BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tingkat kualitas pendidikan berkaitan erat dengan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM). Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan kualitas pendidikan
yang berkesinambungan diperlukan adanya perbaikan dan pembenahan SDM.
Salah satu aspek yang perlu dibenahi adalah SDM yang kreatif, sebagaimana yang
diamanatkan UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003 BAB II pasal 3 yang
menyatakan :
Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pernyataan di atas menyiratkan bahwa SDM yang kreatif merupakan salah satu
target yang harus dicapai dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.
Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan
untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Menurut Depdiknas
(2006) bahwa tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah : (1) melatih cara berpikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi,
eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi;
(2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu,
memprediksi dan dugaan serta mencoba-coba; (3) mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah; (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan
informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan
Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National
Council of Teachers of Mathematics (NCTM) sama dengan Depdiknas. NCTM
(2000) merumuskan bahwa tujuan umum pembelajaran matematika yaitu belajar
untuk bernalar, belajar untuk memecahkan masalah, belajar untuk mengaitkan ide,
dan pembentukan sikap positif terhadap matematika.
Uraian di atas menyatakan, berpikir kreatif matematis termuat pada
kemampuan standar menurut Depdiknas dan NCTM. Artinya, kemampuan ini
merupakan kemampuan penting yang harus dikembangkan dan dimiliki oleh
siswa.
Sejalan dengan Depdiknas dan NTCM, pentingnya berpikir kreatif juga
dikemukakan oleh para ahli (Munandar, 2004:31), yaitu: (1) dengan berkreasi
orang dapat mewujudkan (mengaktualisasikan) dirinya, dan aktualisasi diri
merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tertinggi dalam hidup manusia.
Kreativitas merupakan manifestasi diri individu yang berfungsi sepenuhnya; (2)
kreativitas sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai
saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. Di sekolah yang
terutama dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan dan penalaran ( berpikir
logis); (3) bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi
dan lingkungan, tapi juga memberikan kepuasan kepada individu; (4)
kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya,
dalam era globalisai saat ini, kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara
bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide, penemuan-penemuan baru
dan teknologi baru. Untuk mencapai hal itu diperlukan sikap, pemikiran, dan
perilaku kreatif perlu dipupuk dalam diri siswa sejak dini.
Menurut Williams (Munandar, 2004:192), kemampuan yang berkaitan
dengan berpikir kreatif ada delapan kemampuan, empat kemampuan dari ranah
kognitif dan empat dari ranah afektif. Kemampuan dari ranah kognitif yaitu
berfikir lancar, berpikir luwes, orisinal, dan terperinci, sedangkan kemampuan
dan imajinatif. Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan bagian dari
kemampuan matematik (mathematical ability). Sumarmo (2010: 4) menyatakan
bahwa kemampuan berpikir kreatif digolongkan kedalam berpikir matematik
tingkat tinggi (high-order mathematical thinking). Berpikir kreatif memuat aspek
keterampilan kognitif, afektif, dan metakognitif. Keterampilan kognitif meliputi
kemampuan: mengidentifikasi masalah dan peluang, menyususun pertanyaan
yang baik dan berbeda, menghasilkan banyak idea (fluency), idea yang berbeda
(flexibility), dan produk atau idea yang baru (originality). Keterampilan afektif
antara lain: merasakan masalah dan peluang, toleran terhadap ketidak pastian, dan
kekreativan orang lain.kemampuan metakognitif antara lain: merancang strategi,
menetapkan tujuan dan keputusan. Selanjutnya Meissner (Sumarmo, 2010: 12)
menyarankan agar dalam kegiatan pembelajaran guru lebih memperhatikan
perkembangan individual dan sosial, menyajikan masalah yang menantang, serta
mendorong siswa mengajukan ide secara spontan. Pembelajaran dengan masalah
yang menantang artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan
pemecahan soal secara beragam dan bervariasi (flexibility) dan memberikan
jawaban secara lancar (fluency).
Kemampuan berpikir kreatif matematis pada kenyataannya masih kurang
diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Pendapat tersebut diperkuat oleh
Munandar (2004) bahwa penekanan pembelajaran matematika lebih pada hafalan
dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Sejalan
dengan Munandar, menurut Mettes (1979) dan Wahyudin (1999) menyatakan
bahwa: (1) siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan
soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka diberikan soal-soal yang
berbeda dengan soal latihan, mereka bingung karena tidak tahu harus mulai
bekerja dari mana; (2) Sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap
penjelasan atau informasi dari guru. Siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan
pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya,
berarti siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Selanjutnya,
siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika yang akan menjadi milik
siswa sendiri, guru cenderung memaksakan cara berpikir siswa dengan cara
berpikir yang dimiliki gurunya. Dengan kondisi yang demikian, kemampuan
kreatif siswa di kelas kurang berkembang. Demikian pula dengan hasil
identifikasi dan analisis dalam studi pendahuluan Hasanah (2008) terhadap
kegiatan dan hasil belajar di beberapa SMA di Bandung dan Cimahi, dan studi
pendahuluan Kartini (2012) pada dua SMA di kota Pekanbaru, menunjukkan: (1)
pola pembelajaran cenderung textbook, bersifat abstrak dan konsep-konsep
matematika menjadi sulit dipahami oleh siswa karena tidak diberikan kebebasan
dalam menggunakan ide-ide original secara informal; (2) pembelajaran masih
cenderung menekankan pada kemampuan siswa untuk memformulasikan konsep
atau pengetahuan secara eksplisit, dan pada kemampuan mereproduksi apa yang
dipelajarinya secara verbal, numerik ataupun menghafal rumus; (3) kemampuan
berpikir kreatif masih jauh dari harapan, hanya sekitar 9% siswa yang dapat
menyelesaikan tes kemampuan berpikir kreatif dari 703 siswa yang diuji; (4)
sikap siswa terhadap pembelajaran matematika cenderung negatif; (5)
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin masih rendah;
(6) Siswa sulit mengerjakan soal-soal pembuktian, evaluasi, generalisasi atau
konjektur, dan sulit menemukan hubungan antara satu konsep dengan konsep
yang lainya; (7) Mereka hanya mengerjakan soal-soal rutin yang biasa diberikan
guru. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa masih rendah. Oleh karena itu diperlukan penelitian pembelajaran
matematika yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa. Karena jika siswa mampu memecahkan permasalah-permasalahan dalam
matematika secara kreatif, diharapkan siswapun mampu menghadapi
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan nyata secara kreatif, dan mampu
menghadapi semua tantangan kehidupan yang semakin kompleks dengan tangguh.
Hastuti (2007) menengarai rendahnya nilai matematika disebabkan oleh
beberapa fakta yakni, sistem pembelajaran yang berpusat kepada guru,
proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak yang bersifat
rutin.
Uraian pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, siswa dalam
belajar matematika mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif matematis dan salah satunya disebabkan oleh faktor proses
pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan ide-ide dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Sulitnya siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis
disebabkan karena siswa dalam belajar matematika hanya menghapal konsep dan
siswa tidak mampu menggunakan konsep tersebut jika menemukan masalah. Hal
ini sejalan dengan hasil wawancara dengan rekan sejawat di kelas P2TK yang
berjumlah 19 orang (semuanya merupakan guru SMP yang bertugas dan PNS).
Pada umumnya pembelajaran matematika SMP sejauh ini masih menggunakan
pembelajaran langsung, dimana pembelajaran masih didominasi oleh pandangan
bahwa pengetahuan sebagai kumpulan fakta-fakta yang harus dihafal. Proses
pembelajaran matematika masih berkonsentrasi pada latihan penyelesaian soal
yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis, dari pada berkonsentrasi pada
penanaman pemahaman matematika siswa, sehingga siswa kurang mempunyai
kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal matematika secara kreatif.
Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa pembelajaran langsung diawali
dengan pemberian informasi atau ceramah, pembelajaran dimana guru
mendominasi kelas, siswa pasif dan hanya menerima. Pembelajaran di kelas
masih berpusat kepada guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Proses
pembelajaran yang terjadi satu arah, yang hanya menekankan pada aspek kognitif
siswa saja, sedangkan aspek afektif dan aspek psikomotor siswa kurang
diperhatikan. Demikian pula pihak siswa, karena terbiasa menjadi penonton di
dalam kelas, mereka sudah merasa nyaman dengan kondisi menerima dan tidak
terlatih untuk melakukan penemuan konsep dan pemecahan masalah sendiri.
Zaini, Munthe, dan Aryani (2008:14) menyatakan ketika siswa pasif atau
hanya menerima dari guru, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang
telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat
mengikat informasi yang baru saja diterima dari guru. Belajar aktif adalah salah
satu cara untuk mengikat informasi yang baru, kemudian menyimpan, dan
mengolahnya dalam otak.Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang
mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar secara aktif,
berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan demikian
mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari
materi pembelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang
baru mereka pelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.
Siswa belajar aktif akan diajak turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak
hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Penggunaan cara belajar aktif,
biasanya siswa akan merasakan suasana belajar yang lebih menyenangkan,
sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.
Secara umum kurangnya kemampuan matematis siswa dan tidak
disenanginya pelajaran matematika oleh siswa, tidak lepas dari kegiatan
pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran matematika yang biasa dilakukan
kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali dan menemukan
sendiri konsep-konsep matematika secara luas dengan banyak terlibat di dalam
proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru hendaknya memilih dan menggunakan
strategi, metode, pendekatan, atau model pembelajaran yang menyenangkan bagi
siswa, model pembelajaran yang banyak melibatkan siswa secara aktif dalam
belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial.
Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan
berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar:Suasana belajar yang
non-otoriter;Belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang; Guru menaruh
kepercayaan terhadap kemampuan siswa untuk berpikir dan berarti dalam
mengemukakan gagasan baru;Anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai
berpikir kreatif dapat tumbuh dengan subur (Munandar, 2004:12). Diperlukan
suatu strategi pembelajaran yang lebih berorientasi pada siswa, dimana dalam
kegiatan pembelajarannya lebih menekankan kepada keterlibatan siswa secara
aktif dalam memahami konsep-konsep atau prinsip matematika. Memungkinkan
pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih bermakna, karena siswa tidak hanya
belajar untuk memahami sesuatu, tetapi juga belajar melakukan dan menemukan
konsep-konsep matematika secara mandiri.
Proses pembelajaran matematika di kelas, selain kemampuan berpikir
kreatif matematis, guru juga harus memperhatikan aspek psikologis dan motivasi
diri siswa dalam kegiatan pembelajaran. Jika siswa memiliki sikap atau psikologi
serta motivasi diri yang baik, maka siswa akan mudah untuk menerima pelajaran,
dan mereka juga dapat mengaplikasikan ide-ide yang mereka miliki untuk
menyelesaikan permasalah selama proses pembelajaran berlangsung, maupun
permasalahan yang diberikan oleh guru. Selain kemampuam intelektual, aspek
psikologis dan motivasi diri juga turut memberi kontribusi terhadap keberhasilan
seseorang dalam belajar matematika dengan baik. Salah satu aspek psikologis dan
motivasi diri tersebut adalah kemandirian belajar
Sumarmo (2004) menyatakan bahwa individu yang belajar matematika
dituntut memiliki disposisi matematis tingkat tinggi, sehingga akan menghasilkan
kemampuan berpikir matematis yang sesuai harapan. Disposisi matematis yang
dimaksud terlukis pada karakteristik kemandirian belajar matematika, yaitu : (1)
inisiatif belajar; (2) mendiagnosis kebutuhan belajar; (3) menetapkan tujuan
belajar; (4) memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar; (5) memandang
kesulitan sebagai tantangan; (6) memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan;
(7) memilih dan menerapkan startegi belajar yang tepat; (8) mengevaluasi proses
dan hasil belajar; (9) konsep diri.
Penelitian yang berkaitan dengan kemandirian belajar matematika (Astuti
2009; Novaliyosi 2011) secara umum hasil kemandirian belajar matematika siswa
dan mahasiswa tergolong baik. Astuti (2009) menyatakan kemandirian belajar
pembelajaran model reciprocal teaching dengan pendekatan metakognitif adalah
lebih baik daripada kemandirian belajar siswa pada kelompok yang memperoleh
pembelajaran konvensional. Novaliyosi (2011) melakukan penelitian dengan
pendekatan investigasi menyimpulkan bahwa kemandirian belajar matematika
mahasiswa UNTIRTA Serang Banten yang mendapat pembelajaran dengan
pendekatan investigasi lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat
pembelajaran konvensional.
Kemandirian belajar perlu dikembangkan karena sikap siswa yang tidak
bergantung pada siapapun untuk menentukan tujuan belajar yang diinginkan,
kemandirian belajar siswa merupakan hal yang turut menentukan keberhasilan
hasil studi siswa.
Menyikapi permasalahan-permasalah yang timbul dalam pembelajaran
matematika, khususnya kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar,
perlu upaya bersama untuk mencari solusinya. Salah satu strategi pembelajaran
matematis yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematis dan kemandirian belajar adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif adalah suatu kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa
secara berkelompok dan terlibat aktif dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan
bersama. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
mengelompokkan siswa berdasarkan tingkat kemampuan yang berbed-beda dalam
kelompok-kelompok kecil, dimana dalam strategi pembelajaran ini siswa dalam
kelompok mempunyai konsep tanggungjawab bersama, membantu teman
sekelompoknya dengan melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu
agar berhasil dan mendorong teman sekelompoknya untuk melakukan usaha yang
maksimal (Slavin, 2008). Diantara sekian banyak strategi pembelajaran kooperatif
salah satunya adalah pembelajaran snow ball rolling
Kegiatan pembelajaransnow ball rollingmemberikan kemungkinan siswa
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar,
melalui berbagai kegiatan pada proses pembelajaran untuk memperoleh hasil yang
dan memotivasi, serta menguasai keterampilan yang diberikan oleh guru. Strategi
ini menempatkan siswa dalam kelompok yang beranggotakan 2–8 orang yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasi, dilihat dari nilai ulangan harian.
Guru menyajikan materi pembelajaran, siswa bekerja dalam tim mereka untuk
memastikan seluruh tim telah menguasai materi atau pelajaran.
Snow ball rolling tidak hanya dapat membantu mengembangkan tingkah
laku kooperatif siswa, tetapi pembelajaran ini juga dapat membantu siswa dalam
meningkatkan kemajuan akademis mereka. Pembelajaran snow ball rolling dalam
matematika akan dapat membantu meningkatkan sifat positif para siswa dalam
belajar matematika. Siswa secara individu akan membangun kepercayaan diri
terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan masalah–masalah matematika,
sehingga secara berangsur-angsur akan mengurangi rasa cemasnya terhadap
kesulitan yang sebelumnya dia alami. Pembelajaran snow ball rolling juga sangat
bermanfaat bagi para siswa yang heterogen. Menonjolkan interaksi dalam
kelompok, strategi belajar ini dapat membuat siswa mampu menerima siswa lain
yang berkemampuan berbeda. Adanya kompetisi antar kelompok belajar juga
dapat menumbuhkan motivasi belajar para siswa yang nantinya akan bepengaruh
terhadap hasil belajar dalam kelompoknya.
Uraian di atas membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Penerapan Pembelajaran Snow Ball Rolling untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalah
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran snowball rolling lebih baik
2. Apakah kemandirian belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran snow ball rolling lebih baik daripada siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran langsung ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menelaah :
1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran snowball rolling dengan siswa
yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran langsung.
2. Kemandirian belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran snowball rolling dengan siswa yang pembelajarannya
menggunakan pembelajaran langsung.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat,
mendukung dan menegaskan teori-teori yang telah ada sehingga dapat
menjadi sumber rujukan dalam mengkaji permasalahan terkait.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai umpan balik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa dan kemandirian belajar
b. Dijadikan alternatif acuan bagi guru untuk meningkatkan berfikir kreatif
dan kemandirian belajar siswa
c. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti tentang inovasi
pembelajaran serta penerapannya dalam proses belajar mengajar.
d. Sebagai pengalaman bagi peneliti untuk mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi dan dapat dikembangkan lebih lanjut.
Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman terhadap istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah didefinisikan sebagai
berikut:
1. Kemampuan berpikir kreatif dalam penelitian adalah tingkat kesanggupan
berpikir anak untuk menemukan solusi suatu masalah sebanyak-banyaknya,
seberagam mungkin dan relevan jawaban atas suatu masalah, lancar, lentur,
dan asli serta terperinci berdasarkan data dan informasi yang tersedia.
2. Kemandirian Belajar dalam penelitian ini adalah proses aktif dan konstruktif
yang memiliki ciri berinisiatif belajar, mendiagnosis kebutuhan belajar,
menetapkan tujuan belajar, mangatur dan mengontrol belajar, memandang
kesulitan sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber belajar,
memilih dan menetapkan strategi belajar yang tepat, mengevaluasi proses dan
hasil belajar, dan konsep diri.
3. Pembelajaran snowball roling yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
strategi yang digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari
diskusi siswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok kecil kemudian
dilanjutkan dengan kelompok yang lebih besar, sehingga pada akhirnya akan
memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara
berkelompok.
4. Pembelajaran langsung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran yang bersifat informatif, guru memberi dan menjelaskan materi
pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat pelajaran yang disampaikan
guru, siswa belajar sendiri-sendiri kemudin mengerjakan latihan, dan