• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makrozoobenthos di Sugai Wonorejo, Surabaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makrozoobenthos di Sugai Wonorejo, Surabaya"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Penelitian tentang makrozoobenthos di sungai Wonorejo, Surabaya ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan mengetahui kesamaan komunitas makrozoobentos di setiap stasiun. Pengambilan sampel makrozoobentos dan sedimen menggunakan metode survey dengan penentuan area sampling melalui metode Purposive Random Sampling. Hasil yang diperoleh dari pengamatan diperoleh indeks keanekaragaman makrozoobenthos yaitu antara 1.70 – 1.93, sehingga struktur komunitas termasuk stabil hingga lebih stabil. Nilai indeks keseragaman makrozoobenthos antara 0.93 – 0.95. Dari hasil analisa data, stasiun 1 hingga stasiun 3 memiliki nilai indeks keseragaman tinggi yaitu mendekati nilai 1 dimana pada ke tiga stasiun tesebut keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi sama. Dan nilai indeks dominasi makrozoobenthos antara 0.14 – 0.16. Dari hasil analisa data, stasiun 1 hingga stasiun 3 memiliki nilai indeks dominasi rendah yaitu mendekati nilai 0, dimana dominasi rendah menggambarkan tidak ada individu yang mendominasi sehingga pembagian jumlah individu pada masing – masing jenis seragam atau merata mengakibatkan keutuhan tingkat kompleksitas jalur energi dan nutrisi (jaring – jaring makanan). Dari hasil analisa, diketahui bahwa kesamaan komunitas makrozoobenthos pada ekosistem stasiun 1 dengan stasiun 2 terdapat keterkaitan paling erat (0.88) dibandingkan dengan perbandingan stasiun lainnya.

Kata Kunci : Purposive Random Sampling, Makrozoobenthos, Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominasi, Indeks Keseragaman, dan Indeks Kesamaan Komunitas

Abstract

The research about macrozoobenthos in Wonorejo river was done in order to know the community structure and similarity of macrozoobenthos community in each station. Macrozoobenthos sample and sediment was taken using Purposive Random Sampling Methode. The result showed that macrozoobenthos diversity index were 1.70-1.99, so community structure belonging to stabil up to more stabil. The value of macrozoobenthos diversity index were about 0,93-0,95. Station 1 up to station 3 had high diversity index. It was near to index value 1 whereas exixtency of each biota in the waters was in same condition. macrozoobenthos dominancy index were about 0.14-0.16. Station 1 up to station 3 had low dominancy index. It was near to 0 whereas low dominancy showed that there were no dominated individu, so distribution of total individu was same and it caused the whole of complexity level of energy and nutrition track (food webs). Result showed that similarity of macrozoobenthos community in ecosystem station 1 and station 2 had the most close relation (0.88) compared to another station

Keywords : Purposive Random Sampling, Makrozoobenthos, Diversity Index, Dominancy Index, Similarity Index, Similarity Community Index

I. PENDAHULUAN

ungai Wonorejo merupakan salah satu sungai yang terdapat di kecamatan Rungkut Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur. Aliran sungai ini melewati kawasan pabrik Industri dan pemukiman masyarakat. Dengan adanya aktivitas tersebut limbah langsung dibuang ke badan perairan, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairannya. Pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan air limbah merupakan dampak dari aktifrtas masyarakat terhadap lingkungan yang dapat menyebabkan pencemaran, sehingga akan berakibat buruk bagi kehidupan organisme air. Hasil pemantauan dari Ecoton mengatakan bahwa kualitas air di sungai Wonorejo – Rungkut, sangat buruk, dan dari hasil pengukuran yang dilakukan, terlihat kalau air di sungai Wonorejo, tercemar limbah berat, dari industri dan rumah

tangga. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan kualitas perairan yang selanjutnya akan berdampak pada kehidupan biota air salah satunya perubahan pola struktur komunitas makrozoobentos.

Makrozoobenthos merupakan salah satu hewan bentos yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas) (Barus, 2004). Menurut Lalli dan Pearsons (1993), makrozoobentos yang dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang ± berukuran 1.0 mm dan bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata dan lain sebagainya. Makrozoobentos telah dipertimbangkan sebagai bioindikator untuk memonitor

Makrozoobenthos di Sugai Wonorejo, Surabaya

Lutfi Irviandi Nugraha

1

, Aunurohim, S.Si., DEA

1

1

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: aunurohim@bio.its.ac.id

(2)

dampak pencemaran terhadap kualitas lingkungan karena bentos memiliki habitat yang relatif tetap dengan sifat yang mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidup bentos.

Adanya perubahan faktor–faktor lingkungan yaitu, Salinitas, pH, DO, BOD, COD dan TSS sangat mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya. Sehingga setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas (Nybakken, 1992). Beragamnya aktivitas di sungai Wonorejo perlu diperhatikan kondisinya terhadap lingkungan dan masyarakat. Aktivitas tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi makrozoobentos yang selama ini belum banyak diketahui. Sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukanlah penelitian tentang makrozoobentos di sungai Wonorejo Surabaya.

II. URAIANPENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel makrozoobenthos dan sampel kualitas air dilakukan pada bulan Oktober–Nopember 2012. Berdasarkan hasil survey, ditetapkan lokasi dan stasiun pengambilan sampel sebagai berikut. Stasiun ke satu pada koordinat S 070 18`37.0”, E 1120 47`27.4” tepatnya terletak di belakang rumah susun wonorejo, karena pada stasiun ini sebagai tempat pembuangan limbah domestik secara langsung dari rumah susun wonorejo. Stasiun kedua pada koordinat S 070 18`34.1” , E 1120 47`48.6” tepatnya terletak di debit saluran air dan tempat penampungan sampah, karena pada titik stasiun ini banyaknya sampah plastik yang sulit diurai sehingga mengakibatkan perubahan kualitas air. Stasiun ketiga pada koordinat S 070 18`34.4” , E 1120 48`28.7”, tepatnya terletak di daerah pertambakan udang, karena pada titik stasiun ini merupakan titik awal keluar masuknya air untuk sirkulasi tambak. Untuk analisa sampel makrozoobenthos dilakukan di lab Ekologi FMIPA ITS.

Sampling pengambilan makrozoobenthos menggunakan metode terkonsentrasi (Purposive Random Sampling) dengan cara membuat garis transek dengan jarak ±10 m. Pada garis transek dengan jarak ±10 m dilakukan pengamatan selama maksimal 100 menit dengan 3 kali pengambilan sampel. Pengamatan dilakukan pada pagi hari (07.00 WIB) Hingga selesai (12.00 WIB).

Gambar 1. Lokasi pengambilan data Struktur Komunitas Makrozoobenthos di aliran Sungai Wonorejo Kecamatan Rungkut Surabaya

III. ANALISADATA

A. Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’)

Keanekaragaman jenis menunjukkan jumlah jenis organisme yang terdapat dalam suatu area. Untuk menentukan keanekaragaman makrozoobenthos yang ada dalam suatu komunitas digunakan Indeks Shannon – Wiener dengan rumus sebagai berikut :

H’ = -∑[(ni/N) X ln (ni/N)] Keterangan :

H’ : Indeks Diversitas Shannon Wiener ni : Jumlah individu dalam satu spesies

N : Jumlah total individu spesies yang ditemukan

Kriteria penilaian pembobotan kualitas lingkungan berdasarkan indeks keanekaragaman benthos dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeks keanekaragaman benthos Indeks Keanekaragaman (H’) Struktur Komunitas > 2.41 Sangat Stabil 1.81 – 2.4 Lebih Stabil 1.21 – 1.8 Stabil 0.61 – 1.2 Cukup Stabil < 0.6 Tidak Stabil (Wibisono, 2005). Keanekaragaman Makrozoobenthos di sungai Wonorejo Surabaya dihitung dengan menggunakan indeks Shannon – Wiener. Didapatkan hasil, stasiun 1 mempunyai indeks keanekaragaman 1.71, dengan struktur komunitas yang stabil. Sedangkan pada stasiun 2 memiliki indeks keanekaragaman 1.70, dengan struktur komunitas stabil. Pada stasiun 3 memiliki indeks keanekaragaman 1.93, dengan struktur komunitas lebih stabil (Tabel 2). Secara keseluruhan, indeks keanekaragaman (H`) gastropoda pada ke tiga stasiun pengamatan tinggi, dengan struktur komunitas antara stabil hingga lebih stabil. Dengan demikian struktur komunitas sungai Wonorejo disusun oleh banyak spesies, dimana beberapa spesies memiliki jumlah individu yang hampir sama.

Tabel 2. Nilai indeks keanekaragaman`Shannon - Wiener

makrozoobenthos pada setiap ulangan di tiga stasiun pengamatan sungai Wonorejo Surabaya.

Apabila jumlah spesies dan variasi jumlah individu tiap spesies relatif kecil berarti terjadi ketidakseimbangan ekosistem yang disebabkan gangguan atau tekanan dari lingkungan, hal ini menjelaskan bahwa hanya jenis spesies tertentu saja yang dapat bertahan hidup. Tidak meratanya jumlah individu untuk setiap spesies berhubungan dengan pola adaptasi masing-masing spesies, seperti tersedianya berbagai tipe substrat, makanan, dan kondisi lingkungan. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Soegianto (1994), bahwa suatu

Transek Keanekaragaman

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Total 1.71 1.70 1.93

Struktur

Komunitas Stabil Stabil

Lebih Stabil

(3)

komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas tersebut disusun oleh sangat sedikit jenis dan jika hanya sedikit jenis yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah. Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena dalam komunitas tersebut terjadi interaksi jenis yang tinggi pula. Dengan demikian dalam suatu komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis tinggi akan terjadi interaksi jenis yang melibatkan transfer energi (jaring-jaring makanan), predasi, kompetisi, dan pembagian relung yang secara teoritis lebih kompleks

B. .Indeks dominansi (D)

Untuk mengetauhi ada tidaknya dominasi dari spesies tertentu. Untuk melihat dominansi makrozoobenthos pada setiap stasiun yang berbeda, Untuk menentukan Indeks Dominansi dapat digunakan rumus sebagai berikut (Brower dan Zarr, 1977)

Keterangan :

C : Nilai indeks dominasi

ni : Jumlah individu dalam satu spesies

N : Jumlah total individu spesies yang ditemukan Brower dan Zarr (1977) menyatakan kriteria dominansi sebagai berikut:

Nilai indeks dominasi berkisar antara 0 – 1. Jika indeks dominasi mendekati nilai 0, dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan indeks keseragaman yang besar. Sementara jika indeks dominasi mendekati nilai 1, berarti terdapat salah satu genera yang mendominasi dan nilai indeks keseragaman semakin kecil.

Nilai dominasi memperlihatkan kekayaan jenis komunitas serta keseimbangan jumlah individu setiap jenis. Menurut Odum (1993) nilai dominasi (D) berkisar antara 0 – 1. Jika indeks dominasi mendekati nilai 0, dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan indeks keseragaman yang besar. Sementara jika indeks dominasi mendekati nilai 1, berarti terdapat salah satu genera yang mendominasi dan nilai indeks keseragaman semakin kecil.

Dari sampling yang telah dilakukan didapatkan hasil dominasi makrozoobenthos pada stasiun 1 indeks dominasi 0.14. Untuk stasiun 2 indeks dominasi 0.16. Dan stasiun 3 indeks dominasi 0.15. Nilai indeks dominasi yang tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 0.36 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0.21. Dari hasil analisa data yang telah dilakukan dari stasiun 1 hingga stasiun 3 memiliki nilai indeks dominasi rendah yaitu mendekati nilai 0, dimana dominasi rendah menggambarkan tidak ada individu yang mendominasi sehingga pembagian jumlah individu pada masing – masing jenis sangat seragam atau merata. Hal ini dapat dilaht dari kondisi bahan organik (kandungan BOD dan COD) yang masuk ke perairan cukup tinggi sihingga menimbulkan dampak tercemar terhadap kualitas perairan.

C. Indeks keseragaman (E)

Indeks keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan yaitu dengan menunjukan pola sebaran biota atau komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Jika nilai indeks keseragaman relative tinggi maka keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi sama (Ferianita, 2005). Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan Indeks Keanekaragaman dengan nilai maksimumnya, seperti rumus :

E=

Keterangan :

Hmaks = (ln S) : Jumlah Spesies E : Indeks Keseragaman H` : Indeks Keanekaragaman

Brower dan Zarr (1977) menyatakan kriteria keseragaman sebagai berikut:

Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1. Jika indeks keseragaman mendekati nilai 0, hal tersebut menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap spesies tidak sama dan di dalam ekosistem tersebut terdapat kecenderungan terjadinya dominasi spesies yang disebabkan oleh adanya ketidakstabilan faktor – faktor lingkungan maupun populasi. Jika indeks keseragaman mendekati nilai 1, hal tersebut menunjukkan bahwa ekosistem tersebut berada dalam kondisi relative stabil, yaitu jumlah individu tiap spesies ralatif sama.

Indeks keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan yaitu dengan menunjukan pola sebaran biota atau komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas (Ferianita, 2005). Menurut Krebs (1989) dalam Odum (1993) nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0 – 1. Jika nilai indeks keseragaman mendekati 0 berarti penyebaran individu tiap spesies tidak sama dan di dalam ekosistem tersebut terdapat kecenderungan terjadinya dominasi spesies yang disebabkan oleh adanya ketidak stabilan faktor – faktor lingkungan maupun populasi. Bila nilai mendekati 1, hal tersebut menunjukkan bahwa ekosistem tersebut berada dalam kondisi relative stabil, yaitu jumlah individu tiap spesies ralatif sama. Dari sampling yang telah dilakukan didapatkan hasil keseragaman makrozoobenthos pada stasiun 1 mempunyai indeks keseragaman 0.95. Untuk stasiun 2 mempunyai indeks keseragaman 0.94. Untuk stasiun 3 mempunyai indeks keseragaman 0.93. Dari hasil analisa data yang telah dilakukan dari stasiun 1 hingga stasiun 3 memiliki nilai indeks keseragaman tinggi yaitu mendekati nilai 1 dimana pada ke tiga stasiun tesebut keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi sama (Ferianita, 2005).

D. Indeks Kesamaan Komuniatas (Morisita Horn)

Indeks kesamaan komunitas digunakan untuk mengetahui kesamaan relatif komposisi jenis dari dua komunitas yang dibandingkan (Magguran, 1988). Indeks ini berdasarkan pada data kuantitatif. Indeks Morishit – Horn pada dasarnya adalah perbandingan antara nilai probalitas satu individu yang diambil dari sampel A dan satu individu yang diambil dari sampel B yang merupakan satu jenis yang sama dibagi dengan nilai probalitas dari dua individu yang diambildari sampel A atau B akan memiliki jenis yang sama. Indeks ini tidak dipengaruhi oleh ukuran sampling sehingga biasanya hampir D = ni N 2 Hmaks H’

(4)

tidak ada (Krebs, 1989). Satu – satunya kekurangan atau kelemahan dari indeks ini adalah sangat sensitif terhadap kelimpahan jenis paling melimpah (Magurran, 1988). Digunakan analisis kesamaan komunitas menggunakan Morisita – Horn :

CMH= 2∑(ani x bni) / (da + db)aN x bN

Keterangan :

CMH : Koefisien Morisita – Horn

ani : Jumlah total individu pada tiap-tiap spesies di komunitas a

bni : Jumlah total individu pada tiap-tiap spesies di komunitas b

aN : Jumlah individu di komunitas a bN Jumlah individu di komunitas b da : ∑ ani 2 / aN2dan db = ∑ bni2 / bN2 Dengan Kriteria sebagai berikut :

CMH = 0 : Kesamaan Komunitas rendah

CMH = 1 : Kesamaan Komunitas sama / erat

Berdasarkan penelitian di aliran sungai wonorejo Surabaya yang dilakukan pada tiga stasiun yang berbeda, ditemukan 10 spesies makrozoobenthos. Dari 10 spesies makrozoobenthos yang ditemukan di ketiga stasiun yang berbeda, telah ditemukan 6 spesies makrozoobenthos di stasiun satu yang letaknya di aliran sungai wonorejo tepatnya dibelakang rumah susun wonorejo Surabaya. Ditemukan 6 spesies makrozoobenthos di stasiun kedua yang letaknya di aliran sungai wonorejo tepatnya di debit saluran air dan tempat penampungan sampah. Dan ditemukan 8 jenis makrozoobenthos di stasiun ketiga yang letaknya di aliran sungai wonorejo tepatnya di daerah pertambakkan udang. Jenis dan distribusi makrozoobenthos pada masing - masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel berikut menyajikan nilai indeks kesamaan komunitas makrozoobenthos yang berada di aliran sungai wonorejo Surabaya. Dengan menggunakan indeks kesamaan komunitas Morishita – Horn antara stasiun satu dengan stasiun dua, stasiun satu dengan stasiun tiga, dan stasiun dua dengan stasiun tiga, maka kesamaan jenis di hitung dengan memasukkan unsur kelimpahan jenis (Morishita - horn). Tabel 3. Nilai indeks kesamaan komunitas Morishita - Horn stasiun 1

– 2, 1 – 3, dan 2 – 3 Stasiun 1 dengan stasiun 2 Stasiun 1 dengan stasiun 3 Stasiun 2 dengan stasiun 3 Morishita Horn 0.88 0.61 0.55

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan indeks kesamaan komunitas Morishita – Horn dari makrozoobenthos pada masing – masing lokasi penelitian yang diamati, dapat dibuat klasifikasi lokasi penelitian sebagai berikut (Bengen, 1998):

CMH = 0 : Kesamaan Komunitas rendah CMH = 1 : Kesamaan Komunitas sama / erat

Terlihat dalam tabel di atas, sungai Wonorejo Surabaya

mempunyai indeks kesamaan komunitas makrozoobenthos antara 0.55 – 0.88. Dari hasil analisa data, dari masing – masing perbandingan stasiun untuk stasiun 1 dengan stasiun 2 memiliki indeks kesamaan komunitas tertinggti dibandingkan dengan indeks kesamaan komunitas stasiun 1 dengan stasiun 3 dan stasiun 2 dengan stasiun 3. Karena stasiun 1 dengan stasiun 2 termasuk dalam katagori kesamaan komunitas sama / erat yaitu mendekati nilai 1. Tingginya nilai indeks kesamaan komunitas dari perbandingan kedua stasiun menggambarkan keterkaitan ekosistem yang sama / erat. Dari hasil penelitian mengelompoknya jenis gastropoda diduga karena sifatnya yang hidup bergerombol, seragam dan menempel pada satu tempat sepanjang waktu (Suwondo et al.,, 2004). Dari ke tiga stasiun penelitian menunjukan kondisi habitat dapat mendukung kehidupan makrozoobenthos tersebut dan tidak ditemukan kelas insecta pada stasiun tersebut. Menurut Barbour (1987) kondisi mikrositus yang relatif homogen akan ditempati oleh individu dari jenis yang sama karena spesies tersebut secara alami telah mengembangkan mekanisme adaptasi dan toleransi terhadap habitatnya. Selain itu fakor fisika dan kimia yang hampir merata pada suatu habitat serta tersedianya makanan bagi organisme yang hidup berkelompok atau acak maupun normal (Suin, 2002).

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Sungai Wonorejo Surabaya maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Struktur komunitas makrozoobentos di aliran Sungai Wonorejo Surabaya memiliki Indeks keanekaragaman makrozoobenthos antara 1.70 – 1.93, dengan struktur komunitas antara stabil hingga lebih stabil. Dengan demikian struktur komunitas sungai Wonorejo disusun oleh banyak spesies, dimana beberapa spesies memiliki jumlah individu yang hampir sama. Untuk indeks keseragaman makrozoobenthos antara 0.93 – 0.95. Dari hasil analisa data, stasiun 1 hingga stasiun 3 memiliki nilai indeks keseragaman tinggi yaitu mendekati nilai 1 dimana pada ke tiga stasiun tesebut keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi sama. Dan nilai indeks dominasi makrozoobenthos antara 0.14 – 0.16. Dari hasil analisa data, stasiun 1 hingga stasiun 3 memiliki nilai indeks dominasi rendah yaitu mendekati nilai 0, dimana dominasi rendah menggambarkan tidak ada individu yang mendominasi sehingga pembagian jumlah individu pada masing – masing jenis seragam atau merata mengakibatkan keutuhan tingkat kompleksitas jalur energi dan nutrisi (jaring – jaring makanan).

2. Analisa kesamaan komunitas (Morishita-Horn) menunjukkan bahwa antara ekosistem stasiun 1 dengan stasiun 2 mempunyai keterkaitan yang erat dengan nilai (0.88) dibandingkan antara ekosistem stasiun 1 dengan stasiun 3 dengan nilai (0.61) dan ekosistem stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan nilai (0.55)

(5)

DAFTARPUSTAKA

Barbour, M.G., J.H.Burk., W.D.Pitts. 1987. Terresterial Plant Ecology. The Benjamin/Cumming Publishing Company. Inc. California

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU Press.

Bengen, D.G. 1998. Sinopsis Analisis Statistik Multivariabel/Multidimensi. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Brower, J. E. H. Z.Jerrold & car. I. N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. New York: Wm. C. Brown Publisher. pp. 198 – 223.

Ferianita,Fachrul, M., H. Haeruman, L. C. Sitepu. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-Indikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta. Seminar Nasional MIPA 2005. UI Press; Jakarta

Krebs, C. J. 1989. Experimental Analysis of Distribution and Abundanc. Third Edition. Harper Row and Publisher. New York. Hlm. 186 – 187, 310 – 315.

Lalli, C. M. & T. R. Parsons. 1993. Biological Oceanography An Introduction. New York: Pergamon Press.

Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton University Press. New Jersey.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pengantar Ekologi Terjemahan Dalam, Indonesia (oleh: M. Eidman, Koesobiono, D. G. Bengen, H. Malikusworo dan Sukristijono) PT. Gramedia. Jakarta.

Odum, Eugene P. 1993. Dasar – Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta. 687 hlm.

Sugianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional : Surabaya.

Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang. Suwondo, Febrita, E. Sumanti, F. 2004. Struktur Komunitas

Gastropoda pada Hutan Mangrove di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat. Jurnal Biogenesis 2(1) 2005. Hlm. 25-29.

Gambar

Gambar 1.  Lokasi pengambilan data Struktur Komunitas Makrozoobenthos  di aliran Sungai Wonorejo Kecamatan Rungkut Surabaya
Tabel 3. Nilai indeks kesamaan komunitas Morishita - Horn stasiun 1  – 2, 1 – 3, dan 2 – 3  Stasiun 1  dengan  stasiun 2  Stasiun 1 dengan stasiun 3  Stasiun 2 dengan stasiun 3  Morishita  –  Horn  0.88  0.61  0.55

Referensi

Dokumen terkait

Nilai indeks keragaman (H’) pada daerah penelitian tergolong sedang, nilai indeks dominansi (C) menunjukkan tidak terdapat spesies yang mendominasi, nilai indeks keseragaman

(Sastrawijaya 2000), indeks keseragaman (e) memperlihatkan nilai rata-rata keseragaman yang berbeda antar stasiun pada stasiun 3 dan 1 yaitu sebesar 0,88 dan 0,84

Nilai indeks mortalitas pada Stasiun 1 mendekati 1, maka nilai tersebut menunjukkan bahwa rasio kematian terumbu karang pada Stasiun 1 dikategorikan memiliki

Stasiun 4 memiliki nilai indeks dominasi yang lebih tinggi (0,44) dibandingkan dengan stasiun lainnya. Berdasarkan analisis PCA dapat disimpulkan bahwa terdapat

Indeks keseragaman (E) fitoplankton di setiap stasiun antara 0,94 – 0,96 yang tergolong keanekaragaman tinggi sedangkan nilai indeks dominasi (D) fitoplankton pada

(Sastrawijaya 2000), indeks keseragaman (e) memperlihatkan nilai rata-rata keseragaman yang berbeda antar stasiun pada stasiun 3 dan 1 yaitu sebesar 0,88 dan 0,84

Nilai indeks keseragaman, dominansi, dan keanekaragaman pada Stasiun I Berdasarkan perhitungan indeks keanekaragaman berdasarkan fase bulan di kedua stasiun nilai tertinggi berada di

Nilai indeks dominansi pada setiap stasiun baik pada saat pasang maupun sedang surut menunjukkan nilai indeks dominansi yaitu antara 0,182 – 0,243 yang mendekati 0 , dimana tidak ada