BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak
hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh
terhadap keluarganya, bangsanya, dan juga agamanya. Sistem pendidikan di
Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 3 UU Nomor 20
tahun 2003 fungsi pendidikan adalah:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Madrasah/pesantren selama ini diakui telah mampu memberikan
pembinaan dan pendidikan bagi para santri untuk menyadari sepenuhnya atas
kedudukannya sebagai manusia, makhluk utama yang harus menguasai alam
sekelilingnya. Sebagaimana dikatakan oleh Sukamto (1999, hlm. 12) bahwa
“Pesantren waktu itu mendapat pengaruh dan penghargaan besar yang mampu
mempengaruhi seluruh lapisan kehidupan masyarakat”. Hasil pembinaan madrasah/pesantren juga membuktikan bahwa para santri mempunyai pendidikan
yang bernilai sosial. Selain akademis, keberhasilan pesantren dalam bidang
pembinaan bangsa ini didorong oleh adanya potensi besar yang dimiliki oleh
pesantren yakni potensi pengembangan masyarakat dan potensi pendidikan
keagamaan. Kehadiran para alim ulama atau orang yang paham agama dewasa ini
sangat dibutuhkan baik itu di desa maupun di kota.
Pada masa sekarang ini, perilaku anak sekolah sudah banyak yang keluar
dari batasan norma. Hal ini dikarenakan proses kemajuan zaman dan juga
para orang tua yang mempunyai anak usia sekolah. Dalam dunia yang mengalami
perubahan cepat, memang tidak bisa dihindarkan bahwa tingkah laku sebagian
remaja mengalami ketidaktentuan saat mereka mencari identitas. Ia mengalami
pertentangan nilai-nilai dan harapan-harapan yang akibatnya lebih mempersulit
dirinya yang sekaligus mengubah perannya. Pada masa remaja tentunya
merupakan masa yang sulit untuk menanamkan kesadaran dalam beragama,
bahkan Hartinah (2008, hlm. 206) mengatakan bahwa, “Kualitas kesadaran beragama remaja sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan atau pengalaman
keagamaannya yang diterima sejak usia dini, terutama di lingkungan keluarga”.
Maka salah satu alternatifnya untuk mengembangkan kesadaran beragama remaja
itu adalah dengan menyekolahkannya ke pesantren.
Kehidupan santri pada masa kini telah diuji dengan berbagai hal yang
menyebabkan menurunnya minat santri dalam belajar atau menurunnya penjiwaan
dirinya sebagai santri. Pengaruh kuat globalisasi seakan menarik santri untuk
mengajak ke dunia luar sana melalui berbagai media massa, media komunikasi,
kelompok sosial, dan lain-lain. Pengaruh seperti inilah yang dinilai santri
merupakan kehidupan modern dan dianggap mengikuti zaman, karena pada
dasarnya santri zaman sekarang tidak ingin disebut kuno, terlebih dengan
statusnya sebagai santri. Kelompok sosial dalam bergaul pun menjadi pihak yang
dianggap paling mempengaruhi kehidupan santri masa kini, terutama dalam
membentuk gaya hidupnya. Kelompok sosial yang baik tentu akan memberi efek
baik pula, tetapi jika bergaul dengan kelompok sosial yang buruk maka jangan
salah, doktrin-doktrin sesuatu yang buruk pun akan terjadi.
Semua orang bersepakat bahwa kehidupan sosial tidaklah bersifat statis,
melainkan selalu berubah secara dinamis. Hal inilah yang disebut dengan
perubahan sosial, dimana perubahan sosial tidak akan terlepas dari kehidupan
manusia. Hal ini dijelaskan pula oleh Narwoko dan Suyanto (2007. hlm. 363)
yang menyebutkan bahwa “Perubahan sosial itu merujuk kepada perubahan suatu fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat
aspek, tanpa terkecuali ke dalam kehidupan para santri yang notabene merupakan
pelajar di pesantren. Dalam kehidupan sebuah pesantren pada dasarnya
masyarakat beranggapan bahwa dinamika kehidupannya bersifat tradisional
dengan mengedepankan asas keislaman dan menjaga nilai-nilai kesopanan.
Dengan demikian segala macam norma yang ada di masyarakat bisa dihormati
oleh para santri yang menimba ilmu di pesantren. Tetapi kembali lagi bahwa
dunia ini terus berkembang, dengan mengembangkan berbagai aspek tanpa
terkecuali. Begitupun dengan kehidupan para santri, yang pada akhirnya akan
terkena dampak dari kemajuan zaman, baik itu dalam hal perilaku, mode pakaian,
gaya berbicara, ataupun tatakrama yang semua itu bisa digabungkan dalam istilah
gaya hidup.
Gaya hidup sudah menjadi sebuah pola kehidupan tersendiri bagi seorang
manusia. Pengertian dari istilah gaya hidup itu sendiri menurut Kotler (tersedia di
http://sosiologibudaya.wordpress.com/2011/05/18/gaya-hidup/) adalah “Pola
hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya.
Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Begitupun hal nya dengan santri yang
mempunyai gaya hidup tersendiri, ada sebuah ciri khas tersendiri dalam gaya
hidup santri yang menjadi indentitasnya. Sebagian besar anggapan masyarakat
mengenai santri bahwa yang menjadi nilai lebih dari santri itu sendiri adalah
adanya penanaman nilai dan akhlak secara mendalam. Dengan demikian
diharapkan sikap dan akhlak santri tersebut bisa mencerminkan seorang muslim
yang taat kepada agama, orang tua, dan juga norma-norma sosial yang berlaku di
lingkungannya.
Pada masa sekarang gaya hidup santri sudah sedikit bergeser dari gaya
hidup santri zaman dahulu. Adanya perbedaan ini dikarenakan faktor perubahan
sosial juga yang tidak akan bisa lepas dari kehidupan manusia. Perubahan sosial
ini juga berdampak kepada santri dengan merubah berbagai ciri khas yang sudah
yang bukan seorang santri, kemajuan zaman sudah merubah karakter santri yang
sesungguhnya. Timbulnya hal ini tentu tidak lepas dari pengaruh luar, salah
satunya adalah dari pergaulan.
Gaya hidup santri pada saat ini tidak mencerminkan kesederhanaan seperti
ajaran kiainya ataupun asatidznya. Dalam berperilaku mereka sudah jarang
menghiraukan norma dan nilai yang dianut di pesantren dan hidup lazimnya
orang-orang yang bukan lulusan pesantren. Belum lagi, santri yang sudah lulus
kemudian bekerja secara serabutan dan beralih-alih demi mencapai kepentingan
instan. Mereka tidak lagi bekerja dengan idealisme, tetapi pragmatis. Maka dari
fenomena seperti itu, tak heran ada gerutuan ataupun celoteh-celoteh dari
masyarakat, jangankan menjadi teladan, seorang santri malah menjadi bahan
umpatan.
Fakta tersebut memang ada, apalagi jika melihat perubahan sosial karena
perkembangan zaman. Tetapi, perlu digaris bawahi bahwa anggapan seperti ini
tidak terjadi dan mengeneralisasi kepada seluruh santri, tetapi hanya terlihat
cukup mengemuka dan merata mulai kota hingga daerah. Sudah ada celotehan di
kalangan masyarakat bahwa sekarang ini tidak ada bedanya antara mereka yang
pernah mengenyam pendidikan agama dan yang tidak. Mereka yang tidak punya
basis keilmuan agama tampil dengan cemerlang, berakhlak baik, dan ketika
menjadi pemimpin terlihat benar-benar amanah, merakyat, dan bekerja dengan
baik.
Sebagai seorang manusia, tentu tidak akan pernah terlepas dengan yang
namanya kelompok sosial. Menurut Narwoko dan Suyanto (2007, hlm. 23)
menyebutkan,“… hidup manusia selalu tergantung dengan manusia lainnya dalam memenuhi ketiga hajat hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
kelompok-kelompok sosial (social group) di dalam kehidupan manusia, karena
manusia tidak dapat hidup secara mandiri.” Para santri tidak berbeda halnya
dengan anak-anak remaja pada umumnya, mereka mempunyai teman bermain
sebagai kelompok sosial mereka. Hal ini mereka butuhkan sebagai identitas dari
kelompok sosial yang baik, sesuai dan sejalan dengan latar belakang pendidikan,
itu belum bisa dibuktikan. Tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian santri
mempunyai kelompok sosial yang berbeda dari kehidupannya di pesantren.
Pengaruh peer group sangat signifikan bagi perkembangan seorang remaja,
termasuk santri, jika kelompoknya mempunyai gaya hidup yang baik, maka akan
baik pula anggota kelompok tersebut, namun sebaliknya juga jika kelompoknya
mempunyai gaya hidup yang jelek maka akan jelek pula perilaku anggotanya. Hal
seperti inilah yang bisa menimbulkan gaya hidup santri yang bukan layaknya
seperti seorang santri yang semestinya. Dengan fenomena seperti itu,
dikhawatirkan nanti ”dunia santri” mendapat stigma yang miring. Dampaknya,
alih-alih para orang tua menginginkan anaknya menjadi ahli agama, untuk
menyekolahkan di sekolah agama atau pesantren saja mereka enggan.
Yang menjadi objek penelitian adalah Pesantren Persatuan Islam 16
Cipada, yang merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang mengusung
pendidikan Islam modern. Pesantren Persatuan Islam 16 Cipada adalah sebuah
pesantren yang terletak di RT. 01 RW. 01 desa Cipada kecamatan Cikalongwetan
Kabupaten Bandung Barat. Pesantren ini merupakan satu-satunya lembaga
pesantren yang ada di desa Cipada. Tingkat sasaran peserta didiknya adalah
kalangan anak-anak setingkat SMP dan SMA atau biasa disebut tingkat
Tsanawiyah dan tingkat Aliyah. Para peserta didik atau santri yang belajar di
pesantren tersebut adalah warga kalangan sekitar yang tidak jauh dari lokasi
pesantren.
Sebelum berkembangnya arus modernisasi ke daerah sekitar pesantren
Persis 16 Cipada, kehidupan santri pun masih menjaga nilai-nilai yang diajarkan
di pesantren. Gaya hidup layaknya seorang santri menjadi kebanggaan tersendiri
ketika dia bersekolah di pesantren. Tetapi memang pada dasarnya perubahan
sosial akan selalu terjadi, tak terkecuali ke dalam pesantren. Gaya hidup santri
generasi sekarang sudah berbeda dari yang dulu. Jika dilihat, sedikit sulit untuk
membedakan antara siswa sekolah umum dengan santri dalam hal gaya hidup.
pesantren, agama, maupun norma yang berlaku pun sudah mulai bergeser
mengikuti arus zaman. Tetapi kembali lagi bahwa fenomena ini tidak
mengeneralisasi atau mencakup keseluruhan dari santri.
Hasil penelitian dari Nurdiansyah (2011) dengan judul Kajian tentang Pola
Pendidikan di Pesantren dalam Membentuk Karakter Santri di Era Globalisasi
(Studi Deskriptif Analitis di Pondok Pesantren Modern Mathla’ul Huda). Dalam
penelitiannya dia menyebutkan bahwa sikap dan perilaku santri pesantren tersebut
hingga saat ini tetap terjaga dengan baik, artinya sikap dan perilaku sehari-hari
masih berada dalam koridor dan batas-batas agama, seperti ibadah tepat waktu,
cara bergaul antara santriwan dan santriwati yang tidak berlebihan, para santri
yang begitu menghormati para asatidz dan ustadzah serta perilaku-perilaku lain
yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal tersebut karena pondok
pesantren tersebut memiliki kebijakan untuk membatasi para santrinya di dalam
lingkungan pesantren.
Adapun penelitian yang menjelaskan mengenai pergaulan kelompok sosial
dari Yunita Pratiwi (2008) dengan judul Pengaruh Kelompok Teman Sebaya
Terhadap Perilaku Menyimpang Siswa di Sekolah (Studi Deskriptif Analitik
Terhadap Siswa Kelas XI SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung). Dalam
penelitiannya dia menyebutkan bahwa terdapat beberapa kelompok teman sebaya
tertentu yang memang berpengaruh terhadap perilaku menyimpang siswa di
sekolah, khususnya perilaku menyimpang yang bersifat amoral/asusila.
Penelitian di pesantren Persis pun pernah dilakukan oleh Rokayah (2012)
dengan judul Sistem Pendidikan Islam Pesantren PERSIS (Studi Deskriptif di
Pesantren Persatuan Islam Pajagalan Bandung). Dalam penelitiannya pun, beliau
hanya menjelaskan seputar sistem dan konsep pendidikan yang ada di pesantren
Persis, dia menyatakan bahwa sistem pendidikan pesantren sangat penting untuk
diteliti, sehingga akan adanya suatu fakta dan data yang dapat dijadikan gambaran
umum kekhasan serta kekhususan pesantren Persis, yang dapat menjadi
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu, dapat ditemukan hasil bahwa
pesantren pada hakikatnya adalah lembaga untuk menanamkan ilmu keagamaan
sekaligus ilmu umum kepada para santri, di samping itu ada pula pengembangan
karakter dan juga pembinaan akhlak santri agar sesuai dengan tuntunan agama.
Tetapi dengan demikian belum ada penelitian yang mengkaji mengenai gaya
hidup dari santri sebagai akibat dari pergaulan dengan kelompok sosialnya. Oleh
karena itu penulis mengadakan penelitian mengenai Peranan Kelompok Sosial
Dalam Membentuk Gaya Hidup Santri di Pesantren Persatuan Islam 16 Cipada
Kecamatan Cikalongwetan dengan tujuan untuk mengetahui dan memperkaya
pengetahuan mengenai gaya hidup santri zaman sekarang yang dipengaruhi
pergaulan dengan kelompok sosialnya.
Yang menjadi alasan rasional penulis dalam penelitian ini adalah adanya
kelompok-kelompok sosial dalam kehidupan santri di pesantren Persis 16 Cipada
yang mempunyai nilai dan norma yang dianut bersama dalam kelompoknya.
Terdapat bermacam-macam kelompok sosial yang dibentuk para santri, baik itu
berupa kelompok formal yang dimana sengaja dibentuk oleh pesantren untuk
menampung kegiatan para santri ataupun kelompok informal yang merupakan
kelompok pertemanan para santri. Berbagai macam dan tipe kelompok
pertemanan santri hadir di pesantren ini, ada kelompok yang selalu menampilkan
tata kelakuan dan gaya hidup yang sesuai diajarkan oleh agama dan pesantren, dan
ada pula kelompok yang di mana nilai dan norma yang dianut dalam kelompok
tersebut tidak sesuai dengan kaidah Islam dan pesantren. Tentu anggapan tersebut
tidak bisa digeneralisasikan atau dilabelkan terhadap semua kelompok sosial
santri pesantren Persis 16 Cipada, tetapi tentunya selalu ada kelompok sosial yang
menghiraukan dan melencengkan kaidah dan statusnya sebagai santri. Fenomena
yang terlihat saat ini ada sebagian kelompok santri yang memang berperilaku
tidak sesuai sebagaimana halnya seorang santri, baik itu dalam hal berbicara,
tatakrama, tata kelakuan, berpakaian, konsumerisme, dan lain-lain. Disini penulis
ingin meniliti hal tersebut dari sudut peranan kelompok sosialnya dalam
pembinaan karakter santri itu sendiri, dan juga sebagai masukan bagi pesantren
dalam membina akhlak dan perilaku para santrinya. Inilah yang menjadi alasan
rasional penulis dalam menyusun penelitian ini, dimana sebagian besar
masyarakat mengharapkan suatu hal yang positif dari seorang santri, maka peran
kelompok sosial menjadi poin khusus dalam membentuk gaya hidup santri
tersebut disamping peranan pesantren yang menjadi sebuah lembaga yang
memiliki peranan penting dalam pembinaan santri. Dengan demikian peranan
kelompok sosial dalam kehidupan santri begitu kuat, apakah santri dalam
kelompok sosialnya tersebut mau dibawa ke arah yang benar atau malah
kelompok sosialnya tersebut membawa ke arah yang salah.
Jika hal ini sudah menjadi realita dan juga tidak menutup kemungkinan
sampai ke masyarakat, maka dikhawatirkan eksistensi pesantren bisa goyah.
Bahkan bisa mencoreng nama baik pesantren jika gaya hidup santri sudah keluar
dari hakikat santri pada umumnya, tak terkecuali bagi para santri pesantren Persis
16 Cipada. Dimana dalam hal ini pergaulan santri dengan kelompok sosialnya
menjadi hal yang penting. Peran dari kelompok sosialnya akan begitu kuat
memengaruhi gaya hidup santri. Apakah santri yang ikut dalam kelompok
sosialnya itu sudah benar ataukah terjerembab ke dalam kelompok sosial yang
salah, dikhawatirkan apabila santri salah bergaul dengan memilih kelompok sosial
yang salah, maka akan ada doktrin-doktrin negatif bagi santri yang bertentangan
dengan apa yang diajarkan di pesantren. Dengan demikian, yang menarik dari hal
ini adalah mengetahui seperti apa pergaulan para santri, baik itu di dalam maupun
di luar pesantren. Kemudian juga akan digali seperti apakah upaya yang dilakukan
pesantren dalam membina santri agar mempunyai gaya hidup yang sesuai dengan
hakikat santri. Di sinilah akan menjadi sebuah tantangan dimana diharapkan peran
penting dari pesantren dalam membina pola perilaku santri agar tidak melenceng
dari nilai keislaman dan norma/ nilai yang berlaku.
Berdasarkan latar belakang yang ada di atas, maka penulis tertarik untuk
Membentuk Gaya Hidup Santri (Studi Deskriptif di Pesantren Persatuan Islam 16
Cipada Kecamatan Cikalongwetan)”.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Melihat dari adanya latar belakang di atas maka penulis membuat rincian
permasalahan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,
maka secara umum rumusan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
merumuskan masalah mengenai bagaimana Peranan Kelompok Sosial dalam
Membentuk Gaya Hidup Santri.
Secara khusus pertanyaan dalam penelitian ini tersusun dalam rumusan
yang masalah yang telah dirinci, rincian rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran kelompok sosial yang terdapat di pesantren
Persis 16 Cipada ?
2. Bagaimanakah interaksi santri dalam kelompok sosialnya ?
3. Bagaimanakah gaya hidup santri pesantren Persatuan Islam 16 Cipada saat
ini sebagai hasil dari interaksi dengan kelompok sosialnya ?
4. Bagaimanakah sistem pendidikan di pesantren Persatuan Islam 16 Cipada
dan upaya yang dilakukan pesantren dalam membina santri ?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
mendapatkan gambaran mengenai Peranan Kelompok Sosial dalam Membentuk
Gaya Hidup Santri.
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menjawab susunan judul
dan rumusan masalah yang telah terbentuk. Berdasarkan rumusan masalah di atas
dapat diketahui tujuan dari penelitian yaitu:
1. Memperoleh informasi mengenai gambaran kelompok sosial yang terdapat
2. Memperoleh informasi mengenai interaksi santri dalam kelompok
sosialnya.
3. Memperoleh informasi mengenai gaya hidup santri pada saat ini sebagai
hasil dari interaksi dengan kelompok sosialnya.
4. Memperoleh informasi mengenai sistem pendidikan di pesantren
Persatuan Islam 16 Cipada dan upaya yang dilakukan pesantren dalam
membina santri.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang pendidikan pada umumnya dan khususnya bermanfaat
dalam kehidupan sosial yang tercipta di pesantren tersebut.
Selain itu secara rinci hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1) Bagi Universitas Pendidikan Indonesia
Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan untuk penelitian
selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan
tentang Peranan Kelompok Sosial dalam Membentuk Gaya Hidup Santri.
2) Bagi Lembaga Pesantren
Dengan mengetahui Peranan Kelompok Sosial dalam Membentuk Gaya
Hidup Santri, maka diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam
rangka pembinaan dan pengembangan lembaga yang bersangkutan.
3) Bagi Guru/ Asatidz
Sebagai masukan dalam mengelola dan meningkatkan strategi belajar
mengajar serta mutu pengajaran. Dengan mengetahui Peranan Kelompok Sosial
dalam Membentuk Gaya Hidup Santri, maka guru dapat menyesuaikan proses
pembinaan para santri serta proses belajar mengajar yang diciptakan.
Dengan mengetahui Peranan Kelompok Sosial dalam Membentuk Gaya
Hidup Santri, maka diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk
menyesuaikan cara belajar sehingga dapat diperoleh perilaku dan akhlak seorang
santri yang memuaskan.
5) Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dengan terjun langsung ke lapangan dan memberikan pengalaman belajar yang
menumbuhkan kemampuan dan ketrampilan meneliti serta pengetahuan yang
lebih mendalam terutama pada bidang yang dikaji.
1.5 Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1) BAB I Pendahuluan
Pendahuluan adalah bagian awal yang terdapat dalam skripsi ini yang
berisi: latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi.
2) BAB II Kajian Pustaka
Dalam pembahasan di bab II ini merupakan kajian pustaka yang
mendukung kajian dari penelitian yang dilaksanakan dan terbagi menjadi
beberapa sub bab, yang meliputi: tinjauan tentang kelompok sosial, tinjauan
tentang gaya hidup, tinjauan tentang pesantren, tinjauan tentang pendidikan Islam.
3) BAB III Metode Penelitian
Dalam pembahasan di bab III ini akan menjelaskan mengenai metodologi
yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode Deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Pada bab ini merupakan bab yang berisikan mengenai hasil deskripsi
penelitian dan pembahasan penelitian yang dilakukan berdasarkan tahap yang
telah ditentukan. Dalam penelitian yang dilaksanakan ini pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Dalam pembahasan ini juga
dikaitkan dengan teori-teori yang telah dibahas pada bab II.
5) BAB V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi
Pada pembahasan bab V ini dipaparkan mengenai simpulan dari
keseluruhan proses penelitian serta apa implikasi dan rekomendasi kepada pihak
terkait dari penelitian ini. Kesimpulan harus menjawab keseluruhan dari rumusan