanah yang berperan sebagai dekomposer, pengolah tanah asli, memperbaiki lingkungan perakaran, meningkatkan infiltrasi tanah, mencampur tanah dan bahan organik, kasting (leafcast) menjadi agregat tanah. Cacing tanah termasuk ke dalam kelompok hewan avertebrata yang banyak dijumpai di tempat-tempat yang lembap di seluruh muka bumi (Yulipriyanto 2010). Cacing tanah termasuk ke dalam filum Annelida, kelas Oligochaeta. Panjang tubuh cacing tanah umumnya berkisar antara 5 hingga 15 cm (Handayanto dan Hairiah 2009). Ciri cacing tanah yang paling menonjol adalah adanya segmen-segmen pada tubuhnya. Segmentasi pada cacing bertindak sama halnya dengan fungsi-fungsi pembagian pada hewan umumnya yaitu setiap segmen mempunyai fungsi berbeda (Yulipriyanto 2010).

Bagian pertama cacing tanah adalah ujung anterior yang terdiri dari kepala dan prostomium, sebuah cuping yang menutup mulut dilengkapi sebuah alat seperti pisau untuk masuk ke dalam tanah. Struktur seperti sadel yang dekat dengan pangkal anterior tubuh yang disebut klitellum. Seta merupakan struktur seperti rambut kecil terletak pada setiap segmen. Bagian kedua cacing tanah adalah ujung posterior yang terdiri dari anus. Cacing memiliki kelenjar kulit yang mengeluarkan cairan yang membantu pergerakan (Yulipriyanto 2010). Makanan cacing tanah adalah daun, akar, batang tanaman yang telah sebagian membusuk dan beberapa partikel tanah yang cukup hara. Cacing tanah adalah hewan hermaprodit (setiap individu memiliki organ reproduksi jantan dan betina), namun kopulasi tetap dilakukan oleh dua ekor cacing (Handayanto dan Hairiah 2009).

Keberadaan cacing di dalam tanah dipengaruhi oleh kelembapan tanah, temperatur tanah, kandungan bahan organik, keasaman tanah, tekstur tanah, dan aerasi tanah (Handayanto dan Hairiah 2009). Kelembapan tanah berperan penting dalam menjaga aktivitas cacing tanah. Kelembapan tanah optimal untuk pertumbuhan cacing tanah adalah sekitar 70-90% (Brata 2009). Cacing tanah dapat tumbuh dengan baik dan optimal pada pH 6 – 7.2. Temperatur tanah yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah antara 15-25°C (Sugiyarto et al 2007). Bahan organik yang memiliki kandungan N dan P tinggi

(7)

7 meningkatkan populasi cacing tanah. Tanah liat berlempung merupakan tempat yang ideal bagi cacing tanah (Handayanto dan Hairiah 2009).

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak sekitar 2,5 km ke arah selatan dari jalan Bogor-Sukabumi yang berjarak 55 km dari Bogor dan 15 km dari Sukabumi. Secara geografis kawasan ini terletak pada 060 53’35”-060 55’10” Lintang Selatan (LS) dan 106047’50”-106051’30” Bujur Timur (BT) dengan rata-rata ketinggian 557 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan luasan semula adalah 359 ha dan kini menjadi sekitar 349 ha. HPGW terletak pada ketinggian 500 - 700 m dpl dengan topografi yang bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan. Di bagian utara memiliki kondisi topografi yang semakin berat. Kondisi topografi di kawasan HPGW ini adalah bergunung (98 ha), berbukit (42 ha), bergelombang (23 ha), berombak (9 ha) dan datar (4 ha) (Syaufina et al 2007).

Kondisi tanah di kawasan HPGW umumnya terdiri dari jenis tanah yang kompleks, diantaranya podsolik merah kuning, latosol dan litosol dari batuan endapan dan beku di daerah bukit. Berdasarkan data curah hujan Gunung Walat tahun 2000 – 2005 dari Laboratorium Pengaruh hutan Fakultas Kehutanan IPB diperoleh curah hujan rata-rata sebesar 2272.79 ml/tahun dengan rata-rata hari hujan 10 hari/bulan. Curah hujan rata-rata terendah terjadi pada tahun 2001 (1797.67 ml/tahun) (Syaufina et al 2007).

Kondisi penutupan lahan oleh vegetasi di kawasan HPGW sekitar 75 % adalah hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1958 dengan dominasi jenis damar (Agathis dammara), tusam-pinus (Pinus merkusii) dan mahoni (Swietenia macrophylla). Tumbuhan bawah yang dominan antara lain alang-alang (Imperata cylindrica), harendong (Melastoma malabathricum), pakis areuy (Nekania scanden), pakis rane (Selaginella plana) (Syaufina et al 2007).

Tujuan

Mengetahui keanekaraaman cacing tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan mengetahui faktor-faktor fisik yang mempengaruhi keberadaan cacing tanah.

(8)

8

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan contoh cacing tanah dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat selama dua hari pada tanggal 25 Juni-26 Juni 2014. Dilanjutkan dengan identifikasi cacing tanah di Laboraturium 4 Biologi, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% dan akuades. Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi cangkul, sekop, mistar, wadah plastik, tisu, botol film, label, in/out thermo-hygrometer, soil pH and moisture tester, GPS, dan alat tulis.

Metode Pengambilan Sampel

Pendugaan keragaman populasi cacing tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi dilakukan dengan metode sampling. Diarahkan pada tempat-tempat yang dianggap mewakili habitat di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Satuan contoh yang digunakan adalah petak berbentuk persegi dengan ukuran 1x1 meter. Pada setiap pengambilan contoh cacing tanah, diukur pH tanah, kelembapan tanah, dan suhu tanah, serta ketinggian posisi tempat pengambilan sampel cacing.

Pengambilan cacing dengan metode sampling dilakukan pada tiga tempat yang berbeda yaitu tegakan hutan pinus, hutan damar, dan lokasi sekitar sumber air. Pada setiap lokasi diambil sampel dari bagian yang bervegetasi dan non vegetasi, serta bagian yang terbuka atau tertutup serasah. Tempat sampling terlebih dahulu dibersihkan dari tanaman yang menutupi, cabang, ranting, serasah serta batuan untuk memudahkan pengambilan cacing, kemudian digali. Cacing yang diambil sebagai spesimen harus utuh, tidak putus, kemudian difoto warna dan tekstur badannya. Selanjutnya dituangkan ke dalam larutan alkohol 70% pada botol film yang sebelumnya telah diberi label.

Identifikasi jenis cacing dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis adalah dengan memperhatikan panjang, warna bagian dorsal dan ventral. Secara mikroskopis dilakukan dengan memperhatikan banyaknya seta, prostomium, letak klitellum, dan struktur kelamin pada klitellum serta banyaknya seta pada tubuh cacing. Morfologi cacing tanah dapat diamati lebih jelas menggunakan mikroskop stereo.

(9)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan tiga lokasi pengamatan. Lokasi pertama dilakukan di hutan dominasi vegetasi pinus (Pinus merkusii) dengan pengambilan sampel di area vegetasi dan non vegetasi. Begitu pula lokasi kedua di hutan dominasi vegetasi damar (Agathis dammara) dilakukan pengambilan sampel di area vegetasi dan non vegetasi. Lokasi ketiga sampel diambil di dekat sumber air sekitar tempat penginapan dengan tiga kali ulangan.

Pengukuran suhu udara dan kelembapan Hutan Pendidikan Gunung Walat selama dua hari pengamatan diperoleh suhu maksimum, suhu minimum, kelembapan maksimum, dan kelembapan minimum. Suhu udara maksimum dan suhu udara minimum HPGW pada hari pertama adalah 28.1°C dan 22.1°C. Sedangkan pada hari kedua suhu udara maksimum dan suhu udara minimumnya adalah 28.1°C dan 21.1°C. Diperoleh pula kelembapan maksimum dan minimum pada hari pertama adalah 88% dan 58%. Sedangkan pada hari kedua kelembapan maksimum dan minimumnya adalah 93% dan 76%.

Setiap lokasi sampling ditemukan cacing tanah. Jumlah cacing tanah yang diperoleh adalah 30 cacing. Jumlah cacing tanah yang ditemukan pada area non vegetasi lebih banyak daripada area vegetasi. Jumlah cacing tanah sangat sedikit dan sulit ditemukan pada area dekat sumber air. Perbedaan jumlah cacing tanah di ketiga area tersebut diduga karena perbedaan faktor abiotik. Faktor abiotik yang diukur adalah kelembapan tanah, suhu tanah, dan pH tanah. Berikut merupakan jenis cacing tanah yang berhubungan dengan faktor-faktor abiotik pada lokasi vegetasi, non vegetasi, dan dekat sumber air (Tabel 1).

(10)

10 Tabel 1 Lokasi dan faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan cacing tanah

Lokasi Elevasi (m) pH tanah Suhu tanah (°C) RH tanah (%)

Kondisi tanah Jenis cacing

Keterangan

Vegetasi Non

vegetasi Sumber air S 06°54’70.3”

E 106°49’36.1” 664

6.6 22.8 83 Lembap - - √ - 6.4 23.8 77 Agak kering Pheretima sp. Pinus - -

S 06° 54’61.7”

E 106° 49’ 34.0” 715

6.2 25.7 80 Lembap - - √ - 6.2 24.1 82 Lembap Pheretima sp. Pinus - -

5.9 23.8 77 Agak kering - Galian babi - -

S 06° 54’ 87.9” E 106° 49’ 34.0” 599 6 23.8 82 Lembap Pheretima sp. - √ - 6.2 24.6 84.6 Lembap - Damar - - S 06° 54’ 87.5” E 106° 49’ 34.2” 584

6 24.6 76 Agak kering Pheretima sp. - √ - 5.4 24.3 80 Lembap - Damar - -

S 06° 54’ 86.0”

E 106° 49’ 34.4” 595

6 23.9 78 Agak kering Pheretima sp. - √ - 6 25.5 82 Lembap Pheretima sp. Damar - - S 06° 54’ 90.7” E 106° 49’ 49.6” 580 5.6 23.8 81 Lembap Pheretima sp. - - √ S 06° 54’ 89.5” E 106° 49’ 50.3” 561 5.8 22.7 87 Lembap - - - √ S 06° 54’ 54.3” E 106° 49’ 26.6” 579 5 24 83 Lembap Pheretima sp. - - √

(11)

11 Berikut merupakan data faktor-faktor abiotik pada beberapa lokasi pengamatan (Gambar 1,2 dan 3)

Gambar 1 pH tanah di setiap area sampling

(12)

12 Gambar 3 Kelembapan tanah setiap area sampling

Kelembapan tanah yang paling tinggi yaitu pada area dekat sumber air. Kelembapannya lebih dari 83%. Area ini memiliki pH antara 5.4-5.5. Suhu tanah pada area ini mencapai 23.5°C. Jumlah cacing tanah yang ditemukan pada area ini paling sedikit daripada area lainnya. Kelembapan pada area ini sudah memenuhi syarat kelembapan lingkungan tempat hidup cacing tanah, yaitu 70-90%. Suhu tanah yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah sekitar 15-25°C. Faktor abiotik yang tidak sesuai dengan pertumbuhan cacing tanah adalah keasaman. Sugiyarto et al (2007) menyatakan bahwa cacing tanah sangat sensitif terhadap kadar keasaman tanah. Pertumbuhan yang baik dan optimal bagi cacing tanah diperlukan pH antara 6.0-7.2.

Area vegetasi pinus dan damar memiliki kisaran pH tanah sekitar 5.8-6.2, kelembapan tanah sebesar 79-82%, dan suhu tanah sekitar 23.9-24.8°C. Pada area non vegetasi memiliki kisaran pH tanah sekitar 6.0-6.4, kelembapan tanah 79-82%, dan suhu tanah sekitar 24.1-24.3°C. Jumlah cacing yang dapat ditemukan pada area non vegetasi lebih banyak daripada area vegetasi. Hal tersebut diduga karena faktor-faktor abiotik yang terdapat pada area non vegetasi lebih memadai untuk tempat hidup cacing tanah. Kelembapan di kedua area sudah memadai, yaitu berkisar antara 70-90%. Faktor suhu tanah di kedua area juga sudah memadai berkisar antara 15-25°C. Kondisi pH tanah pada area non vegetasi lebih memadai untuk pertumbuhan cacing tanah, yaitu sekitar 6.0-7.2,

(13)

13 sedangkan pada area vegetasi kurang memadai karena kisaran pH kurang dari 6.0. Sugiyarto et al (2007) menyatakan bahwa pH 6.50-6.87 merupakan keadaan yang masih cukup baik untuk ditoleransi oleh cacing tanah. Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga area yang diamati keasaman merupakan faktor pembatas dalam penyebaran cacing tanah dan menentukan jumlah cacing tanah di suatu daerah.

Faktor lain yang menyebabkan jumlah cacing tanah pada area non vegetasi lebih banyak daripada area vegetasi adalah jumlah serasah yang banyak pada area non vegetasi. Serasah dianggap sebagai sumber makanan yang paling baik bagi cacing tanah karena bahan makanannya berupa selulosa relatif tinggi dan rendah kandungan lignoselulosanya. Cacing tanah tidak mampu makan serasah segar yang baru jatuh dari pohon. Serasah tersebut membutuhkan periode tertentu untuk lapuk atau terurai sampai cacing tanah mampu memakannya. Materi organik yang sedikit mengalami dekomposisi merupakan sumber makanan yang paling disukai oleh cacing tanah (Sugiyarto et al 2007).

Cacing tanah ditemukan di beberapa lokasi berbeda dengan tipe tanah yang berbeda pula. Klasifikasi tanah Gunung Walat termasuk dalam keluarga tropohumult tipik (latosol merah kekuningan), tropodult tipik (latosol coklat), dystropept tipik (podsolik merah kuning) dan tropopent lipik (litosol). Tanah latosol merah kekuningan merupakan jenis tanah yang paling banyak, Sedangkan pada kawasan berbatu hanya terdapat tanah litosol, dan di daerah lembah terdapat tanah podsolik. Tanah latosol merupakan tanah yang mempunyai distribusi kadar liat tinggi (>60%), KB < 50%, horison A umbrik dan horison B kambik. Tanah podsolik merupakan tanah yang mempunyai horison B argilik, kejenuhan basa < 50% dan tidak mempunyai horison albik. Tanah litosol merupakan tanah yang dangkal yang terdapat pada batuan yang kokoh sampai kedalaman 20 cm dari permukaan tanah (Mega et al 2010).

Hasil identifikasi dari ketiga lokasi menunjukkan cacing tanah yang diperoleh adalah jenis Pheretima sp. Identifikasi dilakukan dengan menghitung segmen dari bagian anterior cacing tanah sampai bagian klitellum. Letak klitellum Pheretima sp. pada segmen 14-16. Cacing tanah yang dapat diidentifikasi adalah cacing yang sudah dewasa, sedangkan cacing yang masih juvenil tidak dapat diidentifikasi karena cacing tanah juvenil belum memiliki klitellum.

(14)

14

Gambar 1 Klitellum Pheretima sp. Gambar 2 Genital pore Pheretima sp.

\

Gambar 3 Bagian posterior (anus) Gambar 4 Seta pada segmen

Pheretima sp. Pheretima sp.

Famili yang terpenting dari ordo Oligichaeta, yaitu famili Megascolecidae dan famili Lumbricidae. Famili Megascolecidae terdiri dari setengah jumlah cacing tanah yang telah diketahui dari dua genus, yaitu Pheretima dan Dichogaster. Cacing Pheretima merupakan jenis cacing tanah lokal yang penyebarannya meliputi Indo-Melayu, Asia Tenggara, dan Australia. Habitat utama dari cacing tanah Pheretima, yakni air, darat (yang relatif agak kering), dan kotoran ternak. Cacing tanah jarang dijumpai pada habitat yang langsung terkena cahaya matahari, serta lebih menyukai tempat-tempat yang tenang. Cacing tanah Pheretima memiliki jumlah segmen 122-153 dan setiap segmen mempunyai seta tipe Perichaetine. Letak klitellum pada segmen 14-16, pigmentasi dorsal sama dengan pigmentasi ventral merah kecoklatan (Brata 2009). Klitellum adalah struktur seperti sadel dekat dengan pangkal anterior tubuh. Sperma yang masak dan sel telur serta cairan makanan disimpan dalam kokon yang dihasilkan klitellum. Telur-telur dibuahi oleh sperma dalam kokon, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh cacing dan disimpan di dalam atau di atas permukaan tanah (Yulipriyanto 2010).

(15)

15

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengamatan keragaman cacing tanah dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Pengamatan di lakukan di tiga lokasi, yaitu di area vegetasi pinus dan damar, area non vegetasi, dan dekat sumber air. Jumlah cacing tanah yang dapat ditemukan adalah 30 cacing. Cacing tanah yang diperoleh adalah cacing dewasa dan cacing juvenil. Cacing yang dapat diidentifikasi adalah cacing dewasa yang ditandai dengan adanya klitellum. Klitellum merupakan bagian epidermis glandular anterior yang berhubungan dengan produksi kokon. Hasil identifikasi dari ketiga lokasi menunjukkan cacing tanah yang diperoleh adalah jenis Pheretima sp.

Faktor-faktor abiotik yang optimum merupakan syarat agar cacing tanah dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Suhu tanah yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah adalah sekitar 15-25°C. Kelembapan tanah optimal antara 70-90% dan pH tanah optimal untuk pertumbuhan cacing tanah adalah sekitar 6.0-7.2. Berdasarkan ketiga lokasi yang diamati jumlah cacing tanah yang paling banyak ditemukaan adalah pada area non vegetasi. Sedangkan jumlah cacing yang paling sedikit ditemukan adalah pada area dekat sumber air.

Saran

Mahasiswa diharapkan dapat mengekplorasi lebih lanjut mengenai cacing tanah agar dapat mengetahui manfaat serta teknik membudidayakan cacing tanah.

(16)

16

DAFTAR PUSTAKA

Brata B. 2009. Cacing Tanah Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan dan

Perkembangbiakan. Bogor (ID): IPB Press.

Handayanto, Hairiah. 2009. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Yogyakarta (ID): Pustaka Adipura.

Mega IM, IN Dibla, IGPR Adi, TB Kusmiyanti. 2010. Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Bali (ID): Universitas Udayana Press.

Sugiyarto, M Efendi, E mahajoeno, Y, Sugito, E Handayanto, L Agustina. 2007. Preferensi berbagai jenis makrofauna tanah terhadap sisa bahan organic tanaman pada intensitas cahaya berbeda. Biodiversitas 7(4): 96-100.

Syaufina L, NF Haneda, A Buliyansih. 2007. Keanekaragaman arthropoda tanah di huta pendidikan gunung walat. Media Konservasi 12(2):57-66.

Yulipriyanto H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

(17)

17 LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambar area sampling

Gambar 8 Area vegetasi sebelum digali Gambar 9 Area vegetasi sesudah digali

Gambar 10 Area non vegetasi sebelum digali Gambar 11 Area non vegetasi sesudah digali

Gambar 12 Area dekat sumber air Gambar 13 Area dekat sumber air sesudah

(18)

18 Lampiran 2 Peta keseluruhan kawasan Gunung Walat

(19)

19 Lampiran 3 Jalur dan letak pengambilan sampel cacing tanah

Gambar

Gambar 1 pH tanah di setiap area sampling
Gambar 3 Bagian posterior (anus)   Gambar 4 Seta pada segmen
Gambar 8 Area vegetasi sebelum digali  Gambar 9 Area vegetasi sesudah digali

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan hipotesis dan penelitian sebelumnya, hasil penelitian dengan menggunakan analisis jalur terhadap 63 manajer pusat pertanggungjawaban pada kantor cabang bank umum

Geguritan diperkirakan muncul di Bali pada zaman pemerintahan kerajaan Klungkung, yakni abad ke-18, yang bersumber pada karya sastra Jawa Kuna dan Pertengahan

l Jika suatu saham diberi harga overpriced relative terhadap garis pasar surat berharga maka saham tersebut diharapkan untuk memberikan tingkat pengembalian yang lebih rendah

Menetelmää hyväksikäyttäen voidaan arvioida, miten tuotantorakenteen tai kulutustottumusten muutokset heijastuvat ympäristöön ja talouteen sekä maataloussektorin sisällä että

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematika siswa setelah diterapkan kurikulum 2013, dilihat dari siswa dalam menyelesaikan soal

pengenalan objek sejak usia dini pada anak sangat penting untuk membantu anak dalam menerima informasi yang disampaikan melalui huruf. Huruf didifinisikan sebagai tanda

Dari data yang telah dianalisis tersebut dapat di tentukan dimensi serta parameter lain pada bangunan pemecah gelombang yang direncanakan pada Pantai Kuwaru,

Dari beberapa persyaratan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, hal yang menjadi sorotan publik adalah berkaitan dengan persyaratan calon Gubernur dan calon Wakil