• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2008"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Tinjauan Kebijakan Moneter

Desember 2008

Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Dewan Gubernur

Boediono Gubernur

Miranda S. Goeltom Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur

Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur

Adhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur

(4)

Daftar Isi

I. Statement Kebijakan Moneter ...3

II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ...6

Inflasi ...6

Nilai Tukar Rupiah ...7

Kebijakan Moneter ...9

Strategi Kebijakan ...9

Suku Bunga ...11

Dana, Kredit, dan Uang Beredar ...12

Pasar Modal ...14

Kondisi Perbankan ...16

(5)

I. Statement KebIjaKan MoneTeR

Tekanan inflasi di Indonesia pada November 2008 mulai mereda. Hal ini sejalan dengan mulai melambatnya perekonomian domestik sebagai dampak dari melemahnya perekonomian global dan menurunnya harga-harga komoditas internasional. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan bahwa tekanan inflasi 2009 akan menurun dan cenderung berada pada kisaran batas bawah 6,5%-7,5%. Bank Indonesia memandang bahwa dampak krisis global pada melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik mulai tampak pada kuartal III-2008 dan akan semakin terlihat pada tahun 2009. Sementara itu, krisis keuangan global juga telah berdampak pada kinerja di sektor keuangan Indonesia seperti yang ditunjukkan oleh meningkatnya yield SUN, anjloknya harga saham, dan melemahnya nilai tukar. Menyikapi perkembangan tersebut, Dewan Gubernur Bank Indonesia memandang perlu untuk menempuh kebijakan moneter yang mampu menjaga keseimbangan antara upaya menjaga gairah di sektor dunia usaha dan mengurangi kerentanan di pasar keuangan dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi jangka panjang.

Bank Indonesia senantiasa mencermati berbagai gejolak yang terjadi di pasar keuangan global serta dampaknya pada perekonomian Indonesia. Fenomena global yang saat ini dirasakan adalah terjadinya sebuah proses

deleveraging yang mengakibatkan keketatan likuiditas global sehingga

mendorong perpindahan portfolio investor termasuk dari Indonesia.

Repricing yang dilakukan oleh investor seiring dengan meningkatnya

persepsi risiko semakin mendorong aliran modal keluar (capital outflows) dari emerging market. Bursa saham regional mencatat penurunan indeks harga yang cukup tajam, pasar obligasi di sebagian negara kawasan mencatat peningkatan yield. Derasnya aliran keluar modal asing pada akhirnya mendorong tekanan pada hampir semua mata uang dunia. Dampak dari proses tersebut adalah tekanan pada nilai tukar Rupiah. Selama bulan November 2008, nilai tukar secara rata-rata mencatat pelemahan sebesar 13,8%, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 6,5%. Depresiasi yang terjadi disertai dengan peningkatan volatilitas, yang terutama dipicu oleh sentimen negatif pasar (market

confidence), di tengah kondisi pasokan valas di dalam negeri yang

semakin terbatas. Tekanan juga dirasakan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Meski demikian searah dengan upaya yang dilakukan

(6)

oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengantisipasi krisis lebih lanjut, pelemahan IHSG dapat tertahan. Secara bulanan, IHSG melemah hanya sebesar 1,2% dan ditutup pada posisi 1241 atau lebih rendah dibandingkan pelemahan bulan sebelumnya sebesar 31,4%.

Di sisi lain, tekanan inflasi mulai dirasakan mereda. Perkembangan

eksternal dan permintaan dalam negeri yang melemah telah menyebabkan berkurangnya tekanan inflasi di dalam negeri. Kelompok harga makanan yang bergejolak (volatile food) mencatat penurunan laju inflasi yang besar dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini terkait dengan masih berlanjutnya penurunan harga komoditas internasional. Deflasi juga terjadi pada kelompok harga barang yang ditentukan pemerintah (administered

price). Meski mereda, Bank Indonesia mencermati masih adanya potensi

tekanan di sisi inflasi inti, terkait dengan pelemahan nilai tukar rupiah. Meski demikian, tekanan tersebut masih dapat dikompensasi sebagian oleh penurunan harga komoditas internasional. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK selama bulan November 2008 tercatat sebesar 0,12% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yaitu sebesar 0,45% Di tengah berbagai gejolak tersebut, kondisi perbankan Indonesia secara fundamental masih dapat terjaga. Indikator-indikator utama perbankan menunjukkan ketahanan yang tetap baik dan mantap, seperti tercermin berbagai indikator utama perbankan seperti CAR dan NPL. Sementara itu, kondisi likuiditas perbankan yang sempat mengalami keketatan, sudah mulai longgar kembali. Namun, perbankan terlihat mulai berhati-hati dalam menyalurkan kredit seiring dengan meningkatnya risiko ke depan sebagai dampak dari melemahnya perekonomian di sektor riil.

Ke depan, gejolak eksternal diprakirakan akan memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di triwulan IV-2008 diprakirakan mulai menurun walaupun secara keseluruhan tahun 2008 masih dapat mencatat sekitar 6.1% dan akan semakin melemah di tahun 2009. Pelemahan ekonomi global yang lebih dalam, termasuk kontraksi ekonomi yang akan terjadi di berbagai, diprakirakan akan mendorong pelemahan kinerja ekspor secara signifikan. Tekanan terhadap ekspor bertambah berat terutama ketika penurunan harga komoditas di pasar internasional masih terus berlanjut hingga tahun mendatang. Di sisi domestik, menurunnya pendapatan dari ekspor serta tersendatnya sumber pembiayaan perbankan diprakirakan akan menyebabkan pelemahan daya beli masyarakat. Penyaluran kredit konsumsi diprakirakan menurun

(7)

akibat meningkatnya persepsi risiko debitur, disamping kecenderungan perbankan menjaga likuiditas yang relatif tinggi di tengah ketidakpastian. Sementara itu, inflasi IHK selama 2009 diprakirakan mendekati batas bawah kisaran proyeksi 6,5-7,5% (yoy). Tekanan inflasi ke depan diperkirakan menurun. Berkurangnya tekanan terhadap inflasi didukung oleh kondisi permintaan domestik yang melambat secara signifikan, serta prakiraan harga komoditas internasional yang masih mengalami penurunan. Prakiraan harga dunia tersebut diprakirakan akan mengurangi dampak negatif dari nilai tukar Rupiah yang diperkirakan akan melemah di tahun 2009, sehingga imported inflation diprakirakan tidak memberi tekanan yang signifikan pada laju inflasi.

Dengan berbagai perkembangan tersebut, dalam tataran kebijakan, Bank Indonesia akan menjaga keseimbangan antara upaya mencegah semakin melambatnya perekonomian riil dengan tetap berorientasi pada pencapaian sasaran inflasi jangka menengah dan panjang. Untuk itu, Bank Indonesia dalam keputusan Dewan Gubernur BI pada 4 Desember 2008 menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 9,25%. Penurunan BI Rate ini diharapkan dapat menjaga gairah perekonomian domestik di tengah melesunya perekonomian global. Di sektor riil, penurunan suku bunga diperlukan untuk mendorong kepercayaan dunia usaha terhadap perekonomian Indonesia yang sangat dibutuhkan untuk mengurangi tingkat pengangguran. Di sektor keuangan, penurunan BI Rate ini juga akan mengurangi kerentanan yang ada sehingga mengurangi risiko di sektor ini.

Selain itu, kebijakan tersebut akan tetap diikuti oleh pemanfaatan piranti moneter lain secara optimal, seperti intervensi di pasar valas untuk meminimalkan volatilitas nilai tukar rupiah. Bank Indonesia akan terus menerus mencermati dan memonitor perkembangan ekonomi global dan akan melakukan penyesuaian kebijakan apabila diperlukan dalam tujuan menjaga kestabilan ekonomi dan pencapaian sasaran inflasi jangka menengah panjang.

(8)

II. Perkembangan dan kebIjakan

moneter

Perekonomian Indonesia semakin merasakan dampak rambatan dari krisis perekonomian global selama November 2008. Namun, tekanan inflasi pada bulan November 2008 cenderung menurun.

Secara bulanan maupun tahunan, inflasi November 2008 tercatat lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yaitu sebesar 0,12% (mtm) dan 11,68% (yoy). Penurunan inflasi tersebut terutama didorong oleh mulai melemahnya perekonomian yang mendorong turunnya tekanan dari sisi permintaan dan menurunnya harga komoditas internasional yang menurunkan inflasi kelompok volatile food dan kelompok administered

price. Di sisi nilai tukar, pada November 2008 rupiah mengalami tekanan

depresiasi yang cukup kuat akibat berlanjutnya gejolak di pasar keuangan global. Tingkat suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang masih relatif tinggi di tengah-tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global berimplikasi pada penurunan akselerasi pertumbuhan kredit. Di pasar saham, IHSG masih mengalami tekanan sejalan dengan koreksi pasar saham global, pelemahan nilai tukar, serta kejatuhan harga komoditas internasional. Sebaliknya, di pasar SUN, yield SUN terus membaik setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Inflasi

Laju inflasi pada November 2008 yang rendah mengindikasikan bahwa penurunan tekanan inflasi akan terus berlanjut ke depan.

Laju inflasi November 2008 secara bulanan menurun menjadi 0,12% dari 0,45% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sementara itu secara tahunan, tekanan inflasi November 2008 mencapai 11,68% menurun dibandingkan dengan Oktober 2008 sebesar 11,77% (Grafik 2.1). Dengan perkembangan tersebut, inflasi ytd s.d Oktober 2008 mencapai 11,1%. Dilihat dari sumbangannya, inflasi IHK terutama bersumber dari kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yakni sebesar 0,18% (Grafik 2.2). Peningkatan harga beberapa komoditas pada kelompok Makanan Jadi terutama terjadi pada subkelompok Tembakau dan

Minuman beralkohol. Di sisi lain, kelompok Bahan Makanan dan kelompok Transportasi dan Komunikasi memberikan sumbangan deflasi untuk yang pertama kalinya sepanjang tahun 2008.

� � � � �� �� �� �� �� �� ���� ���� ���� ��� �� � �� �� �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� ��� ����� Grafik 2.1 IHK

(9)

Grafik 2.2 Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok (November 2008. m-t-m)

berlanjutnya penurunan harga komoditas internasional dan terjaganya pasokan bahan pangan menyebabkan inflasi volatile

food menurun. Penurunan laju volatile food tersebut terutama

disebabkan oleh penurunan harga minyak goreng terkait dengan penurunan harga CPO internasional dan ketersediaan pasokan pangan yang mampu menahan kenaikan harga. Tercatat hanya komoditas bawang merah dan cabe merah yang menunjukkan kenaikan. Sementara itu, harga daging-dagingan dan ikan relatif menurun yang diperkirakan akibat menurunnya permintaan. Di sisi lain, harga beras relatif stabil yang didukung oleh produksi beras nasional dan pengadaan beras Bulog yang cukup baik. Stok beras per 28 November 2008 mencapai 3,070. juta ton yang merupakan stok tertinggi sejak tahun 2005.

Turunnya harga bensin non-subsidi menyebabkan inflasi

administered price lebih rendah dibanding bulan sebelumnya.

Adanya kebijakan penurunan harga Pertamax dan Pertamax Plus mengakibatkan komoditas bensin memberikan sumbangan deflasi pada kelompok administered price. Selain itu, kembali terjaganya pasokan minyak tanah dan LPG menyebabkan komoditas bahan bakar turut memberikan sumbangan deflasi. Di sisi lain, tekanan inflasi administered

price terutama disebabkan oleh peningkatan harga komoditas rokok.

Namun, pada perkembangan selanjutnya dampak kenaikan harga rokok mampu diredam oleh penurunan harga bensin non-subsidi.

Bank Indonesia mencermati kecenderungan masih tingginya inflasi inti pada bulan November 2008. Meningkatnya inflasi inti terutama terkait dengan dampak depresiasi nilai tukar serta ekspektasi inflasi ke

depan yang masih relatif tinggi (Grafik 2.3 dan 2.4). Meski demikian,

tekanan tersebut masih dapat dikompensasi sebagian oleh penurunan harga komoditas internasional. Tekanan imported inflation cenderung menurun sejalan dengan penurunan harga komoditas internasional (Grafik 2.5). Rendahnya harga komoditas internasional telah

berdampak pada penurunan harga komoditas terkait di dalam negeri sebagaimana tercermin pada penurunan harga minyak goreng akibat penurunan harga CPO.

nilai Tukar Rupiah

belum stabilnya pasar keuangan global dan meningkatnya perilaku menghindari risiko (risk aversion) terhadap aset emerging market

Grafik 2.3 Nilai Tukar dan Inflasi Negara Mitra Dagang ��������������������������� ������������ ��������������������������� ������������� ����� ���������������� ����� ��� �� �� � � �� �� �� � � � � � � ���� � � � � � ������ � � � � � ������ � � � � � ������ � � � � � ������ � � � � � ��

Grafik 2.4 Ekspektasi Harga Konsumen

������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��������� ��������� ���� ���� ���� ����� ����� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����� ����� ���� ���� ���� ���� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������������� ��������������� ������������� ���������������������� ������������������� ������������������������ �������������������� ������� ��������� ��������������������� ������������� ������������������������� �����������������

(10)

menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang cukup tajam pada November 2008. Secara rata-rata, rupiah melemah 13,8%

dari Rp9.998,- menjadi Rp11.594,- per USD (Grafik 2.6). Sedangkan di akhir periode laporan, rupiah ditutup pada level Rp12.025,- per USD atau melemah 8,7% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pergerakan rupiah selama November 2008 pun cukup fluktuatif dengan tingkat volatilitas bulanan yang meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Grafik 2.7).

Pergerakan rupiah sejalan dengan mata uang regional yang tertekan akibat ancaman resesi ekonomi global (Grafik 2.8).

Pesimisme terhadap ekonomi global yang ditunjukkan oleh lembaga-lembaga internasional melalui koreksi prediksi pertumbuhan ekonomi global ke depan semakin menambah pesimisme para pelaku pasar. Investor menilai prospek penempatan dana di aset Emerging Market menurun dan memilih mengalihkan dananya ke aset yang lebih aman yakni US Treasury (perilaku menghindari risiko - risk aversion). Hal itu sejalan dengan memburuknya indikator risiko yang tercermin pada melebarnya EMBIG Spread (Emerging Market Bond Index Global). EMBIG Spread merupakan spread antara yield US Treasury dan komposit dari yield negara-negara Emerging Market. Di samping itu, penurunan harga komoditas internasional dan ekspektasi penurunan profit turut memberikan tekanan terhadap bursa saham global yang pada akhirnya memberikan tekanan terhadap mata uang regional (Grafik 2.9).

Dari sisi fundamental domestik, masih terdapat faktor risiko seiring dengan ekspektasi terhadap kinerja neraca pembayaran. Ekonomi

global khususnya AS yang telah berada dalam resesi serta menurunnya harga komoditas internasional dikhawatirkan akan memengaruhi kinerja ekspor sehingga diperkirakan akan memengaruhi kinerja neraca pembayaran. Indikator risiko sebagaimana tercermin pada yield spread antara global bond Indonesia dan obligasi pemerintah Amerika (US T-Note) menunjukkan peningkatan (Grafik 2.10). Sementara itu ekspektasi depresiasi masih kuat seperti tercermin pada peningkatan indikator premi

swap (Grafik 2.11). Di sisi lain, indikator Credit Default Swap (CDS) yang

mencerminkan kemampuan Pemerintah untuk membayar surat utangnya bergerak stabil.

Tingginya imbal hasil rupiah masih belum dapat menutupi

tingginya risiko. Meski selisih suku bunga Dalam Negeri dan Luar Negeri

(Uncovered Interest Rate Parity - UIP) masih lebih tinggi dibandingkan

Grafik 2.6 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah

Grafik 2.7 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.5 Inflasi IHPB Impor, IHK, dan

Komoditas Impor ������������������ ����� ��� ��������������� ������������������������� �� � � �� �� �� �� �� �� �� �� ���� � � � � � ������ � � � � � ������ � � � � � ������ � � � � � ������ � � � � � �� ������ ���� ���� ���� ���� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����������� ����������������� ����������������� ����� ����� ������ ����� ����� ����� ���� ���� �� ���������������������������������������������������������������������������������������������������������������� ���� ����� ���������� ��������������������� ������������������������� ���� ���� ���� ���� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ������ ���� ���� ���� ���� ���� ����� ����� ���� ���� �� ���������������������������������������������������������������������������������������� ����

(11)

Grafik 2.8 Pergerakan Mata Uang Dunia dan Regional

negara kawasan (Grafik 2.12), namun tingginya faktor risiko membuat selisih suku bunga Covered Interest Rate Parity (CIP) menjadi negatif (Grafik 2.13). Namun demikian, angka CIP Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan Filipina dan Korea

Kebijakan Moneter

Strategi Kebijakan

Pada bulan november 2008, Rapat Dewan Gubernur (RDG) bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan bI Rate pada tingkat 9,5%. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan evaluasi

menyeluruh terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan, baik dalam negeri maupun luar negeri, serta arah perkembangan laju inflasi. Dalam menghadapi gejolak keuangan global yang berlanjut dan perlambatan ekonomi dunia yang makin nyata, Bank Indonesia memandang penting untuk menjaga kebijakan moneter yang tepat, sehingga dapat mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan upaya menjaga stabilitas moneter. Meskipun tekanan inflasi di dalam negeri mulai mereda, Bank Indonesia pada waktu itu masih perlu mencermati beberapa faktor risiko serta tekanan inflasi yang masih akan timbul hingga akhir tahun 2008.

Di bidang nilai tukar, bank Indonesia senantiasa melakukan kebijakan stabilisasi rupiah yang diarahkan pada upaya

menghindari gejolak nilai tukar yang terlalu tajam. Selain itu, dalam

rangka menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan di pasar valuta asing, mengurangi tekanan yang berlebihan terhadap nilai tukar rupiah, dan meminimalkan tujuan pembelian valuta asing yang bersifat spekulatif, Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada bank. Ketentuan ini bukan merupakan kebijakan kontrol devisa atau kontrol kapital (capital control) yang membatasi arus modal lintas negara, namun hanya sebatas mengatur tata cara perolehan devisa melalui bank dengan memenuhi persyaratan tertentu, tanpa membatasi kebebasan pelaku ekonomi atas penggunaan devisa yang telah dimiliki. Melalui ketentuan ini, pelaku ekonomi selain bank, yaitu nasabah individu, badan hukum Indonesia dan pihak asing, dapat dengan bebas melakukan pembelian valuta asing, baik melalui transaksi spot, forward, maupun transaksi derivatif. Namun, untuk pembelian valuta asing yang jumlahnya melebihi USD100.000 (seratus ribu dollar Amerika Serikat) per Grafik 2.9 Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar

pada November 2008

Grafik 2.10 Yield Spread Government

Bond RI dan AS ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��������� ���������� ������ ������ ����� ����� ���� ���� ���� ���� ���� ������ ����� ����� ����� ����� ����� ���� ����� ����� ����� ������ ����� ����� ����� �������������������������� ����������������������������������� ������� ������������������ ������ ����� ���� ���� ���� ���� ����� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ����� ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ����� ����� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� �� �� �� �� �� �� �� �� ��� ��� ��� ���������������� ������������������������������������������������ ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

(12)

bulan dapat dilakukan sepanjang memiliki underlying transaksi. Khusus bagi nasabah individu dan badan hukum Indonesia, dipersyaratkan untuk menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus untuk pihak asing, hanya berlaku untuk transaksi spot. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menunjang upaya memperkuat kehati-hatian bagi bank melalui penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principle/ KYC), sehingga transaksi valuta asing yang dilakukan oleh nasabah bank, baik individu dan badan hukum Indonesia maupun pihak asing, memiliki tujuan penggunaan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan serta bermanfaat bagi sektor riil.

Dalam upaya mengantisipasi dampak krisis keuangan global yang berpotensi membahayakan stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional, bank Indonesia menyempurnakan ketentuan fasilitas

likuiditas bank umum, yaitu Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum

(FLI), Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (FPJP), dan Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi Bank Umum (FPD). Terbitnya peraturan tersebut juga melengkapi mekanisme Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.4 Tahun 2008 tentang JPSK. Ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) mengatur pemberian fasilitas untuk mengatasi kekurangan likuiditas akibat kesenjangan antara arus dana masuk dan arus dana keluar. Pemberian fasilitas ini kepada bank ditujukan untuk memperlancar operasi sistem pembayaran dengan didukung agunan likuid dan bernilai tinggi. Penyempurnaan ketentuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) memberikan akses yang lebih luas kepada perbankan untuk memperoleh pendanaan dengan jangka waktu yang lebih panjang dari FLI. Sementara itu Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) diberikan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas tetapi masih memenuhi tingkat solvabilitas tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia, serta berdampak sistemik. Berbeda dengan FLI dan FPJP, pemberian FPD harus didasarkan pada keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang

keanggotaannya terdiri dari Menteri Keuangan sebagai Ketua merangkap Anggota dan Gubernur Bank Indonesia sebagai Anggota.

Selain itu, Bank Indonesia tetap akan mengoptimalkan piranti lain dalam melaksanakan kebijakan moneter. Hal tersebut dibarengi dengan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah dalam mencermati perkembangan dan prospek perekonomian global, regional dan domestik untuk mengamankan stabilitas ekonomi jangka menengah.

Grafik 2.12 Perbandingan UIP Beberapa Negara

Grafik 2.13 Perbandingan CIP Beberapa Negara Grafik 2.11 Premi Swap Berbagai Tenor

������������������������� ���� ���� ��� ��� ��������� ��������� ��������� ���������� ���� ���� ���� ���� ��� ��� ���� ��� ������������������ ������������ ������������������ ������������ �������� ����� �������� ��������� ���� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� ���� ���� �������� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ����� ����� ���� ���� ��������� ��������� �������������

(13)

Suku Bunga

Tidak berubahnya level bI Rate tercermin pada pergerakan suku bunga PUab o/n yang stabil disekitar bI Rate. Rata-rata

tertimbang harian suku bunga PUAB O/N pagi dan sore tercatat menurun mencerminkan jumlah likuiditas di tenor O/N yang memadai. Meskipun sempat melebar pada pertengahan bulan akibat sentimen negatif terkait kasus Bank Century, rata-rata suku bunga PUAB O/N pada November 2008 stabil di kisaran 9,29-10,09%. Berdasarkan pelaku transaksi di PUAB, transaksi pinjam lebih didominasi oleh bank asing. Namun, selama periode laporan bank swasta, bank campuran maupun BPD juga sempat muncul sebagai peminjam terbesar di PUAB.

Kenaikan bI Rate pada oktober 2008 masih terus ditransmisikan oleh suku bunga deposito. Bahkan setelah dipertahankannya level BI

Rate pada November 2008, peningkatan suku bunga deposito masih terus berlangsung yang mengindikasikan segmentasi pasar perbankan. Rata-rata suku bunga deposito (counter rate) untuk tenor 1 bulan naik menjadi 8,51% dari 7,74% di bulan sebelumnya (Tabel 2.1). Kuatnya respon perbankan tersebut terutama dilakukan oleh kelompok Bank Campuran, dan diikuti oleh kelompok Bank Persero.”

Sementara itu, suku bunga kredit mengalami peningkatan dengan magnitude yang lebih besar (Grafik 2.14). Pada Oktober 2008,

rata-rata tertimbang suku bunga kredit modal kerja (KMK) melonjak sebesar 74bps menjadi 14,67% dari 13,93% pada bulan sebelumnya. Peningkatan suku bunga KMK tersebut terutama disumbang oleh kelompok Bank Asing dan Campuran. Selain suku bunga KMK, rata-rata suku bunga kredit investasi (KI) juga meningkat signifikan sebesar 56bps menjadi 13,88% dari 13,32% pada bulan sebelumnya. Kenaikan suku bunga KI terutama dikontribusi oleh kelompok Bank Asing dan Campuran dan Bank Umum Swasta Nasional.

Grafik 2.14 Perkembangan Berbagai Suku Bunga

� � � � � �� �� �� �� �� �� ���� ���� ���� ���� � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � �� ������� ���������������� ���������������� ������������� ������������������ ���������������

(14)

Dana, Kredit, dan Uang Beredar

Seiring dengan meningkatnya suku bunga deposito, pertumbuhan dana terus mengalami peningkatan (Grafik 2.15).Pada Oktober 2008, DPK tumbuh sebesar 18,0%, meningkat dari bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,3%. Kondisi tersebut dikontribusi oleh seluruh komponen, terutama deposito tenor 1 bulan.Penyumbang utama dari naiknya pertumbuhan deposito adalah kelompok perorangan dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Sementara itu, pada komponen tabungan, terjadi perlambatan pada kelompok perseorangan. Hal ini diindikasi akibat lebih menariknya suku bunga deposito dibandingkan dengan suku bunga tabungan.

Di sisi lain, pertumbuhan kredit relatif masih tinggi meski ke depan mulai menunjukkan kecenderungan menurun (Grafik 2.16). Apabila

diperhitungkan pengaruh pelemahan nilai tukar, pertumbuhan kredit justru mulai melambat. Kredit dalam rupiah tumbuh lebih rendah sebesar 36,9% dari bulan sebelumnya sebesar 37,4% (yoy). Begitupula dengan kredit dalam valuta asing (US$) yang tumbuh melambat menjadi sebesar 19,7% dari bulan sebelumnya sebesar 28,6% (yoy). Pada Oktober 2008, perlambatan kredit valas terjadi pada kredit modal kerja diikuti dengan kredit investasi. Sementara itu, kredit konsumsi mengalami pertumbuhan negatif yang cukup signifikan. Secara sektoral, perlambatan kredit valas terutama terjadi pada sektor pertanian dan lain-lain.

Tabel 2.1

Perkembangan berbagai Suku bunga Suku bunga (%)

BI Rate 8,00 8,00 8,00 8,00 8,25 8,5 8,75 9,00 9,25 9,50 9,50

Penjaminan Deposito 8,25 8,00 8,00 8,00 8,25 8,25 8,25 8,75 8,75 10,00 10,00 Dep 1 bulan (Weighted Average) 7,07 6,95 6,88 6,86 6,98 7,19 7,51 8,04 9,26 10,14 n,a Dep 1 bulan (Counter Rate) 6,97 6,9 6,84 6,85 6,84 7,01 7,18 7,42 7,74 7,74 8,51

Base Lending Rate 13,14 12,92 12,83 12,75 12,77 12,8 12,95 13,21 13,26 13,26 14,07

Kredit Modal Kerja (KMK) 12,99 12,96 12,88 12,93 12,92 12,99 13,14 13,42 13,93 14,67 n,a Kredit Investasi (KI) 12,81 12,71 12,59 12,47 12,36 12,51 12,61 12,86 13,32 13,38 n,a Kredit Konsumsi (KK) 16,04 15,96 15,83 15,74 15,67 15,71 15,73 15,78 15,87 16,05 n,a

2008

jan Feb Mar apr Mei jun jul ags Sep okt nov

Grafik 2.16 Perkembangan Dana vs Kredit

���������� ������������������������������ � � �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� � � �� �� �� �� �� ������� ��� ���������������������� ���������������������� ���������������� ��� ��� ��������� ������������ ������������������� �����������������

Grafik 2.15 Perkembangan Dana vs Kredit

������ ����������� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���������������� ������������������������������ �������������������� �������������

(15)

Tanpa memperhitungkan pelemahan nilai tukar, likuiditas perekonomian (M1 dan M2) tumbuh melambat bahkan lebih rendah dari rata-rata dalam 7 tahun terakhir. Pada Oktober 2008,

M1 tumbuh sebesar 13,6%, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 19,6%. Lebih rendahnya pertumbuhan M1 dibandingkan dengan bulan sebelumnya tersebut lebih disebabkan oleh faktor musiman seiring dengan menurunnya uang kartal setelah Lebaran. Sebaliknya, M2 tumbuh sebesar 17,3%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 16,89%. Meningkatnya pertumbuhan M2 pada Oktober 2008 lebih disebabkan oleh pelemahan nilai tukar yang cukup tajam. Tanpa memperhitungkan pelemahan nilai tukar, M2 pada Oktober 2008 hanya tumbuh sebesar 15,13%. Secara riil1, pertumbuhan M1 dan M2 rupiah menjadi masing-masing sebesar

1,8% dan 4,3% (Grafik 2.17), melemah tajam dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,4% dan 4,7%. Hal tersebut sejalan dengan hilangnya faktor musiman hari raya di tengah inflasi yang menurun.

Perkembangan M1 yang mengalami perlambatan berpengaruh positif pada inflasi. Pertumbuhan M1 telah memasuki fase penurunan

yang mencerminkan menurunnya risiko tekanan inflasi dari sisi permintaan ke depan. Selain itu, indikator excess money2 juga mengindikasikan bahwa

inflasi saat ini telah mencapai titik puncaknya dengan prospek yang cenderung membaik. Namun, berbagai hal tersebut tetap perlu dicermati lebih lanjut terutama dalam formulasi kebijakan.

Pengganda uang M2 meningkat pesat (Grafik 2.18). Pada Oktober

2008, pengganda uang (money multiplier) M2 bergerak naik, khususnya akibat kontraksi base money dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM). Apabila faktor GWM dikeluarkan, pengganda uang M2 masih meningkat dengan magnitude yang lebih rendah. Naiknya pengganda uang juga disumbang oleh menurunnya permintaan uang kartal setelah Lebaran. Berdasarkan komponennya, perlambatan pertumbuhan M2 bersumber dari tabungan dan simpanan valas. Pada bulan laporan, simpanan valas mengalami koreksi, meskipun dalam valuta rupiah masih meningkat akibat pelemahan nilai tukar. Sedangkan uang giral dan deposito masih tercatat akseleratif. Kondisi di uang giral terjadi seiring dengan masih tingginya pertumbuhan kredit, sementara di deposito dikontribusi oleh semakin kompetitifnya suku bunga yang diberikan bank.

1 Dihitung terhadap inflasi aktual.

2 Terminologi excess money didekati dengan mengurangkan antara pertumbuhan nominal M1 dengan pertumbuhan riil konsumsi swasta. Mengindikasikan pemanfaatan M1 semata-mata hanya untuk memenuhi pengeluaran ekonomi dalam bentuk konsumsi rumah tangga, selebihnya berpo-tensi inflatoir.

Grafik 2.17 Pertumbuhan Riil M1 dan M2

������ ����� �� ��� � � � �� �� �� �� �� �� �� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����������������������������������������������������� ������� ������������� �������

Grafik 2.18 Perkembangan Angka Pengganda Uang ����� ����� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � � � � � � �� �� �� �� ����������� ��������������� ����������������������������������

(16)

Pasar modal

Kinerja IHSG masih dipengaruhi oleh kondisi pasar keuangan global. Pecahnya bubble pasar keuangan global dan meningkatnya risiko

kredit memicu terjadinya ketetatan likuiditas di pasar-pasar keuangan yang merambat ke negara-negara berkembang. Saham-saham perbankan Amerika Serikat (AS), antara lain Citigroup, kembali berjatuhan. Indeks saham Dow Jones mendekati level 7500, yang merupakan level terendah sejak 2002. Dari sisi domestik, relatif stabilnya kondisi makro yang terindikasi dari masih tingginya pertumbuhan ekonomi di Triwulan III-2008 belum mampu menahan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari gejolak di sisi eksternal. Kapitalisasi pasar juga mengalami penurunan secara signifikan sebesar Rp201 triliun menjadi Rp940,9 triliun pada akhir November 2008. Pada pekan terakhir November 2008 kondisi IHSG kembali positif dan mengalami pembalikan arah didorong oleh berbagai faktor, antara lain dilaksanakannya berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengantisipasi krisis lebih lanjut serta membaiknya kondisi global. Dengan demikian, secara bulanan IHSG hanya melemah sebesar 1,2% (mtm) dan ditutup pada posisi 1.241 (Grafik 2.19).

Kejatuhan IHSG lebih dalam tertahan oleh beberapa faktor kebijakan. Demi terciptanya perdagangan yang wajar dan efisien, BEI

kembali melakukan beberapa modifikasi sistem perdagangannya. Beberapa kebijakan baru tersebut di antaranya penyesuaian harga di pasar tunai dengan pasar reguler pada 24 November 2008, serta mulai mewajibkan pelaporan transaksi repo3 saham. Penyesuaian tersebut diperlukan karena

melebarnya perbedaan signifikan antara harga pasar tunai4 dan harga

pasar reguler yang berpotensi menimbulkan ketidakwajaran dalam perdagangan saham. Selain itu, BEI masih konsisten dalam menerapkan larangan shortselling5, asymetric auto-rejection6, dan suspensi

perdagangan untuk beberapa saham tertentu. Pelonggaran autorejection batas atas bahkan mampu menahan koreksi IHSG lebih dalam. Namun, relatif kecilnya kapitalisasi saham yang mengalami peningkatan di atas 10% menyebabkan koreksi IHSG tidak terhindarkan. Sementara rencana

buyback oleh BUMN masih belum seperti yang diharapkan, kerena

minimnya realisasi tersebut.

3 Per November 2008, Repo saham mencapai Rp2 Triliun.

4 Pasar tunai menggunakan mekanisme perdagangan continuous auction.

5 Pelarangan short selling selama Oktober 2008 ini bertujuan untuk mengurangi spekulasi jual perdagangan di tengah momentum penurunan harga

6 Selama Oktober, terdapat sekitar 52 perusahaan yang terkena auto rejection batas bawah. Dalam

Grafik 2.19 IHSG dan Nilai Tukar

���� ����������������� � ��� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ������ ������ ������ ������ ������ ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ������������ ������������� ����������������� ������������������

(17)

����������������� ���������� ������������������ � ��� ��� ��� ��� ����� ����� � � � � � �� �� ���� �� ��� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� ��������������������������� ������������������

Dari sisi investor asing tercatat masih membukukan net beli di pasar saham. Net beli asing per November 2008 adalah sebesar Rp180 miliar/

hari (Grafik 2.20). Searah dengan kondisi tersebut, proporsi kepemilikan asing berdasar KSEI pada November 2008 kembali naik menjadi sebesar 66,1% dari posisi Oktober 2008 yang hanya sebesar 64,1%. Meskipun demikian, kapitalisasi asing secara nominal turun tipis dari Rp405 triliun menjadi Rp404 triliun.

Kinerja Pasar SUn mulai membaik ditandai dengan penurunan tipis yield SUn secara bulanan. Secara rata-rata, yield SUN untuk

seluruh tenor mencapai 15,17% pada posisi akhir November 2008 atau turun tipis sebesar 15 bps dari posisi akhir Oktober 2008 (Grafik 2.21). Penurunan yield SUN tidak lepas dari kebijakan pembelian SUN oleh Bank Indonesia dan kondisi pasar SUN yang masih kompetitif. Meskipun pembelian SUN yang dilakukan oleh Bank Indonesia relatif kecil, namun hal tersebut mampu memberikan sinyal yang memadai terhadap intensi Bank Sentral membantu kinerja SUN. Di samping itu, kondisi pasar SUN yang relatif kompetitif tercermin dari yield SUN 10 tahun yang lebih tinggi dibandingkan asset domestik lainnya seperti earning yield saham, deposito dan SBI. Masih positifnya interest rate differential antara yield SUN 10 tahun dan US Government Bond 10 tahun serta perbandingan riil interest

rate terhadap inflasi juga turut menunjukkan bahwa SUN berada dalam

kondisi yang kompetitif.

Meskipun kondisi SUn sudah relatif membaik, namun gejolak pasar keuangan yang masih berlanjut menyebabkan asing melepas kepemilikannya pada SUn. Penurunan kepemilikan SUN oleh asing

mencapai Rp4,4 triliun selama November 2008 dengan porsi terbesar terjadi di lembaga keuangan asing. Di kelompok pelaku pasar domestik, posisi kepemilikan SUN oleh asuransi dan dana pensiun relatif tidak berubah. Selain penurunan kepemilikan SUN oleh asing, volume dan frekuensi perdagangan SUN juga mengalami penurunan (Grafik 2.22). Rata-rata perdagangan SUN pada November 2008 mencapai Rp3,2 triliun, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp4,4 triliun.”

Searah dengan penurunan kinerja underlying asset, Reksadana juga mengalami tekanan. Laporan Bapepam di Oktober 2008, NAB reksadana

mencapai Rp73,3 Triliun. Namun, kondisi reksadana masih relatif terjaga antara lain disebabkan oleh keberadaan reksadana terproteksi sehingga tekanan dari sisi redemption menjadi relatif minimal.

Grafik 2.20 Net Beli Asing Saham

����������� ����������������� ���� ����� ����� ����� ����� ��� � � � � � � ���� �� ���������������������������������������������������������������������������������������� ������������������ ���� �������������������

Grafik 2.21 Pergerakan Yield SUN

Grafik 2.22 Volume dan Frekuensi Perdagangan SUN �� �� �� �� �� �� �� � ��� ��� ��� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������������������������������ ������������������������������ ����������������������������� ��������������

(18)

Kondisi Perbankan

Kinerja sektor perbankan pada Oktober 2008 secara umum tetap mantap. Indikator-indikator utama seperti CAR, NPL dan NII perbankan menunjukkan ketahanan dalam menghadapi gejolak pasar. Posisi kredit masih mengalami peningkatan mencapai Rp1.343,5 triliun atau tumbuh sebesar 37,1%. Total aset juga mengalami peningkatan mencapai Rp2.235 triliun atau tumbuh sebesar 20% (yoy). Indikator lainnya turut menggambarkan perkembangan yang stabil. Rasio kredit bermasalah (Non

Performing Loan - NPL) pada Oktober 2008 tercatat sebesar 3,9% (gross)

dan 1,6% (net). Net Interest Income (NII) meningkat signifikan menjadi Rp10,6 triliun dari Rp9,3 triliun pada bulan sebelumnya. Sementara itu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio - CAR) dan Return On

Asset (ROA) relatif stabil dari bulan sebelumnya sebesar 16% dan 2,7%.

Tabel 2.2

Kondisi Umum Perbankan Indikator Utama Total Aset (T Rp) 1.862,7 1.895,0 1.986,5 1.940,3 1.940,7 1.944,7 1.949,3 1.972,5 2.040,9 2.057,1 2.066,6 2.122,6 2.235,0 DPK (T Rp) 1.419,4 1.437,5 1.510,7 1.471,2 1.474,5 1.466,2 1.481,8 1.505,6 1.553,4 1.532,9 1.528,1 1.601,4 1.674,2 Kredit (T Rp) 980,1 1.004,6 1.045,7 1.031,1 1.045,9 1.080,1 1.103,1 1.137,7 1.190,0 1.210,9 1.246,6 1.287,4 1.343,5 LDR (%) 69,0 69,9 69,2 70,1 70,9 73,7 74,4 75,6 76,6 79,0 81,6 80,4 80,2 NPLs Gross (%) 5,6 5,4 4,6 4,8 4,8 4,3 4,4 4,3 4,1 4,0 3,9 3,9 3,9 NPLs Net (%) 2,5 2,3 1,9 2,0 2,1 1,8 1,8 1,8 1,7 1,6 1,4 1,4 1,4 CAR (%) 19,8 19,5 19,3 20,1 19,2 18,6 18,4 17,1 16,4 16,2 16,0 16,5 16,0 NIM (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 2007 2008

(19)

III. ReSPon KebIjaKan MoneTeR

Setelah melakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap perkembangan dan prospek ekonomi dan keuangan, baik domestik maupun global,

Rapat dewan Gubernur (RDG) bank Indonesia pada 4 Desember 2008 memutuskan untuk menurunkan bI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 9,25%. Bank Indonesia memandang bahwa dampak

krisis keuangan terhadap perekonomian global semakin nyata, seperti terlihat pada perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia 2009 yang merosot dari 3,0% ke 2,2 %, yang juga mulai terlihat pengaruhnya pada

perekonomian nasional. Penurunan harga minyak dan berbagai komoditi telah mengurangi tekanan inflasi di dalam negeri sebagaimana tercermin pada inflasi bulanan yang terus menurun. Laju inflasi bulan November 2008 tercatat terendah dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi ini diprakirakan akan terus berlanjut pada tahun 2009. Proyeksi inflasi 2009 sebesar 6,5%-7,5% diperkirakan akan tercapai dan bahkan terbuka kemungkinan untuk mendekati batas bawah. Di sisi nilai tukar, Bank Indonesia juga senantiasa berada di pasar untuk mengawal perkembangan nilai tukar melalui kebijakan stabilisasi di pasar valas guna mengurangi volatilitas rupiah. Dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian domestik tersebut, keputusan untuk menurunkan BI Rate ke level 9,25% diharapkan dapat menjaga gairah di sektor usaha di tengah melesunya perekonomian global, dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Untuk mengatasi permasalahan segmentasi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), Bank Indonesia juga memutuskan penurunan tingkat bunga fasilitas pinjaman harian (overnight) perbankan melalui transaksi repo dari BI Rate plus 100 bps menjadi BI Rate plus 50 bps, sekaligus menyesuaikan FASBI Rate dari semula BI Rate minus 100 bps menjadi BI Rate minus 50 bps. Selain itu, Bank Indonesia akan terus mengamankan stabilitas ekonomi melalui koordinasi dengan Pemerintah untuk mencermati perkembangan perekonomian global, regional dan domestik.

(20)

* angka sementara

* angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000 1) minggu terakhir 2) rata-rata tertimbang SeKToR KeUanGan H a R G a SeKToR eKSTeRnaL InDIKaToR KUaRTaLan

SUKU bUnGa & SaHaM Suku bunga SBI 1 bln 1) Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2) JIBOR satu minggu 2) IHSG Indeks 3)

beSaRan MoneTeR (miliar Rp) base Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah Tagihan pada Dunia Usaha Kredit-bank Umum

Inflasi bulanan (%. mtm) Inflasi tahunan (%. yoy)

Rp/USD (akhir periode. nilai tengah) Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD)

Pertumbuhan PDB (%. yoy) Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor

Incremental Capital Output Ratio (ICOR,%) Posisi Pinjaman Luar Negeri (juta USD)

8,25 8,25 8,25 8,00 8,00 7,93 7,96 7,99 8,31 8,73 9,23 9,28 9,71 10,98 7,83 7,83 7,83 7,83 7,83 8,01 8,04 8,04 8,44 9,20 9,75 9,74 9,91 11,16 7,13 7,16 7,18 7,19 7,07 6,95 6,88 6,86 6,98 7,19 7,51 8,04 9,26 -7,44 7,41 7,40 7,42 7,40 7,36 7,26 7,23 7,34 7,49 7,82 8,40 9,45 -6,56 5,95 6,95 5,77 6,57 7,57 7,99 7,87 8,05 8,46 8,97 9,29 9,69 10,27 2.359.206 2.643.487 2.688.332 2.745.826 2.627.251 2.721.944 2.447.299 2.304.516 2.444.349 2.349.105 2.304.508 2.165.943 1.832.507 1.256.704 310.265 313.499 311.172 379.582 332.437 322.001 325.044 324.186 333.995 349.649 346.594 343.630 392.136 307.460 411.281 414.996 424.435 460.842 420.298 411.327 419.746 427.028 438.544 466.708 458.379 452.445 491.729 160.327 156.955 161.272 183.419 166.950 165.633 164.995 171.049 177.886 189.453 188.938 191.866 223.166 191.021 250.954 258.041 263.163 277.423 253.348 245.694 254.751 255.979 260.658 277.255 269.441 260.579 268.563 1.512.756 1.530.145 1.556.200 1.643.203 1.588.962 1.596.090 1.586.795 1.608.874 1.636.383 1.699.480 1.679.020 1.675.430 1.768.250 1.101.475 1.115.149 1.131.765 1.182.361 1.168.664 1.184.763 1.167.049 1.181.846 1.197.839 1.232.772 1.220.641 1.222.985 1.276.521 884.063 896.515 913.037 966.454 950.688 950.840 940.225 954.472 963.208 982.017 965.924 972.949 1.033.846 511.003 514.110 520.837 533.376 531.336 531.242 523.520 532.425 536.484 543.174 531.898 544.976 594.839 373.060 382.405 392.200 433.078 419.352 419.598 416.705 422.047 426.724 438.843 434.026 427.974 439.008 217.412 218.634 218.728 215.907 217.976 233.923 226.824 227.374 234.631 250.755 254.717 250.036 242.674 1.295.344 1.311.511 1.337.472 1.427.296 1.370.986 1.362.167 1.359.971 1.381.500 1.401.752 1.448.725 1.424.303 1.425.394 1.525.501 962.153 984.837 1.009.712 1.040.996 1.026.218 1.040.616 1.075.500 1.102.596 1.137.143 1.189.100 1.206.458 1.246.282 1.286.682 907.260 930.152 953.259 995.111 980.261 995.323 1.029.172 1.054.747 1.089.268 1.142.120 1.159.983 1.198.991 1.239.501 -0,80 0,79 0,18 1,10 1,77 0,65 0,95 0,57 1,41 2,46 1,37 0,51 0,97 0,45 6,95 6,88 6,71 6,59 7,36 7,40 8,17 8,96 10,38 11,03 11,90 11,85 12,14 11,77 9.137 9.103 9.376 9.419 9.291 9.051 9.217 9.234 9.318 9.225 9.118 9.153 9.378 10.995 7.561 8.125 7.916 8.434 8.957 8.356 9.091 8.572 9.589 9.719 9.468 - - -5.853 6.015 6.799 5.856 7.826 7.419 7.980 8.983 8.362 8.474 9.305 - - -48,30 48,90 48,84 50,98 49,06 48,93 50,27 50,21 48,98 50,22 51,53 52,17 57,11 50,58 6,32 6,44 6,11 5,47 5,53 6,67 15,61 13,05 11,99 169,20 169,38 -34,98 15,46 15,93 14,33 17,77 16,73 11,92 3,7 3,6 3,5 145.519 146.226 147.070 2007

Sep okt nov Des jan Feb Mar apr Mei jun jul ags Sep okt

2008

Tw.I Tw.II Tw.III 2008

Gambar

Grafik 2.4 Ekspektasi Harga Konsumen
Grafik 2.6 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah
Grafik 2.8  Pergerakan Mata Uang Dunia     dan Regional
Grafik 2.12 Perbandingan UIP Beberapa Negara
+6

Referensi

Dokumen terkait

(Bandung: Alfabeta, 2010), h.. antar fenomena yang diselidiki. 3 Penelitian deskriptif ini dirancang untuk memperoleh informasi tentang upaya guru Pendidikan Agama

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Grobogan Tahun 2011-2031 telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan No. Penataan ruang wilayah Kabupaten bertujuan

Indikator ini diartikan sebagai tolok ukur kemampuan kinerja OPD dalam mendorong peningkatan produktivitas komoditas perkebunan, melalui pengembangan Teknologi

Proses Dapur Tinggi Listrik5. Proses

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan S kripsi

informasi, khususnya teknologi komputer sebagai mesin pengolah dan penyimpan data untuk menciptakan informasi yang cepat dan akurat, adalah faktor utama mengapa

yang digunakan untuk menggali data wawasan kebangsaan dan sikap nasionalisme.. Sedangkan alat pengumpul data pemahaman sejarah pergerakan nasional,. menggunakan tes.Instrumen yang

Peserta didik mencari informasi terkait cara menyusun ayat jurnal penyesuaian melalui modul yang telah diberikan..