• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di KTH Girimukti

Pengelolaan hutan rakyat dapat dikelompokkan ke dalam tiga sub sistem, yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil, dan sub sistem pemasaran hasil (KWLM 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti mencakup ketiga sub sistem di atas. Berikut adalah deskripsi pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti.

Tabel 2. Skor pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti

Dimensi Pengelolaan Hutan Rakyat Persentase (%)* Kategori

1. Sub Sistem Produksi 71,1 Tinggi

a. Persiapan Lahan 73,4 Tinggi

b. Persiapan Bibit 66,9 Tinggi

c. Penanaman 81,4 Tinggi

d. Pemeliharaan Tanaman 89,5 Tinggi

e. Pemanenan 61,7 Sedang

2. Sub Sistem Pengolahan Hasil 52,5 Sedang

3. Sub Sistem Pemasaran Hasil 55,0 Sedang

Total 65,4 Sedang

Keterangan: * Persentase pencapaian skor rataan terhadap skor maksimum

5.1.1 Sub Sistem Produksi

Sub sistem produksi yang dilakukan di KTH Girimukti terdiri dari: persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda (2003) yang menyatakan bahwa dalam pengelolaan hutan rakyat terdapat beberapa teknik silvikultur yang dilakukan oleh petani antara lain, persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, serta penebangan. Berikut dideskripsikan kegiatan-kegiatan sub sistem produksi yang dilakukan di KTH Girimukti.

Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan merupakan langkah awal dalam membangun sebuah hutan rakyat dan tergolong ke dalam sub sistem produksi. Berikut dideskripsikan kegiatan persiapan lahan yang dilakukan di KTH Girimukti.

(2)

Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan di KTH Girimukti terdiri dari pembersihan lahan dan pengolahan tanah. Dari data penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden telah melakukan persiapan lahan sebelum penanaman sesuai dengan kesepakatan bersama di dalam kelompok. Alat persiapan lahan yang digunakan anggota pada pembersihan lahan dan pengolahan tanah adalah cangkul, garpu, dan sabit. Apabila kegiatan persiapan lahan diupahkan kepada orang lain atau buruh tani, maka upah yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 20.000,- per hari per orang.

Kegiatan persiapan lahan di hutan rakyat berbeda metodenya dengan yang diterapkan di unit manajemen kehutanan lain, seperti di Hutan Tanaman Industri (HTI). Dalam membersihkan lahan, anggota KTH Girimukti hanya melakukannya pada sekitar areal yang akan ditanami karena penanaman bibit pohon umumnya tidak dilakukan sekaligus, seperti yang disajikan pada Gambar 2. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda (2003) yang mengungkapkan bahwa lahan hutan rakyat yang akan ditanami umumnya sudah berupa kebun yang memiliki tanaman lain dan relatif tidak mengandung tumbuhan liar. Oleh karena itu sebelum dilakukan penanaman, lahan hutan rakyat tidak perlu dibersihkan secara keseluruhan.

Hampir seluruh responden menyatakan, kelompok peduli terhadap kegiatan persiapan lahan. Hal ini dilakukan kelompok melalui pembentukan bagian atau seksi di dalam kelompok yang mengurusi masalah persiapan lahan. Hampir seluruh responden merasakan adanya kerjasama di antara sesama anggota kelompok dalam persiapan lahan anggota. Hal ini dilakukan dengan kerja bakti dalam pembersihan lahan.

Kelompok telah membuat penentuan waktu yang terbaik untuk persiapan lahan anggota, sehingga efektif untuk dilakukan kegiatan penanaman setelah persiapan lahan. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, kegiatan persiapan lahan yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi (73,4%), seperti yang disajikan pada Tabel 2.

(3)

Gambar 2. Kegiatan pembersihan lahan di hutan rakyat anggota KTH Girimukti Persiapan Bibit

Persiapan bibit merupakan bagian dari sub sistem produksi. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan manfaat kelompok dalam kegiatan persemaian bibit yang dilakukan bersama di dalam kelompok. Usaha persemaian bibit di dalam kelompok pernah dilakukan, namun pada saat ini usaha persemaian tersebut memerlukan pemeliharaan, karena ada sebagian bibit yang tumbuh menjadi pepohonan di lokasi persemaian.

Sebagian besar responden menyatakan telah merasakan adanya kerjasama di antara sesama anggota kelompok dalam persiapan bibit. Manfaat lain keberadaan kelompok yang dirasakan anggota dalam hal persiapan bibit adalah adanya bantuan bibit. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari hampir seluruh responden pernah menerima bantuan bibit dari pihak luar yang disalurkan melalui kelompok. Bantuan bibit terakhir diperoleh pada tahun 2011 berupa bibit sengon sebanyak 10.000 bibit dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis, seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Anggota KTH Girimukti melakukan persiapan bibit dengan beberapa cara, yaitu: 1) membeli bibit ke pedagang bibit tanaman kehutanan; 2) memperoleh bantuan bibit dari pihak lain yang disalurkan melalui kelompok; 3) mengambil benih langsung dari pohon yang telah layak dijadikan pohon benih; dan atau 4) memelihara tunas yang tumbuh dari pohon tertentu yang dikenal dengan istilah trubusan.

(4)

Tabel 3. Data bantuan bibit di KTH Girimukti

Jenis tanaman Jumlah bantuan Tahun Sumber bantuan

bibit

cengkeh 1200 bibit 2002 Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Kabupaten Ciamis

kapulaga Rp 30 juta 2010 Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat

mahoni dan

sengon 25.000 bibit 2010 Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Ciamis

sengon 10.000 bibit 2011 Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Kabupaten Ciamis Sumber: data sekunder KTH Girimukti

Pedagang yang menjual bibit ke anggota KTH Girimukti antara lain, beberapa penggergajian kayu yang berada di sekitar Desa Sidamulih dan PT. Albasia Parahyangan yang terletak di Kota Banjar atau sekitar 15 km dari Desa Sidamulih. Harga bibit sengon dengan ukuran panjang 30 cm berkisar Rp 700,- sampai Rp 1.000,- per bibit, bibit mahoni ukuran panjang 30 cm seharga Rp 1000,- per bibit, dan bibit jati ukuran panjang 20 cm seharga Rp 3.000,- per

bibit.

Pemilihan metode persiapan bibit yang dilakukan oleh anggota KTH Girimukti dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah berdasarkan sifat dan jenis tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda (2003) yang mengungkapkan bahwa, pengadaan bibit secara vegetatif dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya stek atau cangkokan, sedangkan persiapan bibit secara generatif dilakukan dengan langsung menanamkan biji di lapangan atau di persemaian. Pemilihan metode ini tergantung pada sifat dan jenis tanaman. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan persiapan bibit yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi (66,9%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

(5)

Penanaman

Kegiatan penanaman merupakan bagian dari kegiatan produksi. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan manfaat dari adanya sosialisasi pengurus tentang pentingnya kegiatan penanaman serta adanya kesepakatan bersama di dalam kelompok untuk aktif melakukan penanaman. Hampir seluruh responden menyatakan telah melakukan penanaman berdasarkan kesepakatan kelompok tentang waktu/musim tanam yang tepat bagi anggota agar bibit yang ditanam tumbuh dengan baik. Waktu tanam yang disepakati di dalam kelompok adalah pada Bulan Desember hingga Bulan Maret dengan alasan pada bulan-bulan tersebut kondisi air untuk penyiraman tanaman mencukupi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Hadi dan Napitupulu (2010) yang menyatakan bahwa waktu terbaik untuk penanaman tanaman kehutanan seperti sengon dan jati adalah pada saat musim hujan.

Hampir seluruh responden merasakan adanya kerjasama di antara anggota kelompok dalam kegiatan penanaman, misalnya melalui saling tukar informasi tentang jenis bibit yang sebaiknya ditanam serta cara-cara penanamannya. Namun sebaiknya kelompok perlu membuat jadwal kerja bakti penanaman di lahan anggota yang membutuhkan bantuan tenaga kerja.

Himbauan kelompok kepada anggota tentang jarak tanam rata-rata untuk tanaman kehutanan adalah sebesar 2 m x 5 m, namun kenyataannya anggota lebih memilih menggunakan jarak tanam sebesar 2 m x 3 m dan 3 m x 3 m. Penentuan jarak tanam sangat ditentukan oleh komposisi tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda (2003) yang menjelaskan bahwa, apabila tanaman kehutanan akan ditanami homogen maka jarak tanam yang digunakan lebih rapat misalnya 3 m x 3 m. Namun apabila akan dilakukan tumpang sari dengan jenis

tanaman lain, maka dapat dipilih jarak tanam yang lebih lebar, misalnya 4 m x 5 m, sedangkan di antara dua larikan pohon masih ada ruang untuk ditanami

palawija atau tanaman agroforestri lainnya sebagai tanaman campuran. Dengan jarak tanam yang benar, maka pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan secara campuran tidak akan saling mengganggu.

Daur tanaman kehutanan di KTH Girimukti belum sepenuhnya ditaati, karena motivasi menebang yang sangat bervariasi. Sebagian anggota KTH

(6)

Girimukti akan menebang pohonnya jika kebutuhan mendesak seperti membeli kendaraan, berobat, dan naik haji. Namun pada umumnya anggota KTH Girimukti menerapkan daur sengon 3-5 tahun, jati 10-15 tahun, mahoni 10-15 tahun, dan suren 10 tahun.

Pemilihan jenis tanaman yang ditanam di hutan rakyat oleh anggota KTH Girimukti umumnya berdasarkan alasan ekonomis. Jenis tanaman bukan kayu yang dipilih anggota KTH Girimukti umumnya adalah tanaman kapulaga (Amomum cardamomum), kopi (Coffea sp.), jahe (Zingiber officinale), dan pisang (Musa sp.).

Tanaman kayu yang ditanam di hutan rakyat anggota umumnya adalah sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia mahagoni), jati (Tectona

grandis), dan suren (Toona sureni). Pemilihan jenis tanaman sengon, mahoni, dan

jati dikarenakan tanaman-tanaman kayu tersebut memiliki daur finansial dan permintaan pasar yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi dan Napitupulu (2010) yang menyatakan bahwa, jati, mahoni, sengon, jabon, pinus, meranti, kemenyan, kemiri, gaharu, dan kayu manis sebagai tanaman investasi pendulang rupiah. Sementara itu untuk pemilihan jenis tanaman suren dilakukan, karena pohon suren memiliki fungsi ganda yaitu selain sebagai penghasil kayu juga sebagai anti hama bagi tanaman kehutanan (BPDAS 2010). Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan penanaman yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi (81,4%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman hutan rakyat termasuk ke dalam bagian sub sistem produksi. Kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan di KTH Girimukti antara lain: Kegiatan penyiangan, pendangiran, pemupukan, penjarangan, dan pemberantasan hama/penyakit. Dari data penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden menyatakan sudah melakukan pemeliharaan tanaman sesuai dengan arahan dan kesepakatan bersama di dalam kelompok. Arahan yang dilakukan kelompok terkait pemeliharaan tanaman antara lain tentang frekuensi, dosis, serta cara pelaksanaannya.

(7)

Kegiatan penyiangan dilakukan tergantung kondisi lapangan. Umumnya pada umur satu hingga dua tahun disiangi sebanyak setahun dua kali, setelah umur dua tahun intensitas penyiangan dikurangi menjadi satu tahun sekali. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda (2003) yang menyatakan bahwa tanaman kayu yang masih muda harus dijaga dari gulma yang berlebihan seperti, semak dan alang-alang. Salah satu metode untuk mengurangi gulma adalah dengan menanam palawija yang tidak mengganggu, seperti kacang tanah, jagung, kedelai, kacang wijen, dan lain-lain. Pemeliharaan tanaman dengan melakukan penyiangan akan sangat membantu pertumbuhan tanaman kayu yang masih kecil.

Kegiatan pendangiran yang bertujuan untuk menggemburkan sekaligus membersihkan lahan di sekitar tanaman yang dipelihara dilakukan setahun sekali dengan menggunakan cangkul dan garpu. Kegiatan pemupukan yang dilakukan anggota KTH Girimukti adalah dua kali setahun. Pemupukan pada tanaman yang masih kecil biasanya dilakukan dengan membuat lubang di sekitar tanaman lalu dimasukkan pupuknya sedangkan pada tanaman yang sudah besar, pupuk cukup ditabur saja. Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea, TSP, dan NPK. Selain pupuk-pupuk kimia tersebut anggota juga lazim menggunakan pupuk kandang, seperti kotoran kambing. Pupuk kimia dapat diperoleh di pasar Desa Sidamulih yang terletak di tengah-tengah Desa Sidamulih.

Penjarangan pohon yang dilakukan pada pohon milik anggota KTH Girimukti akan dijelaskan sebagai berikut: 1) pohon sengon umumnya dijarangi pada umur tiga tahun; 2) pohon mahoni dan jati umumnya dijarangi pada umur lima hingga tujuh tahun; dan 3) pohon suren hanya akan dijarangi apabila ada yang terkena penyakit berat. Hal ini dikarenakan jumlah pohon suren yang ditanam di lahan hutan rakyat anggota KTH Girimukti umumnya hanya dua hingga lima pohon saja. Jenis pepohonan yang dominan di hutan rakyat milik anggota KTH Girimukti adalah jenis sengon, jati, dan mahoni.

Kelompok dibantu penyuluh kehutanan Kecamatan Pamarican juga telah mengadakan upaya pemeliharaan tanaman secara bersama, seperti mengadakan diskusi tentang penanggulangan hama ulat pada tanaman sengon. Anggota KTH Girimukti menggunakan pestisida pastak untuk menanggulangi hama ulat di luar permukaan pohon dan pestisida furadan untuk menanggulangi hama ulat di dalam

(8)

pohon. Furadan dapat dibeli seharga Rp 24.000,- per kemasan (2 kg). Kemudian untuk mengatasi masalah gulma, mereka menggunakan herbisida merek roundup yang dapat dibeli seharga Rp 65.000,- per liter. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi (89,5%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Pemanenan

Setelah pemeliharaan, kegiatan sub sistem produksi selanjutnya adalah pemanenan. Dari data penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pemanenan sudah termasuk ke dalam tujuan kelompok, sehingga kelompok mengupayakan pemanenan yang semakin efektif. Sebagian besar responden menyatakan kelompok telah memberikan kemudahan bagi anggota untuk melakukan pemanenan, misalnya kelompok membantu anggota yang kesulitan untuk mengurus surat izin tebang. Sebagian besar responden menyatakan adanya kerja sama di antara sesama anggota KTH Girimukti dalam kegiatan pemanenan. Kelompok juga memfasilitasi penanaman kembali pada lahan bekas tebangan milik anggota. Hal ini didukung kuatnya minat masyarakat Desa Sidamulih untuk melestarikan lingkungan. Diniyati (2009) menyatakan bahwa, hampir tidak ada lahan kosong di Desa Sidamulih, sebagian besar lahan darat petani ditanami dengan tanaman kayu-kayuan.

Sistem pemanenan hasil hutan rakyat yang dilakukan di KTH Girimukti umumnya adalah kelompok bermitra dengan penggergajian kayu di sekitar kelompok. Pada saat ini ada tiga penggergajian kayu yang dijadikan mitra kelompok. Keuntungan yang diperoleh kelompok adalah pihak penggergajian kayu akan memberikan bantuan materi secara cuma-cuma untuk memenuhi keperluan kelompok, misalnya pada saat ada kegiatan di kelompok, pihak penggergajian kayu akan memberikan bantuan dana atau barang agar acara tersebut dapat berlangsung lancar.

Ukuran pohon yang ditebang untuk jenis sengon, mahoni, dan jati umumnya berdiameter 20–30 cm. Alat penebangan yang digunakan adalah tali tambang untuk mengarahkan jatuhnya pohon dan chainsaw untuk menebang pohon dan membagi batang. Dalam kegiatan penebangan, diperlukan 2 orang

(9)

pekerja dengan upah sebesar Rp 210.000,- per hari untuk dua orang pekerja. Teknik pengangkutan pohon dilakukan dengan menggunakan motor dan ada juga yang menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul. Efektivitas kayu yang diangkut menggunakan motor akan lebih tinggi daripada dipikul oleh buruh tani, namun pemilihan alat pengangkutan yang dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, seperti pertimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Besarnya upah yang dikeluarkan untuk kegiatan pengangkutan menggunakan motor adalah Rp 130.000,- per hari per motor, sedangkan untuk

pengangkutan menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul adalah Rp 35.000,- per hari untuk satu orang pekerja.

Pengangkutan pohon yang dilakukan di KTH Girimukti diangkut melewati jalan desa, apabila melintasi pekarangan orang lain sudah tidak perlu minta izin, hanya saja akan dikenakan ganti rugi jika merusak tanaman atau bangunan di atas pekarangan yang dilewati tersebut. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan pemanenan yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang (61,7%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

5.1.2 Sub Sistem Pengolahan Hasil

Pengolahan hasil merupakan kegiatan untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan pada sub sistem produksi. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan manfaat kelompok dalam mengatasi masalah pengolahan hasil hutan rakyat, misalnya kelompok membangun komunikasi yang baik dengan penggergajian kayu yang sudah menjadi mitranya agar mengolah hasil hutan rakyat anggota dengan pelayanan yang memuaskan. Namun sebaiknya, keterlibatan petani semakin besar dalam pengolahan hasil produknya. Petani seharusnya mampu mengolah kayunya menjadi produk yang lebih berkualitas, seperti papan, balok, reng, kaso, dan bentuk hasil olahan lainnya secara mandiri. Hal ini sejalan dengan penelitian Hardjanto (2003) yang menyatakan bahwa keterlibatan petani hutan rakyat dalam pengolahan hasil hutan rakyatnya masih kecil. Pengolahan hasil umumnya masih didominasi oleh pelaku industri kecil dan industri besar.

(10)

Sebagian besar responden menyatakan adanya kerja sama di dalam kelompok dalam pengolahan hasil hutan rakyat, misalnya untuk kasus tertentu beberapa anggota bekerja sama mengolah kayunya menjadi papan dengan menggunakan chainsaw. Hal ini sejalan dengan penelitian Hardjanto (2003) yang menyatakan bahwa, petani hutan rakyat umumnya mampu membuat papan atau kaso dengan menggunakan peralatan sederhana seperti, kapak dan chainsaw baik untuk digunakan sendiri maupun untuk dijual.

Hasil hutan rakyat anggota KTH Girimukti terdiri dari dua macam, yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Pengolahan hasil hutan kayu yang dilakukan oleh sebagian besar anggota KTH Girimukti adalah dengan menyerahkannya ke penggergajian kayu. Keterbatasan kemampuan kelompok untuk membangun industri kayu/hasil hutan dan latar belakang ekonomi anggota yang belum mendukung menjadi beberapa alasan sehingga kayu anggota diolahkan ke penggergajian kayu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik penggergajian kayu Dua Sekawan, yaitu sebuah penggergajian kayu yang terletak di sekitar Desa Sidamulih, sekaligus mitra KTH Girimukti menyebutkan bahwa kayu yang masuk ke penggergajian kayu ini terdiri dari: jati, mahoni, sengon, dan kayu rimba campuran. Jika tidak ada pesanan khusus maka log jati tidak akan diolah di penggergajian kayu ini karena pertimbangan analisis biaya usaha. Log jati akan dijual tanpa diolah ke pabrik yang lebih besar di Kota Surabaya dan Semarang. Sementara itu, jenis kayu yang lain akan diolah menjadi papan, reng, balok, palet, dan kaso. Apabila ada pemesanan akan dibuat juga kusen. Sebelum potongan pohon diolah di mesin penggergajian kayu yang disebut bensaw, maka dilakukan

scalling dan grading ulang oleh pegawai penggergajian kayu.

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menggergaji kayu di bensaw umumnya dua orang. Satu pekerja mendorong kayu ke bensaw dan satu lagi menarik kayu pada arah yang berhadapan. Namun jika kayu yang akan digergaji melebihi kekuatan si pendorong dan penarik kayu, maka digunakan alat bantu yang disebut lori, seperti yang disajikan pada Gambar 3. Lori berfungsi sebagai pembawa kayu besar ke mata bensaw. Lori biasanya didorong oleh dua orang atau lebih.

(11)

Setelah potongan pohon diolah maka akan dihasilkan papan, balok, reng, kaso, kayu sisa gergajian, dan serbuk gergaji. Seluruh hasil ini bermanfaat bagi pemilik penggergajian kayu walaupun sebenarnya kayu sisa gergajian dan serbuk gergaji adalah limbah pabrik. Rendemen sengon sebesar 70% dan mahoni 55%. Artinya dalam setiap 1 m³ sengon yang digergaji akan dihasilkan 0,7 m³ papan, reng, balok, atau kaso dan 0,3 m³ lagi limbah pabrik. Demikian halnya dengan mahoni, dalam setiap 1 m³ mahoni yang digergaji akan dihasilkan 0,55 m³ papan, reng, balok, atau kaso dan 0,45 m³ lagi limbah pabrik.

Gambar 3. Lori pada salah satu penggergajian kayu di Desa Sidamulih Hasil tanaman agroforestri di KTH Girimukti adalah kapulaga, kopi, jahe, dan pisang. Seluruh hasil tanaman agroforestri ini belum dapat diolah oleh anggota KTH, tetapi langsung dijual ke tengkulak di pasar Pamarican atau dikonsumsi sendiri. Produktivitas dari beberapa tanaman agroforestri tersebut dijelaskan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Produktivitas tanaman agroforestri anggota KTH Girimukti

Jenis Produktivitas

kapulaga Satu rumpun kapulaga berumur 2 tahun dengan luasan 1 m2 menghasilkan 3 kg buah kapulaga

kopi Satu pohon kopi mulai umur 2-3 tahun menghasilkan 0,5 kg buah kopi per tahun

jahe Satu rumpun jahe berumur 9-12 bulan dengan luasan 1 m2 menghasilkan 0,5 kg jahe

pisang Satu tanaman pisang menghasilkan 7,5 kg buah pisang per tahun Sumber: hasil wawancara dengan anggota KTH Girimukti

(12)

Tanaman agroforestri merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai penutup permukaan tanah dari terpaan air hujan secara langsung, sehingga akan mengurangi laju erosi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muslich dan Krisdianto (2006), yang menyatakan bahwa sistem agroforestri pada hutan rakyat telah mampu mencegah erosi dan banjir serta meningkatkan kesuburan lahan dan upaya konservasi sumber air. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, sub sistem pengolahan hasil yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang (52,5%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2. 5.1.3 Sub Sistem Pemasaran Hasil

Setelah kegiatan pengolahan hasil, kegiatan selanjutnya dalam pengelolaan hutan rakyat adalah pemasaran hasil. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan anggota lebih terarahkan untuk memasarkan kayunya. Hal ini disebabkan kelompok telah menjalin kerjasama dengan beberapa penggergajian kayu di Desa Sidamulih yang juga merupakan salah satu tempat pemasaran kayu anggota. Kegiatan pemasaran hasil sudah dimasukkan ke dalam tujuan kelompok, sehingga kelompok akan mengupayakan pemasaran hasil yang semakin efektif. Sebagian besar responden menyatakan adanya kerjasama di dalam kelompok dalam pemasaran hasil hutan rakyat, misalnya sesama anggota KTH saling membantu untuk memberikan informasi harga dan hal lain yang dapat mempercepat bahkan meningkatkan nilai kayu tersebut di pasar.

Saluran pemasaran pohon/kayu yang ada di KTH Girimukti pada umumnya adalah anggota/petani hutan rakyat menjual kayunya ke penggergajian kayu yang sudah menjadi mitra kelompok, kemudian dari penggergajian kayu, dilanjutkan ke pembeli kedua/berikutnya. Pembeli kedua/berikutnya adalah pabrik kayu yang lebih besar seperti pabrik kayu yang berada di Kota Surabaya, Semarang, Banjar, Tegal, dan Bekasi. Selain pabrik kayu yang lebih besar, pembeli kedua/berikutnya juga merupakan pembeli yang datang langsung ke industri penggergajian kayu untuk membeli produk secara borongan atau eceran, seperti papan, balok, reng, kaso, palet, dan lain-lain.

(13)

Selain dijual ke penggergajian kayu, sebagian anggota ada yang menjual pohonnya secara borongan ke tengkulak. Hal ini sejalan dengan penelitian tentang petani hutan rakyat yang dilakukan Andayani (2003) yang menyatakan bahwa penjualan pohon/kayu oleh petani di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Wonosobo masih dijual dalam bentuk pohon berdiri. Hasil hutan bukan kayu digunakan sendiri untuk kebutuhan pribadi atau ada juga yang menjualnya ke tengkulak yang berada di pasar Kecamatan Pamarican tanpa diolah terlebih dahulu.

Dengan demikian, pada saluran pemasaran hasil, posisi petani hutan rakyat masih lemah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hardjanto (2003) yang menyatakan bahwa, lembaga perantara (pedagang penebas, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan industri) merupakan pihak yang lebih diuntungkan dalam saluran pemasaran hasil hutan rakyat. Sementara petani, masih berada pada posisi yang lemah.

Kegiatan penggergajian kayu akan menghasilkan limbah berupa sebetan kayu dan serbuk gergaji, seperti yang disajikan pada Gambar 4. Limbah berupa sebetan kayu dimanfaatkan oleh pembeli sebagai bahan bakar industri gula nira kelapa. Harga sebetan kayu sengon per pick up atau setara dengan 4 m³ adalah Rp 50.000,- sedangkan untuk mahoni dihargai sebesar Rp 100.000,-.

Sementara itu limbah penggergajian kayu berupa serbuk gergaji dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembuatan tempe dan tahu. Selain itu digunakan juga sebagai media pertumbuhan jamur. Setiap karung serbuk gergaji dihargai sebesar Rp 2.500,-.

Gambar 4. Limbah penggergajian kayu berupa sebetan kayu (kiri) dan serbuk gergaji (kanan)

(14)

Seluruh limbah kehutanan ini laku terjual di Desa Sidamulih dan desa-desa di sekitar Desa Sidamulih. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, sub sistem pemasaran hasil yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang (55%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

5.2 Dinamika KTH Girimukti 5.2.1 Karakteristik KTH Girimukti Sejarah

KTH Girimukti dibentuk untuk memperbaiki kehidupan ekonomi petani hutan rakyat di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis. Keadaan ini didukung oleh potensi hutan rakyat di Desa Sidamulih yang sangat besar disebabkan minat masyarakat yang tinggi dalam menanam pohon. Hal ini sejalan dengan penelitian Diniyati (2009) yang menyatakan bahwa hampir seluruh lahan kosong di Desa Sidamulih telah ditanami pepohonan dan tanaman agroforestri.

Tujuan umum dibentuknya KTH Girimukti adalah “meningkatkan kerjasama petani dalam melakukan kegiatan pengelolaan hutan rakyat”. Tujuan khususnya adalah: 1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota dalam bertani; 2) meningkatkan pendapatan keluarga anggota; dan 3) memupuk kerjasama anggota dalam pemenuhan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi.

Struktur

Anggota KTH Girimukti adalah petani hutan rakyat yang mengajukan diri sebagai anggota dan berdomisili di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis. Sampai saat ini anggota KTH Girimukti telah mencapai 84 orang.

KTH Girimukti memiliki ketua, sekretaris, dan bendahara. Pembagian tugas ke tingkat seksi-seksi dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat dilakukan apabila ada pembentukan kepanitian sesuai dengan kebutuhan anggota. Misalnya, pada kegiatan pemeliharaan tanaman dan kegiatan persiapan bibit. Pada kegiatan pemeliharaan tanaman, belakangan ini dibentuk panitia yang mengurusi program

(15)

pembuatan pupuk organik/kompos oleh KTH Girimukti. Pada kegiatan persiapan bibit, KTH Girimukti membentuk panitia penerimaan bantuan bibit.

Program dan Kegiatan yang Pernah Dilakukan

Program kerja KTH Girimukti untuk saat ini antara lain, melakukan pertemuan rutin sebulan sekali, membuat pupuk organik/kompos tiga bulan sekali dalam jumlah yang besar untuk kebutuhan anggota kelompok dan untuk diperjualbelikan, menjalankan usaha peminjaman alat pengaduk semen (mesin molen) untuk menambah pemasukan kelompok, dan menyelesaikan proyek-proyek insidental yang datang dari pemerintah Desa Sidamulih, BP3K Kecamatan Pamarican, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis, dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat.

Kelompok telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan hutan rakyat anggota. Salah satunya adalah peningkatan kualitas bibit anggota yang dilakukan melalui penerimaan bantuan bibit sengon pada tahun 2010 dan tahun 2011, sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kegiatan yang pernah dilakukan KTH Girimukti

Jenis Kegiatan Jumlah Periode Sumber Dana

- Bantuan bibit cengkeh 1200 bibit 2002 Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis - Bantuan pemeliharaan cengkeh pupuk dan sprayer (alat penyiram bibit di lokasi persemaian) 2002 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis - Membeli mesin pembuat

pupuk organic

1unit 2006 Kas KTH

Girimukti

- Bantuan bibit kapulaga Rp 30 juta 2010 Dinas Pertanian

Tanaman

Pangan Provinsi Jawa Barat - Bantuan bibit mahoni

dan sengon 25.000 bibit 2010 Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Ciamis

(16)

Tabel 5. Kegiatan yang pernah dilakukan KTH Girimukti (Lanjutan)

Jenis Kegiatan Jumlah Periode Sumber Dana

- Bantuan bibit sengon 10.000 bibit 2011 Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis - Pembuatan pupuk organic Kondisional 3 bulan sekali Kas KTH Girimukti - Usaha peminjaman alat

pengaduk semen

1 unit Setiap hari Kas KTH

Girimukti

- Pertemuan/rapat Sering Minimal 1

bulan sekali Kas KTH Girimukti - Mengelola lahan pemberian Pemerintah Desa Sidamulih ke KTH Girimukti untuk kegiatan hutan rakyat secara bersama di dalam kelompok

0,14 hektar 2012 Pemerintah

Desa Sidamulih

Sumber: data sekunder KTH Girimukti

Fasilitas Kelompok

Kelompok memiliki beberapa fasilitas, antara lain mesin pembuat pupuk organik/kompos, mesin pengaduk semen, sprayer (alat penyiram bibit di lokasi persemaian), dan saung kelompok yang letaknya di sekitar rumah ketua KTH Girimukti. Kelompok juga memiliki persemaian, namun untuk saat ini tidak difungsikan dengan optimal.

KTH Girimukti merupakan kelompok yang sangat berjasa melestarikan lingkungan di Desa Sidamulih, kelompok ini pernah meraih penghargaan dari presiden RI di bidang lingkungan. Dalam rangka meningkatkan motivasi pengurus, setiap akhir tahun pengurus mendapatkan insentif dari sisa hasil tutup buku kas kelompok.

5.2.2 Karakteristik Anggota KTH Girimukti

Karakteristik contoh anggota KTH Girimukti (responden) yang diamati meliputi: usia anggota, tingkat pendidikan, pekerjaan utama dan sampingan, ukuran keluarga, masa keanggotaan, pendapatan dan pengeluaran keluarga, serta luas kepemilikan lahan yang akan dijelaskan sebagai berikut.

(17)

Usia

Berdasarkan data yang diperoleh, umur responden paling banyak berada pada selang (41-49) tahun (40%) dengan sebaran usia antara 29-60 tahun dan rata-rata usia 43,9 tahun, seperti yang disajikan pada Tabel 6. Mengacu pada Statistik Indonesia (2006) usia di bawah 15 tahun umunya dianggap belum produktif dan di atas 65 tahun sudah tidak produktif lagi karena sudah melewati usia pensiun (56 tahun). Sebagian besar jumlah anggota KTH Girimukti berada pada usia produktif sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemandirian.

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan usia

Usia (tahun) N % 1. 20-40 9 30,00 2. 41-49 12 40,00 3. 50-59 8 26,67 4. ≥ 60 1 3,33 Total 30 100,00 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan responden paling banyak (70%) hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD), dan sebanyak 13,33% menamatkan SMP, serta 3,33% menamatkan perguruan tinggi, seperti yang disajikan pada Tabel 7. Tingkat pendidikan formal bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh positif terhadap kegiatan pengelolaan hutan rakyat, karena petani dapat menambah pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan non formal seperti pelatihan dan penyuluhan (Witantriasti 2010).

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan N %

1. Sekolah Dasar (SD) 21 70,00

2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 4 13,33

3. Sekolah Menengah Atas (SMA) 4 13,33

4. Perguruan Tinggi 1 3,33

Total 30 100,00

Pekerjaan

Jenis pekerjaan utama responden paling banyak (63,33%) sebagai petani dan terdapat 23,33% buruh tani, sisanya pedagang, dan lain-lain (guru SD dan perangkat desa). Sebanyak 50% responden tidak memiliki pekerjaan sampingan. Sementara itu, jenis pekerjaan sampingan responden paling banyak (20%) adalah

(18)

buruh tani dan sisanya petani, buruh bangunan, pedagang, dan lain-lain (buruh pabrik, supir, dan pengurus PNPM), seperti yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan Pekerjaan N % Pekerjaan Utama 1. Petani 19 63,33 2. Buruh Tani 7 23,33 3. Pedagang 2 6,67

4. Lain-lain (Guru SD, Perangkat Desa) 2 6,67

Total 30 100,00

Pekerjaan Sampingan

1. Tidak Ada Pekerjaan Sampingan 15 50,00

2. Petani 3 10,00

3. Buruh Tani 6 20,00

4. Buruh Bangunan 2 6,67

5. Pedagang 1 3,33

6. Lain2 (Buruh Pabrik,Supir, Pengurus PNPM) 3 10,00

Total 30 100,00

Ukuran Keluarga

Menurut BKKBN (1998), pengelompokan besar rumah tangga keluarga dikelompokkan sebagai berikut: 1) keluarga kecil (≤ 4 orang); 2) keluarga sedang (5-7 orang); dan 3) keluarga besar (> 7 orang). Ukuran keluarga responden paling banyak (93,33%) tergolong keluarga kecil dan sisanya keluarga sedang, seperti yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan ukuran keluarga

Ukuran Keluarga N %

1. Keluarga Kecil (≤ 4 orang) 28 93,33

2. Keluarga Sedang (5-7 orang) 2 6,67

3. Keluarga Besar (> 7 orang) 0 0,00

Total 30 100,00

Masa Keanggotaan

Salah satu bentuk pemeliharaan kelompok adalah adanya upaya mendapatkan anggota baru. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan masa keanggotaan kelompok. Masa keanggotaan responden didominasi (90%) oleh anggota yang baru bergabung ≤ 5 tahun, seperti yang disajikan pada Tabel 10.

(19)

Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan masa keanggotaan Masa Keanggotaan N % 1. ≤ 5 tahun 27 90,00 2. 6-10 tahun 1 3,33 3. > 10 tahun 2 6,67 Total 30 100,00 Pendapatan

Pendapatan adalah sejumlah dana yang dihasilkan responden per bulan yang dinilai dalam bentuk uang. Sebanyak 50% responden memiliki jumlah pendapatan per bulan sebesar >Rp 800.000,- sampai Rp 1.600.000,-. Namun ada 10% responden yang memiliki pendapatan di atas Rp 3.200.000,- seperti yang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan pendapatan per bulan

Pendapatan (Rp) N % 1. ≤ 800.000 8 26,67 2. > 800.000 – 1.600.000 15 50,00 3. > 1.600.000 – 2.400.000 3 10,00 4. > 2.400.000 - 3.200.000 1 3,33 5. > 3.200.000 3 10,00 Total 30 100,00 Pengeluaran

Pengeluaran adalah sejumlah dana yang dikeluarkan responden per bulan yang dinilai dalam bentuk uang. Sebanyak 63,33% responden memiliki jumlah pengeluaran per bulan sebesar >Rp 500.000,- sampai Rp 1.000.000,-. Namun ada 6,67% responden yang memiliki pengeluaran di atas Rp 1.500.000,- seperti yang disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan pengeluaran per bulan

Pengeluaran (Rp) N % 1. ≤ 500.000 3 10,00 2. > 500.000 – 1.000.000 19 63,33 3. > 1.000.000 – 1.500.000 6 20,00 4. > 1.500.000 2 6,67 Total 30 100,00

Luas Kepemilikan Lahan

Luas kepemilikan lahan responden sebagian besar (63,33%) seluas (>0,10–0,50) hektar. Namun ada 3,33% responden yang memiliki luas

(20)

kepemilikan lahan lebih besar dari 1 hektar, seperti yang disajikan pada Tabel 13. Hal ini sejalan dengan penelitian Hardjanto (2003) yang menyatakan bahwa luasan hutan rakyat yang dimiliki oleh petani kecil, menengah, maupun besar, sebagian besar relatif sempit (kurang dari 1 hektar).

Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan luas kepemilikan lahan

Luas Lahan (hektar) N %

1. ≤ 0,10 4 13,33 2. > 0,10 – 0,50 19 63,33 3. > 0,50 – 1,00 6 20,00 4. > 1,00 1 3,33 Total 30 100,00 5.2.3 Unsur dinamika KTH

Unsur-unsur dinamika kelompok yang diteliti terdiri dari: 1) tujuan kelompok; 2) struktur kelompok; 3) fungsi tugas kelompok; 4) pembinaan dan pemeliharaan kelompok; 5) kekompakan kelompok; 6) suasana kelompok; 7) tekanan kelompok; dan 8) efektivitas kelompok. Komponen-komponen ini memiliki hubungan dalam mencapai tujuan kelompok secara efektif. Skor dinamika KTH yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Skor dinamika kelompok

Dimensi Dinamika Kelompok Persentase

(%)* Kategori

1. Tujuan Kelompok 86,2 Tinggi

2. Struktur Kelompok 85,1 Tinggi

3. Fungsi Tugas Kelompok 86,3 Tinggi

4. Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok 81,6 Tinggi

5. Kekompakan Kelompok 88,4 Tinggi

6. Suasana Kelompok 84,0 Tinggi

7. Tekanan Kelompok 79,2 Tinggi

8. Efektivitas Kelompok 81,5 Tinggi

Total 84,0 Tinggi

Keterangan: * Persentase pencapaian skor rataan terhadap skor maksimum

Tujuan Kelompok

Tujuan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 2 sub indikator yang digunakan untuk melihat tujuan

(21)

kelompok, yaitu: 1) sifat dan kejelasan tujuan kelompok dan 2) kesesuaian rencana kerja dengan keinginan dan kebutuhan anggota kelompok.

Kelompok sudah merumuskan tujuan bersama secara tertulis. Sebagian besar responden menyatakan bahwa tujuan kelompok ditetapkan melalui musyawarah dan sudah dipahami oleh anggota. Tujuan umum dibentuknya KTH Girimukti adalah meningkatkan kerja sama petani dalam melakukan kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Tujuan khususnya adalah: meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota dalam bertani, meningkatkan pendapatan keluarga anggota dan memupuk kerja sama anggota dalam pemenuhan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi. Dengan demikian, KTH Girimukti akan lebih dinamis. Hal ini sesuai dengan penelitian Yunasaf (2008) yang menyatakan bahwa, kelompok tani yang memiliki tujuan yang lebih spesifik akan mendorong kedinamisan kelompok tani tersebut.

Kelompok telah memiliki rencana kerja dan rencana kebutuhan yang sejalan dan sesuai dengan keinginan anggota. Sebagian besar responden menyatakan rencana kerja dan rencana kebutuhan merupakan keinginan para anggota. Program kelompok sebagaimana dijelaskan sebelumnya telah ada dan telah berjalan, salah satunya adalah kegiatan pemeliharaan tanaman yaitu membentuk usaha pembuatan pupuk organik/kompos setiap tiga bulan sekali. Kegiatan yang terjadwal telah diketahui oleh sebagian besar anggota, terbukti dari data penelitian hampir seluruh responden menyatakan bahwa penetapan waktu kegiatan telah ditetapkan bersama kelompok.

Kebutuhan kelompok dipenuhi berdasarkan skala prioritas yang diputuskan bersama di dalam musyawarah, terbukti dari data penelitian, sebagian besar responden menyatakan kelompok memiliki daftar kebutuhan yang ingin dipenuhi untuk menjamin kemajuan kelompok. Pada saat ini kelompok telah memenuhi kebutuhan anggota dalam hal penyediaan saung, alat pembuatan pupuk kompos, dan alat pengaduk semen yang disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan dan menjadi uang masuk kas kelompok. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, tujuan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (86,2%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

(22)

Struktur Kelompok

Struktur kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 3 sub indikator yang digunakan untuk melihat struktur

kelompok, yaitu: 1) struktur pengambilan keputusan di dalam kelompok; 2) struktur tugas di dalam kelompok; dan 3) struktur komunikasi.

Kelompok memiliki struktur pengambilan keputusan yang jelas, terbukti dari data penelitian sebagian besar responden menyatakan semua anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam proses pengambilan keputusan di dalam kelompok. Salah satunya yaitu pembuatan pupuk organik yang merupakan hasil kesepakatan bersama di dalam kelompok.

Pengurus sering berinteraksi dengan anggota pada kegiatan rutin maupun kegiatan insidental dalam hal pelaksanaan perannya di dalam kelompok, seperti pada kegiatan penerimaan bantuan bibit sengon pada tahun 2011 yang lalu. Hal ini dibuktikan dari temuan, hampir seluruh responden menyatakan sering berinteraksi dengan pengurus kelompok, mulai dari ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok.

Kelompok sudah mengadakan pembagian tugas dengan jelas. Sebagai contoh, sekretaris kelompok memiliki tugas tertentu dan tidak mengurusi tugas ketua jika tidak dibutuhkan, demikian sebaliknya dengan ketua. Hal ini sejalan dengan temuan, sebagian besar responden menyatakan setiap anggota termasuk pengurus telah mendapatkan serta memahami peran/tugas masing-masing di dalam kelompok.

Salah satu peran ketua kelompok adalah menjalin komunikasi dengan pihak luar seperti pemerintah Kabupaten Ciamis terkait usaha pengelolaan hutan rakyat. Sehingga KTH Girimukti sering mengikuti kegiatan di luar kelompok maupun dikunjungi oleh pihak lain. Berdasarkan informasi dari pengurus kelompok, pada tahun 2004 KTH Girimukti dikunjungi oleh Pemda Provinsi Lampung terkait usaha pengelolaan hutan rakyat.

KTH Girimukti terus menjaga kekuatannya secara struktural dengan melakukan komunikasi yang efektif. Hal ini sejalan dengan temuan, sebagian besar responden menyatakan kelompok selalu mengadakan pertemuan rutin minimal sebulan sekali sehingga ada komunikasi di antara pengurus dan anggota.

(23)

Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, struktur kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (85,1%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Fungsi Tugas Kelompok

Fungsi tugas kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 3 sub indikator yang digunakan untuk melihat fungsi tugas kelompok, yaitu: 1) pemberian kepuasaan/kemudahan dalam berkelompok; 2) proses mendapatkan dan penyebaran informasi di dalam kelompok; dan 3) pemberian penjelasan oleh kelompok.

Kelompok memberikan kemudahan dalam memperoleh bibit, kemudahan memperoleh informasi mengenai pemeliharaan tanaman, dan kemudahan dalam sub sistem pemasaran melalui mitra kelompok yaitu penggergajian kayu yang berada di sekitar Desa Sidamulih. Hal ini sejalan dengan temuan, sebagian besar responden menyatakan kelompok telah berhasil memberikan kemudahan dan manfaat kepada anggota-anggotanya dalam pengelolaan hutan rakyat.

Sebagian besar responden menyatakan, kelompok juga memotivasi anggota untuk melaksanakan tugas dan perannya sebagai anggota dan pengurus. Hal ini dilakukan misalnya dengan memberikan insentif kepada pengurus pada akhir tahun dan memberikan gambaran keuntungan yang besar bagi anggota jika mengelola hutan rakyatnya dengan baik, seperti menerapkan daur serta jarak tanam. Selain itu, hampir seluruh responden menyatakan, kelompok telah berusaha memberikan solusi terbaik terhadap masalah-masalah yang dialami dalam kelompok. Solusi tentang permasalahan tata batas lahan milik anggota diselesaikan dengan musyawarah dan solusi masalah penyaradan pohon yang melintasi lahan milik anggota lain diselesaikan dengan ganti rugi terhadap kerusakan yang terjadi pada lahan milik yang dilewati.

Kelompok telah menjalin komunikasi yang efektif dengan pemerintah daerah, misalnya dengan BP3K Kecamatan Pamarican, sehingga anggota mendapatkan banyak informasi tentang pengelolaan hutan rakyat. Selain itu, kelompok juga menggunakan sarana-sarana komunikasi kelompok, seperti undangan, papan pengumuman, pertemuan, rapat, dan lain-lain dalam penyebaran

(24)

informasi. Hal ini sejalan dengan data penelitian, sebagian besar responden menyatakan informasi baru hampir selalu tersosialisasi dengan cepat dan tepat kepada seluruh anggota kelompok.

Kelompok berusaha menjelaskan usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan kelompok, misalnya menjelaskan perlunya kerjasama kelompok dalam usaha pemupukan dana (modal) kelompok, pengadaan sarana produksi, dan kegiatan pemasaran hasil secara bersama-sama. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil pengolahan data, fungsi tugas kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (86,3%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

KTH Girimukti harus tetap mempertahankan fungsi dan tugasnya bahkan kalau perlu ditingkatkan melalui pelatihan kepemimpinan bagi pengurus kelompok. Pelayanan yang baik kepada anggota kelompok akan meningkatkan kepuasan anggota, sehingga anggota akan merasa memiliki kelompok (Muhsinin 2000).

Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok

Pembinaan dan pemeliharaan kelompok yang dilakukan oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 4 sub indikator yang digunakan untuk melihat pembinaan dan pemeliharaan kelompok, yaitu: 1) upaya kelompok dalam menumbuhkan aktivitas; 2) upaya kelompok dalam menyediakan fasilitas; 3) penciptaan norma kelompok; dan 4) upaya mendapatkan anggota baru.

Kegiatan yang dilaksanakan kelompok telah sesuai dengan kebutuhan anggota. Sebagaimana disampaikan pada bagian tujuan kelompok, anggota selalu dilibatkan dalam musyarawah yang menyangkut kepentingan bersama termasuk pelaksanaan kegiatan kelompok. Hal ini sejalan dengan temuan, sebagian besar responden merasa butuh dan selalu hadir dalam kegiatan kelompok. Hal ini dikarenakan penentuan kegiatan berdasarkan keinginan bersama. Anggota tidak hanya hadir ketika ada bantuan, namun ketika ada masalahpun anggota tetap peduli terhadap kelompok.

Kelompok telah berupaya dalam menyediakan fasilitas kelompok. Sebagian besar responden menyatakan, kelompok telah menyediakan berbagai kemudahan bagi anggota, seperti tempat penampungan sementara hasil usaha para

(25)

anggota, saung (tempat pertemuan), bantuan bibit dan pupuk, serta fasilitas lainnya yang bertujuan untuk membina dan memelihara fungsi kelompok. Selain itu, kelompok juga telah membuat ketentuan yang berfungsi untuk memelihara kehidupan berkelompok, misalnya membuat aturan tentang syarat-syarat keanggotaan dalam kelompok dan membuat ketentuan pertemuan rutin kelompok.

Kelompok terus berupaya melakukan regenerasi keanggotaan secara berkala. Sosialisasi kelompok ke masyarakat dilakukan melalui rapat desa dan ajakan langsung baik oleh pengurus maupun anggota kepada masyarakat Desa Sidamulih yang belum bergabung menjadi anggota KTH Girimukti. Upaya ini terbukti membuahkan hasil dilihat dari adanya peningkatan jumlah anggota kelompok pada beberapa periode belakangan ini, seperti dijelaskan pada bagian masa keanggotaan. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, pembinaan dan pemeliharaan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (81,6%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Upaya peningkatan peran kelompok dalam membuat ketentuan yang mengatur harga sarana produksi dan upaya kelompok membuat model kerjasama yang lebih baik dengan pihak lain masih perlu dilakukan dalam pembinaan dan pemeliharaan kelompok. Dengan demikian anggota akan semakin senang berada dalam kelompok (Santosa 2006).

Kekompakan Kelompok

Kekompakan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 3 Sub indikator yang digunakan untuk melihat kekompakan kelompok, yaitu: 1) kepemimpinan kelompok; 2) nilai tujuan kelompok; dan 3) kerukunan dan kerjasama kelompok.

Dalam hal kepemimpinan kelompok, hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh responden menyatakan pengurus mampu mengorganisir kelompok dengan baik. Pengurus bertanggung jawab karena terpilih melalui musyawarah dan mufakat. Hal ini menunjukkan telah terbentuk kekompakan kelompok dalam menjalankan peran/tugas masing-masing.

Dalam hal nilai tujuan kelompok, sebagian besar responden menyatakan, tujuan kelompok sangat bernilai bagi mereka dan akan diusahakan agar tujuan

(26)

tersebut dapat tercapai. Kemudian dalam hal kerukunan dan kerjasama kelompok, yaitu sebagian besar responden menyatakan sudah terjalin kerjasama yang bagus di antara anggota, di antara pengurus serta di antara pengurus dan anggota. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan fungsi dan efektivitas kelompok. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, kekompakan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (88,4%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Suasana Kelompok

Suasana kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 2 sub indikator yang digunakan untuk melihat suasana kelompok, yaitu: 1) interaksi di dalam kelompok dan 2) lingkungan fisik kelompok.

Dalam hal interaksi di dalam kelompok, sebagian besar responden menyatakan suasana dalam setiap pertemuan berlangsung tertib dan lancar. Hal ini diperjelas dengan keterangan sekretaris kelompok yang menyatakan keseriusan anggota dan pengurus dalam mengikuti pertemuan, mulai dari pertemuan rutin kelompok sampai pada pelatihan pengelolaan hutan rakyat selalu dibuatkan daftar hadir dan dihadiri oleh sebagian besar anggota. Anggota KTH Girimukti merasakan kekeluargaan dalam kelompok. Hal ini berhubungan dengan kondisi sosial di Desa Sidamulih yang masih sangat menjaga tradisi kebersamaan dan gotong royong. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumawati (2006) yang menyatakan bahwa, suasana kelompok dapat berupa rasa kekeluargaan, setia kawan, saling mewaspadai, sikap saling menerima apa adanya, dan sebagainya.

Dalam hal lingkungan fisik kelompok, sebagian besar responden menyatakan bahwa wilayah pelayanan kelompok terletak tidak jauh dari rumah/tempat tinggal anggota. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan efektivitas kelompok. Saung dan lokasi persemain kelompok yang letaknya berada di tengah-tengah Desa Sidamulih (anggota KTH Girimukti) diharapkan dapat mempercepat akses pelayanan terhadap anggota kelompok. Sekretariat KTH Girimukti juga dekat dengan sarana umum seperti kantor Desa Sidamulih dan pasar Desa Sidamulih. Jalan raya yang menghubungkan Desa Sidamulih dengan

(27)

pusat kecamatan juga relatif bagus. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, suasana kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (84%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Tekanan Kelompok

Tekanan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Sebagian besar responden menyatakan adanya tekanan kelompok dari pihak luar kelompok, misalnya kelompok selalu mendapat pengawasan dari pemerintah daerah melalui BP3K Kecamatan Pamarican yang mengunjungi kelompok secara periodik dan insidental, baik itu memberikan pelatihan maupun mengawasi kegiatan proyek yang dilakukan kelompok. Kelompok juga pernah dikunjungi pihak lain sebagai acuan dalam pengelolaan hutan rakyat. Sebagaimana diinformasikan sebelumnya bahwa pada tahun 2004 Pemda Provinsi Lampung mengadakan studi banding tentang pengelolaan hutan rakyat ke Desa Sidamulih dan ke KTH Girimukti. Hal ini tentunya akan menjadi tekanan bagi kelompok untuk meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, tekanan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (79,2%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Kelompok perlu melakukan beberapa kegiatan yang akan memberikan tekanan dari dalam kelompok. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, kelompok belum pernah memberikan penghargaan bagi anggota yang berdedikasi tinggi pada kelompok. Penerapan sanksi bagi anggota yang pasif atau lalai dalam mengerjakan peran/tugasnya juga sering tidak diterapkan karena merasa sungkan terhadap pelanggar.

Efektivitas Kelompok

Efektivitas kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 3 sub indikator yang digunakan untuk melihat efektivitas kelompok, yaitu: 1) tingkat peran serta anggota dalam kegiatan kelompok; 2) tingkat keberhasilan kegiatan kelompok; dan 3) moral anggota kelompok.

Dalam hal tingkat peran serta anggota dalam kegiatan kelompok, sebagian besar responden menyatakan mereka selalu berperan serta dalam kegiatan rutin

(28)

kelompok, beberapa anggota juga diikut sertakan dalam kegiatan di luar kelompok sebagai perwakilan kelompok, misalnya pertemuan di tingkat kabupaten. Selain itu, sebagian besar responden menyatakan bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan pertemuan berkala maupun pertemuan lainnya yang diselenggarakan oleh kelompok.

Dalam hal tingkat keberhasilan kegiatan kelompok, sebagian besar responden menyatakan pertemuan yang diadakan kelompok baik rutin maupun insidental dapat dikatakan selalu berlangsung tertib dan lancar, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kegiatan pertemuan anggota KTH Girimukti

Kemudian dalam hal moral anggota kelompok, sebagian besar responden menyatakan bahwa manfaat kelompok bagi mereka adalah sebagai tempat bergaul dan belajar bersama, khususnya dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Selain itu, sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka sangat peduli terhadap perkembangan kelompok dan merasa bangga atas keberhasilan dan prestasi kelompok yang dicapai selama ini. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, efektivitas kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (81,5%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

5.2.4 Hubungan dinamika KTH dengan pengelolaan hutan rakyat

Hubungan antara unsur-unsur dinamika KTH dengan pengelolaan hutan rakyat, yang terdiri dari sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil, dan sub sistem pemasaran hasil dapat dilihat pada Tabel 15.

(29)

Tabel 15. Hubungan dinamika kelompok dengan pengelolaan hutan rakyat DK PL PB PN Produksi PT PM Tot PH PS PHR TUJ ,230 ,368** ,377** ,455** ,406** ,442** ,339* ,227 ,409** STR ,032 -,060 -,013 ,215 -,048 ,031 ,069 -,192 -,011 FGS ,282 ,404** ,282 ,302 ,448** ,435** ,312* ,393** ,435** BIN ,301 ,403** ,470*** ,482*** ,430** ,464*** ,351* ,251 ,414** KPK -,134 -,025 ,265 ,389** -,029 ,103 -,092 -,224 ,005 SUA -,182 -,183 ,118 ,265 -,077 -,023 -,085 -,167 -,080 TEK -,115 -,050 ,122 ,339* ,161 ,105 -,027 ,045 ,081 EFT ,214 ,202 ,460** ,490*** ,324* ,376** ,134 ,115 ,277 TOTAL ,272 ,282 ,474*** ,515*** ,380** ,434** ,252 ,132 ,350*

Keterangan: ***) Signifikan pada α = 1%; **) Signifikan pada α = 5%; *) Signifikan pada α 10%;

DK = Dinamika Kelompok; PL = Persiapan Lahan; PB = Persiapan Bibit; PN = Penanaman; PT = Pemeliharaan Tanaman; PM = Pemanenan; Tot = Total Sub

Sistem Produksi; PH = Sub Sistem Pengolahan Hasil; PS = Sub Sistem Pemasaran Hasil; PHR = Total Pengelolaan Hutan Rakyat; TUJ = Tujuan Kelompok; STR = Struktur Kelompok; FGS =Fungsi Tugas Kelompok; BIN = Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok; KPK = Kekompakan Kelompok; SUA = Suasana Kelompok; TEK = Tekanan Kelompok; EFT = Efektivitas Kelompok

Hubungan antara dinamika KTH Girimukti dengan pengelolaan hutan rakyat sub sistem produksi adalah nyata karena hubungan antara keduanya signifikan pada α < 0,05, seperti yang disajikan pada Tabel 15. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan unsur-unsur dinamika kelompok menentukan sub sistem produksi berjalan, akan tetapi unsur-unsur dinamika kelompok yang berhubungan nyata dengan sub sistem produksi hanya tujuan kelompok, fungsi tugas kelompok, pembinaan dan pemeliharaan kelompok, serta efektivitas kelompok (p<0,05).

Tujuan, fungsi tugas, pembinaan dan pemeliharaan kelompok, serta efektivitas kelompok memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan pengelolaan hutan rakyat disebabkan sub sistem produksi telah tertuang dalam tujuan kelompok, kelompok telah memberikan berbagai kemudahan dalam sub sistem produksi, seperti bantuan bibit dan penyuluhan dari kelompok bekerjasama dengan BP3K Pamarican, kelompok telah melakukan upaya pemupukan aktivitas dan penyediaan fasilitas terkait sub sistem produksi, serta keberhasilan kelompok pada sub sistem produksi, seperti pada acara penyuluhan pemeliharaan tanaman yang dilakukan kelompok bekerjasama dengan BP3K Pamarican yang berlangsung lancar.

Hubungan antara dinamika KTH Girimukti dengan pengelolaan hutan rakyat sub sistem pengolahan hasil tidak berhubungan nyata karena hubungan

(30)

antara keduanya signifikan pada α > 0,1, akan tetapi ada unsur-unsur dinamika kelompok yang memiliki hubungan nyata dan positif dengan sub sistem pengolahan hasil yaitu tujuan kelompok, fungsi tugas kelompok, dan pembinaan dan pemeliharaan kelompok (p<0,1). Hal ini menunjukkan bahwa penetapan tujuan kelompok, fungsi tugas kelompok, serta pembinaan dan pemeliharaan kelompok menentukan sub sistem pengolahan hasil berjalan yang akan dijelaskan sebagai berikut.

Adanya hubungan antara tujuan kelompok dengan sub sistem pengolahan hasil yaitu, sesuai dengan temuan bahwa alasan sebagian besar responden bergabung dengan KTH Girimukti salah satunya adalah agar mempermudah kegiatan pengolahan hasil hutan rakyat anggota kelompok. Hubungan antara fungsi tugas kelompok dengan pengolahan hasil yaitu, anggota kelompok sudah merasakan manfaat kelompok dalam mengatasi masalah pengolahan hasil hutan rakyat, misalnya kelompok membangun komunikasi yang baik dengan penggergajian kayu yang sudah menjadi mitranya agar mengolah hasil hutan rakyat anggota dengan pelayanan yang memuaskan. Sementara itu, hubungan antara pembinaan dan pemeliharaan kelompok dengan sub sistem pengolahan hasil yaitu, kelompok telah melakukan upaya pemupukan aktivitas kerjasama di antara anggota dalam mengolah hasil hutan rakyatnya.

Hubungan antara dinamika KTH Girimukti dengan pengelolaan hutan rakyat sub sistem pemasaran hasil tidak berhubungan nyata karena hubungan antara keduanyasignifikan pada α > 0,1, akan tetapi ada unsur dinamika kelompok yang memiliki hubungan nyata dan positif dengan sub sistem pemasaran hasil yaitu fungsi tugas kelompok (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa fungsi tugas kelompok menentukan sub sistem pemasaran hasil berjalan.

Kelompok memberikan kemudahan dalam sub sistem pemasaran hasil melalui mitra kelompok yaitu penggergajian kayu yang berada di sekitar Desa Sidamulih. Hal ini sejalan dengan temuan, sebagian besar responden menyatakan, kelompok telah berhasil memberikan kemudahan dan manfaat kepada anggotanya dalam pengelolaan hutan rakyat termasuk pada sub sistem pemasaran hasil.

Hubungan antara dinamika KTH Girimukti dengan pengelolaan hutan

(31)

α < 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan unsur-unsur dinamika kelompok menentukan pengelolaan hutan rakyat berjalan, akan tetapi unsur-unsur dinamika kelompok yang berhubungan nyata dengan pengelolaan hutan rakyat hanya tujuan kelompok, fungsi tugas kelompok, serta pembinaan dan pemeliharaan kelompok (p<0,05).

Tujuan, fungsi tugas, dan pembinaan dan pemeliharaan kelompok memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan pengelolaan hutan rakyat disebabkan kegiatan pengelolaan hutan rakyat telah tertuang dalam tujuan kelompok, kelompok telah memberikan berbagai kemudahan serta penjelasan bagi anggota kelompok, serta kelompok telah melakukan upaya pemupukan aktivitas dan penyediaan fasilitas kelompok.

Gambar

Gambar 2. Kegiatan pembersihan lahan di hutan rakyat anggota KTH Girimukti
Tabel 3. Data bantuan bibit di KTH Girimukti
Gambar 4. Limbah penggergajian kayu berupa sebetan kayu (kiri) dan serbuk  gergaji (kanan)
Tabel 5. Kegiatan yang pernah dilakukan KTH Girimukti
+2

Referensi

Dokumen terkait

Peserta dalam video yang diunggah pada portal youtube dengan judul sesuai juknis LKSN PDBK Tahun 2021 dan dikirimkan melalui portal aplikasi registrasi LKSN PDBK Tahun 2021 merupakan

Untuk mengetahui jumlah kerang yang berhasil memproduksi mutiara, maka dapat dihitung dari persentase jumlah kerang (ekor) yang berisi mutiara (Mt) dibandingkan dengan jumlah

Anak membutuhkan stimulus dalam meningkatkan kemampuan motorik halus seperti melakukan senam otak, yang bertujuan memfasilitasi bagian otak kanan dan otak kiri agar dapat

Fakultas/Universitas : Farmasi/Universitas Muhammadiyah Purwokerto Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil dari proses penelitian saya yang telah

Beberapa karakteristik sebagai sifat dasar dari masyarakat majemuk, antara lain: (1) Terjadinya segmentasi kelompok-kelompok, yang seringkali memiliki kebudayaan yang

Dalam kehidupan sosial politik Indonesia yang plural dan menganut asas demokrasi, maka toleransi menjadi sikap yang penting untuk dianut masyarakat Indonesia.. Namun

(3) Kegiatan usaha pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan

Induk ikan lele dumbo yang disuntik dengan hormon ovaprim dosis 0,3 ml/kg berat badan ikan menunjukkan hasil yang baik dalam merangsang hormon gonadotropin dalam mempercepat