BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Media Tanam Lapangan
Media tanam yang digunakan pada ketiga lapangan berbeda. Perbedaan dan ciri masing-masing media tanam lapangan ini dapat terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Media Tanam Lapangan
Stadion Jenis Media Tanam Ciri umum Sumber
Singaperbangsa Tanah
Merah/latosol
- Warna merah hingga kuning - Kesuburannya rendah - Bertekstur liat
Soepardi, 1983
Siliwangi Andosol + Pasir - Warna gelap/hitam, abu-abu,
coklat tua hingga kekuningan - Unsur hara sedang hingga rendah - Biasanya subur dan bertekstur
gembur hingga debu
Soepardi, 1983
Haji Agus Salim
Entisol + Pasir - Warna kelabu sampai kecoklatan
- Cukup subur
- Tekstur sedang hingga kasar
Soepardi, 1983
Pada Stadion Singaperbangsa, media tanamnya adalah tanah merah dan pada lapisan keduanya lapisan pasir. Pada Stadion Siliwangi, media tanam yang digunakan adalah campuran andosol dengan pasir. Pada Stadion Haji Agus Salim menggunakan media tanah entisol dan dicampur dengan pasir. Lapangan dengan media pasir adalah lapangan yang paling aman karena lebih mudah dalam memelihara kepadatan rumput dan merupakan permukaan yang tidak padat (Emmons, 2000).
Pada Stadion Singaperbangsa yang terletak di daerah Karawang, tanah merah memang memiliki tingkat kesuburan tanah yang kurang baik. Dengan kondisi seperti ini, dilakukan penambahan lapisan pupuk kandang agar rumput yang ditanam pada stadion memiliki potensi untuk tumbuh baik dan subur. Pada Stadion Siliwangi, jenis tanah yang digunakan merupakan jenis andosol.
Penggunaan pasir sebagai campuran dari media tanam memperbaiki keadaan tanah yaitu mampu membantu tanah menjadi bersifat porous dan mempercepat pertumbuhan rumput. Untuk Stadion Haji Agus Salim, tanah yang digunakan merupakan tanah entisol berpasir. Tanah entisol merupakan tanah yang memiliki kesuburan yang relatif baik pula. Selain itu, pencampuran tanah dengan pasir membuat tanah menjadi bersifat porous dan membuat rumput menjadi cepat tumbuh. Menurut Crum et.al (2004), jenis tanah yang lebih banyak mengandung pasir memiliki partikel yang cenderung untuk tidak menempel satu sama lain dan sangat baik untuk zona perakaran.
5.2 Jenis Rumput
Jenis rumput yang digunakan dalam Stadion Singaperbangsa, Siliwangi, dan Haji Agus Salim merupakan jenis rumput yang sama yaitu Axonopus
Compressus [Swartz.] Beauv. Rumput yang digunakan merupakan salah satu
alternatif untuk menghadirkan penampilan visual yang indah dan mampu mengoptimalkan penggunaan lapangan sepakbola. Menurut Munandar dan Hardosuwignyo (1990), Rumput Paitan merupakan rumput daerah tropis yang dapat beradaptasi dengan kekeringan. Rumput Paitan dapat membentuk hamparan yang lebat dengan warna hijau muda. Sistem perakarannya lebat tetapi dangkal. Dengan kemampuan beradaptasi yang baik, rumput ini mampu tumbuh baik pada ketiga stadion yang terletak di Karawang, Bandung, dan Padang. Selain itu, dengan pengelolaan yang kurang intensif, rumput paitan mampu beradaptasi dengan kondisi kekeringan sekalipun. Rumput Paitan memenuhi kebutuhan akan rumput yang tahan injakan pada lapangan olahraga sehingga cocok dijadikan rumput dalam lapangan sepakbola. Rumput ini memiliki kekurangan yaitu memiliki tekstur yang agak kasar sehingga memiliki elastisitas yang rendah. Walaupun mampu menutup seluruh permukaan tanah dengan baik, menurut Turgeon (2002) tekstur yang agak kasar mampu mengurangi kecepatan dan durasi perputaran bola.
5.3 Konstruksi Lapangan
Konstruksi pada lapangan sepakbola merupakan salah satu elemen yang sangat penting. Dengan konstruksi yang baik, lapangan mampu digunakan pada berbagai kondisi, baik saat musim kemarau yang menyebabkan lapangan menjadi lebih berdebu dari biasanya atau pada saat musim hujan yang menyebabkan permukaan tanah lapangan sepakbola menjadi becek. Konstruksi yang baik mampu membuat keindahan lapangan rumput bertahan lebih lama, bukan hanya indah pada saat selesai dibangun. Dengan begitu, pemilihan konstruksi yang tepat harus dilakukan dengan cermat agar tanah selalu datar dan mampu menyerap air dengan baik pada saat musim hujan. Berikut susunan dan ilustrasi konstruksi untuk ketiga lapangan (Tabel 10 dan Gambar 19).
Tabel 10 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang
No Media Tebal Media (cm)
1 Tanah Latosol,Pasir,Pukan (2:1:1) 20 cm
2 Ijuk dan kerikil 10 cm
3 Batu kali 10 cm
4 Pipa Paralon diameter pipa 10 cm
Gambar 19 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang
Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang terlihat adanya 4 lapisan yaitu lapisan campuran tanah merah, pasir, pupuk kandang, lapisan ijuk dan kerikil, batu kali, dan pipa paralon. Media tanah yang ada memiliki ketebalan hingga 20 cm mampu memberikan ruang tumbuh bagi perakaran sehingga rumput dapat tumbuh secara optimal. Dengan kesuburan tanah
yang kurang baik maka ditambahkan lapisan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan tanah. Ijuk yang ada berfungsi sebagai pemisah lapisan media yang halus dan kasar. Keberadaan lapisan ijuk dan kerikil ini memperlambat pergerakan air menuju saluran drainase sehingga kelembaban tanah terjaga untuk pertumbuhan zona perakaran. Hirarki lapisan dari halus ke kasar dimaksudkan untuk kecepatan penyerapan air pada permukaan yang halus agar tidak terjadi genangan, namun kemudian air disimpan dalam tanah pada lapisan ijuk. Ketika potensi air yang cukup telah mencapai bagian bawah bidang pemisah, air akan memasuki tanah bertekstur kasar dan kemudian hilang seiring dengan gravitasi yang ada (Turgeon, 2002). Pada lapangan Singaperbangsa, terjadi saat air telah melewati lapisan ijuk dan kerikil menuju lapisan batu kali dan mencapai lapisan pipa paralon. Sistem drainase lapangan ini masih berfungsi dengan baik karena pada saat hujan diketahui bahwa lapangan tidak mengalami kebecekan.
Tabel 11 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung
No Media Tebal Media(cm)
1 Tanah Andosol dan Pasir 10 cm
2 Kerikil 10 cm
3 Ijuk 10 cm
4 Batu 10 cm
5 Pipa paralon diameter pipa 10 cm
Gambar 20 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung
Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Siliwangi diatas (Tabel 11 dan Gambar 20) dapat terlihat adanya 5 lapisan pasir dan tanah, kerikil, ijuk, batu kali,
dan pipa paralon. Dengan tebal media yang hanya 10 cm dan tingkat penggunaan yang cukup tinggi untuk beberapa latihan dan pertandingan, membuat pemadatan tanah lebih cepat dan memperkecil ruang akar untuk rumput, sehingga rumput yang tumbuh di lapangan ini memiliki panjang akar yang cukup pendek. Hirarki dari lapisan halus ke kasar ini dimaksudkan agar apabila terdapat air pada permukaan akan cepat terserap dengan adanya pasir dan permukaan tidak becek, kemudian pergerakan air ini dihambat pada lapisan ijuk agar air yang ada tersimpan untuk menjaga kelembaban tanah. Setelah itu baru menuju lapisan batu kali yang akan segera diteruskan ke lapisan pipa drainase yang terletak paling bawah. Sistem drainase yang ada sudah tidak dapat berfungsi dengan baik karena tanah yang memadat sehingga penyerapan air menjadi berkurang, selain itu kebotakan pada beberapa bagian lapangan juga menjadi penyebab terjadinya kebecekan lapangan setelah terjadi hujan.
Tabel 12 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang
No Media Tebal Media(cm)
1 Tanah entisol dan pasir 10 cm
2 Ijuk 10 cm
3 Kerikil 10 cm
4 Pipa Paralon diameter pipa 10 cm
Gambar 21 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang
Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Haji Agus Salim diatas (Tabel 12 dan Gambar 21), dapat terlihat adanya 4 lapisan yang teridiri dari tanah, ijuk, kerikil, kemudian pipa paralon. Pipa paralon sebagai drainase yang berada di
bagian paling bawah. Dengan tebal lapisan tanah yang hanya 10 cm membuat pemadatan tanah lebih cepat dan kurang memberikan ruang untuk perakaran rumput. Hal ini diimbangi dengan penggunaan lapangan yang hanya digunakan untuk pertandingan sepakbola dan latihan rutin Tim Semen Padang sehingga pemadatan tanah dapat terhindari. Setelah lapisan tanah terdapat lapisan ijuk yang berguna untuk memperlambat pergerakan air menuju saluran drainase agar kelembaban tanah terjaga. Ketika potensi air yang cukup telah mencapai bagian bawah bidang pemisah, air akan memasuki tanah bertekstur kasar dan kemudian hilang seiring dengan gravitasi yang ada (Turgeon, 2002). Pada lapangan Haji Agus Salim ini, terjadi saat air yang telah meninggalkan lapisan ijuk akan segera menuju saluran drainase dengan tekstur media yang kasar yaitu kerikil dan batu kali. Pergerakan air ini sesuai dengan literatur yang ada. Sistem drainase yang ada masih kurang berfungsi dengan baik karena pada saat hujan penyerapan air kurang, sehingga lapangan menjadi becek, tetapi diimbangi dengan penutupan rumput lapangan yang cukup baik.
5.4 Kualitas Fungsional 5.4.1 Ketinggian Pangkas
Ketinggian pangkas mempengaruhi kualitas fungsional dari lapangan sepakbola. Setelah dilakukan pengamatan langsung di lapang, diketahui bahwa ketinggian pangkas dari masing-masing lapangan tidak terdapat perbedaan yang mencolok karena memang menggunakan jenis rumput yang sama. Menurut Emmons (2000), ketinggian pangkas yang ideal untuk rumput paitan yaitu 2-5 cm sehingga tidak mengganggu pergerakan gelinding bola. Ketinggian pangkas pada Stadion Singaperbangsa dan Siliwangi yaitu berkisar antara 2-3 cm dan pada Stadion Haji Agus Salim berkisar antara 2-5 cm (Tabel 13). Apabila dibandingkan dengan literatur yang ada, ketinggian pangkas pada Stadion Haji Agus Salim memenuhi kriteria ketinggian ideal, sedangkan pada kedua stadion lainnya walaupun tidak sesuai kriteria pada literatur, tetapi ketinggian tersebut sudah berada pada rentang ketinggian ideal dan merupakan tinggi rumput yang baik untuk permainan sepakbola. Kurangnya ketinggian pangkas mampu mengurangi
elastisitas rumput dan berpengaruh kepada tingkat keamanan dalam mengatasi cedera pemain ketika jatuh dan perputaran bola.
Tabel 13 Tabel Ketinggian Pangkas Pada Ketiga Stadion
No Stadion Jenis Rumput Ketinggian
Pangkas (cm)
Ketinggian Standar (cm)
1 Singaperbangsa Axonopus compressus 2 – 3 2 – 5
2 Siliwangi Axonopus compressus 2 – 3 2 – 5
3 Agus Salim Axonopus compressus 2 – 5 2 – 5
5.4.2 Berat Kering Pucuk
Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa berat kering pucuk dari masing-masing lapangan berbeda-beda. Berat kering pucuk ini menunjukkan kualitas fungsional dari lapangan yang ada. Dari hasil pengukuran, didapatkan rata-rata berat kering pucuk rumput yang paling tinggi yaitu 3,45 gr pada Stadion Agus Salim dan berat rata-rata terendah yaitu 1,19 gr pada Stadion Siliwangi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Tabel Berat Kering Pucuk Pada Ketiga Stadion
Berat sampel (gr / 100cm2)
Stadion Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
Gawang 1,57 1,24 3,65
Back 1,89 1,47 4,63
Striker 0,42 0,87 2,08
Rata-rata 1,29 1,19 3,45
Berat kering pucuk merupakan indikator dari pertumbuhan rumput yang dipengaruhi oleh pemupukan, penyiraman, dan jenis pemeliharaan lainnya serta faktor alami dari lingkungan yang ada di sekitar. Dari data diatas, berat kering pucuk Stadion Haji Agus Salim paling tinggi sehingga merupakan berat kering pucuk terbaik dibandingkan dua stadion lainnya. Hal ini dikarenakan ketinggian pangkasnya yang mencapai 2–5 cm. Daun rumput paitan yang tumbuh lebar memberi kontribusi pada tingginya berat kering pucuk. Pada stadion
Singaperbangsa dan Siliwangi, memiliki berat kering pucuk lebih kecil dikarenakan ketinggian pangkas 2-3 cm. Sehingga potongan yang dihasilkan lebih sedikit dibanding rumput pada Stadion Haji Agus Salim. Tingginya berat kering pucuk mempengaruhi kualitas fungsional lapangan ini menjadi semakin baik. Hal ini terjadi dikarenakan berat kering pucuk menandakan kesuburan rumput itu sendiri.
Pada Stadion Siliwangi yang memiliki berat kering pucuk terkecil dapat disebabkan oleh kurangnya lebar daun yang dimiliki oleh rumput pada lapangan. Hal ini disebabkan karena kurang mendapat nutrisi. Paling kecilnya berat kering pucuk pada Stadion Siliwangi disebabkan oleh kondisi tanah yang sudah memadat sehingga zona perakaran rumput menjadi pendek dan sulit mendapatkan nutrisi. Selain itu, pemupukan urea pada stadion ini dilakukan dengan dosis yang berlebih yaitu 25,23 gr/m2 pada selang waktu 3 bulan padahal seharusnya menurut penelitian sebelumnya, dosis pemupukan urea yang dilakukan pada lapangan sepakbola cukup 20 gr/m2. Kelebihan dosis ini menyebabkan banyak rumput yang mati kekeringan dan banyaknya tanaman pengganggu atau gulma yang berada di lapangan mampu mengambil nutrisi yang dibutuhkan rumput itu sendiri. Intensitas penyiraman yang dilakukan pada Stadion Siliwangi pada saat musim kemarau yang 2 hari sekali juga membuat rumput menjadi lebih kering dibandingkan dua stadion lainnya, padahal pada masa pertumbuhan, rumput memerlukan kebutuhan air yang cukup.
Hasil pengukuran berat kering pucuk pada Stadion Singaperbangsa yaitu 1,29 gr/100cm2 sedikit lebih besar dibandingkan Stadion Siliwangi. Hal ini dapat disebabkan dari ketinggian pangkas berkisar antara 2 - 3 cm sehingga hasil potongannya lebih sedikit dibandingkan Stadion Haji Agus Salim. Pemupukan yang dilakukan pada Stadion Singaperbangsa yaitu 20,4 gr/m2 pada selang waktu 3 bulan. Dibandingkan penelitian sebelumnya, dosis yang diberikan sudah terbilang cukup. Penyiraman yang dilakukan Stadion Singaperbangsa sudah sangat intensif yaitu 2 kali sehari pada musim kemarau dan 1 kali sehari pada musim hujan karena curah hujan yang rendah dari daerah tersebut.
5.4.3 Berat Kering Akar
Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa berat kering akar dari masing-masing lapangan berbeda. Dari hasil pengukuran, didapatkan rata-rata berat kering akar rumput yang paling tinggi yaitu 1,88 gr pada Stadion Haji Agus Salim dan berat rata-rata terendah yaitu 0,42 gr pada Stadion Siliwangi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Tabel Berat Kering Akar dan Panjang Akar Pada Ketiga Stadion
Stadion Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
BKA (gr) / 100cm2 PA (cm) BKA (gr) / 100cm2 PA (cm) BKA (gr) / 100cm2 PA (cm) Gawang 0,56 5 0,45 4,5 2,68 11,5 Back 0,78 10,2 0,52 5,6 2,20 10,2 Striker 0,59 6,3 0,28 4 0,76 10,1 Rata-rata 0,64 7,2 0,42 4,7 1,88 10,6
Keterangan BKA :Berat kering akar PA :Panjang Akar
Berat kering akar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, dan cara pembudidayaannya. Pada umumnya, rumput lanskap memiliki sistem perakaran sedalam ± 15 cm dari permukaan tanah (Munandar dan Hardjosuwignyo, 1990). Pertumbuhan rumput dipengaruhi oleh iklim dan kondisi tanah. Stress terhadap iklim dan kondisi tanah yang buruk dapat menyebabkan matinya akar rumput (Turgeon, 2002). Rumput paitan merupakan rumput yang memiliki akar serabut dan cenderung lebat.
Berat kering akar terendah sebesar 0,42 gr/cm2 yang dialami oleh Stadion Siliwangi terjadi dikarenakan pemadatan tanah yang terjadi karena tingkat pemakaian lapangan yang tinggi yang berakibat pada sulitnya akar menembus tanah. Berat kering akar yang tertinggi dan merupakan berat kering akar terbaik dialami oleh Stadion Haji Agus Salim disebabkan karena memiliki panjang terpanjang dibandingkan dua stadion lainnya. Dengan kondisi tanah yang merupakan tanah yang sudah cukup subur, maka perkaran rumput mampu tumbuh dengan baik tanpa perlakuan khusus dan menembus tanah lebih dalam. Pada
Stadion Singaperbangsa, rata-rata berat kering akarnya yaitu 0,64 gr/cm2. Kesuburan tanah pada Stadion Singaperbangsa memang tidak sebaik pada kesuburan tanah pada Stadion Haji Agus Salim sehingga pertumbuhan akarnya tidak sebaik pada Stadion Haji Agus Salim.
5.4.4 Panjang Akar (Akar Terpanjang)
Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa panjang akar dari akar terpanjang sampel rumput dari masing-masing lapangan berbeda-beda. Pada Stadion Haji Agus Salim memiliki rata-rata panjang rumput yang paling panjang yaitu 10,6 cm dan Siliwangi memiliki panjang rata-rata terpendek yaitu 4,7 cm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.
Panjang akar sebanding dengan berat kering akar. Semakin panjang akarnya, maka berat kering akarnya pun semakin tinggi. Panjang akar terpanjang terdapat pada Stadion Agus Salim dikarenakan media tanam yang baik dan mampu ditembus akar. Perakaran yang dangkal yang terjadi pada Stadion Siliwangi terjadi karena tanah yang terlalu padat dan sulit ditembus oleh akar. Perakaran yang dangkal ini menyebabkan rendahnya penyerapan nutrisi dan hara yang dibutuhkan oleh rumput sehingga banyak rumput yang tidak subur maupun mati.
Rata-rata akar terpanjang yang dimiliki rumput pada Stadion Haji Agus Salim adalah 10,6 cm. Menurut Christians (2004), rumput dengan ketinggian pangkas 1 inchi harus memiliki perakaran 2-3 inchi. Dengan demikian terlihat bahwa dengan ketinggian pangkas mencapai 5 cm, panjang akar rumput pada Stadion Haji Agus Salim mencapai 10,6 cm. Demikian pula pada panjang akar yang ada pada Stadion Singaperbangsa, dengan panjang 7,2 cm sesuai dengan ketinggian pangkas yang berkisar 2-3 cm. Pada Stadion Siliwangi, dengan panjang akar hanya mencapai 4,7 cm dengan ketinggian pangkas yang sama dengan Stadion Singaperbangsa dapat menjadi indikator bahwa rumput pada Stadion Siliwangi kurang subur dibandingkan Stadion Singaperbangsa. Dari teori yang dikemukakan Christians, Stadion Singaperbangsa dan Stadion Haji Agus
Salim memenuhi kriteria dan pada Stadion Siliwangi tidak memenuhi kriteria tersebut.
Untuk kualitas fungsional yang baik dari rumput, panjang akar merupakan indikator yang berpengaruh besar. Panjang akar yang panjang dan mampu menembus jauh ke dalam tanah mampu menjadikan kesuburan dan kekuatan dari rumput itu sendiri. Panjang akar yang mampu menembus ke dalam mampu mengambil unsur yang dibutuhkan lebih banyak lagi dari dalam tanah sehingga menjadikan rumput menjadi subur.
5.4.5 Elastisitas Rumput
Setelah dilakukan pengukuran dengan 3 kali pengulangan dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa jarak gelinding bola dari masing-masing lapangan berbeda. Stadion Siliwangi memiliki rata-rata gelinding bola yang paling tinggi yaitu 3,42 m dan Stadion Singaperbangsa memiliki rata-rata gelinding bola terendah yaitu 2,93 m. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Tabel Jarak Gelinding Bola Pada Ketiga Stadion
Stadion
Sampel Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
Sampel Ulangan Panjang
(m) Ulangan Panjang (m) Ulangan Panjang (m) Gawang 1 3 1 3,65 1 3,6 2 2,98 2 3,30 2 3,4 3 2,75 3 3,38 3 3,6 Back 1 3,2 1 3,60 1 3 2 3,22 2 2,98 2 3 3 3,15 3 3,50 3 2,98 Striker 1 2,7 1 3,48 1 2,9 2 2,6 2 2,90 2 3,2 3 2,75 3 4,00 3 3,4
Rata-rata 2,68 Rata-rata 3,46 Rata-rata 3,17
Rata-rata keseluruhan 2,93 Rata-rata keseluruhan 3,42 Rata-rata keseluruhan 3,23
Kepegasan merupakan gambaran secara luas tentang media tanam rumput (Turgeon, 2002). Makin besar jarak luncuran bola maka kepegasan makin rendah. Kepegasan merupakan salah satu indikator kualitas fungsional yang penting karena mempengaruhi permainan dan resiko cedera dari pemain, apabila kepegasan rumput baik maka resiko cedera pemain dapat diminimalisir. Dari data pada Tabel 16, terlihat bahwa pada Stadion Singaperbangsa memiliki kepegasan yang paling baik diantara dua stadion lainnya karena memiliki jarak gelinding bola yang paling kecil. Hal ini disebabkan oleh kepadatan rumput yang paling baik diantara dua stadion lainnya. Disusul Stadion Haji Agus Salim yang memiliki jarak gelinding rata-rata 3,23 m. Hal ini disebabkan karena tekstur rumput pada stadion ini paling besar diantara dua stadion lainnya. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki kepegasan terendah disebabkan karena kondisi lapangan yang botak pada beberapa bagian dan rendahnya kepadatan rumput.
Secara keseluruhan, kepegasan rumput Axonopus compressus memang kurang baik. Rumput ini memiliki tipe pertumbuhan rebah sehingga kurang respon terhadap kejutan. Selain itu, kepegasan juga dipengaruhi oleh kepadatan dan tekstur rumput. Kepadatan rumput yang padat akan memiliki kemampuan elastisitas hamparan rumputnya baik pula. Kecepatan dan durasi perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam (Turgeon, 2002). Dengan tekstur rumput Axonopus compressus yang lebar sehingga mengurangi kemampuan elastisitas dari rumput tersebut.
Untuk lapangan sepakbola, contoh rumput yang memiliki kepegasan yang baik yaitu lapangan yang menggunakan rumput Zoysia matrella. Rumput ini merupakan rumput yang memiliki tekstur kecil sehingga memiliki kepegasan yang baik. Rumput ini merupakan rumput yang digunakan pada Stadion Gelora Bung Karno.
5.5 Kualitas Visual 5.5.1 Kepadatan Rumput
Dari pengamatan yang dilakukan di ketiga lapangan bola, maka didapat data kepadatan rumput. Berikut Tabel 17 dan Gambar 22 yang menjabarkan mengenai kepadatan rumput yang diamati pada ketiga stadion.
Tabel 17 Tabel Kepadatan Rumput dan Kualitas Warna Pada Ketiga Stadion
Sam pel
Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
Densitas (pucuk/100cm2) Warna Densitas (pucuk/100cm2) Warna Densitas (pucuk/100cm2) Warna Area Gawang 1 18 3 18 2 16 2 2 22 3 18 2 18 2 3 34 3 5 2 18 2 4 25 3 10 2 18 2 5 12 2 8 3 22 2 24 22 2 10 1 17 2 25 18 2 14 3 16 2 26 20 3 6 2 10 2 27 24 3 19 3 8 2 28 19 2 17 2 17 2 Area Back 6 16 2 9 2 26 3 7 35 2 8 3 13 2 8 30 3 14 2 18 2 9 22 3 18 2 13 2 10 15 2 7 2 18 2 11 17 2 20 3 23 2 12 16 2 13 2 12 2 17 8 2 12 2 10 2 18 14 2 7 2 8 2 19 16 2 20 3 15 2 21 30 3 18 3 22 3 22 27 2 12 2 20 2 23 15 3 10 2 13 3
Tabel 17 (Lanjutan) Sam
pel
Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
Densitas (pucuk/100cm2) Warna Densitas (pucuk/100cm2) Warna Densitas (pucuk/100cm2) Warna Area Striker 13 12 2 13 3 12 3 14 17 3 6 2 8 2 15 12 3 6 1 8 3 16 17 3 10 2 15 2 Rata-rata 18,7 2,50 11,4 2,18 14,46 2,21
Keterangan Warna : 1 : Kuning 3 : Hijau Muda 2 : Hijau Kuning 4 : Hijau
Kepadatan rumput adalah banyaknya tunas rumput dalam sebuah area. Densitas juga merupakan ukuran dari kemampuan rumput dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Turgeon, 2002). Rumput dalam sebuah lapangan sepakbola akan menjadi jarang jika pertumbuhan rumputnya buruk. Intensitas pemeliharaan yang baik juga mampu mempengaruhi kepadatan rumput. Pada Gambar 22 juga terlihat bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kepadatan rumput yang tinggi dan kepadatan rumput yang paling rendah pada Stadion Siliwangi.
Gambar 22 Grafik Kepadatan Pucuk Pada Ketiga Stadion
Dari ketiga Stadion, Stadion Singaperbangsa memiliki kepadatan tertinggi yaitu 18,7 pucuk/100 m2. Hal ini mampu menyebabkan kualitas visual Stadion Singaperbangsa lebih baik dibandingkan dua stadion lainnya. Nilai kepadatan
yang tinggi terjadi karena pemeliharaan Stadion Singaperbangsa yang lebih intensif dibandingkan stadion lainnya. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki kepadatan terendah yaitu 11,4 pucuk per 100 m2 dapat terjadi karena jarangnya penyulaman yang dilakukan sehingga banyak lapangan yang botak. Intensitas penggunaan pada lapangan yang cukup tinggi juga mampu menyebabkan kepadatan rumput menjadi lebih rendah karena rumput tidak memiliki waktu untuk memulihkan diri dan juga pemadatan tanah yang berpengaruh kepada kesuburan pertumbuhan rumput. Stadion Haji Agus Salim memiliki kepadatan yaitu 14,46 pucuk per 100 m2 memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda jauh dengan Stadion Singaperbangsa, hal ini terjadi karena intensitas penggunaan dan pemeliharaan yang hampir sama dengan Stadion Singaperbangsa.
5.5.2 Warna
Warna merupakan salah satu indikator kualitas visual yang penting. Dengan hanya melihat dari jarak jauh, penonton mampu menilai apakah kualitas warna lapangan baik atau tidak. Tabel 17 dan Gambar 23 menjabarkan mengenai data kualitas warna rumput yang diamati pada ketiga stadion.
Menurut Munandar dan Hardjosuwignyo (1990), warna memberikan ukuran cahaya yang direfleksikan pada rumput lanskap. Warna rumput merupakan salah satu indikator kondisi umum rumput tersebut tumbuh sehat (Turgeon, 2002). Warna kuning atau klorosis dapat mengindikasikan kekurangan gizi, atau beberapa faktor yang tidak menguntungkan yang mempengaruhi pertumbuhan. Warna gelap yang tidak biasa bisa menjadi bukti dari fertilisasi berlebihan, layu, atau tahap awal penyakit. Kualitas pemangkasan juga dapat mempengaruhi warna rumput. Pemangkasan rumput yang salah dengan ujung daun bergerigi mungkin menampilkan warna cokelat abu-abu di permukaan (Turgeon, 2002).
Gambar 23 Grafik Perbandingan Warna Rumput Pada Ketiga Stadion
Pada ketiga stadion, terlihat bahwa warna rumput yang paling baik dan mendekati warna pada literatur teradapat di Stadion Singaperbangsa. Disusul dengan warna pada Stadion Haji Agus Salim dan yang terakhir yaitu Stadion Siliwangi. Dengan skor warna rata-rata 2,5 menempatkan warna rumput pada Stadion Singaperbangsa menuju warna hijau muda. Pada Stadion Siliwangi dan Haji Agus Salim memiliki warna hijau kekuningan. Warna hijau kekuningan pada Stadion Siliwangi dapat terjadi karena stress pada rumput dikarenakan tidak memiliki waktu untuk pemulihan diri dengan intensitas penggunaan yang tinggi. Warna hijau kekuningan pada Stadion Haji Agus Salim dapat terjadi karena kekurangan unsur hara N yang mempengaruhi warna pada rumput. Pemangkasan berlebihan juga mampu menyebabkan warna kekuningan pada rumput karena stress.
Pada Stadion Singaperbangsa memiliki skor rata-rata warna rumput 2,5 yaitu berada diantara warna hijau kuning dan hijau muda (Gambar 24). Warna ini pula yang mampu menunjukkan kualitas visual lebih baik dari dua stadion lainnya. Dengan warna mendekati hijau muda tetapi masih dalam tahap kekurangan unsur hara N. Pemangkasan yang terlalu sering mampu menyebabkan warna rumput menjadi lebih kekuningan karena stress.
Gambar 25 Warna Rumput Pada Stadion Siliwangi
Pada Stadion Siliwangi memiliki skor rata-rata warna rumput yaitu 2,18 yaitu mendekati warna hijau kuning (Gambar 25). Warna ini pula yang mampu menunjukkan kualitas visual dari rumput yang kurang subur. Kekurangan nutrisi karena akar yang pendek merupakan salah satu sebab mengapa warna pada rumput menjadi kekuningan. Warna hijau kekuningan juga dapat terjadi karena stress pada rumput dikarenakan tidak memiliki waktu untuk pemulihan diri dengan intensitas penggunaan yang tinggi.
Stadion Haji Agus Salim memiliki skor rata-rata warna rumput yaitu 2,21 yaitu mendekati warna hijau kuning (Gambar 26). Warna ini pula menunjukkan kualitas visual dari rumput yang kekurangan unsur N. Pemangkasan dengan intensitas tinggi pada saat musim hujan yaitu 3 kali/bulan juga mampu menyebabkan warna kekuningan pada rumput karena stres.
5.5.3 Keseragaman Warna Rumput
Keseragaman warna rumput dipengaruhi dari berbagai macam faktor. Keseragaman ini dapat dipengaruhi adanya gulma, tekstur rumput yang tidak seragam, dan arah pemotongan yang berbeda. Pada Stadion Singaperbangsa memiliki keseragaman warna rumput yang seragam paling besar diantara kedua stadion lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh penutupan rumput yang baik dan pengendalian gulma yang baik sehingga warna rumputnya seragam. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Keseragaman Warna Rumput Pada Ketiga Stadion
Stadion Keseragaman warna (%)
Singaperbangsa 90
Siliwangi 70
Haji Agus Salim 85
5.5.4 Tekstur Rumput
Tekstur menandakan ukuran dari daun rumput. Rumput yang memilki ukuran lebar daun yang lebih kecil dianggap lebih menarik (Turgeon, 2002). Pemangkasan yang sering dan semakin tinggi densitasnya mampu membuat ukuran daun menjadi lebih kecil. Kehalusan adalah tampilan permukaan rumput yang berpengaruh pada kualitas visual dan kualitas permainan. Kecepatan dan durasi perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam. Dari ketiga stadion, lebar daun rata-rata cenderung sama yaitu 6-8 mm. Sesuai dengan karateristik rumput paitan yang memiliki lebar daun 8-14 mm (Ariyanti,1987). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Tabel Tekstur Rumput Pada Ketiga Stadion
No Nama Stadion Jenis Rumput Lebar Daun Sampel (mm)
Stiker Gawang Back Rata-rata
1 Singaperbangsa Axonopus- Compressus [Swartz.] Beauv. 6,7 6,7 7 6,8 2 Siliwangi Axonopus- Compressus [Swartz.] Beauv. 4,3 7,3 6,3 6
3 Agus Salim Axonopus-
Compressus [Swartz.] Beauv.
8,7 8 8,7 8,5
Tekstur rumput yang terbesar ada pada rumput pada Stadion Haji Agus Salim. Daun yang tumbuh lebar mengindikasikan bahwa daun tumbuh dengan sehat. Namun dengan lebar tersebut, menjadikan kepegasan rumput menjadi rendah. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki lebar daun terkecil, mengindikasikan daun tumbuh kurang optimal dan memang terbukti memiliki akar yang pendek pada bagian striker sehingga daun mendapatkan nutrisi yang kurang. Stadion Singaperbangsa memiliki rata-rata lebar rumput lebih kecil dari Stadion Haji Agus Salim yaitu 6,8 cm. Dari ketiga lapangan tersebut, hanya Stadion Haji Agus Salim yang memiliki rata-rata yang berkisar antara 8-14 mm dan sesuai dengan literatur.
5.5.5 Keberadaan Partikel di Permukaan
Keberadaan partikel di permukaan merupakan indikator adanya sampah di lapangan tersebut atau tidak. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pada Stadion Singaperbangsa memiliki kebersihan yang lebih tinggi dibandingkan dua stadion lainnya. Stadion Siliwangi menempati kebersihan terburuk karena tingkat pemakaian yang cukup tinggi dari lapangan itu sendiri, keberadaan sampah seperti kertas ataupun plastik bekas minuman yang berserakan di beberapa titik lapangan sampah tersebut ada juga karena pemeliharaan yang kurang intensif dan
kurangnya kesadaran dari pengguna lapangan untuk menjaga kebersihan. Selanjutnya dapat dilihat data pada Tabel 20 dan Gambar 27.
Tabel 20 Tabel Keberadaan Partikel Lain di Permukaan Pada Ketiga Stadion
Singaperbangsa Siliwangi Haji Agus Salim
Sampel Keberadaan Partikel
Lain (%) Keberadaan Partikel Lain (%) Keberadaan Partikel Lain (%) Gawang 5 20 10 Back 5 30 10 Striker 10 20 10 Rata-rata 6,67 23,33 10
Gambar 27 Grafik Perbandingan Keberadaan Partikel Lain Pada Ketiga Stadion
Keberadaan partikel ini mampu mempengaruhi kualitas visual dari suatu lapangan sepakbola. Apabila lapangan tersebut memiliki partikel lain selain rumput di dalamnya, maka kualitas visualnya pun akan menurun. Penggunaan Stadion yang cukup tinggi untuk Stadion Siliwangi juga menyebabkan rendahnya kebersihan dari lapangan itu sendiri hingga mencapai 23,33% dibandingkan yang lain. Nilai yang kecil pada keberadaan partikel lain mengindikasikan bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kebersihan yang cukup baik dan memang terlihat dari intensitas pemeliharaan yang lebih intensif dibanding yang lainnya. Kebersihan pada Stadion Haji Agus Salim yang tidak terlalu jauh dengan Stadion Singaperbangsa juga mengindikasikan bahwa memang pemeliharaan yang lebih
baik dibandingkan Stadion Siliwangi dan juga penggunaan yang lebih kecil dari Stadion Siliwangi.
5.5.5 Kemurnian Jenis Rumput
Didapatkan dengan melihat apakah rumput yang digunakan dalam lapangan tersebut memiliki jenis yang sama. Perbedaan jenis rumput merupakan indikator pengelolaan gulma. Apabila tanaman yang tidak diharapkan tumbuh, sebaiknya harus dihilangkan agar mendapatkan jenis rumput yang seragam dan mempengaruhi keseragaman warna dari lapangan itu sendiri. Data selengkapnya dapat terlihat pada Tabel 21 dan Gambar 28.
Tabel 21 Tabel Kemurnian Jenis Rumput Pada Ketiga Stadion
Stadion Kemurnian Jenis Rumput (%)
Singaperbangsa 70
Siliwangi 55
Agus Salim 67
Gambar 28 Kemurnian Jenis Rumput Dalam Persen
Dari grafik diatas terlihat bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kemurnian jenis rumput yang lebih tinggi dibanding kedua stadion lainnya. Stadion Siliwangi memiliki nilai kemurnian jenis rumput yang buruk dikarenakan tidak adanya pengendalian gulma sehingga makin lama gulma yang ada pun menyebar hampir sebagian lapangan. Intensitas pemakaian lapangan yang tinggi
juga mampu mempengaruhi perkembangan gulma. Sepatu pemain bola juga mampu menyebabkan membantu penyebaran gulma lebih intensif pada daerah yang sering terkena injakan pemain.
5.6 Pengelolaan Pemeliharaan 5.6.1 Pemupukan
Pemupukan pada ketiga lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu yang Berbeda dan jumlah yang berbeda. Data dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Tabel Intensitas Pemupukan Pada Ketiga Stadion
No Stadion Jenis Rumput Musim Hujan Musim Kemarau Jenis Pupuk Jumlah (g/m2) 1 Singaper bangsa Axonopus- Compressus Tidak dilakukan 3 bulan sekali Urea 20,4 2 Siliwangi Axonopus- Compressus Tidak dilakukan 3 bulan sekali Urea 25,23
3 Agus Salim Axonopus-
Compressus Tidak dilakukan 2 bulan sekali Daun, Nitrogen 13,60
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian pupuk urea dilakukan dua bulan sekali dengan dosis 20 g/m2 dan pemberian pupuk NPK dilakukan sebulan sekali dengan dosis 5 g/m2. Dari ketiga lapangan, semua dosis dinilai terlalu berlebih dengan yang seharusnya dilakukan. Selain itu, dengan pemberian pupuk dan tidak segera disiram mampu menyebabkan tanaman menjadi kering. Dari segi waktu pemberian, 2 bulan sekali merupakan waktu yang cukup untuk pemupukkan.
Pemupukan yang sesuai kebutuhan mampu mempengaruhi kualitas fungsional dan visual lapangan sepakbola. Pupuk yang lebih baik digunakan yaitu pupuk NPK karena pupuk ini lengkap memenuhi kebutuhan nutrisi pada rumput dan mampu memberikan beberapa kebaikan pada kualitas rumput lapangan sepakbola. Unsur Nitrogen merupakan unsur yang paling besar dibutuhkan oleh rumput (Turgeon, 2002). Unsur terpenting kedua yaitu Potassium dan diikuti kebutuhan akan unsur Phospor. Unsur nitrogen dapat mempengaruhi kualitas
fungsional yaitu berat kering pucuk juga kualitas visual yaitu warna dan kepadatan. Unsur Potassium penting dalam proses sintesis rumput yang membantu peningkatkan pertumbuhan rumput (Turgeon, 2002). Unsur Phospor dapat membantu meningkatkan elastisitas rumput.
5.6.2 Penyiraman
Penyiraman dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah dan memenuhi kebutuhan air dari rumput. Penyiraman juga mampu mempengaruhi kualitas fungsional dari pertumbuhan pucuk dan akar. Pada Sadion Singaperbangsa, dilakukan 1 kali sehari penyiraman pada saat musim hujan dan 2 kali sehari pada saat musim kemarau yaitu pada pagi dan sore hari. Untuk Stadion Siliwangi, tidak dilakukan penyiraman pada musim hujan, tetapi dilakukan 2 hari sekali pada saat musim kemarau. Pada Stadion Haji Agus Salim dilakukan penyiraman 4 hari sekali pada sore hari di musim kemarau dan tidak dilakukan penyiraman pada musim hujan. Data intensitas penyiraman dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Tabel Intensitas Penyiraman Pada Ketiga Stadion
No Stadion Musim Hujan Musim Kemarau Alat yang digunakan 1 Singaperbangsa 1 kali / hari 2 kali/ hari Jet pump, selang
panjang
2 Siliwangi Tidak
dilakukan
2 hari sekali Pompa, selang panjang 3 Agus Salim Tidak
dilakukan
4 hari sekali (Pukul 18.00-22.00)
Sumur bor, Selang air
Menurut Carpenter et al. (1975), faktor yang harus diperhatikan dalam penyiraman adalah memberikan air sehingga terjadi penetrasi minimal 15cm, memberikan air dengan kecepatan yang meminimalkan aliran permukaan, dan tidak mengairi tanaman secara berlebihan. Jika hujan tidak memadai, penyiraman intensif perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air pada rumput. Intensitas penyiraman yang lebih banyak dari dua stadion lainnya dilakukan karena
kelembaban dari Karawang sendiri tergolong rendah dan curah hujan yang paling rendah. Daerah yang kering dan cepat terjadinya penguapan menjadikan penyiraman dilakukan lebih intensif agar rumput tidak kekurangan air dan layu.
Alat yang digunakan pada ketiga lapangan cenderung sama. Pada Football
Stadium Book yang dikeluarkan oleh FIFA, lapangan disarankan memiliki sistem
pengairan yang otomatis yang tertanam di lapangan. Sistem penyiraman seperti ini selain berguna untuk pertumbuhan rumput juga mampu mempermudah penyiraman singkat sesaat sebelum kick-off dimulai. Penyiraman sesaat sebelum pertandingan ini dimaksudkan agar lapangan menjadi lunak dan mengurangi stress pada rumput karena terinjak.
5.5.6 Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan agar rumput yang ada tidak melebihi tinggi yang ideal. Pemangkasan mempengaruhi kualitas fungsional yaitu elastisitas rumput dilihat dari ketinggian rumputnya dan juga mempengaruhi kualitas visual dari warna apabila pemangkasan dilakukan dengan metode yang salah. Pemangkasan harus diperhatikan intensitasnya. Apabila memangkas lebih sering mampu membuat rumput menjadi berwarna kekuningan karena tidak cukup waktu untuk memulihkan diri dari stress. Pemangkasan rumput dengan alat yang tumpul mampu membuat rumput berwarna kecoklatan. Berikut dapat dilihat Tabel 24 yang memuat intensitas pemangkasan pada ketiga stadion.
Tabel 24 Tabel Intensitas Pemangkasan Pada Ketiga Stadion
No Stadion Jenis Rumput Musim
Hujan Musim Kemarau Ketinggian Pangkas (cm) 1 Singaperbangsa Axonopus- Compressus 4 kali/ bulan 2 kali/ bulan 2 – 3 cm 2 Siliwangi Axonopus- Compressus 4 kali/ bulan 1 kali/ bulan 2 – 3 cm
3 Agus Salim Axonopus-
Compressus 3 kali/ bulan 1 kali/ bulan 2 – 5 cm
Menurut Arifin (2002), pemangkasan minimal dilakukan 1 kali seminggu dengan hasil yang tidak bergelombang, harus rata, dan tidak terlalu pendek. Pemangkasan juga harus dilakukan dengan arah yang teratur dan sesuai dengan ketinggian pangkasan yang dibutuhkan (FIFA, 2010). Kecepatan pertumbuhan rumput pada musim hujan meningkat dibandingkan pada musim kemarau, oleh karena itu, pada musim hujan ketiga stadion melakukan pemangkasan yang lebih banyak intensitasnya dibandingkan pada musim kemarau. Pada Stadion Haji Agus Salim dengan ketinggian pangkas yang lebih tinggi dibandingkan dua stadion lainnya maka intensitas pemangkasannya pada musim hujan lebih sedikit dibandingkan dua stadion lainnya.
5.6.4 Penyiangan dan Pengendalian Gulma
Penyiangan atau pengendalian gulma dilakukan untuk menghilangkan atau memberantas gulma. Gulma yang biasa tumbuh di lapangan sepakbola biasanya adalah rumput teki (Cyperus rotundus) dan rumput belulang (Eleusine indica). Penyiangan ini dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma dengan tenaga manusia.penyiangan ini dapat dilakukan setiap saat. Berikut Tabel 25 yang memuat intensitas penyiangan dan pengendalian gulma pada ketiga stadion.
Tabel 25 Tabel Intensitas Penyiangan dan Pengendalian Gulma Ketiga Stadion
No Stadion Intensitas Metode yang digunakan
1 Singaperbangsa Insidental Manual
2 Siliwangi Tidak dilakukan -
3 Agus Salim Insidental Manual
Dari data diatas, terlihat bahwa pada Stadion Siliwangi tidak melakukan penyiangan dan pengendalian gulma. Penyiangan dan pengendalian gulma ini mempengaruhi kualitas visual dari keseragaman jenis lapangan. Karena hal tersebut, keseragaman jenis rumput yang ada menjadi lebih rendah dari stadion yang lain. Perawatan yang kurang ini harus diperhatikan untuk memperbaiki kualitas visual dari lapangan tersebut.
5.6.5 Penggilingan
Menurut Hessayon (1994), penggilingan dilakukan untuk memperkeras permukaan tanah rumput yang sudah lembek. Kegiatan penggilingan ini dilakukan dengan frekuensi berbeda-beda. Alat yang digunakan pun berbeda-beda. Berikut Tabel 26 yang memuat data intensitas penggilingan dan alat yang digunakan pada ketiga stadion.
Tabel 26 Tabel Intensitas Penggilingan Pada Ketiga Stadion
No Stadion Intensitas Alat yang digunakan
1 Singaperbangsa Insidental Alat yang ditarik
2 Siliwangi 2 kali / tahun Mesin balas
3 Agus Salim 1 kali / tahun Alat yang ditarik
Pada Stadion Singaperbangsa, penggilingan dilakuan ketika sudah dirasa perlu dan keadaan tanah sudah mulai tidak rata, sedangkan untuk Stadion Siliwangi dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun dan pada Stadion Haji Agus Salim dilakukan sekali setahun. Menurut Beard (1973), penggilingan diperlukan untuk menekan rumput kembali bersatu dengan tanah setelah rumput mengalami pembongkaran atau pengangkatan untuk perbaikan. Penggilingan diperlukan pada kegiatan pemeliharaan rumput lapangan olahraga dimana perataan dan permukaan yang sangat padat diperlukan. Berdasarkan teori tersebut, intensitas penggilingan yang lebih besar dari Stadion Haji Agus Salim terjadi karena intensitas pemakaian lapangan yang lebih tinggi sehingga kemungkinan lapangan menjadi bergelombang dan permukaan yang tidak rata besar. Permukaan yang tidak rata dan bergelombang mempengaruhi kualitas fungsional dari lapangan sepakbola karena mengganggu gelinding bola dan mengganggu pergerakan pemain juga meningkatkan tingginya resiko cedera pemain bola.
5.6.6 Penyulaman
Penyulaman pada ketiga stadion memiliki intensitas yang berbeda. Berikut Tabel 27 memuat intensitas penyulaman pada ketiga stadion.
Tabel 27 Tabel Intensitas Penyulaman Pada Ketiga Stadion
No Stadion Intensitas Metode yang digunakan
1 Singaperbangsa Setiap habis pertandingan Manual
2 Siliwangi Insidental Manual
3 Agus Salim Setiap habis pertandingan Manual
Menurut Sulistyantara (1992), penyulaman bertujuan untuk mengganti tanaman yang telah mati, cacat, atau telah habis masa pertumbuhannya. Penyulaman ini dilakukan agar tidak ada bagian lapangan yang botak sehingga mengurangi kualitas visual dari lapangan itu sendiri.
Penyulaman mempengaruhi kualitas visual dari lapangan yaitu kemurnian jenis dan kepadatan rumput. Pada Stadion Singaperbangsa dan Haji Agus Salim, penyulaman dilakukan setiap habis pertandingan. Dengan begitu, mampu memperbaiki kondisi lapangan yang botak secara segera sehingga penutupan pada kedua stadion lebih baik daripada Stadion Siliwangi.
5.6.7 Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit merupakan salah satu tindakan penting. Intensitas yang dilakukan tergantung dari kondisi yang ada. Apabila terdapat gejala-gejala serangan hama, maka dilakukan pengendalian hama secara manual. Berikut Tabel 28 yang memuat data intensitas pengendalian hama dan penyakit pada ketiga stadion.
Tabel 28 Tabel Intensitas Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Ketiga Stadion
No Stadion Intensitas Metode yang digunakan
1 Singaperbangsa Insidental Manual
2 Siliwangi Tidak dilakukan -
3 Agus Salim Insidental Manual
Pada Stadion Singaperbangsa dan Haji Agus Salim, pengendalian hama dan penyakit dilakukan insidental dan secara manual. Sesuai dengan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan saat terjadi serangan saja. Pada Stadion
Siliwangi, sama sekali tidak dilakukan. Menurut Sulistyantara (1992), pengendalian hama penyakit bukan berarti hanya pemberantasan secara langsung, tetapi juga mencakup tindakan pencegahan terhadapnya. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan memperbaiki keadaan lingkungan agar tetap bersih dan sehat. Lingkungan kotor, lembab, dan kurang sinar matahari baik bagi pertumbuhan hama penyakit tanaman.
5.7 Korelasi antar peubah 5.7.1 Stadion Singaperbangsa
Pada Stadion Singaperbangsa memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data yang didapat kemudian diolah berikut hasil yang tertera pada Tabel 29.
Tabel 29 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Singaperbangsa Peubah Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun Jarak Luncuran Bola Kepadatan Rumput 1 0,233 0,932 0,109 0,354 0,737
Berat Kering Akar 1 0,570 0,992** 0,992** 0,829
Berat Kering Pucuk 1 0,461 0,668 0,932 Panjang Akar 1 0,968 0,752 Lebar Daun 1 0,893 Jarak Luncuran Bola 1
Ket : * signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10%
Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata terjadi antara berat kering akar dengan panjang akar dan berat kering akar dengan lebar daun dengan nilai korelasi yang sama yaitu 0,992. Selain itu tidak terjadi korelasi nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, berat kering akar meningkat dan panjang akar memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier.
Berat Kering Akar K e p a d a ta n R u m p u t 0.80 0.75 0.70 0.65 0.60 0.55 22 21 20 19 18 17 16 15 14
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar
Panjang Akar K e p a d a ta n R u m p u t 10 9 8 7 6 5 22 21 20 19 18 17 16 15 14
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar
Kepadatan Rumput B e ra t K e ri n g P u cu k 22 21 20 19 18 17 16 15 14 2.00 1.75 1.50 1.25 1.00 0.75 0.50
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput Ja ra k Lu n cu ra n B o la 22 21 20 19 18 17 16 15 14 3.2 3.1 3.0 2.9 2.8 2.7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput Le b a r D a u n 22 21 20 19 18 17 16 15 14 7.00 6.95 6.90 6.85 6.80 6.75 6.70 6.65
Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput
Panjang Akar B e ra t K e ri n g A ka r 10 9 8 7 6 5 0.80 0.75 0.70 0.65 0.60 0.55
Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar
Panjang Akar B e ra t K e ri n g P u cu k 10 9 8 7 6 5 2.00 1.75 1.50 1.25 1.00 0.75 0.50
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar
Panjang Akar Ja ra k Lu n cu ra n B o la 10 9 8 7 6 5 3.2 3.1 3.0 2.9 2.8 2.7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar
Panjang Akar Le b a r D a u n 10 9 8 7 6 5 7.0 6.9 6.8 6.7 6.6
Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar
Berat Kering Akar
B e ra t K e ri n g P u cu k 0.80 0.75 0.70 0.65 0.60 0.55 2.00 1.75 1.50 1.25 1.00 0.75 0.50
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar Y = 0,34 + 0,132 X r=0,695 Y = 2,42 + 0,0712 X r=0,458 Y = 14,1 + 7,2 X r = 0,850 Y = 17,6 + 0,15 X r = 0,931 Y = - 2,36 + 0,195 X r = 0,236 Y = 1,97 + 0,0510 X r = 0,472 Y = - 6,44 + 0,0183 X r = 0,770 Y = 0,328 + 0,0439 X r = 0,081 Y = 6,29 + 0,0684 X r = 0,161 Y = - 1,08 + 3,69 X r = 0,614 (cm) (Pucuk/100cm2 ) (cm) (cm) (cm) (gr) (gr) (cm) (Pucuk/100cm2) (Pucuk/100cm2) (P u cu k/1 00 cm 2) (P u cu k/1 00 cm 2) (gr ) (m ) (m m ) (gr ) (gr ) (m ) (m m ) (gr)
Berat Kering Akar Ja ra k Lu n cu ra n B o la 0.80 0.75 0.70 0.65 0.60 0.55 3.2 3.1 3.0 2.9 2.8 2.7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar
Berat Kering Akar
Le b a r D a u n 0.80 0.75 0.70 0.65 0.60 0.55 7.0 6.9 6.8 6.7 6.6
Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Ja ra k Lu n cu ra n B o la 2.00 1.75 1.50 1.25 1.00 0.75 0.50 3.2 3.1 3.0 2.9 2.8 2.7 2.6
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk
Lebar Daun B e ra t K e ri n g P u cu k 7.00 6.95 6.90 6.85 6.80 6.75 6.70 6.65 2.00 1.75 1.50 1.25 1.00 0.75 0.50
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun
Lebar Daun Ja ra k Lu n cu ra n B o la 7.00 6.95 6.90 6.85 6.80 6.75 6.70 6.65 3.2 3.1 3.0 2.9 2.8 2.7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun
Gambar 29 Grafik Hubungan Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Singaperbangsa
Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang sejajar antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan sejajar ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara positif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami peningkatan pula. Pada berat kering akar dengan panjang akar didapat persamaan Y = 0,328 + 0,0439 X yang berarti setiap penambahan 1 cm panjang akar, akan diikuti pertambahan berat akar sebesar 0,0439 gram. Pada berat kering akar dengan lebar daun didapat persamaan Y = - 2,36 + 0,195 X yang berarti setiap penambahan berat kering akar sebesar 1 gram, maka lebar daun akan bertambah sebesar 0,195 cm.
Y = - 5,19 + 1,20 X r = 0,297 Y = - 17,1 + 2,71 X r = 0,534 Y = 2,53 + 0,308 X r = 0,237 Y = - 2,36 + 0,195 X r = 0,080 Y =1,78 + 1,78 X r = 0,378 (gr) (gr) (gr) (mm) (mm) (m ) (m ) (gr ) (m ) (m m )
5.7.2 Stadion Siliwangi
Pada Stadion Siliwangi memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data yang didapat di lapangan kemudian diolah menggunakan software minitab, maka didapat hasil yang tertera pada Tabel 30.
Tabel 30 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Siliwangi
Peubah Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun Jarak Luncuran Bola Kepadatan Rumput 1 0,984 0,961 0,812 -0,294 -0,732
Berat Kering Akar 1 0,995** 0,904 -0,460 -0,842
Berat Kering Pucuk 1 0,943 -0,548 -0,893 Panjang Akar 1 -0,796 -0,992* Lebar Daun 1 0,866 Jarak Luncuran Bola 1
Ket : * signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10%
Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata ini terjadi antara berat kering pucuk dan berat kering akar sebesar 0,995. Korelasi nyata pada taraf 5% terjadi antara panjang akar dan luncuran bola sebesar -0,992. Selain itu tidak terjadi korelasi yang nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, berat kering pucuk meningkat dan berat kering akar memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier. Begitupula antara panjang akar dan luncuran bola. memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier.
Panjang Akar K e p a d a ta n R u m p u t 5.6 5.4 5.2 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 14 13 12 11 10 9
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar
Berat Kering Akar
K e p a d a ta n R u m p u t 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 14 13 12 11 10 9
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar
Kepadatan Rumput B e ra t K e ri n g P u cu k 13 12 11 10 9 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput Ja ra k Lu n cu ra n B o la 13 12 11 10 9 3.475 3.450 3.425 3.400 3.375 3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput Le b a r D a u n 13 12 11 10 9 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput
Panjang Akar B e ra t K e ri n g A ka r 5.6 5.4 5.2 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30
Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar
Panjang Akar B e ra t K e ri n g P u cu k 5.6 5.4 5.2 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar
Panjang Akar Ja ra k Lu n cu ra n B o la 5.6 5.4 5.2 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.475 3.450 3.425 3.400 3.375 3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar
Panjang Akar Le b a r D a u n 5.6 5.4 5.2 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar
Berat Kering Akar
B e ra t K e ri n g P u cu k 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar Y = 0,38 + 2,35 X r = 0,396 Y = 3,70 + 18,5 X r = 0,114 Y = - 0,236 + 0,125 X r = 0,179 Y = 3,61 – 0,0167X r = 0,477 Y = = 8,20 – 0,193 X r = 0,810 Y = - 0,235 + 0,139 X r = 0,282 Y =- 0,475 + 0,356 X r = 0,217 Y = 3,73 – 0,0654 X r = 0,081 Y = 13,1 – 1,52 X r = 0,414 Y = 0,177 + 2,44 X r = 0,065 (cm) (Pucuk/100cm2) (cm) (cm) (cm) (gr) (gr) (gr) (Pucuk/100cm2) (Pucuk/100cm2) (P u cu k/1 00 cm 2) (P u cu k/1 00 cm 2) (gr ) (m m ) (gr ) (m m ) (gr) (m ) (gr ) (m )
Berat Kering Akar Ja ra k Lu n cu ra n B o la 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 3.475 3.450 3.425 3.400 3.375 3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar
Berat Kering Akar
Le b a r D a u n 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Ja ra k Lu n cu ra n B o la 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 3.475 3.450 3.425 3.400 3.375 3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk
Lebar Daun B e ra t K e ri n g P u cu k 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun
Lebar Daun Ja ra k Lu n cu ra n B o la 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.475 3.450 3.425 3.400 3.375 3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun
Gambar 30 Grafik Hubungan Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Siliwangi
Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang sejajar antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan sejajar ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara positif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami peningkatan pula. Hal hubungan antara ini terjadi pada berat kering pucuk dan berat kering akar sebesar dengan persamaan Y = 0,177 + 2,44 X yang berarti setiap penambahan 1 gram berat kering akar, akan diikuti pertambahan berat kering pucuk sebesar 2,44 gram. Hubungan berbanding terbalik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara negatif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami penurunan. Hubungan berbanding terbalik terjadi
Y = 3,57 – 0,361 X r = 0,363 Y = 8,37 – 5,7 X r = 0,696 Y = 3,61 – 0,156X r = 0,298 Y = 1,84 – 0,109 X r = 0,631 Y = 3,24 + 0,030 X r = 0,333 (gr) (mm) (gr ) (m ) (gr ) (m ) (gr) (mm) (m ) (gr)
antara panjang akar dan luncuran bola dengan persamaan Y = 3,73 – 0,0654 X yang berarti setiap akar bertambah 1 cm, maka luncuran bola mengalami penurunan sebesar 0,0654 m.
5.7.3 Stadion Haji Agus Salim
Pada Stadion Siliwangi memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data yang didapat di lapangan kemudian diolah menggunakan software minitab, maka didapat hasil yang tertera pada Tabel 31.
Tabel 31 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Haji Agus Salim Peubah Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun Jarak Luncuran Bola Kepadatan Rumput 1 0,942 0,958 0,469 -0,412 0,207
Berat Kering Akar 1 0,806 0,738 -0,693 0,419
Berat Kering Pucuk 1 0,196 -0,132 -0,199 Panjang Akar 1 -0,998** 0,922 Lebar Daun 1 -0,945 Jarak Luncuran Bola 1
Ket : * signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10%
Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata pada taraf α = 10% terjadi antara panjang akar dan lebar daun sebesar -0,998. Selain itu tidak terjadi korelasi yang nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, panjang akar dan lebar daun memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier.
Berat Kering Akar K e p a d a ta n R u m p u t 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 17 16 15 14 13 12 11 10
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar
Kepadatan Rumput B e ra t K e ri n g P u cu k 17 16 15 14 13 12 11 10 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput
Panjang Akar K e p a d a ta n R u m p u t 11.6 11.4 11.2 11.0 10.8 10.6 10.4 10.2 10.0 17 16 15 14 13 12 11 10
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar
Kepadatan Rumput Le b a r D a u n 17 16 15 14 13 12 11 10 8.7 8.6 8.5 8.4 8.3 8.2 8.1 8.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput Ja ra k Lu n cu ra n B o la 17 16 15 14 13 12 11 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput
Berat Kering Akar
B e ra t K e ri n g P u cu k 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar
Panjang Akar B e ra t K e ri n g A ka r 11.6 11.4 11.2 11.0 10.8 10.6 10.4 10.2 10.0 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0
Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar
Berat Kering Akar
Le b a r D a u n 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 8.8 8.7 8.6 8.5 8.4 8.3 8.2 8.1 8.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar
Berat Kering Akar
Ja ra k Lu n cu ra n B o la 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar
Panjang Akar B e ra t K e ri n g P u cu k 11.6 11.4 11.2 11.0 10.8 10.6 10.4 10.2 10.0 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar Y = 8,73 + 3,05 X r = 0,218 Y = - 2,06 + 0,381 X r = 0,186 Y = - 6,1 + 1,94 X r = 0,689 Y = 9,16 – 0,049 X r = 0,730 Y = 2,95 + 0,0194 X r = 0,867 Y = 1,50 + 1,04 X r = 0,403 Y = - 8,13 + 0,944 X r = 0,471 Y = 8,95 – 0,268 X r = 0,512 Y = 0.0 + 0.32 X r = 0,725 Y = 0.0 + 0.32 X r = 0,875 (cm) (gr) (Pucuk/100cm2) (p u cu k/1 00 cm 2) (gr ) (m m ) (cm) (Pucuk/100cm2 ) (gr ) (m m ) (m ) (gr ) (p u cu k/1 00 cm 2) (Pucuk/100cm2 ) (gr) (gr) (cm) (m ) (gr ) (gr)
Lebar Daun B e ra t K e ri n g P u cu k 8.7 8.6 8.5 8.4 8.3 8.2 8.1 8.0 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun
Berat Kering Pucuk
Ja ra k Lu n cu ra n B o la 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk
Panjang Akar Le b a r D a u n 11.6 11.4 11.2 11.0 10.8 10.6 10.4 10.2 10.0 8.7 8.6 8.5 8.4 8.3 8.2 8.1 8.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar
Panjang Akar Ja ra k Lu n cu ra n B o la 11.6 11.4 11.2 11.0 10.8 10.6 10.4 10.2 10.0 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar
Lebar Daun Ja ra k Lu n cu ra n B o la 8.7 8.6 8.5 8.4 8.3 8.2 8.1 8.0 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun
Gambar 31 Grafik Hubungan Antar Peubah Pada Stadion Haji Agus Salim dan Persamaannya
Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan berbanding terbalik ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara negatif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami penurunan. Pada panjang akar dan lebar daun didapat persamaan Y = 13,7 – 0,494 X yang berarti setiap penambahan 1 cm panjang akar, akan diikuti penurunan lebar daun sebesar 0,494 cm .
Y = 7,2 – 0,44 X r = 0,915 Y = -3,38 – 0,043 X r = 0,872 Y = 13,7 – 0,494 X r = 0,041 Y = - 0,21 + 0,325 X r = 0,253 Y = 8,90 – 0,672 X r = 0,213 (cm) (cm) (gr ) (m m ) (m ) (m ) (mm) (gr) (mm) (m )
5.8 Rekomendasi untuk Meningkatkan Kualitas Fungsional dan Visual 5.8.1 Stadion Singaperbangsa
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan indikator kualitas fungsional dan visual yang ada, maka didapatkan data yang ada pada Tabel 32 berikut.
Tabel 32 Perbandingan Kualitas Rumput Ketiga Stadion
No Parameter Penilaian Kondisi di
Singaperbangsa
Kondisi di Siliwangi
Kondisi di
H.Agus Salim Baik
1 Kepadatan (Densitas)
(pucuk/100cm2)
18,7 pucuk 11,4 pucuk 14,46 pucuk >30
2 Warna hamparan
rumput
Antara Hijau muda dan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau muda 3 Keseragaman warna rumput (%) 90 * 70 85 >85 4 Tekstur rumput (mm) 7 6 8* 8-14 5 Keberadaan partikel dipermukaan (%) 6,67* 23,33 10* <20 6 Kemurnian jenis rumput (%) 70 55 66,67 >85 7 Ketinggian pangkas (cm) 2-3 2-3 2-5* 2-5 8 Berat kering pucuk(gr/100cm2) 1,29 1,19 3,45* >1.5
9 Berat kering akar
pucuk(gr/100cm2)
0,62 0,42 1,88* >1.5
10 Panjang akar (akar
terpanjang) (cm)
7,18* 4,69* 10,60* 4-15
11 Elastisitas rumput
(dilihat dari jarak gelinding bola) (m)
2,92* 3,42 3,23 <3
Keterangan : * memenuhi standar
Dari 11 indikator diatas, terdapat 4 indikator yang memenuhi syarat dan 7 indikator lainnya membutuhkan perbaikan pada proses pemeliharaannya. Kepadatan rumput yang masih dibawah standar perlu dilakukan perbaikan dengan cara penyulaman segera setelah lapangan digunakan. Dengan konstruksi yang sudah baik, untuk mengatasi masalah warna rumput yang kekuningan dapat diatasi dengan pemberian pupuk NPK 20 gr/m2 untuk menambahkan kualitas warna dan membantu proses pertumbuhan rumput karena unsur penting yang dibutuhkan rumput termasuk dalam kandungan pupuk NPK. Untuk meningkatkan
kemurnian jenis rumput, harus dilakukan pengendalian gulma yang lebih intensif yaitu setiap hari ataupun treatment lain yang memungkin pemain sepakbola tidak membawa gulma pada sepatu yang mereka kenakan. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan hama dan penyakit pada saat terjadi serangan. Ketinggian pangkas sebaiknya ditingkatkan agar sesuai dengan standar yang ada. Pemilihan penggunaan rumput sebenarnya sudah baik karena rumput ini memiliki penutupan tanah yang baik sehingga mengurangi cedera ketika pemain terjatuh dan minim pemeliharaan sehingga biaya yang dikeluarkan pun lebih sedikit. Tetapi akan lebih ideal lagi apabila digunakan rumput manila. Karena rumput tersebut memiliki kepegasan yang tinggi dan mampu mengurangi cedera pemain ketika terjatuh pula. Hanya saja rumput ini harus selalu terawat dengan baik, sehingga perawatannya lebih intensif dan mahal dibandingkan dengan yang menggunakan rumput paitan.
5.8.2 Stadion Siliwangi
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan indikator kualitas fungsional dan visual pada Tabel 32 dapat terlihat bahwa dari 11 indikator diatas, terdapat 1 indikator yang memenuhi syarat dan 10 indikator lainnya membutuhkan perbaikan pada proses pemeliharaannya. Konstruksi yang ada perlu perbaikan agar sistem drainase yang ada menjadi lebih baik. Kondisi drainase yang buruk membantu perkembangan gulma menjadi lebih subur ditambah.
Untuk mengatasi masalah warna rumput yang kekuningan dapat diatasi dengan pemberian nutrisi pada rumput yang lebih baik lagi karena memiliki akar yang pendek. Pemberian nutrisi yang cukup dan teratur dapat pula membantu meningkatkan kesuburan rumput. Dengan dosis yang ada saat ini, pemberian pupuk terlampau berlebih, karena seharusnya cukup diberikan 5gr/m2 untuk pupuk urea, dan dilakukan 2 bulan sekali. Selain itu, diperlukan pemberian pupuk penunjang lain seperti NPK yang mampu memberikan kesuburan bagi rumput.
Untuk meningkatkan kemurnian jenis rumput, harus dilakukan pengendalian gulma yang lebih intensif yaitu setiap hari ataupun treatment lain yang memungkin pemain sepakbola tidak membawa gulma pada sepatu yang mereka kenakan. Selain itu, perlu pula dilakukan pencegahan hama dan penyakit