• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR/ Corporate Social Responsibility)

Aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan adalah kegiatan-kegiatan menyampaikan pesan-pesan tanggung jawab sosial perusahaan pada berbagai bidang kegiatan CSR kepada masyarakat adat yang bertujuan untuk menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan demi menciptakan kredibilitas perusahaan, menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas) maupun menghindari konflik dengan masyarakat sekitar demi menjaga eksistensi perusahaan di masa akan datang.

Aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR di daerah penelitian terdiri dari aktivitas komunikasi yang dilakukan pada lima bidang kegiatan CSR, yaitu bidang kompensasi tanah adat, bidang kesehatan masyarakat, bidang pendidikan dan pelatihan, bidang demand tenaga kerja dan bidang pembangunan sarana prasarana. Untuk menentukan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR, didasarkan pada intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan pada setiap bidang kegiatan CSR. Apabila intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam proses aktivitas komunikasi di setiap bidang semakin efektif, maka secara keseluruhan aktivitas komunikasi yang terjadi di daerah penelitian juga akan semakin efektif, demikian pula sebaliknya.

(2)

Secara keseluruhan tingkat aktivitas komunikasi publik melalui program CSR pada masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan BP LNG Tangguh dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini

Tabel 14. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR Pada Masyarakat Adat di Daerah Penelitian

AKTIVITAS KOMUNIKASI PUBLIK PERUSAHAAN Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor)

(%) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi

Kategori (Selang Skor) (%) Kategori (Selang Skor) (%) Kategori (Selang Skor) (%) Sangat Tinggi (21,1 – 25) - Sangat Sesuai (21,1 – 25) - Sangat Sesuai (21,1 – 25) 3,33 Sangat Tinggi (63,1 – 75) - Tinggi (17,1 – 21) 3,33 Sesuai (17,1 – 21) - Sesuai (17,1 – 21) 5,00 Tinggi (51,1 – 63) - Cukup Tinggi (13,1 – 17) 6,67 Cukup Sesuai (13,1 – 17) - Cukup Sesuai (13,1 – 17) 6,67 Cukup Tinggi (39,1 – 51) 13,33 Kurang (9,1 – 13) 21,67 Kurang Sesuai (9,1 – 13) 33,33 Kurang Sesuai (9,1 – 13) 25,00 Kurang (27,1 – 39) 25,00 Rendah

(5 – 9) 68,33 Tidak Sesuai (5 – 9) 66,67 Tidak Sesuai (5 – 9) 60,00 (15 – 27) Rendah 61,67

Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Tabel 14 menunjukkan bahwa secara keseluruhan aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan di daerah penelitian dikategorikan rendah. Hal ini disebabkan oleh intensitas komunikasi perusahaan dengan masyarakat yang relatif kurang bahkan tidak pernah, teknik komunikasi yang kurang sesuai dalam menggunakan beragam media serta penggunaan model komunikasi yang kurang sesuai. Hal ini dapat menimbulkan efek negatif berupa konflik masyarakat dengan perusahaan sebagai akibat dari timbulnya rasa curiga atau prasangka buruk terhadap perusahaan, kurang adanya komunikasi, keterbukaan informasi yang dibutuhkan serta interpretasi isi pesan yang salah sebagai akibat kurang adanya pemahaman terhadap isi pesan. Jika aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR rendah maka tujuan komunikasi untuk membangun hubungan baik perusahaan dengan masyarakat sekitar juga akan tidak tercapai. Untuk itu aktivitas komunikasi publik perusahaan

(3)

melalui program CSR perlu ditingkatkan dengan melihat aktivitas komunikasi yang terjadi pada setiap bidang kegiatan CSR.

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di daerah penelitian memiliki intensitas komunikasi dengan perusahaan melalui program CSR secara keseluruhan dikategorikan rendah dan kurang. Ini terjadi pada semua bidang kegiatan CSR. Hal ini disebabkan intensitas perusahan mengadakan pertemuan dengan masyarakat adat untuk membahas program CSR masih sangat sedikit. Pada umumnya jumlah pertemuan dengan masyarakat adat pada setiap bidang kegiatan CSR dilaksanakan hanya satu sampai tiga kali dalam setahun, bahkan tidak pernah dilakukan dalam bidang kompensasi tanah adat. Selain itu, sebagian besar dari responden menyatakan mereka tidak dilibatkan dalam proses komunikasi yang terjadi tetapi hanya diwakili oleh kepala kampung dan aparatnya, serta Panitia Pengembangan Kampung yang dibentuk untuk mengelola dana pengembangan kampung yang diberikan perusahaan sebesar Rp. 300.000.000,- per tahun selama kurun waktu sepuluh tahun. Hal ini membuat banyak warga masyarakat yang lebih cenderung menunjukkan sikap ”malas tahu” sehingga mereka lebih memilih melakukan aktivitas mereka sehari-hari sebagai nelayan dari pada membahas program kerja bersama perusahaan. Menurut Hamad (2005), dalam proses komunikasi, para partisipan dalam komunikasi harus dapat dilibatkan sehingga merasa menjadi bagian dari komunitas dan merasa saling memiliki dari komunitas tersebut.

(4)

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua community Development distrik Weriagar, Hengky Soroat mengatakan ”aktivitas komunikasi oleh perusahaan yang dilakukan di kedua kampung penelitian ini tidak membatasi warga masyarakat atau diwakili oleh kepala kampung dan aparatnya saja tetapi dalam bentuk komunikasi terbuka dengan melibatkan seluruh warga masyarakat kampung”. Hanya saja proses penyampainnya tidak disampaikan secara langsung kepada seluruh warga masyarakat tetapi melewati kepala-kepala kampung. Hal ini menyebabkan terjadi “miss communication” antara perusahaan dengan warga masyarakat adat. Perusahaan menganggap seluruh warga masyarakat telah diundang sedangkan masyarakat menganggap mereka tidak diundang oleh perusahaan dan hanya diikuti oleh kepala-kepala kampung saja.

Dengan demikian perusahaan harus merubah dan memilih saluran atau media komunikasi yang lebih efektif untuk meningkatkan partisipasi seluruh warga masyarakat dalam program CSR. Hamad (2005) menyatakan bahwa komunikasi jangan dianggap sebagai proses penyampaian pesan yang relatif lancar tanpa hambatan tetapi dalam pendistribusian pesan yang merata di tengah masyarakat (komuniktas), komunikator perlu memilih media yang sesuai dengan efek yang diingikan oleh komunikator, apakah itu efek kognitif, afektif atau efek konatif yaitu partisipasi masyarakat.

Hanya sebagian kecil responden yang memiliki intensitas komunikasi tinggi dan cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh jenis pekerjaan atau kedudukan mereka di dalam pemerintahan kampung yang memiliki tugas dan urusan langsung berhubungan dengan perusahaan sehingga mempunyai peluang besar untuk berkomunikasi dengan perusahaan. Pada umumnya mereka adalah kepala

(5)

kampung dan aparatnya, masyarakat adat yang bekerja sebagai karyawan perusahaan BP dan termasuk di dalam Panitia Pengembangan Kampung.

Terlihat pula dalam Tabel 14, sebagian besar responden dikategorikan menilai teknik komunikasi yang digunakan perusahaan pada keseluruhan kegiatan CSR tidak sesuai dan kurang sesuai. Hal ini disebabkan perusahaan kurang menggunakan saluran atau media komunikasi yang beragam dalam memberikan informasi atau pemahaman kepada masyarakat. Selain itu disebabkan juga oleh kondisi daerah yang jauh dari kota, sehingga komunikator susah untuk memperbanyak bahan ajar atau leaflet, brosur, dll sehingga materi yang dibagi hanya terbatas pada orang-orang tertentu saja, seperti ketua kelompok, sekertaris kelompok, aparat kampung, dll. Sutikno (2005) menyatakan penggunaan media yang tidak beragam dalam proses komunikasi tidak akan memperjelas makna materi sehingga tidak dapat dipahami oleh peserta, peserta akan lebih tidak menarik perhatian sehingga tidak menimbulkan motivasi serta peserta akan menjadi bosan. Oleh sebab itu, menurut Effendi (2002) bahwa salah satu komponen komunikasi yang perlu diperhatikan oleh komunikator supaya komunikasi efektif adalah saluran atau media komunikasi yang digunakan. Pemilihan media yang efektif oleh perusahaan dapat mempercepat tercapainya tujuan komunikasi publik dalam bidang-bidang CSR. Tetapi apabila pemilihan media komunikasi tidak efektif, maka masyarakat tidak akan memahami isi pesan dan cenderung berbeda penafsiran atau interpretasi tentang isi pesan tersebut.

(6)

Sebagian besar responden dikategorikan menilai model komunikasi yang digunakan perusahaan dalam menyampaikan pesan CSR secara keseluruhan tidak sesuai dan kurang sesuai. Hal ini disebabkan pada umumnya mereka ini tidak terlibat dalam proses komunikasi secara langsung (komunikasi tatap muka) dengan perusahaan. Tetapi ada juga responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan dan menilai model komunikasi kurang sesuai, hal ini disebabkan perusahaan tidak menerapkan model komunikasi partisipatoris pada semua bidang tetapi hanya di bidang-bidang tertentu saja. Model komunikasi dua arah atau partisipatoris umumnya digunakan pada saat penyusunan program kegiatan di bidang kesehatan masyarakat, pendidikan dan pelatihan serta bidang pembangunan sarana prasarana.

Dikatakan model komunikasi partisipatoris sebab semua masyarakat diundang untuk lebih berpartisipasi dalam proses komunikasi sampai dengan pengambilan keputusan, dilakukan secara lebih demokratis. Dalam proses komunikasi, tidak hanya ada sumber atau penerima saja. Sumber juga penerima, penerima juga sumber dalam kedudukan yang sama dan dalam level yang sederajat. Karena itu dalam komunikasi partisipatoris aktivitas komunikasi bukan kegiatan memberi dan menerima melainkan "berbagi" atau "berdialog". Isi komunikasi bukan lagi "Pesan" yang dirancang oleh sumber dari atas, melainkan fakta, kejadian, masalah, kebutuhan yang dimodifikasikan menjadi "Tema". Dan tema inilah yang disoroti, dibicarakan dan dianalisa. Semua suara didengar dan diperhatikan untuk dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Maka yang terlibat dalam model komunikasi ini bukan lagi "sumber dan penerima" melainkan partisipan" yang satu dengan yang lain.

(7)

Komunikasi partisipatori ini dalam istilah populer sebagai model komunikasi konvergen yang berarti berusaha menuju pengertian yang bersifat timbal balik diantara partisipan komunikasi dalam perhatian, pengertian dan kebutuhan (Dilla, 2007). Pendekatan ini sangat efektif dalam perencanaan pembangunan yang berbasis masyarakat, selain itu pendekatan ini akan meretes jalan tumbuhnya kreatifitas dan kompetensi masyarakat dalam mengkomunikasikan gagasannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Amri dan Sarosa (2008) bahwa Aliran informasi dua arah antara masyarakat lokal dengan perusahaan merupakan hal penting dari proses pembangunan. Aliran informasi dua arah memperkuat kapasitas masyarakat dengan cara menyediakan media untuk berbagi dan bertukar pengetahuan dan ide. Model komunikasi partisipatori ini sudah sangat efektif digunakan oleh perusahaan BP LNG Tangguh, namun hanya sebagian masyarakat saja yang terlibat dalam proses komunikasi ini, sehingga perusahaan perlu memotivasi semua masyarakat untuk terlibat dalam proses komunikasi khususnya dalam penyusunan program CSR. Nursahid (2008) berpendapat bahwa program CSR atau pemberdayaan SDM yang dilakukan perusahaan akan dikatakan berhasil jika dalam penyusunan dan pelaksanaan program diikuti dengan keterlibatan masyarakat yang tinggi.

Model komunikasi satu arah terjadi pada bidang kompensasi tanah adat dan demand tenaga kerja. Hal ini disebabkan belum ada feedback (umpan balik) dari perusahaan. Menurut Amri dan Sarosa (2008) aliran informasi satu arah akan menutup dialog yang terbuka untuk membangun hubungan perasaan sebagai suatu komunitas, sedangkan kerahasiaan hanya akan menghasilkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.

(8)

Secara rinci, tingkat aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan yang terdiri dari lima bidang aktivitas komunikasi, diuraikan sebagai berikut :

5.1.1. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat

Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kompensasi tanah adat adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan di bidang kompensasi tanah adat atau ganti rugi tanah adat oleh perusahaan kepada masyarakat adat guna menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan demi menciptakan kredibilitas perusahaan, menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas) sehingga menghindari konflik antara masyarakat masyarakat adat dengan perusahaan demi menjaga eksistensi perusahaan di masa akan datang.

Unsur ”Pesan” merupakan salah satu komponen komunikasi yang harus diperhatikan supaya aktivitas komunikasi dapat efektif. Pesan yang disampaikan perusahaan hendaknya harus dapat memperhatikan keinginan dan kebutuhan masyarakat, sehingga dapat diterima oleh masyarakat adat tersebut. Masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan BP LNG Tangguh umumnya menginginkan setiap perusahaan yang masuk dan beroperasi di wilayah kawasan adat mereka harus tunduk kepada hukum adat yang berlaku di dalam masyarakat, dengan landasan hukum yang dipegang adalah Undang-undang Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001, yang berisikan perlindungan hak-hak masyarakat adat yaitu pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Hak masyarakat

(9)

adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Sebagai implemantasinya, perusahaan yang hendak berinvestasi di wilayah Papua harus juga menghargai hak-hak adat dan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat adat setempat.

Keinginan masyarakat adat di daerah penelitian adalah setiap perusahaan yang beroperasi di wilayah adat mereka harus memberikan uang permisi kepada mereka. Hal ini disebabkan bagi mereka, kekayaan alam yang berada diatas tanah adat mereka merupakan pemberian Tuhan atas mereka untuk digunakan bagi kesejahteraan mereka, karena itu setiap tamu atau perusahaan yang mau mengambil dan mengelola sumber daya alam di wilayah adat mereka harus memohon ijin kepada masyarakat adat dengan memberikan uang permisi atau kompensasi tanah adat. Uang permisi yang diminta masyarakat adat di daerah penelitian adalah perusahaan harus membayar setiap sumur gas yang terdapat di daerah adat mereka sebesar 10 milyar per sumur.

Pesan ini telah disampaikan oleh masyarakat adat kepada perusahaan BP LNG Tangguh pada saat mulai beroperasi atau melakukan sosialisai dengan masyarakat setempat pada tahun 1997 – 2002 berupa proses penyusunan AMDAL. Namun sampai dengan penelitian ini dilaksanakan, mereka belum mendapat jawaban dari perusahaan tentang hal ini. Perusahaan hanya memberikan dana pengembangan kampung kepada setiap kampung yang terkena dampak langsung di bagian utara teluk Bintuni sebesar Rp. 300.000.000,- / tahun selama kurun waktu sepuluh tahun untuk digunakan bagi pembangunan dan pengembangan masyarakat kampung, selain itu pemberian dana ini sebagai akibat

(10)

dari munculnya konflik masyarakat di bagian utara teluk Bintuni dengan perusahaan karena meresa dianak tirikan atau tidak diperhatikan dalam hal pembangunan kampung sehingga terjadi perbedaan pembangunan kampung yang ada di daerah utara dengan selatan teluk Bintuni. Sedangkan bagi mereka, dana pengembangan kampung yang diberikan itu, bukan merupakan dana kompensasi tanah adat tetapi merupakan kewajiban bagi perusahaan untuk memperhatikan masyarakat di sekitar daerah yang terkena dampak langsung dari perusahaan.

Aktivitas komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan, secara rinci tingkat aktivitas komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat di daerah penelitian di sajikan pada Tabel 15 di bawah ini Tabel 15. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang

Kompensasi Tanah Adat pada Daerah Penelitian.

Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Kompensasi Tanah Adat Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor)

(%) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi

Kategori

(Skor) (%) Kategori (Skor) (%) Kategori Skor) (%) Sangat Tinggi (5) - Sangat Sesuai (5) - Sangat Sesuai (5) - Sangat Tinggi (12,7 – 15) - Tinggi (4) - Sesuai (4) - Sesuai (4) - Tinggi (10,3 – 12,6) - Cukup Tinggi

(3) 5,00 Cukup Sesuai (3) - Cukup Sesuai (3) - Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) - Kurang (2) 18,33 Kurang Sesuai (2) - Kurang Sesuai (2) 8,33 Kurang (5,5 – 7,8) - Rendah (1) 76,67 Tidak Sesuai (1) 100,00 Tidak Sesuai (1) 91,67 Rendah (3 – 5,4) 100 Total 100,00 100,00 100,00 100,00

(11)

Tabel 15 menunjukkan bahwa semua responden dikategorikan menilai kegiatan aktivitas komunikasi dalam bidang kompensasi tanah adat rendah. Hal ini disebabkan intensitas komunikasi tentang kompensasi tanah adat masih kurang bahkan sebagian besar masyarakat tidak pernah membicarakan masalah kompensasi tanah adat dengan perusahaan. Hanya sebagian kecil masyarakat adat yang menilai intensitas komunikasi cukup tinggi, hal ini disebabkan mereka ini memiliki pekerjaan yang langsung berhubungan dengan perusahaan sehingga lebih mempunyai waktu yang banyak untuk melakukan komunikasi tentang masalah kompensasi tanah adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Pada umumnya mereka bekerja sebagai staf karyawan BP LNG Tangguh, kepala kampung dan aparat kampung serta kepala-kepala suku pada masing-masing kampung, namun sebagian besar dari mereka yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan mengatakan bahwa intensitas komunikasi dalam bidang kompensasi tanah adat masih kurang atau tidak relevan dengan apa yang mereka harapkan.

Semua responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan mengenai kompensasi tanah adat dikategorikan menilai teknik komunikasi yang digunakan perusahaan tidak sesuai. Dalam bidang lain perusahaan menggunakan media komunikasi, tetapi di bidang kompensasi tanah adat perusahaan belum pernah menggunakan media seperti infokus, liefled, brosur atau surat sebagai saluran penyampaian pesan. Teknik komunikasi yang digunakan hanya berupa komunikasi tatap muka tanpa menggunakan media komunikasi. Komunikasi tatap muka memang memiliki keunggulan dibanding komunikasi dengan menggunakan media. Tetapi apabila tidak disertai dengan feedback terhadap pesan, maka komunikasi tersebut menjadi tidak efektif. Diisamping itu, komunikasi tatap

(12)

muka juga akan lebih baik jika dalam penyempaian pesan komunikator menggunakan perpaduan media komunikasi yang sesuai dengan kondisi sosial budaya komunikan sehingga pesan akan lebih mudah di terima dan dimengerti. Menurut pendapat Effendy (2002), bahwa salah satu komponen komunikasi yang perlu diperhatikan supaya komunikasi efektif adalah saluran atau media komunikasi yang digunakan. Penggunaan media komunikasi tentunya akan mempermudah masyarakat untuk mengerti isi pesan yang disampaikan oleh perusahaan. Penggunaan media yang sesuai juga dapat mempercepat tercapainya tujuan komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat. Tetapi apabila media komunikasi dalam penyampaian pesan di bidang kompensasi tanah adat tidak sesuai dengan karakteristik komunikan, maka masyarakat tidak akan memahami isi pesan yang disampaikan perusahaan dan cenderung berbeda penafsiran atau interpretasi tentang isi pesan tersebut, hal ini dapat menyebabkan masyarakat adat semakin kurang puas dengan isi pesan.

Tabel 15 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa model komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan isi pesan di bidang kompensasi tanah adat dikategorikan tidak sesuai dan kurang sesuai. Hal ini disebabkan masyarakat adat kurang mempercayai unsur kebenaran pesan dan tidak ada umpan balik terhadap pesan. Model komunikasi yang digunakan oleh perusahaan adalah perusahaan melakukan pendekatan dengan masyarakat berkaitan dengan sosialisasi masuknya perusahaan BP LNG Tangguh dan mendengar aspirasi masyarakat, terdapat feedback masyarakat menyampaikan keinginan atau aspirasinya tentang kompensasi hak atas tanah adat, perusahaan belum memberikan umpan balik terhadap pesan yang disampaikan masyarakat

(13)

adat kepada perusahaan. Dengan demikian model komunikasi publik perusahaan dalam bidang kompensasi tanah adat masih bersifat satu arah. Artinya masyarakat adat hanya menyampaikan aspirasi atau keinginan mereka kepada perusahaan namun sampai dengan waktu diadakan penelitian ini, belum ada respon balik dari perusahaan tentang pemberian hak kompensasi tanah adat. Menurut Wursanto (2005), penggunaan model komunikasi satu arah ini berlangsung ”top - down”, cepat dan efisien tetapi tidak memberikan kepuasan bagi komunikan. Pendapat ini didukung oleh Sutikno (2005) bahwa komunikasi yang baik merupakan komunikasi yang transaksional atau ada timbal balik antara komunikan dan komunikator.

Menurut kepala suku di kampung Mogotira yang pernah bertanya hal ini kepada perusahaan mengatakan bahwa alasan yang dikemukakan oleh perusahaan adalah masa sekarang adalah masa konstruksi sehingga hak atas tanah adat belum dibayar sampai dengan masa produksi. Namun berdasarkan informasi yang diterima dari salah satu staf perusahaan BP LNG Tangguh bahwa perusahaan BP LNG Tangguh telah memasuki masa produksi dan penjualan hasil pertama pada bulan september tahun 2008. Jika tidak ada keterbukaan perusahaan kepada masyarakat, maka yang terjadi adalah ketidak-percayaan dan ketidak-puasan pada janji perusahaan sehingga dapat memacu terjadinya konflik terbuka maupun konflik laten yang menjurus pada terancamnya eksistensi perusahaan bersangkutan. Apalagi masalah kompensasi tanah adat merupakan salah satu masalah yang cukup memiliki potensi konflik yang tinggi di daerah penelitian, bahkan di Papua secara keseluruhan. Dilla (2007) mengemukakan dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka sehingga dapat

(14)

menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan, karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga.

5.1.2. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kesehatan Masyarakat

Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kesehatan adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan di bidang kesehatan oleh perusahaan kepada masyarakat sehingga terjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan.

Aktivitas komunikasi publik dalam bidang kesehatan sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat, dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam bidang kesehatan. Aktivitas komunikasi dalam bidang kesehatan yang biasanya dilakukan oleh perusahaan dalam penyusunan program kesehatan yang akan di laksanakan selama satu tahun berjalan di daerah penelitan, seperti penyuluhan kesehatan ibu dan anak, sanitasi dan MCK (mandi, cuci, kakus), pemeriksaan darah penyakit malaria yang paling banyak diderita responden, dll. Secara rinci tingkat aktivitas komunikasi publik dalam bidang kesehatan masyarakat di sajikan pada Tabel 16 di bawah ini

Tabel 16. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kesehatan Masyarakat Adat di Daerah Penelitian.

Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Kesehatan Masyarakat Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor)

(%) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi

Kategori (Skor) (%) Kategori (Skor) (%) Kategori Skor) (%)

(15)

(5) (5) (5) (12,7 – 15)

Tinggi

(4) 3,33 Sesuai (4) - Sesuai (4) 11,67 (10,3 – 12,6) Tinggi 3,33 Cukup Tinggi (3) 11,67 Cukup Sesuai (3) 33,33 Cukup Sesuai (3) 28,33 Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) 25,00 Kurang (2) 38,33 Kurang Sesuai (2) 20,00 Kurang Sesuai (2) 10,00 Kurang (5,5 – 7,8) 25,00 Rendah (1) 46,67 Tidak Sesuai (1) 46,67 Tidak Sesuai (1) 46,67 Rendah (3 – 5,4) 46,67 Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dikategorikan memiliki aktivitas komunikasi di bidang kesehatan secara keseluhan rendah. Kategori inipun sama untuk intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi. Hal ini disebabkan responden tidak pernah berkomunikasi dengan perusahaan khususnya dalam bidang kesehatan. Menurut mereka perusahaan melakukan komunikasi dalam penyusunan program kesehatan dengan masyarakat adat hanyalah dengan orang-orang tertentu saja. Biasanya mereka tidak dilibatkan dalam penyusunan program tetapi ada juga sebagian dari mereka terlibat dalam pelaksanaan kegiatan karena diberitahukan oleh kepala kampung mereka.

Kondisi diatas dapat menyebabkan program kesehatan yang diprogramkan tidak mewakili aspirasi dari sebagian besar masyarakat adat tetapi aspirasi sebagian kecil masyarakat. Sehingga masyarakat akan merasa tidak puas dan tidak terbeban melaksanakan pelaksanaan program kesehatan ataupun tidak sesuai dengan sebagian besar kebutuhan kesehatan masyarakat adat di daerah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Abe (2005), menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses komunikasi pembangunan sangat diperlukan serta akan membawa beberapa dampak penting, seperti (1) terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatan akan memperjelas apa yang sebenarnya dikehendaki masyarakat, (2) memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan

(16)

program. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik, (3) meningkatkan kesadaran dan keterampilan mengelurkan pendapat.

Tabel 16 juga menunjukkan bahwa seperempat lebih responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan dalam bidang kesehatan menyatakan intensitas komunikasi publik perusahaan dengan masyarakat adat masih tergolong kurang dan tidak relevan. Pertemuan dengan pihak perusahaan, biasanya hanya dilakukan dua sampai tiga kali dalam setahun, yaitu pada saat penyusunan program, pelaksanaan dan pembuatan laporan kegiatan. Padahal hubungan perusahaan dengan masyarakat adat akan semakin membaik jika intensitas komunikasi semakin ditingkatkan.

Dilihat dari teknik komunikasi, seperempat lebih responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan dalam bidang kesehatan menyatakan teknik komunikasi yang digunakan sudah cukup sesuai. Hal ini disebabkan oleh pesan komunikasi di bidang kesehatan yang dilaksanakan banyak bertujuan memberikan perubahan individu pada aspek kognitif melalui penyuluhan-penyuluhan kesehatan, sehingga lebih banyak menggunakan media komunikasi seperti bahan ajar, leafled, brosur, poster, yang lebih menarik perhatian dan mempermudahkan responden untuk mengerti isi pesan tersebut. Sedangkan ada juga sebagian kecil responden yang dikategorikan menilai teknik komunikasi kurang sesuai. Hal ini disebabkan terbatasnya media komunikasi yang di bagikan sehingga mereka hanya sebatas mendengarkan penyuluhan dan memberikan pertanyaan. Terbatasnya media komunikasi ini merupakan salah satu hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif.

(17)

Hasil penelitian tentang model komunikasi yang digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan menyatakan model komunikasi yang digunakan dikategorikan cukup sesuai. Hal ini disebabkan masyarakat mempercayai kebenaran pesan atau pesan yang disampaikan dapat dipercaya dan bermanfaat bagi responden, serta model yang digunakan adalah model komunikasi dua arah dimana masyarakat diberikan kesempatan untuk menyusun programnya sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat dan melakukan pelaksanaan program yang telah disusun sesuai dengan sumber dana pengembangan kampung. Model komunikasi ini disebut juga sebagai model komunikasi partisipatoris. Dimana perusahaan hanya memfasilitasi kegiatan komunikasi, sedangkan yang menyusun program, melaksanakan program dan menikmati program adalah masyarakat adat sendiri.

Proses Aktivitas komunikasi yang terjadi dalam kegiatan penyuluhan kesehatan, umumnya responden memahami isi pesan dengan baik dan terjadi komunikasi dua arah dimana ada respon balik dalam proses komunikasi tersebut. Menurut Wursanto (2005), model komunikasi dua arah merupakan model yang sangat efektif dalam berkomunikasi. Model ini dapat memberi kepuasan bagi komunikan, mencegah timbulnya berbagi ketegangan atau pertentangan karena adanya kesalah-pahaman atau ketidak-jelasan sehingga dapat menimbulkan situasi yang akrap penuh kekeluargaan dan demokratis.

5.1.3. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan

(18)

Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang pendidikan dan pelatihan adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan oleh perusahaan yang berkaitkan dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan atau pengembangan SDM masyarakat adat guna menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan.

Aktivitas komunikasi publik dalam bidang pendidikan dan pelatihan sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat, dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti pelatihan pembuatan ikan asin, pembuatan media tumbuh dan pembedengan sayur, praktek pembuatan kue dan memasak, pertukangan kayu dan beton, pengenalan dan pengeoperasian mesin katinting (sejenis mesin parut kelapa yang digunakan pada perahu kecil untuk pencarian ikan atau udang atau sebagai sarana transportasi antar kampung).

Komunikasi sangat berperan penting dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Pendidikan memerlukan komunikasi, tanpa komunikasi tujuan pendidikan dan pelatihan tidak dapat tercapai. Secara rinci tingkat aktivitas komunikasi dalam bidang pendidikan dan pelatihan di sajikan pada Tabel 17 di bawah ini

Tabel 17. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan Masyarakat Adat di Daerah Penelitan

Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Pendidikan & Pelatihan Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor)

(%) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi

Kategori (Skor) (%) Kategori (Skor) (%) Kategori Skor) (%) Sangat Tinggi

(19)

Tinggi (4) 3,33 Sesuai (4) - Sesuai (4) 10,00 Tinggi (10,3 – 12,6) 1.67 Cukup Tinggi (3) 15,00 Cukup Sesuai (3) 40,00 Cukup Sesuai (3) 31,67 Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) 38,33 Kurang

(2) 36,67 Kurang (2) Sesuai 11,67 Kurang (2) Sesuai 833 Kurang (5,5 – 7,8) 11,67 Rendah (1) 45,00 Tidak Sesuai (1) 48,33 Tidak Sesuai (1) 45,00 Rendah (3 – 5,4) 48,33 Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Secara keseluruhan aktivitas komunikasi publik dalam bidang pendidikan dan pelatihan di daerah penelitian dikategorikan rendah. Hal ini disebabkan karena intensitas komunikasi yang dilakukan hampir tidak pernah terjadi, sehingga mempengaruhi pada besarnya nilai persentase dari intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang rendah dalam proses aktivitas komunikasi. Terlihat pula bahwa terdapat seperempat lebih responden yang menilai aktivitas komunikasi yang dilakukan dalam bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan cukup tinggi, diikuti dengan kurang dan tinggi. Mereka ini pada umumnya pernah melakukan aktivitas komunikasi dengan perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan, sehingga dapat menilai keefektifan dari teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan perusahaan dalam penyampaian pesan di bidang pendidikan dan pelatihan.

(20)

Tabel 17 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki intensitas komunikasi di bidang pendidikan dan penelitian rendah. Hal ini disebabkan mereka tidak pernah terlibat dalam proses komunikasi dengan perusahaan. Alasan yang dikemukakan adalah biasanya pertemuan untuk menyusun program di bidang pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan pencairan dana .pengembangan kampung hanya diwakili oleh kepala kampung dan aparatnya serta panitia yang mengelola dana tersebut. Menurut Abe, keterlibatan seluruh masyarakat akan sangat penting dalam perencanaan program (khususnya bidang pendidikan dan pelatihan), dan merupakan penjamin bagi suatu proses perencanaan yang baik dan benar. Tetapi apabila masyarakat tidak dilibatkan, maka yang terjadi adalah ketidak-jelasan program apa yang dihendaki masyarakat sehingga memberikan peluang terjadinya manipulasi dalam perencanaan program yang berbasis masyarakat. Selain itu, terdapat seperempat lebih responden atau sebagian besar responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan di bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan memiliki intensitas komunikasi kurang. Hal ini disebabkan oleh komunikasi yang dilakukan dengan perusahaan dalam setahun hanya satu atau dua kali.

Responden yang dikategorikan memiliki intensitas komunikasi cukup tinggi dan tinggi adalah mereka yang banyak terlibat dalam kegiatan komunikasi bidang pendidikan dan pelatihan berupa pembahasan program kerja, pelatihan cara pengelolaan mesin katinting, pelatihan sebagai tukang kayu atau beton, pelatihan pembuatan ikan asin, penyuluhan kekerasan dalam rumah tangga, bantuan beasiswa sekolah bagi anak dan lain-lain.

(21)

Tabel 17 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan menilai teknik komunikasi publik perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan cukup sesuai. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan komunikasi dengan menggunakan beragam media komunikasi sehingga mempermudah pemahaman dan pengertian terhadap isi pesan yang ada. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutikno (2005), bahwa penggunaan media yang beragam dalam proses penyuluhan akan memperjelas makna materi penyuluhan sehingga lebih dapat dipahami oleh peserta, peserta akan lebih menarik perhatian sehingga menimbulkan motivasi serta peserta tidak bosan dalam kegiatan penyuluhan. Media yang digunakan antara lain, penggunaan infokus, pembagian modul atau bahan ajar, leafled, brosur dan lain-lain. Sedangkan hanya sebagian kecil responden yang menilai teknik komunikasi dikategorikan kurang sesuai. hal ini disebabkan kegiatan komunikasi yang dilakukan hanyalah sebatas pada penyusunan program, sehingga media komunikasi yang digunakan hanya satu alat yaitu infokus.

Sebagian besar responden menyatakan model komunikasi dikategorikan tidak sesuai. Hal ini disebabkan responden tidak diundang atau diberitahukan dan hanya diwakili oleh orang-orang tertentu saja. Selain itu, dilihat dari responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan, sebagian besar menilai model komunikasi yang digunakan di bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan cukup sesuai, sesuai dan ”sangat sesuai”. Hal ini disebabkan perusahaan sangat memperhatikan unsur kebenaran pesan, terjadi feedback dalam proses komunikasi, penggunaan saluran atau media yang dapat memberikan pengertian dan pemahaman serta perusahaan tidak membedakan posisi publik dimana semua

(22)

audiens diberikan kesempatan untuk berbicara, memberikan ide, dan membuat program kerja di bidang pendidikan dan pelatihan. Sutikno (2005) menyatakan bahwa komunikasi yang baik dalam proses penyuluhan merupakan komunikasi yang menggunakan model transaksional atau ada timbal balik dan model ini merupakan salah satu alternatif dalam proses pembelajaran yang efektif.

5.1.4. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Demand Tenaga Kerja

Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang demand tenaga kerja adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan oleh perusahaan yang berkaitkan dengan proses requitmen masyarakat adat sebagai tenaga kerja atau karyawan pada perusahaan BP LNG Tangguh guna menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan, demi menciptakan kredibilitas perusahaan, menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas) sehingga menghindari konflik antara masyarakat masyarakat adat dengan perusahaan demi menjaga eksistensi perusahaan di masa akan datang.

Efektif atau tidak efektifnya aktivitas komunikasi publik dalam bidang demand tenaga kerja dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam merekrut tenaga kerja masyarakat adat di daerah penelitian. Bidang demand tenaga kerja merupakan salah satu bidang yang jika tidak ditangani dengan baik, khususunya dalam memberikan informasi seringkali dapat menyebabkan konflik. Karena itu, bidang ini memerlukan aktivitas komunikasi yang baik dalam merekuit tenaga kerja.

(23)

Secara rinci tingkat aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja di sajikan pada tabel Tabel 18 di bawah ini

Tabel 18. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan di Bidang Demand Tenaga Keja pada Masyarakat Adat di Daerah Penelitian

Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Demand Tenaga Kerja Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor)

(%) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi

Kategori (Skor) (%) Kategori (Skor) (%) Kategori Skor) (%) Sangat Tinggi

(5) - Sangat (5) Sesuai - Sangat (5) Sesuai 3,33 Sangat (12,7 – 15) Tinggi - Tinggi (4) 3,33 Sesuai (4) - Sesuai (4) 10,00 Tinggi (10,3 – 12,6) - Cukup Tinggi (3) 11,67 Cukup Sesuai (3) 15,00 Cukup Sesuai (3) 23,33 Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) 20,00 Kurang (2) 23,33 Kurang Sesuai (2) 23,33 Kurang Sesuai (2) 1,67 Kurang (5,5 – 7,8) 16,67 Rendah (1) 61,67 Tidak Sesuai (1) 61,67 Tidak Sesuai (1) 61,67 Rendah (3 – 5,4) 63,33 Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai secara keseluruhan proses aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang demand tenaga kerja dikategorikan rendah atau tidak efektif. Hal ini disebabkan tingkat intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan perusahaan dikategorikan rendah atau tidak sesuai. Besarnya angka persentase ketidak-efektifan ini disebabkan karena mereka tidak pernah terlibat dalam aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja.

Sebagian besar dari responden ini mengatakan bahwa sumber informasi mengenai permintaan tenaga kerja hanya disampaikan perusahaan melewati kepala kampung, sehingga ada peluang kepala kampung hanya memilih kerabat dekatnya saja yang dimasukkan sebagai tenaga kerja pada perusahaan BP LNG Tangguh (sikap nepotisme). Dalam ilmu komunikasi, menurut Vardiansyah (2004), proses komunikasi seperti diatas artinya melibatkan manusia sebagai medium. Hal ini berarti kepala kampung dan aparatnya ditempatkan sebagai unsur komunikasi medium penyampaian pesan, namun medium yang digunakan

(24)

tidak efektif, maka pesan demand tenaga kerja yang disampaikan tidak sampai kepada semua masyarakat dan telah terjadi proses komunikasi bermedia atau tanpa tatap muka (non face to face). Keadaan seperti ini akan menimbulkan kecemburuan yang dapat memicu konflik-konflik antara perusahaan maupun dengan aparat kampung. Bila kondisi ini terus terjadi maka tujuan aktivitas komunikasi publik perusahaan pada suatu daerah tidak akan tercapai, apalagi jika semua masyarakat tidak terlibat dalam proses komunikasi.

Dengan demikian perusahaan harus dapat merubah dan memilih saluran atau media komunikasi yang lebih efektif untuk meningkatkan partisipasi seluruh warga masyarakat dalam program CSR. Hamad (2005) menyatakan bahwa komunikasi jangan dianggap sebagai proses penyampaian pesan yang relatif lancar tanpa hambatan tetapi dalam pendistribusian pesan yang merata di tengah masyarakat (komuniktas), komunikator perlu memilih media yang sesuai dengan efek yang diingikan oleh komunikator, apakah itu efek kognitif, afektif atau efek konatif yaitu partisipasi masyarakat.

Tabel 18 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan dalam bidang demand tenaga kerja menilai intensitas komunikasi dan teknik komunikasi dikategorikan kurang sesuai. Hal ini disebabkan perusahaan hanya berkomunikasi dengan responden jika ada permintaan tenaga kerja saja, selain itu responden yang tidak termasuk aparat kampung, biasanya akan hadir dalam pertemuan apabila diberitahukan oleh kepala kampung. Teknik komunikasi yang kurang efektif disebabkan oleh penggunaan media saat pertemuan hanya dalam bentuk surat yang disampaikan kepada kepala kampung. Sutikno (2005), menyatakan bahwa penggunaan media

(25)

yang tidak tepat akan membawa akibat pada pencapaian tujuan komunikasi yang kurang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, komunikator harus terampil dalam memilih dan menggunakan media untuk mempermudah tercapainya tujuan komunikasi khususnya di bidang demand tenaga kerja.

Terlihat pula bahwa terdapat responden yang menilai model komunikasi dan teknik komunikasi cukup sesuai. Hal ini disebabkan mereka ini umumnya adalah aparat kampung dan karyawan perusahaan BP LNG Tangguh sehingga lebih memiliki peluang untuk melakukan hubungan komunikasi interpersonal dengan perusahaanpun cukup tinggi. Mereka ini lebih cenderung untuk mendapatkan informasi demand tenaga kerja terlebih dahulu dibandingkan masyarakat lain di daerah penelitian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan tidak transparan dalam memberikan informasi tentang permintaan tenaga kerja kepada seluruh masyarakat kampung, tetapi hanya melewati para kepala kampung dan aparatnya. Anwar (1984) menyatakan bahwa transparansi merupakan alat motivasi untuk tumbuhya peren serta masyarakat, dengan transparansi masyarakat tidak akan prajudise curang terhadap pelaksanaan kegiatan. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari komunikan.

Secara umum model komunikasi yang digunakan dalam bidang demand tenaga kerja adalah bersifat satu arah serta tanpa tatap muka, artinya hanya menggunakan kepala kampung sebagai medium penyampaian pesan kepada masyarakat sehingga tidak terdapat feedback dari sebagian besar masyarakat adat. Model komunikasi dalam bidang demand tenaga kerja di daerah penelitian jika

(26)

digambarkan menurut model Model Komunikasi Shannon Weaver dapat digambarkan sebagai berikut;

Menurut Wursanto (2005), penggunaan model komunikasi satu arah tidak memberi kepuasan bagi komunikan, menimbulkan berbagi ketegangan atau pertentangan karena adanya kesalah-pahaman atau ketidak-jelasan sehingga tidak terdapat situasi yang akrap penuh kekeluargaan dan demokratis.Widjaja (2000) menyatakan bahwa dengan adanya umpan balik sebuah pesan dapat diketahui tingkat akurasinya, tetapi tanpa adanya umpan balik kerancuan dapat timbul sebagai akibat penafsiran yang salah atau keliru. Selain itu, Winarso (2005) menegaskan bahwa komunikasi yang efektif berkaitan dengan kemampuan komunikator untuk menanggapi umpan balik secara tepat.

Kondisi aktivitas komunikasi yang demikian akan meningkatkan rasa ketidak-puasan kepada perusahaan BP LNG Tangguh, sehingga tidak mengherankan jika bidang demand tenaga kerja merupakan salah satu bidang yang paling banyak memicu konflik-konflik laten pada masyarakat adat.

5.1.5. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasarana

Keterangan : S : Sinyal

SYD : Sinyal Yang diterima P : Pesan Perusahaan (Medium) Kepala Kampung Aparat Kampung & Keluarga Dekat Partisipasi Rendah Sumber Noise (sikap nepotisme) P S SYD

Gambar 8. Model Komunikasi di Bidang Demand Tenaga Kerja Menurut Model Komunikasi Shannon Weaver

(27)

Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang pembangunan sarana prasarana adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan oleh perusahaan yang berkaitkan dengan kegiatan di bidang pembangunan sarana prasarana guna menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan.

Pembangunan di bidang sarana prasarana merupakan ukuran fisik yang dapat diukur dengan menilai hasil nyata dari pelayanan perusahaan BP LNG Tangguh. Kegiatan komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana di daerah penelitian dilakukan dalam bentuk kegiatan penyusunan program kegiatan bidang pembangunan sarana prasarana. Kegiatan yang telah dilakukan seperti pembuatan jalan kayu sebagai penghubung rumah-rumah warga masyarakat, pembangunan sarana air bersih dengan mengadakan penyediaan media penampung air hujan, pembangunan rumah-rumah masyarakat, dll.

Aktivitas komunikasi publik dalam bidang pembangunan sarana prasarana sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat, dapat dilihat berdasarkan intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan. Tingkat aktivitas komunikasi publik dalam bidang pembangunan sarana prasarana secara rinci di sajikan pada Tabel 19 di bawah ini. Tabel 19. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan di Bidang

Pembangunan Sarana Prasarana di Daerah Penelitian

Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Pembangunan Sarana Prasarana Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor)

(%) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi

Kategori (Skor) (%) Kategori (Skor) (%) Kategori Skor) (%) Sangat Tinggi (5) - Sangat Sesuai (5) - Sangat Sesuai (5) 3,33 Sangat Tinggi (12,7 – 15) - Tinggi (4) 3,33 Sesuai (4) - Sesuai (4) 11,67 Tinggi (10,3 – 12,6) - Cukup Tinggi

(28)

Kurang (2) 28,33 Kurang Sesuai (2) 28,33 Kurang Sesuai (2) 3.33 Kurang (5,5 – 7,8) 15,00 Rendah (1) 60,00 Tidak Sesuai (1) 65,0 Tidak Sesuai (1) 60,00 Rendah (3 – 5,4) 61,67 Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai tingkat aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana dikategorikan rendah, demikian pula dengan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi, hal ini disebabkan oleh ketidak-terlibatan responden dalam proses aktivitas komunikasi dengan perusahaan khususnya dalam membahas program kerja di bidang pembangunan sarana prasarana selama satu tahun berjalan. Pada umumnya alasan yang dikemukakan responden adalah karena tidak ada pemberitahuan dari pihak perusahaan langsung kepada mereka atau dari pihak aparat kampung dan panitia pengelola dana. Mereka ini umumnya tidak terlibat dalam proses penyusunan program, tetapi biasanya terlibat dalam proses pelaksanaan program kerja. Akan tetapi menurut beberapa responden, dalam proses pelaksanaan program kerja, pihak perusahaan tidak terlibat di dalamnya sehingga tidak ada aktivitas komunikasi dalam proses pelaksanaan program dengan pihak perusahaan.

Tabel 19 juga menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden yang pernah terlibat dalam kegiatan komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana menilai intensitas komunikasi dan teknik komunikasi dikategorikan kurang sesuai. Walaupun mereka terlibat dalam proses komunikasi dengan perusahaan, namun intensitas komunikasi dirasakan relatif kurang dan harus dapat ditingkatkan. Selain itu, teknik komunikasi dalam hal penggunaan media penyampaian pesan juga perlu bervariasi. Khususnya dalam bidang pembangunan

(29)

sarana prasarana, perusahaan kurang menggunakan media komunikasi yang beragam seperti, leaflet, brosur, majalah atau pemutaran film. Hal ini disebabkan komunikasi di bidang pembangunan sarana prasana lebih bertujuan untuk membentuk perilaku masyarakat untuk mau terlibat dalam pelaksanaan program kerja saja, kecuali dalam bidang pendidikan dan pelatihan atau kesehatan masyarakat yang biasanya banyak menggunakan media komunikasi karena tujuannya adalah untuk menambah pengetahuan responden.

Terlihat pula dalam tabel 19, sebagian besar responden yang pernah terlibat dalam aktivitas komunikasi di bidang sarana prasarana menilai model komunikasi yang digunakan perusahaan dikategorikan cukup sesuai. Hal ini disebabkan perusahaan hanya sebagai fasilisator dalam proses komunikasi, sedangkan masyarakatlah yang menyusun program kerja sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dalam bidang sarana prasarana. Selain itu, pesan yang disampaikan lebih kredibel dan dapat dipercaya karena berasal dari masyarakat sendiri dan posisi publik lebih diperhatikan dalam proses komunikasi.

Dengan demikian model yang digunakan dalam proses komunikasi di bidang sarana parasana lebih bersifat partisipatoris atau model komunikasi konvergen. Model ini sudah cukup efektif untuk menyusun program-program kerja berbasis masyarakat, tetapi alangkah lebih efektif lagi apabila semua masyarakat kampung terlibat di dalamnya sehingga tidak menyebabkan program yang diturunkan tidak mewakili sebagian kecil masyarakat kampung yang hadir, tetapi memang benar-benar berasal dari seluruah masyarakat kampung. Menurut Hamad (2005), dalam proses komunikasi, para partisipan dalam komunikasi harus

(30)

dapat dilibatkan sehingga merasa menjadi bagian dari komunitas dan merasa saling memiliki dari komunitas tersebut.

5.2. Tingkat Kepuasan Publik Perusahaan.

Kepuasan publik adalah tingkat perasaan senang atau kecewa seseorang setelah membandingkan pelayanan yang diberikan atau hasil yang dirasakan dengan yang diharapankan. Tingkat kepuasan publik perusahaan terhadap pelayanan perusahaan disajikan dalam Tabel 20 di bawah ini.

Tabel 20. Tingkat Kepuasan Publik Terhadap Perusahaan BP LNG Tangguh di Daerah Penelitian Kategori Kepuasan Kepuasan Publik Jumlah (KK) Nisbah (%) Sangat Puas 4 6,67 Puas 6 10,00 Cukup Puas 32 53,33 Kurang Puas 18 30,00 Tidak Puas - - Total 60 100,00

(31)

Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepuasan terhadap pelayanan perusahaan dikategorikan cukup puas. Artinya masyarakat merasa puas terhadap pelayanan perusahaan karena mereka merasa output (hasil pekerjaan) dan pelayanan yang diperoleh sudah sesuai dengan harapan.

Faktor pertama yang menyebabkan kepuasan masyarakat adat terhadap pelayanan perusahaan adalah kemampuan perusahaan melaksanakan program yang dapat menambah pengetahuan dan keterampilan publik khususnya dalam bidang pendidikan dan pelatihan serta bidang kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan pesan yang disampaikan pada kedua bidang tersebut dapat dipercaya dan sangat bermanfaat bagi responden untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka. Hal ini bisa terlihat pada karakteristik responden dimana sebagian besar responden hanya berpendidikan SD, sehingga mereka sangat membutuhkan informasi atau pesan yang dapat menambah pengetahuan dan keterampilan mereka.

Faktor kedua adalah kemampuan source atau perusahaan tentang pengetahuan dan informasi terhadap suatu program yang ditawarkan atau dilaksanakan. Faktor ketiga adalah keterampilan teknik dalam melaksankan suatu program. Hal ini disebabkan responden percaya bahwa source atau komunikator merupakan seseorang yang ahli dalam bidangnya sehingga masyarakat lebih mempercayai isi kebenaran pesan. Serta faktor keempat adalah masyarakat puas akan keramahan dan kesopanan petugas perusahaan kepada masyarakat.

(32)

Terlihat pula bahwa seperempat lebih responden menilai kepuasan terhadap pelayanan perusahaan dikategorikan kurang puas, hal ini disebabkan hasil yang diperoleh dalam pelayanan perusahaan kurang sesuai dengan harapan yang diinginkan. Sebagian besar masyarakat merasa kurang puas karena perusahaan kurang menepati janji sesuai dengan waktu yang disepakati, hal ini umumnya terjadi pada bidang kompensasi tanah adat dimana hampir sebagian besar masyarakat adat masih menunggu janji perusahaan bahwa akan membayar biaya kompensasi tanah adat.

Faktor ketidak-puasan kedua disebabkan masyarakat menilai perusahaan kurang jujur dalam memberikan informasi (transparansi). Ketidak-transparansi perusahaan ini umumnya dinilai dari kurang adanya keterbukaan tentang informasi demand tenaga kerja. Faktor ketidak-puasan ketiga yaitu kurangnya ketersediaan bangunan fisik (sarana prasarana) berdasarkan kesepakatan. Menurut masyarakat, dana pengembangan kampung untuk setiap kampung Rp. 300.000.000,-/thn sangatlah kurang cukup untuk digunakan pada beberapa bidang kegiatan, sehingga dana yang tersedia untuk pembangunan sarana prasarana belum tercukupi, hal ini menyebabkan pembangunan sarana prasarana yang sudah direncanakan kadang kala mencapai hasil yang kurang memuaskan karena sebagian pekerjaan terselesaikan tetapi sebagian lagi belum terselesaikan. Pembangunan sarana prasana yang belum terselesaikan seperti pembangunan rumah masyarakat, pembangunan wood way (jalan kayu) dan sarana air bersih.

(33)

Faktor ketidak-puasan keempat adalah ketidakkesigapan perusahaan untuk cepat tanggap terhadap keluhan yang disampaikan masih kurang. Faktor-faktor ketidak-puasan ini sangat bermanfaat bagi perusahaan BP LNG Tangguh untuk melakukan evaluasi dan menyusun strategi pelayanan yang sesuai dengan harapan masyarakat adat guna mencapai kepuasan, sehingga dapat mencegah resistensi-resistensi yang terjadi antara masyarakat adat dengan perusahaan demi keberlanjutan dan kehidupan perusahaan di atas tanah adat mereka.

Ketidak-puasan dapat menyebabkan hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat menjadi renggang. Atau dengan kata lain tujuan komunikasi publik untuk membangun hubungan sosial yang baik antara masyarakat dengan perusahaan tidak tercapai. Menurut Amri dan Sarosa (2008), hubungan sosial yang bermasalah antara berbagai-bagai komponen masyarakat yang ada di sekitar perusahaan juga mengalami berbagai masalah dan kerugian. Oleh sebab itu, perusahaan perlu mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan ketidak-puasan masyarakat adat sehingga dapat menjadi suatu bahan informasi untuk mengevaluasi pelayanan mereka dalam kegiatan CSR sehingga program yang dilaksanakan dapat meningkatkan kepuasan masyarakat adat.

5.3. Tingkat Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan BP LNG Tangguh

Konflik adalah suatu bentuk pertentangan karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai, motivasi perilaku yang terlibat di dalamnya. Selain itu konflik juga merupakan hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan atau perbuatan yang tidak sejalan (Liliweri, 2005). Pada umumnya

(34)

orang beranggapan bahwa konflik itu selalu menimbulkan dampak negatif, menunjukkan isyarat bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam mengelola perusahaan. Namun sesuai dengan adanya perkembangan ilmu perilaku, pandangan itu mulai bergeser. Ternyata ada konflik-konflik tertentu dalam suatu perusahaan yang jika dikelola dengan baik, dapat membawa perubahan dan pengembangan bagi perusahaan bersangkutan dan perusahaan tanpa konflik juga akan menghambat perubahan kearah yang lebih baik (Winardi, 1994)

Konflik dalam penelitian ini terbagi atas konflik laten dan konflik terbuka. Konflik laten adalah jenis konflik yang sifatnya tersembunyi dan untuk penanganannya perlu diangkat ke permukaan, agar lebih efektif. Konflik laten jika tidak ditangani dengan baik dapat memicu konflik-konflik terbuka yang lebih besar lagi. Sedangkan konflik terbuka adalah konflik dimana pihak-pihak yang berselisih secara aktif terlibat dalam perselisihan yang terjadi. Konflik terbuka merupakan konflik yang dapat terlihat secara langsung bagaimana pihak-pihak yang bertikai saling menunjukkan perilaku agresifnya. Secara rinci, tingkat perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Tingkat Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan BP

LNG Tangguh di Daerah Penelitian

Perilaku Konflik Konflik

Terbuka Konflik Laten

Kategori N % N % N % Sangat Tinggi - - - - 25 41,67 Tinggi 5 8,33 - - 3 5,00 Cukup Tinggi 21 35,00 1 1,67 14 23,33 Kurang 18 30,00 9 15,00 15 25,00 Tanpa Konflik 16 26,67 50 83,33 3 5,00 Total 60 100,00 60 100,0 0 60 100,00

(35)

Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak pernah melakukan konflik terbuka. Sedangkan pada konflik laten, sebagian besar responden mempunyai konflik laten yang sangat tinggi, tinggi dan cukup tinggi Beracuan pada tabel diatas, seharusnya tingginya konflik laten akan menyebabkan tingginya konflik terbuka. Namun hal ini sangat berbeda, konflik laten yang terjadi dengan perusahaan sangat tinggi, namun perilaku yang ditunjukkan dalam bentuk konflik terbuka tidak ditunjukan. Hal ini lebih disebabkan perilaku manusia yang berbeda-beda dalam menanggapi sesuatu, tergantung pada karakter biologis orang tersebut. Ada manusia yang langsung menunjukkan ekspresi ketidak-sukaan dia terhadap sesuatu dan ada juga yang masih bisa menahan diri untuk tidak melakukan perilaku-perilaku agresif atau konflik terbuka. Menurut Rakhmat, (2004) perilaku demikian cenderung disebabkan oleh faktor disposisi atau bawaan atau keperibadian (nature).

Hanya sebagian kecil responden yang pernah melakukan konflik terbuka dengan intensitas cukup tinggi. Hal ini disebabkan rasa ketidak-terimaan dan ketidak-adilan atas pelayanan yang diberikan perusahaan sehingga memunculkan perilaku konflik dengan adanya perselisihan atau aksi fisik atau perkelahian dengan karyawan perusahaan bahkan melakukan aksi demo pada DPR Provinsi Papua Barat. Sumber konflik yang sering menyebabkan adanya aksi konflik antara lain aturan pelayanan speed boad atau transportasi laut yang menurut responden dibeda-bedakan, masalah kompensasi tanah adat yang belum terselesaikan dan masalah tenaga kerja serta masalah pembangunan sarana prasarana.

(36)

konflik laten atau konflik-konflik dipermukaan dengan perusahaan BP LNG Tangguh dikategorikan tinggi. Konflik ini tidak diekspresikan langsung kepada perusahaan, tetapi cenderung untuk disimpan dalam hati sehingga menimbulkan rasa tidak suka kepada perusahaan BP LNG Tangguh. Sumber konflik laten pada masyarakat adat berbeda-beda, namun sebagian besar disebabkan kompensasi tanah adat yang belum terselesaikan, permintaan tenaga kerja yang tidak transparan dan hanya disampaikan kepada kepala-kepala kampung sehingga mempunyai peluang untuk memilih kerabat atau sanak saudaranya saja, masyarakat adat yang sudah bekerja sebagai karyawan perusahaan pada umumnya hanya ditempatkan sebagai security (keamanan), pekerja kasar, padahal mereka menginginkan di berikan pelatihan untuk dipromosikan ke tempat-tempat kerja yang lebih baik atau di dalam kantor (bagian administrasi), aturan penggunaan transportasi laut yang ketat, seperti tidak boleh membawa anak kecil atau ibu hamil, padahal pada saat-saat tertentu atau darurat karena sakit dan diberikan rujukkan ke rumah sakit di ibu kota kabupaten, mereka sangat memerlukan bantuan transportasi laut milik perusahaan tetapi tidak diizinkan dengan alasan sudah merupakan aturan yang telah ditetapkan perusahaan bagi pengguna jasa transportasi laut milik perusahaan.

Kasus tersebut diatas juga ditemukan oleh peneliti pada saat peneliti berada di lapangan atau daerah penelitian, dimana ada seorang warga masyarakat yang menunjukkan perilaku konflik dengan menahan speed boad milik perusahaan karena aturan bagi pengguna speed boad yang melarang membawa anak kecil walaupun dalam kondisi sakit, walaupun warga tersebut sudah memberikan surat permohonan kepada perusahaan namun belum ditanggapi juga.

(37)

Padahal letak daerah penelitian ini sangat jauh dari kota dan susahnya mendapatkan transportasi umum yang datang ke daerah ini sehingga pada saat-saat darurat, mereka hanya berharap transportasi laut milik perusahaan bisa membantu mereka.

Sumber-sumber konflik laten ini jika tidak ditangani dengan baik oleh perusahaan, dapat menyebabkan gejolak konflik terbuka yang lebih besar lagi. Namun sumber konflik laten ini perlu diangkat ke permukaan sehingga proses penyelesaiannya bisa diatasi dengan baik dan berguna bagi pengembangan perusahaan BP LNG Tangguh khususnya dalam melaksanakan program CSR agar lebih efektif lagi.

5.4. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dengan Kepuasan Publik.

Secara teoritis, aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR memiliki hubungan dengan kepuasan publik perusahaan (Wursanto, 2005). Perusahaan BP LNG menyadari bahwa faktanya, kemampuan perusahaan untuk bersaing dan tetap eksis sangat tergantung pada keadaan lokasi dimana perusahaan itu beroperasi termasuk masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu perusahaan telah mengembangkan suatu piramida tanggung jawab sosial perusahaan yang harus dipahami sebagai suatu kesatuan. Sebab tanggung jawab sosial perusahaan merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yaitu perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang, perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia dan

(38)

perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati.

Perusahaan BP LNG Tangguh mengakui bahwa banyak fakta yang mendukung bahwa perusahaan yang tidak melakukan tanggung jawab sosial dan hanya semata-mata mencari keuntungan selalu terjadi masalah sosial dengan masyarakat sekitar perusahaan seperti terjadinya konflik akibat rasa ketidak-puasan atas pelayanan perusahaan. Karena itu Perusahaan BP LNG Tangguh telah melakukan tanggung jawab sosial perusahaan dengan baik, namun indikator sosial dari keberhasilannya adalah tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat yang membaik dan tingkat kepuasan masyarakat. Apabila indikator tersebut kurang dicapai maka dapat dikatakan bahwa program CSR oleh perusahaan BP LNG Tangguh belum berhasil.

Untuk mencapai indikator tersebut, salah satunya diperlukan komunikasi yang efektif dalam menurunkan program CSR ke masyarakat. Hal ini disebabkan komunikasi yang beroperasi pada konteks sosial mempunyai fungsi sosial yaitu berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan baik dengan orang lain. Hubungan yang membaik, menunjukkan komunikasi yang dilakukan efektif tetapi jika hubungan dengan perusahaan kurang baik yang diukur dengan tingkat kepuasan terhadap program CSR yang rendah maka CSR bisa dikatakan tidak berhasil dan komunikasi tidak berfungsi dengan baik dalam menyalurkan pesan CSR.

Hasil penelitian tentang hubungan aktivitas komunikasi publik melalui program CSR secara keseluruhan dengan kepuasan publik di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.

(39)

Gambar 9. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan melalui Program CSR Dengan Kepuasan Publik Perusahaan

Gambar diagram diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi dikategorikan rendah dan kurang memiliki tingkat kepuasan terhadap perusahaan cukup puas dan puas, demikian pula sebaliknya bahwa terdapat sebagian kecil responden yang memiliki aktivitas komunikasi cukup tinggi tetapi memiliki tingkat kepuasan yang rendah. Dengan demikian secara deskriptif hal ini menunjukkan tidak terdapat kecenderungan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi publik perusahaan akan menentukan tinggi rendahnya kepuasan publik. Hal menunjukkan bahwa ketidak-puasan dan kepuasan publik umumnya bukan disebabkan oleh proses aktivitas komunikasi yang terjadi dalam program CSR, tetapi karena hasil yang diinginkan dari program kegiatan CSR pada lima bidang kegiatan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Hal ini sesuai dengan teori kepuasan yaitu teori ketidak-sesuaian yang dikemukakan Locke (1969) dalam kutipan Kennett N. Wexley dan Gary A. Yukl (1993), kepuasan atau ketidak-puasan dengan aspek pekerjaan tergantung pada

(40)

selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan, jika ada selisih jauh antara kekurangan atau keinginan hasil yang didapatkan dari program kegiatan CSR pada setiap bidang kegiatan dengan kenyataan hasil yang diperoleh dari kegiatan CSR, maka orang menjadi tidak puas. Tetapi jika hasil yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat dalam program CSR maka ia akan puas.

Disisi lain, gambar diagram diatas menunjukkan hasil yang berbeda, sebagian kecil responden dengan aktivitas komunikasi dikategorikan tinggi ternyata memiliki tingkat kepuasan yang dikategorikan ”sangat puas” terhadap perusahaan. Selain itu juga terdapat seperempat lebih responden dengan aktivitas komunikasi dikategorikan rendah dan kurang tetapi memiliki tingkat kepuasan terhadap perusahaan tergolong kurang puas. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara deskriptif terdapat kecenderungan hubungan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi menentukan tinggi rendahnya tingkat kepuasan publik atau masyarakat adat terhadap pelayanan perusahaan BP LNG Tangguh. Hasil ini didukung dengan hasil uji statistik korelasi rank spearman antara aktivitas komunikasi publik melalui program CSR dengan kepuasan publik yang ditampilkan pada Tabel 22 di bawah ini

Tabel 22. Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Program CSR dengan Kepuasan Publik Aktivitas Komunikasi Kepuasan Publik Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) 1. Intensitas Komunikasi 0,256* 0,048 2. Teknik Komunikasi 0,267* 0,038 3. Model Komunikasi 0,263* 0,042

(41)

Keseluruhan Aktivitas Komunikasi 0,262* 0,043

Tabel 22 menunjukkan bahwa korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan dengan kepuasan publik adalah sebesar 0,262 dengan arah positif. Tingkat keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan rendah tetapi signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,043 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,05. Hal ini berarti perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR akan diikuti secara positif oleh kepuasan publik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi akan menyebabkan semakin tinggi kepuasan publik Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi akan menyebabkan semakin rendah kepuasan publik. Hasil ini sesuai dengan pendapat Wursanto (2005), bahwa aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR memiliki hubungan dengan kepuasan publik perusahaan. Selain itu, Muhammad (2004) menyebutkan ada dua hal yang mungkin menyebabkan orang tidak puas dengan pelayanan yang diberikan. Hal pertama, apabila orang tersebut tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Yang kedua, apabila hubungan sesama kurang baik. Atau dengan kata lain ketidak-puasan dan kepuasan ini berhubungan dengan masalah komunikasi. Tjiptono (2002) juga mengemukakan bahwa kepuasan publik sangat tergantung pada harapan publik. Oleh karena itu, strategi kepuasan publik haruslah didahului dengan pengetahuan yang detail dan akurat terhadap harapan publik. Dengan kata lain untuk mengetahui harapan publik diperlukan adanya komunikasi yang efektif.

(42)

Jika dilihat dari setiap item aktivitas komunikasi, maka tabel 22 menunjukkan bahwa intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan media komunikasi memiliki hubungan signifikan dengan kepuasan publik, namun hubungan tersebut memiliki tingkat keeratan yang lemah atau dengan kata lain, kedua faktor tersebut hampir tidak terlalu berhubungan dengan kepuasan publik sehingga tidak dapat dijadikan sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan oleh perusahaan khususnya dalam meningkatkan kepuasan masyarakat adat terhadap pelayanan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang lebih memiliki hubungan yang kuat dengan kepuasan publik. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ternyata bahwa masyarakat cenderung mengukur kepuasan mereka dengan hasil nyata atau bukti fisik yang mereka dapatkan dari perusahaan dan bukan disebabkan karena proses komunikasi yang terjadi antara perusahaan dengan mereka.

Untuk mengefektifkan aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui kegiatan CSR secara keseluruhan sehingga dapat meningkatkan kepuasan publik terhadap perusahaan, perusahaan perlu melihat dan mengefektifkan aktivitas komunikasi publik perusahaan pada setiap bidang CSR dengan melihat bidang-bidang mana yang paling berhubungan dengan kepuasan publik perusahaan. Secara rinci akan dijelaskan hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan pada setiap bidang kegiatan CSR dengan kepuasan publik sebagai berikut:

5.4.1. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat dengan Kepuasan Publik Perusahaan

Masalah kompensasi tanah adat di daerah penelitian bahkan keseluruhan daerah Papua merupakan salah satu masalah yang sangat krusial yang harus

(43)

ditangani karena merupakan salah satu potensi yang menyebabkan ketidak-puasan masyarakat Adat. Banyak rasa ketidak-puasan yang timbul pada masyarakat adat di daerah Papua terhadap perusahaan-perusahaan besar yang mengeksploitasi sumber daya alam masyarakat adat tanpa memperhatikan hak budaya atau hak adat masyarakat setempat. Sebagai contoh kasus adalah sering timbulnya resistensi-resistensi yang terjadi antara masyarakat adat dengan perusahaan PT Freeport Indonesia. Karena itu, peran komunikasi publik perusahaan untuk meningkatkan kepuasan masyarakat adat dalam bidang kompensasi tanah adat di Papua bahkan lebih khusus daerah penelitian sangat cukup memegang peranan penting.

Komunikasi yang efektif dalam bidang kompensasi tanah adat tentu akan berhubungan dengan kepuasan masyarakat adat terhadap perusahaan yang ingin mengeksploitasi sumber daya alam di atas tanah adat mereka. Tetapi apabila komunikasi publik perusahaan tidak efektif, maka perusahaan tidak akan pernah mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi harapan masyarakat adat. Sehingga program yang dilaksanakan tidak dapat menyentuh kebutuhan dan harapan masyarakat, maka yang terjadi adalah ketidak-puasan terhadap program dan perusahaan yang melaksanakan program tersebut.

Hubungan komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat dengan kepuasan masyarakat adat terhadap perusahan BP LNG Tangguh akan disajikan pada Gambar diagram 10 di bawah ini.

(44)

Gambar 10. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat dengan Kepuasan Publik Perusahaan

Gambar 10 menunjukkan bahwa seluruh responden menilai aktivitas komunikasi di bidang kompensasi tanah adat dikategorikan rendah atau tidak efektif. Hal ini disebabkan intensitas komunikasi dengan perusahaan tentang kompensasi tanah adat jarang dilakukan bahkan perusahaan belum memberi jawaban atas keinginan atau aspirasi masyarakat adat tentang kompensasi tanah adat yang harus diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat adat yang dalam istilah bahasa lokal disebut sebagai ”uang permisi” atau ”uang ketok pintu”. Hal ini tentu memberikan peluang besar bagi terciptanya rasa ketidak-puasan masyarakat adat dalam bidang kompensasi tanah adat.

Gambar 10 Juga menunjukkan hasil penelitian yang berbeda, ternyata sebagian besar responden yang aktivitas komunikasinya dikategorikan rendah atau tidak efektif memiliki tingkat kepuasan cukup tinggi atau cukup puas terhadap perusahaan. Hal ini berarti, rendahnya aktivitas komunikasi bukan

Gambar

Tabel 14.   Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program  CSR  Pada Masyarakat Adat di Daerah Penelitian
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dikategorikan  memiliki aktivitas komunikasi di bidang kesehatan secara keseluhan rendah
Tabel 18. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan di Bidang Demand  Tenaga Keja pada Masyarakat Adat di  Daerah Penelitian
Gambar 8.   Model Komunikasi di Bidang Demand Tenaga Kerja Menurut  Model Komunikasi Shannon Weaver
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa perawatan wajah berminyak pada wanita usia 18-30 tahun menggunakan masker sari singkong kuning dapat mengurangi kadar minyak yang

Hasil analisis menunjukkan bahwa panjang DHK dan DHB maksimum di Jawa Barat beragam, di wilayah bagian utara Jawa Barat sebagian besar panjang DHK maksimum berkisar antara 60

Manfaat sosial dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan kepada publik tentang Konstruksi Realitas sosial yang dilakukan oleh media massa, agar publik tidak

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir /skripsi yang berjudul

Buatlah grafik hubungan antara jumlah stomata dengan laju transpirasinya, baik untuk permukaan atas maupun bawah daun.. Grafik ini untuk mengetahui sifat

Upaya penyelesaian dalam perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa dari penelitian yang telah dilakukan menerangkan bahwa dalam pasal 18 pada perjanjian tersebut telah diatur

Masa remaja: Transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan besar fisik,.. kognitif ,

Pada dasarnya siswa telah memiliki kemampuan metakognisinya masing-masing hanya perlu cara yang tepat untuk lebih mengembangkan kemampuan metakognisi siswa tersebut,