• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Soerjono Soekanto, 1982: 55). Manusia merupakan makhluk sosial dan tidak dapat hidup sendiri, maka manusia hidup secara berkelompok yaitu bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat inilah manusia berinteraksi dengan manusia lain. Melalui interaksi, manusia saling berbagi informasi. Adanya interaksi juga dapat membantu manusia mensosialisasikan ideologi-ideologi dan konsep-konsep diri.

Menurut Herbert Blumer, salah seorang tokoh teori ini, individu berinteraksi dengan individu lain untuk mengadaptasi makna terhadap sesuatu. Makna muncul dari pikiran masing-masing individu, namun makna tersebut tidak muncul begitu saja. Artinya, setiap individu perlu untuk mengamati individu lain yang lebih dulu memiliki makna terhadap sesuatu itu untuk kemudian dianalisis. (Margareth Poloma, 2004: 258).

Individu merupakan aktor yang sadar dan reflektif, yang menyatukan obyek-obyek yang diketahuinya melalui proses self-indication, yaitu proses yang sedang berjalan di mana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu. Individu sebagai aktor

(2)

memiliki kemampuan untuk memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformir makna pada situasi di mana ia ditempatkan. Proses ini terjadi dalam kehidupan sosial, yaitu saat individu memperhatikan tindakan orang lain serta mengadaptasi tindakan tersebut (Margareth Poloma, 2004: 261).

Interaksi yang terjadi dapat bermacam-macam bentuknya pada setiap individu, dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi yang berbentuk disasosiatif. Interaksi berbentuk asosiatif ketika interaksi tersebut mengindikasikan adanya pendekatan atau penyatuan individu yang satu dengan individu lainnya, seperti kooperasi, akomodasi, asimilasi, maupun amalgamasi. Proses-proses tersebut menunjukkan adanya kesatuan dan kerja sama individu (Bagong 2007: 57). Namun, interaksi berbentuk disasosiatif ketika interaksi tersebut mengindikasikan adanya persaingan, seperti kompetisi, konflik, serta kontraversi (Bagong 2007: 64). Interaksi yang terjadi tergantung kepada budaya yang terdapat di masyarakat.

2.2 Teori Fenomenologi

Teori fenomenologi menjelaskan tentang bagaimana kehidupan bermasyarakat dapat terbentuk. Tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna terhadap tindakannya itu dan manusia lain memahami tindakannya itu sebagai satu kesatuan yang penuh arti, dan pemahaman ini menentukan terhadap keberlangsungan interaksi sosial.

(3)

Menurut Alfred Schutz fenomenologi berbicara mengenai antarsubjektifitas dan intersubjektifitas. Dalam hal ini antarsubjektifitas menunjuk kepada dimensi dari kesadaran umum dan kesadaran khusus kelompok sosial yang saling terintegrasi. Sedangkan intersubjektifitas menunjuk kepada peranan masing-masing individu yang diperoleh melalui pengalaman yang bersifat pribadi. Dalam konsep ini perlu memahami interakasi yang terjadi antar individu. Pemusatan perhatian ditujukan agar individu dapat saling bertindak, berinteraksi, dan saling memahami (Ritzer 2007 : 60).

Konsep fenomenologi menjadikan manusia sebagai objek dan juga sebagai pencipta dunianya sendiri. Tingkah lakunya merupakan segala tindakan yang harus diinterpretasikan oleh manusia itu sendiri dan segala makna yang dikerjakan merupakan fenomenologi. Dalam hal ini fenomenologi berarti mempelajari bagaimana individu ikut serta dalam proses pembentukan dan pemeliharaan fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, serta melihat bagaimana hubungan antar situasi dan bagaimana tindakan yang terjadi di masyarakat (Ritzer 2007 : 62).

2.3 Fenomena Sosial Anak-anak Pekerja

Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, dan untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan atau tidak. Menurut undang undang nomor 25 tahun 1997 ayat 20 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud

(4)

dengan anak adalah orang laki-laki atau perempuan yang berusia dibawah 15 tahun. Di Indonesia anak-anak dibawah usia 15 tahun, yang hidupnya digunakan untuk bekerja, tidak lagi menjadi hal yang baru di masyarakat. Banyak anak yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya dengan cara memulung barang-barang bekas.

Menurut badan ILO tahun 1999 (Bagong 2003:113), di dunia terdapat lebih dari 250 juta anak-anak pekerja berusia 5-14 tahun yang harus melepaskan waktu bermain mereka dengan bekerja. Sementara di Indonesia diperkirakan terdapat 5-6,5 juta pekerja anak, dan akan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya jika tidak dicari solusi terbaik untuk penanganan masalah mengenai anak-anak pekerja yang terus mengalami peningkatan di Indonesia.

Sebagai kasus yang bisa kita perhatikan adalah maraknya anak-anak pekerja yang ada di Jawa Timur. Di Jawa Timur bukan rahasia lagi anak-anak banyak yang bekerja, bukan hanya bekerja sebagai buruh di sektor pertanian atau pabrik, tetapi juga bekerja di sektor yang dianggap membahayakan, yaitu bekerja di sektor prostitusi. Secara keseluruhan jumlah anak usia 7-15 tahun tercatat 5,9 juta jiwa dan hanya 5,06 yang menempuh pendidikan dan terdapat 900 ribu anak yang harus bekerja disektor berbahaya tersebut (Kompas 8 juni 2003 dalam Bagong 2003:119).

Hasil survei Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menunjukkan, masih ada 1,5 juta (4,3 persen) pekerja anak di Indonesia pada 2010. Setengah anak-anak pekerja usia 5-17 tahun diperkirakan melakukan pekerjaan berbahaya, yang dapat

(5)

mengganggu kesehatan, keselamatan, dan perkembangan moral mereka. (Suara Pembaruan edisi Rabu, 23 Mei 2012).

Maraknya kasus anak-anak pekerja di Indonesia menimbulkan dampak yang sangat berbahaya bagi anak. Dampak yang dirasakan oleh anak adalah perubahan psikologi dan sosial anak. Dampak anak-anak pekerja bukan terdapat pada pekerjaannya, tetapi terdapat pada pengaruh akibat terlalu dini bekerja dan kurangnya kesempatan anak-anak itu untuk memperoleh pendidikan. Dampak yang paling dominan dialami oleh anak-anak pekerja adalah rawan eksploitasi. Anak-anak dieksploitasi dalam berbagai bidang, baik mental, psikologis maupun materi, dan semua dampak akibat adanya eksploitasi tersebut merugikan anak (Bagong,2003:132).

2.4 Fenomena Anak-anak Pemulung di Kota Medan

Pemulung bukanlah hal yang baru di Indonesia terkhusus kota Medan. Tidak jarang terlihat pemulung sedang mengais-ngais tempat sampah yang banyak terdapat di pinggir jalan untuk mendapatkan barang-barang yang masih bisa dijual. Pemulung bisa saja tidak memiliki pilihan lain untuk memulung karena tuntutan ekonomi dan kemampuan yang tidak memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Sering kali pekerjaan tanpa membutuhkan keterampilan seperti memulung menjadi pilihan terakhir masyarakat untuk mencukupi kebutuhannya. Maka dari itu, anak-anak sekalipun tidak mebutuhkan kemampuan lebih untuk

(6)

menjadi pemulung. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan munculnya pemulung-pemulung yang berusia di bawah 18 tahun. Pada akhirnya anak-anak pemulung-pemulung akan menjalani kehidupan sosialnya di luar lingkungan tempat tinggal, karena waktu yang banyak dihabiskan untuk memulung. Maka komunitas sosialnya adalah pemulung di tempat ia bekerja sebagai pemulung. Kehidupan sosialnya pun terbatas pada kehidupan sebagai pemulung saja, karena keterbatasan waktu yang dimilikinya. Ia mulai kehilangan waktu untuk bermain dengan teman-teman sebayanya.

Menjadi pemulung bagi anak-anak bisa jadi sebuah pilihan atau bahkan keharusan. Pilihan tersebut tidak jauh dari hasil interaksinya dengan kelompok sosialnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Mead, pilihan untuk menjadi pemulung oleh anak-anak pun merupakan nilai-nilai yang sudah digeneralisasi oleh kelompok sosialnya.

Dikota Medan banyak kita temui anak-anak yang bekerja sebagai pemulung, bahkan untuk lokasi TPA Terjun yang ada di Medan Marelan, jumlah anak yang bekerja sebagai pemulung diperkirakan mencapai 50 orang dengan usia antara 7 – 17 tahun. Anak-anak ini bekerja sebagai pemulung pada siang hari setelah mereka pulang sekolah, namun banyak juga diantara anak-anak ini yang putus sekolah karena keterbatasan materi yang dimiliki oleh kedua orang tua anak tersebut.

Menjadi pemulung di TPA Terjun menjadi alternatif pekerjaan yang mereka geluti, karena mereka beranggapan menjadi pemulung mudah dilakukan tanpa tahu

(7)

sebab dan konsekuensi yang harus mereka alami. Satu hal yang mereka ketahui adalah mereka bisa mencari uang untuk membantu orang tua mereka atau bahkan untuk makan mereka sehari hari. Anak-anak ini datang ke TPA Terjun membawa karung untuk tempat hasil pulungan mereka, setelah itu mereka pilah-pilah sesuai dengan kondisi barang yang mereka pulung kemudian akhirnya mereka jual ke toke yang tidak jauh dari tempat mereka bekerja. Banyaknya jumlah anak yang bekerja sebagai pemulung menunjukkan masih kurangnya kepedulian terhadap anak-anak. Diperlukan kerjasama dari pemerintah dan masyarakat serta pemahaman dari orang tua utuk tidak memberikan izin kepada anak-anak untuk bekerja secara berlebihan dan tetap memberikan kebebasan kepada anak untuk bermain.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana membentuk portofolio saham yang optimal bagi calon investor dengan menggunakan model indeks tunggal sebagai dasar

132/PAN-PBJ-KEMENAG/X/2012 tanggal 22 Oktober 2012, maka dengan ini kami umumkan pemenang lelang untuk paket pengadaan Bantuan Wireless untuk Kegiatan RKM Sebanyak 35 Buah yaitu

Komponen kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan ini sangat diperlukan oleh setiap orang untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan dalam kehidupan

[r]

Kebugaran jasmani merupakan satu aspek fisik dari kebugaran menyeluruh yang memberikan kesanggupan kepada seseorang untuk melakukan pekerjaan produktif dalam

134/PAN-PBJ-KEMENAG/X/2012 tanggal 22 Oktober 2012, maka dengan ini kami umumkan pemenang lelang untuk paket pengadaan Bantuan Wireless untuk Pondok Pesantren Sebanyak 54 Unit yaitu

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Enita di RSUD Sragen dengan jumlah 60 responden didapatkan hasil bahwa sistem penghargaan

berjudul “Efektifitas Trichoderma harzianum dan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah ( Capsicum annuum L.) di Media