ANALISIS PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA, PDRB PER KAPITA, DAN JUMLAH
PENGANGGURAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK
MISKIN DI PROVINSI JAWA TENGAH
Prima SukmaragaDosen Pembimbing: Banatul Hayati, SE., M.Si
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2011
ABSTRAK
Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan lokasi lingkungan. Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah relatif lebih tinggi dibanding provinsi lain di Indonesia, yaitu menempati peringkat kedua dalam hal jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia setelah Jawa Timur.
Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana dan seberapa besar pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per kapita, dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yang menggunakan data antar ruang (cross
section) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 dengan bantuan software Eviews 4.1
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, PDRB per kapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, dan jumlah pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.
Kata kunci : Jumlah Penduduk Miskin, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, dan Jumlah Pengangguran
A. PENDAHULUAN
Pembangunan adalah suatu proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan terus menerus untuk mencapai tujuan yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan harus diarahkan sedemikian rupa sehingga setiap tahap semakin mendekati tujuan.
Hidup layak merupakan hak asasi manusia yang d iakui secara universal. Konstitusi Indonesia UUD’45, secara eksplisit mengakui hal itu dengan mengamanatkan bahwa tugas pokok pemerintah Republik Indonesia adalah “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan so sial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal itu berarti, hidup bebas dari kemiskinan atau menikmati kehidupan yang layak merupakan hak asasi setiap warga negara adalah tugas pemerintah untuk menjamin terwujudnya hal itu. Pembangunan nasional pada dasarnya ialah meningkatkan kesejahteraan umum yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah laju penurunan jumlah penduduk miskin. Efektivitas dalam menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan pertumbuhan utama dalam memilih strategi atau instrumen pembangunan. Hal ini berarti salah satu kriteria utama pemilihan sektor titik berat atau sektor andalan pembangunan nasional adalah efektivitas dalam penurunan jumlah penduduk miskin (Pantjar Simatupang dan Saktyanu K, 2003).
Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan lokasi lingkungan.
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa
aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik
Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh kemiskinan, selain timbulnya banyak masalah- masalah sosial, kemiskinan juga dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu negara. Kemiskinan yang tinggi akan menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pembangunan ekonomi menjadi lebih besar, sehingga secara tidak langsung akan menghambat pembangunan ekonomi.
Kemiskinan merupakan penyakit yang muncul saat masyarakat selalu mempunyai kekurangan secara material maupun non material seperti k urang makan, kurang gizi, kurang pendidikan, kurang akses informasi, dan kekurangan-kekurangan lainnya yang menggambarkan kemiskinan. Faktor lain yang sangat nyata tentang kemiskinan terutama di kota-kota besar Indonesia, dapat dilihat dari banyaknya warga masyarakat yang kekurangan makan dan minum, tidak memiliki tempat tinggal yang layak, bahkan digusur dari pemukimannya, ribuan pekerja berunjuk rasa memprotes ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), sikap dan perlakuan sewenang-wenang terhadap tenaga kerja wanita di luar negeri. Kemudian ketidakadilan sosial ekonomi, selain oleh beragam alasan juga disebabkan oleh praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang tidak sehat.
Kondisi kemiskinan di pemerintahan Provinsi Jawa Tengah tidak jauh berbeda dengan di pemerintahan pusat (problem nasional), yakni masih tingginya jumlah penduduk miskin jika di bandingkan dengan provinsi lain di pulau Jawa. Kemiskinan merupakan issue strategis dan mendapatkan prioritas utama untuk ditangani. Hal tersebut terbukti selain di dalam Renstra Jawa Tengah (Perda No. 11/2003), Pergub 19 tahun 2006 tentang Akselerasi Renstra, Keputusan Gubernur No. 412.6.05/55/2006 tentang pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) juga di dalam draft Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Tengah tahun 2005-2025, kemiskinan merupakan salah satu dari issue strategis yang mendapat prioritas untuk penanganan pada setiap tahapan pelaksanaannya.
Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circke
of poverty) dari Nurkse 1953. Adanya keterbelakangan, dan ketertinggalan SDM (yang
tercermin oleh rendahnya IPM), ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan
rendahnya pendapatan yang mereka terima (yang tercermin oleh rendahnya PDRB per kapita). Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada rendahnya akumulasi modal sehingga proses penciptaan lapangan kerja rendah (tercemin oleh tingginya jumlah pengangguran). Rendahnya akumulasi modal disebabkan oleh keterbelakangan dan seterusnya (Mudrajad Kuncoro, 1997).
Kualitas sumber daya manusia juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya penduduk miskin. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari indeks kualitas hidup/indeks pembangunan manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja dari penduduk. Produktivitas yang rendah berakibat pada rendahnya perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin.
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah adalah angka PDRB per kapita. PDRB per kapita sering digunakan sebagai indikator pembangunan. Semakin tinggi PDRB per kapita suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut dikarenakan semakin besar pendapatan masyarakat daerah tersebut (Thamrin, 2001). Hal ini berarti juga semakin tinggi PDRB per kapita semakin sejahtera penduduk suatu wilayah. Dengan kata lain jumlah penduduk miskin akan berkurang.
Selain faktor- faktor di atas, adapula indikator lain yang digunakan untuk mengukur jumlah penduduk miskin pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yaitu seberapa besar jumlah pengangguran yang ada pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tersebut. Pengangguran bisa disebabkan oleh bertambahnya angkatan kerja baru yang terjadi tiap tahunnya, sementara itu penyerapan tenaga kerja tidak bertambah. Selain itu adanya industri yang bangkrut sehingga harus merumahkan tenaga kerjanya. Hal ini berarti, semakin tinggi jumlah pengangguran maka akan meningkatkan jumlah penduduk miskin.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membahas mengenai jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah. Selain itu di dalam penelitian ini juga akan dilihat bagaimana pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk
miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008. Untuk pengolahan data akan digunakan metode regresi cross section atau data antar ruang.
Rumusan Masalah
Kemiskinan merupakan salah satu tolok ukur kondisi sosial ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah di suatu daerah. Banyak sekali masalah- masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat meningkatnya kemiskinan
Adapula beberapa permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini antara lain: 1. Jawa Tengah di tahun 2008 sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk miskin
terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur.
2. Masih adanya beberapa Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2008 yang menunjukkan kecenderungan pertumbuhan jumlah penduduk miskin yang semakin meningkat. 3. Kondisi beberapa Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2008 menunjukkan adanya
peningkatan IPM, tetapi tidak diimbangi dengan penurunan jumlah penduduk miskin.
4. Pada sebagian Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2008 menunjukkan adanya peningkatan PDRB per kapita, tetapi tidak diimbangi dengan penurunan jumlah penduduk miskin.
5. Kondisi lain yang dihadapi di Kab/Kota Jawa Tengah tahun 2008 menunjukkan adanya peningkatan jumlah pengangguran, tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah penduduk miskin.
Dari masalah tersebut, muncul pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada tahun 2008?
2. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita terhadap jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah tahun 2008?
3. Bagaimana pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah tahun 2008?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis bagaimana dan seberapa besar variabel Indeks Pembangunan Manusia terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah
2. Untuk menganalisis bagaimana dan seberapa besar pengaruh variabel PDRB per kapita terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.
3. Untuk menganalisis bagaimana dan seberapa besar pengaruh variabel jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah
Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
1. Sebagai bahan masukan untuk mengetahui penyebab besarnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.
2. Sebagai dasar yang dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.
3. Sebagai bahan bacaan, referensi maupun penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa ataupun pihak lain yang tertarik pada penelitian tentang kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.
B. TELAAH PUSTAKA
Definisi dan Ukuaran Ke miskinan
Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama negara sedang berkembang. Pengertian kemiskinan secara luas adalah keterbatasan yang disandang seseorang, keluarga, komunitas, atau bahkan negara yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hukum dan keadilan serta hilangnya generasi serta hilangnya generasi bangsa.
Kemiskinan multi dimensional, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumb er-sumber keuangan, dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan
yang rendah. Selain itu, dimensi-dimensi kemiskinan saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran aspek lainnya. Dan aspek lain dari kemiskinan ini adalah bahwa yang miskin itu manusianya baik secara individual maupun kolektif (Lincolin Arshad, 1999).
Ukuran kemiskinan menurut Nurkse (dalam Lincolin Arshad, 1999): pertama, Kemiskinan Absolut: Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya; kedua, Kemiskinan Relatif: Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya.
Kebutuhan dasar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kebutuhan dasar yang diperlukan sekali untuk mempertahankan hidupnya dan kebutuhan lain yang lebih tinggi.
United Nation Research Institute for Social Development (UNRISD) menggolongkan
kebutuhan dasar manusia atas tiga kelompok yaitu: pertama, Kebutuhan fisik primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, perumahan, dan kesehatan; kedua, Kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, waktu luang (leisure), dan rekreasi serta ketenangan hidup; dan ketiga, Kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan lain yang lebih tinggi.
Kebutuhan dasar tidak hanya meliputi kebutuhan keluarga, tetapi juga meliputi kebutuhan fasilitas lingkungan kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan oleh
Internasional Labor Organization (ILO, 1976) sebagai berikut: pertama, kebutuhan yang
meliputi tuntutan minimum tertentu dari suatu keluarga konsumsi pribadi seperti makanan yang cukup, tempat tinggal, pakaian, juga peralatan dan perlengkapan rumah tangga yang dilaksanakan. Kedua, kebutuhan meliputi pelayanan sosial yang diberikan oleh dan untuk masyarakat seperti air minum yang bersih, pendidikan, dan kultural (Lincolin Arshad, 1999).
Penyebab Ke miskinan
Sharp (1996) mengidentifikasi penyebab kemiskinan dari sisi ekonomi: pertama, Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang; kedua, Kemiskinan
muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia; ketiga, Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
Teori Lingkaran Kemiskinan
Dari ketiga penyebab kemiskinan diatas bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, baik invetasi manusia maupun investasi kapital. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir ini dikemukakan oleh Ragnar Nurkse 1953, yang mengatakan “ a poor country is a poor because it is poor” (negara miskin itu miskin karena dia miskin).
Gambar 1
Lingkaran Ke miskinan Baldwin dan Meier
Su mber: Mudrajat Kuncoro, 1997
Menurut Nurkse ada dua lingkaran perangkap kemiskinan, yaitu dari segi penawaran (supply) dimana tingkat pendapatan masyarakat yang rendah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung rendah. Kemampuan untuk menabung rendah, menyebabkan tingkat pembentukan modal yang rendah, tingkat pembentukan modal (investasi) yang rendah menyebabkan kekurangan modal, dan dengan demikian tingkat produktivitasnya juga rendah dan seterusnya. Dari segi permintaan (demand), di negara-negara yang miskin perangsang untuk menanamkan modal adalah sangat rendah, karena luas pasar untuk
Keidaksempurnaan pasar Keterbelakangan, Ketertinggalan SDM Kekurangan Modal Produktivitas Rendah Pendapatan Rendah Tabungan Rendah Investasi Rendah
berbagai jenis barang adanya terbatas, hal ini disebabkan oleh karena pendapatan masyarakat sangat rendah. Pendapatan masyarakat sangat rendah karena tingkat produktivitas yang rendah, sebagai wujud dari tingkatan pembentukan modal yang terbatas di masa lalu. Pembentukan modal yang terbatas disebabkan kekurangan perangsang untuk menanamkan modal dan seterusnya.
Gambar 2
Lingkaran Ke miskinan yang Tidak Berujung Pangkal dari Nurkse
DEMAND SUPPLY
Sumber: Suryana, 2000
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini, yaitu PDB-dalam konteks nasional dan PDRB-dalam konteks regional, hanya mampu memotret pembangunan ekonomi saja. Untuk itu dibutuhkan suatu indikator yang lebih komprehensif, yang mampu menangkap tidak saja perkembangan ekonomi akan tetapi juga perkembangan aspek sosial dan kesejahteraan manusia.
Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki tujuan penting, diantaranya: pertama, Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar pembangunan manusia dan perluasan kebebasan memilih; kedua, Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut sederhana; ketiga, Membentuk satu indeks komposit dari pada menggunakan sejumlah indeks dasar; dan keempat, Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi.
Indeks tersebut merupakan indeks dasa r yang tersusun dari dimensi berikut ini:
pertama, umur panjang dan kehidupan yang sehat, dengan indikator angka harapan
hidup; kedua, Pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan kombinasi dari angka partisipasi sekolah untuk tingkat dasar, menengah dan tinggi; ketiga, Standar hidup
Produktivitas rendah Pe mbentukan modal rendah Pendapatan rendah Investasi rendah Permintaan barang rendah Investasi rendah Tabungan rendah Pe mbentukan modal rendah Pendapatan rendah Produktivitas rendah
yang layak, dengan indikator PDRB per kapita dalam bentuk Purchasing Power Parity (PPP).
Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan katagori sebagai berikut:
Tinggi : IPM lebih dari 80,0 Menengah Atas : IPM antara 66,0 – 79,9 Menengah Bawah : IPM antara 50,0 – 65,9 Rendah : IPM kurang dari 50,0
PDRB per kapita
PDRB per kapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator guna melihat keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode (Hadi Sasana, 2006). PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing- masing daerah sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor- faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Sedangkan PDRB per kapita dapat dihitung dari PDRB harga kosntan dibagi dengan jumlah penduduk pada suatu wilayah.
Menurut BPS (2008) angka PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu:
pertama, pendekatan produksi: jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi yang berada di suatu wilayah/provinsi dalam jangka waktu tertentu; kedua, pendekatan pendapatan: balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam waktu tertentu; ketiga, pendekatan pengeluaran: penjumlahan semua komponen permintaan akhir.
Pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya (Sadono Sukirno, 2000).
Menurut Sadono Sukirno (2000) pengangguran biasanya dibedakan atas 3 jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara lain: pertama, Pengangguran
friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya; kedua, Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam perekonomian; dan ketiga, Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat.
Menurut Edgar O. Edwards (dalam Lincolin Arsyad, 1999), untuk mengelompokkan masing- masing pengangguran perlu diperhatikan dimensi-dimensi sebagai berikut: pertama, waktu (banyak diantara mereka yang bekerja ingin bekerja lebih lama, misal jam kerjanya per hari, per minggu, atau per bulan); kedua, Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi makanan); dan ketiga, Produktivitas (kurangnya produktivitas seringkali disebabkan oleh kurangnya sumberdaya-sumberdaya komplementer untuk melakukan pekerjaan).
Berdasarkan hal- hal diatas Edwards memberikan bentuk-bentuk pengangguran adalah: pertama, Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah mereka yang mampu dan seringkali sangat ingin bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang cocok untuk mereka; kedua, Setengah pengangguran (under unemployment), adalah mereka yang secara nominal bekerja penuh namun produktivitasnya rendah sehingga pengurangan dalam jam kerjanya tidak mempunyai arti atas produksi secara keseluruhan;
ketiga, Tenaga kerja yang lemah (impaired), adalah mereka yang mungkin bekerja penuh
tetapi intensitasnya lemah karena kurang gizi atau penyakitan; dan keempat, Tenaga kerja yang tidak produktif, adalah mereka yang mampu bekerja secara produktif tetapi tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik.
Salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat terwujudkan, sehingga apabila tidak bekerja atau menganggur maka akan mengurangi pendapatan dan hal ini akan mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai dan dapat menimbulkan buruknya kesejahteraan masyarakat (Sadono Sukirno, 2004).
Kerangka Pe mikiran
Dapat digambarkan pengaruh Indeks Pembanguna n Manusia (IPM), PDRB per kapita, dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin dalam suatu kerangka pemikiran seperti berikut:
Gambar 3 Kerangka Pe mikiran
Hipotesis
Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menguhubungkan dua variabel atau lebih (J. Supranto, 1997). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.
2. PDRB per kapita berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.
3. Jumlah pengangguran berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.
+ - - Jumlah Pengangguran PDRB Per kapita Indeks Pembangunan Manusia Jumlah Penduduk Miskin
C. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah tahun 2008, sedangkan variabel bebasnya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, dan Jumlah Pengangguran.
Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut. (M. Nasir, 1998). Sebagai panduan untuk melakukan penelitian dan dalam rangka pengujian hipotesis yang diajukan, maka perlu dikemukakan definisi variabel yang digunakan.
Definisi operasional dari masing- masing variabel adalah sebagai berikut: 1. Jumlah Penduduk Miskin
Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional, maka termasuk dalam kategori miskin. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data jumlah penduduk miskin pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dalam satuan jiwa.
2. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Data IPM yang digunakan adalah data IPM pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa tengah tahun 2008.
3. PDRB per kapita
PDRB per kapita adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi dengan jumlah penduduk di setiap wilayah Kabupaten/Kota Jawa Tengah. Data PDRB per kapita yang digunakan adalah PDRB per kapita tahun 2008 atas harga konstan tahun 2000. Variabel ini memiliki satuan rupiah.
4. Jumlah Pengangguran
Jumlah pengangguran adalah jumlah orang yang masuk dalam angkata n kerja yang sedang mencari pekaerjaan dan belum mendapatkannya. Data jumlah
pengangguran yang digunakan adalah jumlah pengangguran menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008. Variabel ini memiliki satuan jiwa.
Jenis dan Sumbe r Data
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif terdiri dari data jumlah penduduk miskin, data indeks pembangunan manusia, data PDRB per kapita, dan data jumlah pengangguran. Data yang digunakan sebagai latar belakang berupa tahun periode 2006-2008.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi atau sudah dikumpulkan dari sumber lain dan diperoleh dari pihak lain seperti buku-buku literatur, catatan-catatan atau sumber yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Adapun data yang diambil adalah data seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 29 Kabupaten dan 6 Kota. Tahun yang dipilih adalah tahun 2006 sampai dengan tahun 2008.
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini sepenuhnya melalui data sekunder. Data yang diperoleh merupakan data-data dari literatur yang berkaitan baik berupa, dokumen, artikel, catatan-catatan, maupun arsip. Data yang diperoleh kemudian disusun dan diolah sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelit ian. Untuk tujuan penelitian ini data yang dibutuhkan adalah data seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah. Meliputi data jumlah penduduk miskin, data Indeks Pembangunan Manusia, data PDRB per kapita, dan data jumlah pengangguran.
Metode Analisis
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi linear berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) yang menggunakan data antar ruang (cross section) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008.
Analisi Regresi
Analisis regresi adalah studi ketergantungan dari variabel dependen pada satu atau lebih variabel independen (Gujarati, 1999). Dalam analisis ini dilakukan bantuan program
Eviews 4.1 dengan tujuan untuk melihat pengaruh variabel- variabel independen terhadap
variabel dependennya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil sederhana Ordinary Least Squares
(OLS). Metode ini diyakini mempunyai sifat-sifat yang ideal dan dapat diunggulkan yaitu
secara teknis sangat kuat, mudah dalam perhitungan dan penarikan interpretasinya. Model yang digunakan dalam penelitian ini dijabarkan dalam fungsi sebagai berikut:
POVt = β0 . IPMt β1
. PDRBKtβ2. Utβ3 ... (1) Keterangan:
POVt = Jumlah penduduk miskin Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008.
IPMt = Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008.
PDRBKt = PDRB per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008. Ut = Jumlah pengangguran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun
2008.
Namun dikarenakan adanya perbedaan satuan hitung masing- masing variabel independen, maka analisis regresi dalam penelitian ini menggunakan model persamaan regresi yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma, sehingga persamaannya adalah sebagai berikut:
Log(POVt
)
= 0 + 1Log(IPMt)
+ 2Log(PDRBKt)
+ 3Log(Ut)
+ е ... (2)D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Letak Geografis dan Administratif Jawa Tengah
Jawa Tengah adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak dibagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayahnya 32.548 Km², atau sekitar 25 persen dari luas Pulau Jawa. Propinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa.
Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 Kabupaten dan 6 Kota. Administrasi pemerintahan Kabupaten dan Kota ini terdiri atas 545 kecamatan da n 8.490 desa/kelurahan. Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jawa Tengah juga terdiri atas 4 kota administratif, yaitu Purwokerto, Purbalingga, Cilacap, dan Klaten. Namun sejak diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001 kota-kota administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian dalam wilayah kabupaten. Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magela ng (dari Kota Magelang ke Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota Tegal ke Slawi), serta Kabupaten Pekalongan (dari Kota Pekalongan ke Kajen).
Analisis Regresi
Model regresi yang digunakan adalah metode analisis regresi linier berganda (Ordinary Least Squares Regression Analysis). Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah, peneliti menggunakan model data cross section tersebut untuk mengetahui pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita (PDRBK), dan Jumlah Pengangguran (U) terhadap Jumlah Penduduk Miskin (POV) di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008.
Tabel 1
Hasil Regresi Utama
Variable Coeffic ient Std. Erro r t-Statistic Prob.
C 47.27870 11.03304 4.285192 0.0002 LOG(IPM) -9.142908 2.839105 -3.220349 0.0030 LOG(PDRBK) -0.363599 0.178098 -2.041572 0.0498 LOG(U) 0.883459 0.124865 7.075333 0.0000 Jumlah Observasi = 35 R-squared = 0.811737 Adjusted R-squared = 0.793518 F-statistic = 44.55439 Prob(F-statistic) = 0.000000
Su mber : Output Pengolahan Data dengan Evie ws 4.1 (La mpiran B)
Persa maan yang signifikan pada taraf nyata 5%
Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan pengujian normalitas dengan uji Jarque Berra atau J-B test. Jika nilai J – B hitung >
J-B tabel, atau nilai probability Obs*R Squared lebih besar dari taraf nyata 5 persen, maka dinyatakan bahwa residual Ut terdistribusi normal ditolak dan sebaliknya.
Gambar 4 Uji Normlitas 0 1 2 3 4 5 6 7 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 Series: Residuals Sample 1 35 Observations 35 Mean -1.51E-14 Median -0.056332 Maximum 0.600899 Minimum -0.793600 Std. Dev. 0.355897 Skewness -0.379696 Kurtosis 2.389863 Jarque-Bera 1.383875 Probability 0.500605
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan analisis J-B Test maka sebaran data residual pada model regresi berdistribusi normal, dimana nilai hitung J-B Test sebesar 1,383875 dan probabililty 0,500605 sebesar yang artinya lebih besar 0,05.
2. Uji Autokorelasi
Salah satu uji formal untuk mendeteksi autokorelasi adalah Breusch-Godfrey atau dengan nama lain uji Langrange Multiplier (LM). Berikut adalah hasil uji autokorelasinya:
Tabel 2
Hasil Uji Langrange-Multiplier (LM) Breusch-Godfrey Se ria l Correlat ion LM Test:
F-statistic 1.897393 Probability 0.139824 Obs*R-squared 7.679626 Probability 0.104044 Su mber : Output Pengolahan Data dengan Program Ev iews 4.1
Pada hasil uji LM ini diketahui bahwa nilai Probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,104044 > α. Dimana α = 5% atau 0,05. Berdasarkan pengujian Langrange Multiplier diketahui bahwa kedua persamaan tersebut bebas dari autokorelasi.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas dilakukan untuk mengetahui apakah semua disturbance term memiliki varians yang sama atau tidak (Gujarati, 2003). Uji heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan menggunakan uji white yang tersedia dalam program Eviews 4.1. Hasil uji White pada persamaan adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Hasil Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 0.971201 Probability 0.462634 Obs*R-squared 6.029236 Probability 0.419923 Su mber : Output Pengolahan Data dengan Program Evie ws 4.1
Dari hasil uji White diperoleh hasil bahwa pada persamaan dapat disimpulkan bebas heteroskedastisitas. Hal ini ditunjukkan dari besarnya probability Obs*R Square > taraf nyata.
4. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah situasi dimana terdapat korelasi antar variabel independen. Dalam hal ini disebut dengan variabel yang tidak orthogonal. Variabel yang orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesamanya sama dengan nol. Salah satu cara yang digunakan untuk menguji fenomena multikolineritas adalah dengan membandingkan nilai R2 regresi parsial (auxiliary regression) dengan R2 regresi utama, maka terjadi multikolinearitas. Tabel 4 menunjukkan R2 regresi parsial auxiliary
regression pada masing- masing persamaan:
Tabel 4
Hasil Ujiauxiliary regression
Persamaan R2 auxilliary R2 Regresi Utama
LOGIPM = LOG(PDRBK), LOG(U) 0.515382 0.811737 LOG(PDRBK) = LOG(U), LOG(IPM ) 0.460436 0.811737 LOG(U) = LOG(PDRBK), LOG(IPM ) 0.134970 0.811737 Sumbe r : Output Pengolahan Data dengan Program Evie ws 4.1
Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai uji auxilliary regression terbesar terdapat pada persamaan pertama sebesar 0,811737. Karena nilai R2 regresi utama lebih besar dari nilai R2 hasil auxiliary regression yang berarti pada persamaan tersebut tidak ditemukan adanya multikolinearitas.
Uji Statistik Analisis Regresi
1. Koefisien Regresi Secara Individual (Uji t)
Pengujian koefisien regresi secara individual (uji t) dilihat dari signifikansi nilai t-hitung. Uji t bertujuan melihat signifika nsi pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara individual. Parameter suatu variabel dikatakan mempunyai pengaruh signifikan jika nilai t- hitung suatu variabel lebih besar dari nilai t-tabel.
Dalam persamaan digunakan taraf keyakinan 95% (α=5%), dengan df = 32 (n-k = 35 – 3 = 32), maka diperoleh t tabel sebesar 2,037. Dari hasil uji-t dalam persamaan dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut:
Tabel 5 Nilai t-Statistic
Dependen Variabel : Jumlah Penduduk Miskin
Vari abel Persamaan Ke terangan t-Statistic Prob.
LOG(IPM) -3.220349 0.0030 Signifikan
LOG(PDRBK) -2.041572 0.0498 Signifikan
LOG(U) 7.075333 0.0000 Signifikan
Su mbe r: Output Pengolahan Data dengan Program Ev iews 4.1 Va riabe l Dependen : Ju mlah Penduduk Miskin
α = 5% ; t-tabel (5% ; df : 35-3 = 32) = 2,037
Berdasarkan Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita (PDRBK), dan Jumlah Pengangguran (U) berpengaruh signifikan pada α = 5% terhadap variabel dependen yaitu jumlah penduduk miskin.
2. Koefisien Regresi Secara Serentak (Uji F)
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen (secara bersama-sama) terhadap variabel dependen, secara statistik. Dalam persamaan pertama dan kedua digunakan taraf keyakinan 95 persen (α = 5%), dengan df = 32 (n-k = 35 – 3 = 32), maka diperoleh F tabel sebesar 2,90 dari hasil regresi persamaan, diketahui bahwa nilai
F-statistic pada persamaan sebesar 44,55439 dan nilai probabilitas F-F-statistic untuk
persamaan tersebut adalah 0,000000. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa F hitung > F tabel maka dapat disimpulkan dalam persamaan tersebut variabel penjelas secara serentak dan bersama-sama mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan.
3. Koefisien Determinasi (R2)
Hasil koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen secara statistik. Dari hasil regresi utama pada Tabel 1, didapatkan hasil koefisien determinasi (R2) dari hasil estimasi persamaan adalah sebesar 0,811737 artinya variabel independen (Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per kapita, dan Jumlah Penggangguran) dapat
menerangkan variabilitas sebesar 81,1% dari variabel dependen (Jumlah Penduduk Miskin).
Intepretasi Hasil
Dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menggunakan jumlah penduduk miskin sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen yaitu Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per kapita, dan Jumlah Pengangguran dengan menggunakan data cross section tahun 2008, maka diperoleh nilai koefisien regresi yang dapat dirangkum dengan persamaan fungsional sebagai berikut:
LOG(POV) = 47.27870284 - 9.142907931*LOG(IPM) -
0.3635990536*LOG(PDRBK) + 0.8834590113*LOG(U) ... (3)
Signifikan pada α = 5%
Pada persamaan 3, variabel independen yang berpengaruh signifikan secara statistik terhadap jumlah penduduk miskin adalah variabel Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per kapita, dan Jumlah Pengangguran.
Interpretasi dari hasil regresi persamaan diatas adalah sebagai berikut: Indeks Pembangunan Manusia
Hasil regresi persamaan menunjukkan slope koefisien dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan angka -9.142907931 yang berarti bahwa kenaikan 1 persen angka Indeks Pembangunan Manusia akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 9.142907931 persen. Pada persamaan tersebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hubungannya negatif dan signifikan pada α = 5%.
PDRB per kapita
Hasil regresi persamaan menunjukkan slope koefisien dari PDRB per kapita menunjukkan angka -0.3635990536 yang berarti bahwa kenaikan 1 persen angka PDRB per kapita akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0.3635990536 persen. Pada persamaan tersebut PDRB per kapita hubungannya negatif dan signifikan pada α = 5%.
Jumlah Pengangguran
Hasil regresi persamaan menunjukkan slope koefisien dari Unemployment/ Jumlah Pengangguran (U) menunjukkan angka 0.8834590113 yang berarti bahwa kenaikan 1 persen angka Jumlah Pengangguran akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar
0.8834590113 persen. Pada persamaan tersebut Unemployment/ Jumlah Pengangguran (U) hubungannya positif dan signifikan pada α = 5%.
E. PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah di tahun 2008. Berdasarkan uraian hasil analisis pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Model regresi pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, dan jumlah pengangguran di Provinsi Jawa Tengah di tahun 2008 cukup layak digunakan karena telah memenuhi dan melewati uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. 2. Hasil uji koefisien determinasi (R2) Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB
per kapita, dan jumlah pengangguran di Provinsi Jawa Tengah di tahun 2008 menunjukkan bahwa besarnya nilai R2 cukup tinggi yaitu 0,811737 artinya variabel independen (Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per kapita, dan Jumlah Penggangguran) dapat menerangkan variabilitas sebesar 81,1% dari variabel dependen (Jumlah Penduduk Miskin).
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap jumlah penduduk miskin tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan Indeks Pembangunan Manusia akan berakibat pada meningkatnya produktivitas kerja dari penduduk, sehingga akan meningkatkan perolehan pendapatan. Hal ini berarti juga semak in tinggi perolehan pendapatan akan menyebabkan penurunan jumlah penduduk miskin. Hasil regresi ini ditunjang dengan data bahwa adanya kecenderungan kenaikan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah tahun 2008 pada sebagian besar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah diiringi dengan penurunan jumlah penduduk miskin dibeberapa Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
4. PDRB per kapita berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap jumlah penduduk miskin tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin
besarnya PDRB per kapita maka semakin sejahtera penduduk suatu wilayah. Dengan kata lain semakin besar PDRB per kapita, jumlah penduduk miskin akan berkurang. Hasil regresi ini ditunjang dengan data bahwa kenaikan PDRB per kapita di Jawa Tengah tahun 2008 pada sebagian besar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah diiringi dengan penurunan jumlah penduduk miskin dibeberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
5. Jumlah pengangguran berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap jumlah penduduk miskin tahun 2008. Hal ini berarti, berkurangnya jumlah pengangguran akan berakibat pada berkurangnya jumlah penduduk miskin di suatu wilayah. Hasil regresi ini ditunjang dengan data bahwa berkurangnya jumlah pengangguran di Jawa Tengah tahun 2008 pada sebagian besar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah diiringi dengan penurunan jumlah penduduk miskin dibeberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
6. Berdasarkan perhitungan dengan uji F diketahui bahwa F-hitung sebesar (44,55439) > F-tabel (2,90), sehingga H1 diterima dan H0 ditolak. Dengan kata
lain, hipotesis yang berbunyi “Ada pengaruh antara variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, dan jumlah pengangguran secara simultan terhadap jumlah penduduk miskin”.
Keterbatasan
Model dalam penelitian ini masih terbatas karena hanya melihat pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah. Oleh karenanya diperlukan studi lanjutan yang lebih mendalam dengan data panel dan metode analisis yang lebih lengkap sehingga menggambarkan perkembangan jumlah penduduk miskin dibeberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang lebih komprehensif
Saran
Dengan memperhatikan hasil analisis dan kesimpulan, maka beberapa saran yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia. Tujuan ini dapat dicapai melalui perbaikan kualitas dan pelayanan dibidang kesehatan, bidang pendidikan, dan kemampuan daya beli masyarakat. Dengan kata lain akan tercipta
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan jumlah penduduk miskin akan semakin berkurang.
2. Perlu adanya peningkatan kinerja pada sektor unggulan di Jawa Tengah, antara lain di sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor industri. Dimana ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi terbesar pada PDRB di Provinsi Jawa Tengah, sehingga PDRB per kapita akan meningkat. Oleh karena itu upaya mengurangi jumlah penduduk miskin bisa dilakukan melalui pengembangan dan pembinaan pada masing- masing sektor tersebut.
3. Perlunya pengurangan jumlah pengangguran melalui penciptaan lapangan kerja baru pada sektor unggulan di Jawa Tengah antara lain: sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor industri. Dimana tenaga kerja di Provinsi Jawa Tengah banyak yang bekerja diantara ketiga sektor tersebut. Sehingga jumlah pengangguran di Jawa Tengah dapat berkurang. Dan diharapkan laju pertumbuhan lapangan pekerjaan semakin seimbang dengan pertumbuhan angkatan kerja baru. Dan juga iklim usaha yang lebih baik dapat diciptakan oleh pemerintah sebagai pengatur kebijakan tentunya akan berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin.
DAFTAR PUSTAKA Apriliyah S. Napitupulu. 2007.
“Pengaruh Indikator Komposit Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara”. http://www.google.com. Diakses tanggal 5 Oktober 2010. Badan Pusat Statistik. 2005-2007. Indeks
Pembangunan Manusia Propinvi
Jawa Tengah dan
Kabupaten/Kota se-Jawa
Tengah. Semarang.
________________ . 2006-2008. Data
dan Informasi Kemiskinan.
Semarang.
________________ . 2008. PDRB Jawa
Tengah. Semarang.
________________ . 2006-2009. Jawa
Tengah Dalam Angka.
Semarang.
Deny Tisna Amijaya. 2008. “Pengaruh Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengangguran terhdap Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2003-2004”. Skripsi S1 IESP Fakultas Ekonomi UNDIP Semarang.
Dian Octaviani. 2001. “Inflasi, Pengangguran, dan Kemiskinan di Indonesia: Analisis Indeks Forrester Greer dan Horbecke”.
Media Ekonomi. Vol 7 No.2,
hlm. 100-118.
Gujarati, Damodar.1999. Ekonometri
Dasar. Jakarta: Erlangga.
_______________.2003.Basics
Econometrics, McGraw Hill International Company.
Hadi Sasana. 2001. “Produk Domestik Bruto dan Strukturnya”. Diklat
Teknis Perencanaan
Pembangunan Ekonomi Daerah Propinsi Jawa Tengah, Oktober-November. Semarang.
Hermanto S., Dwi W. 2006. “Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Penduduk Miskin di Indonesia: Proses Pemerataan dan Pemiskinan”. Direktur Kajian Ekonomi, Institusi Pertanian. Bogor.
J. Supranto. 1997. Statistik Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Erlangga.
Lincolin Arsyad. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat.
Yogyakarta: Penerbit BP STIE YKPN.
Mankiw, G. 2007. Macro Economic. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Mudrajad Kuncoro. 1997. Ekonomi
Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: Penerbit UPP AMP YKPN.
Muhammad Nasir. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pantjar Simatupang dan Saktyanu K. Dermoredjo. 2003. “Produksi Domestik Bruto, Harga, dan Kemiskinan”. Media Ekonomi
dan Keuangan Indonesia. Vol.
51, No. 3, hlm. 191 – 324.
Rima Prihartanti. 2008. “Analisis kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan: Studi Kasus antar Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah”. Skripsi S1 IESP Fakultas Ekonomi UNDIP. Semarang.
Sadono Sukirno. 2000. Makro Ekonomi
Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
____________ . 2004. Makro Ekonomi
Teori Pengantar. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Sharp, Ansel M, Charles A. Register and Paul W. Cerimes. 1996.
Ekonomic of Social Issue. Edisi
ke-12. Richard D. Irwin. Chicago.
Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan
(Prblematika dan Pendekatan).
Jakarta: Salemba Empat.
Thamrin Simanjuntak. 2001, Analisis
Potensi Pendapatan Asli Daerah,
Bunga Rampai Manajemen
Keuangan Daerah. Yogyakarta:
Penerbit UPP AMP YKPN.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan
Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi
Ketujuh. (Terj). Haris Munandar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tulus H. Tambunan. 2001.
Perekonomian Indonesia.
Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Wing Wahyu Winarno. 2008. Analisis
Ekonometrika dan Statistika dengan E-Views. Yogyakarta:
Penerbit UPP STIM YKPN.