• Tidak ada hasil yang ditemukan

"Ojo Dumeh" Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa. Ivanovich Agusta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ""Ojo Dumeh" Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa. Ivanovich Agusta"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

"Ojo Dumeh" Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa Ivanovich Agusta

Kegiatan peningkatan kapasitas perangkat desa menyisakan kekhawatiran dominasi birokrasi kepada warga. Kepala desa dan aparatnya mendominasi program pembangunan sampai menyingkirkan tokoh masyarakat setempat, sejak awal 1970-an hingga awal 1990-an. Sampai-sampai, sejak reformasi perangkat tidak memiliki wewenang memutuskan proyek pemberdayaan di desanya sendiri.

Namun trauma tersebut dapat dibaca sebagai penguat relevansi peningkatan kapasitas perangkat desa, bukan lagi untuk mendominasi, melainkan menyalurkan peningkatan kekuasaan guna meningkatkan kesejahteraan warga. Demokrasi deliberatif melalui berbagai musyawarah desa menjadi strategi utama dialog penggunaan kekuasaan perangkat dengan kebutuhan warga.

"Ojo Dumeh"

Begitu pemerintahan Soeharto mengguyur desa dengan proyek-proyek infrastruktur, pertanian, hingga permodalan koperasi di awal 1970-an, posisi kepala desa dan perangkatnya melonjak. Mereka menjadi operator di lapangan, sekaligus mendapatkan tambahan dana pribadi dan lembaga. Bertambahnya proyek disertai kader-kader proyek turut menguatkan posisi perangkat, karena mereka menjadi simpul koordinasi pelaksaan proyek.

Penguatan modal finansial serta hubungan lebih erat dengan birokrasi di atas-desa tersebut meningkatkan posisi sosial perangkat melampai tokoh-tokoh masyarakat lokal. Kebutuhan untuk mendengarkan usulan para tokoh masyarakat semakin berkurang. Perangkat desa semakin mandiri dalam memutuskan jenis pembangunan desa, atau paling-paling mendengarkan perintah justru dari pengelola proyek dan birokrasi dari atas-desa.

Perubahan menuju pelemahan demokrasi di desa ini dicatat oleh Nico Schulte Nordholt pada dekade 1970-an. Berkembang tendensi perangkat sewenang-wenang dalam mengelola pemerintahan, menentukan jenis proyek dan lokasinya di dalam desa, dan ujung-ujungnya menguatkan nepotisme, kolusi dengan rekanan, dan korupsi dana proyek.

(2)

Nordholt mencantumkan judul buku hasil disertasinya "Ojo Dumeh", untuk mengingatkan agar perangkat desa tidak berlaku seenaknya, mumpung (dumeh) sedang berkuasa, mumpung sedang menjadi tumpuan proyek, mumpung menjadi ujung tombak birokrasi negara.

Sayang, nasehat Nordholt tampaknya tidak digubris. Pada awal 1990-an, disertasi Sunyoto Usman masih mencatat pola komunikasi di desa yang tetap saja terpusat pada kepala desa, kemudian perangkat. Secara kuantitatif ditunjukkan, bahkan jumlah tokoh-tokoh masyarakat telah berkurang pada dekade terakhir tersebut. Pembangunan desa tidak hanya menyingkirkan kebijakan lokal dari para tokoh tersebut, namun bahkan melenyapkannya. Tanpa kebijakan untuk mengambil hikmah, pembangunan sulit bermakna bagi warga. Meski terus membangun, namun tetap timpang dibandingkan hasil pembangunan perkotaan.

Tanpa Perangkat

Pendulum berbalik keras selama Krisis Moneter 1997-1998. Bersamaan dengan itu demokrasi warga melompat tinggi. Ini diwadahi secara legal dalam UU 22/1999. Badan Perwakilan Desa (kini Badan Permusyawaratan Desa) yang berisi wakil-wakil warga desa lebih kuat posisinya, sehingga terjadi kasus-kasus pemberhentian kepala desa di tengah masa jabatannya.

Menjadi lebih terasa di lapangan, ketika proyek-proyek pemberdayaan sejak 1998 mengharamkan peran kepala desa dan perangkat sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga kontrol pemanfaatan hasil. Mereka terlarang hadir dalam musyawarah dusun hingga desa. Mereka tidak menjadi pengelola proyek, meskipun penyelesaian proyek membutuhkan keresmian tanda tangan kepala desa.

Tanpa perangkat, proyek-proyek pemberdayaan tidak hanya dikelola warga, melainkan juga diarahkan oleh konsultan-konsultan yang berperan sebagai pendamping. Dalam kurun waktu sekitar 15 tahun terakhir, kapasitas administrasi, berdiskusi dan berdebat, serta pengelolaan proyek telah beralih pada warga yang masuk dalam tim-tim proyek pemberdayaan. Status baru berupa konsultan pendamping turut membantu menyelesaikan laporan dan administrasi proyek.

Bersamaan dengan itu kapasitas perangkat desa menyusut pada lingkup pelayanan sehari-hari, baik berupa layanan administrasi maupun pengelolaan interaksi warga yang berkonflik atau menyelenggarakan upacara tradisional. Mungkin peran tokoh masyarakat

(3)

tidak serendah masa sebelumnya, namun jelas posisinya masih di bawah konsultan pendamping dan pengurus proyek pemberdayaan.

Menggunakan dokumen utang PNPM Mandiri Perdesaan, rata-rata dibutuhkan sekitar Rp 405 juta per desa untuk menjalankan proyek pemberdayaan. Ini meliputi nilai proyek dan pendampingan. Meskipun tergolong program pro poor dan klaster 2 untuk pengurangan kemiskinan, menurut data Potensi Desa 2014, hanya 11 persen desa yang melaporkan pemanfaat didominasi warga miskin. Lebih dari separuh desa melaporkan pemanfaat dominan ialah anggota-anggota kelompok masyarakat yang dikembangkan selama proyek berlangsung.

Konsekuensi UU Desa

Perubahan desa mutakhir didorong oleh penerapan UU 6/2014 tentang desa. Peraturan perundangan terbaru yang mengikutinya mencuatkan posisi kepala desa dan perangkatnya. Mereka memegang kendali atas koordinasi program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, pelayanan masyarakat, termasuk penataan desa.

Di samping itu, setiap desa berhak mendapatkan dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) yang nilainya bisa mencapai sekitar Rp 1 miliar tahun ini, atau lebih dari Rp 1,5 miliar mulai 2016. Jika sebelumnya proyek pemberdayaan dinilai sebagai momentum pembangunan desa terbesar, kini desa mendapatkannya dengan nilai berlipat-lipat.

Kekuatan wewenang dan finansial pembangunan yang sangat tinggi ini segera mengingatkan pada posisi kuat perangkat desa 1970-1990-an. Namun perlu dicatat, bahwa konteks sosial dan politik saat ini berlawanan. Di tengah penguatan wewenang perangkat desa, kini demokrasi turut meluap. Kondisinya sulit untuk dumeh atau sewenang-wenang. Apalagi selama 15 tahun terakhir ketrampilan perangkat dalam pembangunan yang deliberatif atau demokratis tertinggal dari warga desa.

Maka yang dibutuhkan saat ini ialah peningkatan kapasitas perangkat desa untuk menguasai aspek-aspek teknis dan administratif dalam pembangunan desa, keuangan desa, pemerintahan desa, termasuk pelayanan masyarakat, sekaligus ketrampilan dalam menjalankan demokrasi deliberatif.

Keharusan untuk menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tentu

(4)

membutuhkan tambahan ketrampilan administratif. Apalagi untuk mengelola dana lebih besar dalam satu tahun anggaran. Ketrampilan baru juga dibutuhkan untuk menginventarisasi dan mengembangkan asset desa. Ketrampilan lainnya berkenaan dengan pelayanan kepada warga. Lebih akademis ialah pengelolaan data statistika dan basis data lainnya, guna menganalisis potensi dan masalah desa.

Di samping ketrampilan teknis tersebut, kini perangkat juga membutuhkan ketrampilan pengelolaan demokrasi deliberatif. Inilah yang membedakan kondisi masa depan dibandingkan masa 1970-1990-an. Bisa dengan mengambil pelajaran dari masa 1998-2014, ketika keputusan akan proyek pembangunan diambil bersama-sama dalam musyawarah, kini perangkat perlu trampil mengambil keputusan bersama-sama warga desa. Sesuai dengan UU 6/2014, keputusan deliberatif diambil melalui musyawarah-musyawarah desa.

Demokrasi deliberatif disusun oleh Habermas pada 1994, melalui diskursus atau dialog antarpihak. Kegunaan dialog ialah mengajukan sekaligus mendengar argumen-argumen pihak-pihak. Isi argumen-argumen pada dasarnya mengandung klaim kebenaran dari pihak yang bersangkutan. Di dalam diskursus tidak dikenal argumen yang paling benar, namun argumen yang paling cocok bagi semua pihak bisa muncul dalam dialog.

Implisit yang diharapkan dalam demokrasi deliberatif untuk terungkapnya argumen yang lebih rasional sekaligus diterima semua pihak. Argumen rasional dibutuhkan untuk pembangunan fisik dan kelembagaan. Tanpa rasionalitas, pembangunan jalan bisa mubazir karena salah tempat, salah teknologi, atau salah waktu.

Adapun penerimaan keputusan oleh semua pihak dibutuhkan untuk menggali partisipasi di desa. Berbeda dari masa proyek pemberdayaan di mana partisipasi dibatasi hanya oleh warga dan swasta, UU 6/2014 tentang desa meminta partisipasi seluruh pihak dalam pembangunan desa. Pihak-pihak tersebut mencakup warga desa, swasta, juga pemerintah desa, termasuk pihak di luar desa, misalnya pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, lembaga dan swasta di luar desa, dan sebagainya.

Dua sisi peningkatan kapasitas perangkat desa, yaitu kapasitas teknis dan kapasitas deliberatif, dapat menjadi acuan pokok dalam kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas perangkat desa. Menyesuaikan dengan pola deliberasi, pelatihan hendaknya dijalankan dengan strategi pendidikan orang dewasa (adult learning). Pengalaman perangkat desa menjadi modal awal pendidikan. Bisa ditambah dengan sikap dewasa mereka, serta pengetahuan formal dalam rupa persekolahan. Menurut data Potensi Desa 2014, saat ini

(5)

terdapat 1,13 persen kepala desa yang tidak pernah bersekolah, 1,34 persen tidak tamat SD, 2,86 persen tamat SD, 15,31 persen tamat SLTP, 58,97 persen tamat SLTA, 2,74 persen tamat akademi/DIII, 12,72 persen tamat sarjana, 0,53 persen tamat magister, dan 0,01 persen tamat doktoral.

Sebagai upaya pembelajaran yang berkelanjutan, peningkatan kapasitas perangkat desa ditunjang oleh pendampingan dari aparat kecamatan. Di sinipun, agar sejalan dengan arus demokrasi deliberatif, fungsi pembinaan desa dilaksanakan dengan strategi pemberdayaan perangkat. Pendampingan dilakukan melalui dialog aparat kecamatan dan desa, saling beradu klaim kebenaran, dengan tetap mengedepankan pengembangan potensi perangkat untuk membangun desa dan menyejahterakan warga.

Referensi

Dokumen terkait

 Cara kerja: menduduki reseptor spesifik dalam sitoplasma sel yang responsif   ikatan dengan. DNA  mempengaruhi sintesis

3.8 Menghubungkan konsep partikel materi (atom, ion,molekul), struktur zat sederhana dengan sifat bahan yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari, serta dampak

Pada form ini terdapat teks box id posisi dan nama posisi yang akan dinilai oleh bagian personalia, kemudian pada form ini terdapat juga teks id profile, nama profile dan

Pada penelitian dilakukan iradiasi pada chitin, dengan harapan iradiasi tersebut memutuskan rantai panjang chitin dan ikatan hidrogen yang kuat antara nitrogen dan

Hasil analisis dari penelitian ini menunjukan bahwa regresi pengaruh antara sinetron terhadap konsumsi barang ( Fashion ) pada masyarakat muslim di Kelurahan Amparita,

hogy sok tekintetben más lehet az egyházi műfajok mutatói vizsgálatának tétje is, akár ha csak arra gondolunk, amit Bárczi Ildikó a kora újkori prédikációk

Penelitian penelitian yang dilakukan oleh guru olahraga berjalan dengan lancar yaitu dimulai pada awal September hingga akhir bulan September selama berlangsung dari

- Cara mengelola biaya pendidikan Penerimaan dan pengeluaran dana dicatat, dan sekolah membuat RAPBS Berhubung Peneliti tidak bisa ikut terlibat dalam