• Tidak ada hasil yang ditemukan

T MTK 1204661 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T MTK 1204661 Chapter1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tingkat kualitas pendidikan berkaitan erat dengan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM). Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan kualitas pendidikan

yang berkesinambungan diperlukan adanya perbaikan dan pembenahan SDM.

Salah satu aspek yang perlu dibenahi adalah SDM yang kreatif, sebagaimana yang

diamanatkan UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003 BAB II pasal 3 yang

menyatakan :

Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Pernyataan di atas menyiratkan bahwa SDM yang kreatif merupakan salah satu

target yang harus dicapai dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di

Indonesia.

Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan

untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Menurut Depdiknas

(2006) bahwa tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama/

Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah : (1) melatih cara berpikir dan bernalar

dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi,

eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi;

(2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu,

memprediksi dan dugaan serta mencoba-coba; (3) mengembangkan kemampuan

memecahkan masalah; (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan

informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan

(2)

Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National

Council of Teachers of Mathematics (NCTM) sama dengan Depdiknas. NCTM

(2000) merumuskan bahwa tujuan umum pembelajaran matematika yaitu belajar

untuk bernalar, belajar untuk memecahkan masalah, belajar untuk mengaitkan ide,

dan pembentukan sikap positif terhadap matematika.

Uraian di atas menyatakan, berpikir kreatif matematis termuat pada

kemampuan standar menurut Depdiknas dan NCTM. Artinya, kemampuan ini

merupakan kemampuan penting yang harus dikembangkan dan dimiliki oleh

siswa.

Sejalan dengan Depdiknas dan NTCM, pentingnya berpikir kreatif juga

dikemukakan oleh para ahli (Munandar, 2004:31), yaitu: (1) dengan berkreasi

orang dapat mewujudkan (mengaktualisasikan) dirinya, dan aktualisasi diri

merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tertinggi dalam hidup manusia.

Kreativitas merupakan manifestasi diri individu yang berfungsi sepenuhnya; (2)

kreativitas sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan

penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai

saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. Di sekolah yang

terutama dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan dan penalaran ( berpikir

logis); (3) bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi

dan lingkungan, tapi juga memberikan kepuasan kepada individu; (4)

kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya,

dalam era globalisai saat ini, kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara

bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide, penemuan-penemuan baru

dan teknologi baru. Untuk mencapai hal itu diperlukan sikap, pemikiran, dan

perilaku kreatif perlu dipupuk dalam diri siswa sejak dini.

Menurut Williams (Munandar, 2004:192), kemampuan yang berkaitan

dengan berpikir kreatif ada delapan kemampuan, empat kemampuan dari ranah

kognitif dan empat dari ranah afektif. Kemampuan dari ranah kognitif yaitu

berfikir lancar, berpikir luwes, orisinal, dan terperinci, sedangkan kemampuan

(3)

dan imajinatif. Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan bagian dari

kemampuan matematik (mathematical ability). Sumarmo (2010: 4) menyatakan

bahwa kemampuan berpikir kreatif digolongkan kedalam berpikir matematik

tingkat tinggi (high-order mathematical thinking). Berpikir kreatif memuat aspek

keterampilan kognitif, afektif, dan metakognitif. Keterampilan kognitif meliputi

kemampuan: mengidentifikasi masalah dan peluang, menyususun pertanyaan

yang baik dan berbeda, menghasilkan banyak idea (fluency), idea yang berbeda

(flexibility), dan produk atau idea yang baru (originality). Keterampilan afektif

antara lain: merasakan masalah dan peluang, toleran terhadap ketidak pastian, dan

kekreativan orang lain.kemampuan metakognitif antara lain: merancang strategi,

menetapkan tujuan dan keputusan. Selanjutnya Meissner (Sumarmo, 2010: 12)

menyarankan agar dalam kegiatan pembelajaran guru lebih memperhatikan

perkembangan individual dan sosial, menyajikan masalah yang menantang, serta

mendorong siswa mengajukan ide secara spontan. Pembelajaran dengan masalah

yang menantang artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan

pemecahan soal secara beragam dan bervariasi (flexibility) dan memberikan

jawaban secara lancar (fluency).

Kemampuan berpikir kreatif matematis pada kenyataannya masih kurang

diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Pendapat tersebut diperkuat oleh

Munandar (2004) bahwa penekanan pembelajaran matematika lebih pada hafalan

dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Sejalan

dengan Munandar, menurut Mettes (1979) dan Wahyudin (1999) menyatakan

bahwa: (1) siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan

soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka diberikan soal-soal yang

berbeda dengan soal latihan, mereka bingung karena tidak tahu harus mulai

bekerja dari mana; (2) Sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap

penjelasan atau informasi dari guru. Siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan

pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya,

berarti siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Selanjutnya,

(4)

siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika yang akan menjadi milik

siswa sendiri, guru cenderung memaksakan cara berpikir siswa dengan cara

berpikir yang dimiliki gurunya. Dengan kondisi yang demikian, kemampuan

kreatif siswa di kelas kurang berkembang. Demikian pula dengan hasil

identifikasi dan analisis dalam studi pendahuluan Hasanah (2008) terhadap

kegiatan dan hasil belajar di beberapa SMA di Bandung dan Cimahi, dan studi

pendahuluan Kartini (2012) pada dua SMA di kota Pekanbaru, menunjukkan: (1)

pola pembelajaran cenderung textbook, bersifat abstrak dan konsep-konsep

matematika menjadi sulit dipahami oleh siswa karena tidak diberikan kebebasan

dalam menggunakan ide-ide original secara informal; (2) pembelajaran masih

cenderung menekankan pada kemampuan siswa untuk memformulasikan konsep

atau pengetahuan secara eksplisit, dan pada kemampuan mereproduksi apa yang

dipelajarinya secara verbal, numerik ataupun menghafal rumus; (3) kemampuan

berpikir kreatif masih jauh dari harapan, hanya sekitar 9% siswa yang dapat

menyelesaikan tes kemampuan berpikir kreatif dari 703 siswa yang diuji; (4)

sikap siswa terhadap pembelajaran matematika cenderung negatif; (5)

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin masih rendah;

(6) Siswa sulit mengerjakan soal-soal pembuktian, evaluasi, generalisasi atau

konjektur, dan sulit menemukan hubungan antara satu konsep dengan konsep

yang lainya; (7) Mereka hanya mengerjakan soal-soal rutin yang biasa diberikan

guru. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa masih rendah. Oleh karena itu diperlukan penelitian pembelajaran

matematika yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa. Karena jika siswa mampu memecahkan permasalah-permasalahan dalam

matematika secara kreatif, diharapkan siswapun mampu menghadapi

permasalahan-permasalahan dalam kehidupan nyata secara kreatif, dan mampu

menghadapi semua tantangan kehidupan yang semakin kompleks dengan tangguh.

Hastuti (2007) menengarai rendahnya nilai matematika disebabkan oleh

beberapa fakta yakni, sistem pembelajaran yang berpusat kepada guru,

(5)

proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak yang bersifat

rutin.

Uraian pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, siswa dalam

belajar matematika mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan

berpikir kreatif matematis dan salah satunya disebabkan oleh faktor proses

pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengaplikasikan ide-ide dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

Sulitnya siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis

disebabkan karena siswa dalam belajar matematika hanya menghapal konsep dan

siswa tidak mampu menggunakan konsep tersebut jika menemukan masalah. Hal

ini sejalan dengan hasil wawancara dengan rekan sejawat di kelas P2TK yang

berjumlah 19 orang (semuanya merupakan guru SMP yang bertugas dan PNS).

Pada umumnya pembelajaran matematika SMP sejauh ini masih menggunakan

pembelajaran langsung, dimana pembelajaran masih didominasi oleh pandangan

bahwa pengetahuan sebagai kumpulan fakta-fakta yang harus dihafal. Proses

pembelajaran matematika masih berkonsentrasi pada latihan penyelesaian soal

yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis, dari pada berkonsentrasi pada

penanaman pemahaman matematika siswa, sehingga siswa kurang mempunyai

kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal matematika secara kreatif.

Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa pembelajaran langsung diawali

dengan pemberian informasi atau ceramah, pembelajaran dimana guru

mendominasi kelas, siswa pasif dan hanya menerima. Pembelajaran di kelas

masih berpusat kepada guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Proses

pembelajaran yang terjadi satu arah, yang hanya menekankan pada aspek kognitif

siswa saja, sedangkan aspek afektif dan aspek psikomotor siswa kurang

diperhatikan. Demikian pula pihak siswa, karena terbiasa menjadi penonton di

dalam kelas, mereka sudah merasa nyaman dengan kondisi menerima dan tidak

terlatih untuk melakukan penemuan konsep dan pemecahan masalah sendiri.

(6)

Zaini, Munthe, dan Aryani (2008:14) menyatakan ketika siswa pasif atau

hanya menerima dari guru, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang

telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat

mengikat informasi yang baru saja diterima dari guru. Belajar aktif adalah salah

satu cara untuk mengikat informasi yang baru, kemudian menyimpan, dan

mengolahnya dalam otak.Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang

mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar secara aktif,

berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan demikian

mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari

materi pembelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang

baru mereka pelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.

Siswa belajar aktif akan diajak turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak

hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Penggunaan cara belajar aktif,

biasanya siswa akan merasakan suasana belajar yang lebih menyenangkan,

sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.

Secara umum kurangnya kemampuan matematis siswa dan tidak

disenanginya pelajaran matematika oleh siswa, tidak lepas dari kegiatan

pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran matematika yang biasa dilakukan

kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali dan menemukan

sendiri konsep-konsep matematika secara luas dengan banyak terlibat di dalam

proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru hendaknya memilih dan menggunakan

strategi, metode, pendekatan, atau model pembelajaran yang menyenangkan bagi

siswa, model pembelajaran yang banyak melibatkan siswa secara aktif dalam

belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial.

Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan

berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar:Suasana belajar yang

non-otoriter;Belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang; Guru menaruh

kepercayaan terhadap kemampuan siswa untuk berpikir dan berarti dalam

mengemukakan gagasan baru;Anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai

(7)

berpikir kreatif dapat tumbuh dengan subur (Munandar, 2004:12). Diperlukan

suatu strategi pembelajaran yang lebih berorientasi pada siswa, dimana dalam

kegiatan pembelajarannya lebih menekankan kepada keterlibatan siswa secara

aktif dalam memahami konsep-konsep atau prinsip matematika. Memungkinkan

pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih bermakna, karena siswa tidak hanya

belajar untuk memahami sesuatu, tetapi juga belajar melakukan dan menemukan

konsep-konsep matematika secara mandiri.

Proses pembelajaran matematika di kelas, selain kemampuan berpikir

kreatif matematis, guru juga harus memperhatikan aspek psikologis dan motivasi

diri siswa dalam kegiatan pembelajaran. Jika siswa memiliki sikap atau psikologi

serta motivasi diri yang baik, maka siswa akan mudah untuk menerima pelajaran,

dan mereka juga dapat mengaplikasikan ide-ide yang mereka miliki untuk

menyelesaikan permasalah selama proses pembelajaran berlangsung, maupun

permasalahan yang diberikan oleh guru. Selain kemampuam intelektual, aspek

psikologis dan motivasi diri juga turut memberi kontribusi terhadap keberhasilan

seseorang dalam belajar matematika dengan baik. Salah satu aspek psikologis dan

motivasi diri tersebut adalah kemandirian belajar

Sumarmo (2004) menyatakan bahwa individu yang belajar matematika

dituntut memiliki disposisi matematis tingkat tinggi, sehingga akan menghasilkan

kemampuan berpikir matematis yang sesuai harapan. Disposisi matematis yang

dimaksud terlukis pada karakteristik kemandirian belajar matematika, yaitu : (1)

inisiatif belajar; (2) mendiagnosis kebutuhan belajar; (3) menetapkan tujuan

belajar; (4) memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar; (5) memandang

kesulitan sebagai tantangan; (6) memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan;

(7) memilih dan menerapkan startegi belajar yang tepat; (8) mengevaluasi proses

dan hasil belajar; (9) konsep diri.

Penelitian yang berkaitan dengan kemandirian belajar matematika (Astuti

2009; Novaliyosi 2011) secara umum hasil kemandirian belajar matematika siswa

dan mahasiswa tergolong baik. Astuti (2009) menyatakan kemandirian belajar

(8)

pembelajaran model reciprocal teaching dengan pendekatan metakognitif adalah

lebih baik daripada kemandirian belajar siswa pada kelompok yang memperoleh

pembelajaran konvensional. Novaliyosi (2011) melakukan penelitian dengan

pendekatan investigasi menyimpulkan bahwa kemandirian belajar matematika

mahasiswa UNTIRTA Serang Banten yang mendapat pembelajaran dengan

pendekatan investigasi lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat

pembelajaran konvensional.

Kemandirian belajar perlu dikembangkan karena sikap siswa yang tidak

bergantung pada siapapun untuk menentukan tujuan belajar yang diinginkan,

kemandirian belajar siswa merupakan hal yang turut menentukan keberhasilan

hasil studi siswa.

Menyikapi permasalahan-permasalah yang timbul dalam pembelajaran

matematika, khususnya kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar,

perlu upaya bersama untuk mencari solusinya. Salah satu strategi pembelajaran

matematis yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

matematis dan kemandirian belajar adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran

kooperatif adalah suatu kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa

secara berkelompok dan terlibat aktif dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan

bersama. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang

mengelompokkan siswa berdasarkan tingkat kemampuan yang berbed-beda dalam

kelompok-kelompok kecil, dimana dalam strategi pembelajaran ini siswa dalam

kelompok mempunyai konsep tanggungjawab bersama, membantu teman

sekelompoknya dengan melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu

agar berhasil dan mendorong teman sekelompoknya untuk melakukan usaha yang

maksimal (Slavin, 2008). Diantara sekian banyak strategi pembelajaran kooperatif

salah satunya adalah pembelajaran snow ball rolling

Kegiatan pembelajaransnow ball rollingmemberikan kemungkinan siswa

untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar,

melalui berbagai kegiatan pada proses pembelajaran untuk memperoleh hasil yang

(9)

dan memotivasi, serta menguasai keterampilan yang diberikan oleh guru. Strategi

ini menempatkan siswa dalam kelompok yang beranggotakan 2–8 orang yang

merupakan campuran menurut tingkat prestasi, dilihat dari nilai ulangan harian.

Guru menyajikan materi pembelajaran, siswa bekerja dalam tim mereka untuk

memastikan seluruh tim telah menguasai materi atau pelajaran.

Snow ball rolling tidak hanya dapat membantu mengembangkan tingkah

laku kooperatif siswa, tetapi pembelajaran ini juga dapat membantu siswa dalam

meningkatkan kemajuan akademis mereka. Pembelajaran snow ball rolling dalam

matematika akan dapat membantu meningkatkan sifat positif para siswa dalam

belajar matematika. Siswa secara individu akan membangun kepercayaan diri

terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan masalah–masalah matematika,

sehingga secara berangsur-angsur akan mengurangi rasa cemasnya terhadap

kesulitan yang sebelumnya dia alami. Pembelajaran snow ball rolling juga sangat

bermanfaat bagi para siswa yang heterogen. Menonjolkan interaksi dalam

kelompok, strategi belajar ini dapat membuat siswa mampu menerima siswa lain

yang berkemampuan berbeda. Adanya kompetisi antar kelompok belajar juga

dapat menumbuhkan motivasi belajar para siswa yang nantinya akan bepengaruh

terhadap hasil belajar dalam kelompoknya.

Uraian di atas membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Penerapan Pembelajaran Snow Ball Rolling untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalah

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang

pembelajarannya menggunakan pembelajaran snowball rolling lebih baik

(10)

2. Apakah kemandirian belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan

pembelajaran snow ball rolling lebih baik daripada siswa yang

pembelajarannya menggunakan pembelajaran langsung ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menelaah :

1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang

pembelajarannya menggunakan pembelajaran snowball rolling dengan siswa

yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran langsung.

2. Kemandirian belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan

pembelajaran snowball rolling dengan siswa yang pembelajarannya

menggunakan pembelajaran langsung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat,

mendukung dan menegaskan teori-teori yang telah ada sehingga dapat

menjadi sumber rujukan dalam mengkaji permasalahan terkait.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai umpan balik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

siswa dan kemandirian belajar

b. Dijadikan alternatif acuan bagi guru untuk meningkatkan berfikir kreatif

dan kemandirian belajar siswa

c. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti tentang inovasi

pembelajaran serta penerapannya dalam proses belajar mengajar.

d. Sebagai pengalaman bagi peneliti untuk mengembangkan kemampuan

berpikir tingkat tinggi dan dapat dikembangkan lebih lanjut.

(11)

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman terhadap istilah-istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah didefinisikan sebagai

berikut:

1. Kemampuan berpikir kreatif dalam penelitian adalah tingkat kesanggupan

berpikir anak untuk menemukan solusi suatu masalah sebanyak-banyaknya,

seberagam mungkin dan relevan jawaban atas suatu masalah, lancar, lentur,

dan asli serta terperinci berdasarkan data dan informasi yang tersedia.

2. Kemandirian Belajar dalam penelitian ini adalah proses aktif dan konstruktif

yang memiliki ciri berinisiatif belajar, mendiagnosis kebutuhan belajar,

menetapkan tujuan belajar, mangatur dan mengontrol belajar, memandang

kesulitan sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber belajar,

memilih dan menetapkan strategi belajar yang tepat, mengevaluasi proses dan

hasil belajar, dan konsep diri.

3. Pembelajaran snowball roling yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

strategi yang digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari

diskusi siswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok kecil kemudian

dilanjutkan dengan kelompok yang lebih besar, sehingga pada akhirnya akan

memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara

berkelompok.

4. Pembelajaran langsung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pembelajaran yang bersifat informatif, guru memberi dan menjelaskan materi

pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat pelajaran yang disampaikan

guru, siswa belajar sendiri-sendiri kemudin mengerjakan latihan, dan

(12)

Referensi

Dokumen terkait

(2011) Measurement of Forces on A Cutterhead Using a Laboratory Model Cutter Suction Dredge, Journal of Dredging Engineering, Western Dredging Association (WEDA)

In conclusion, out of the 10 biological parameters evaluated here, only cath B AT , cath B C , PAI-1 and uPAR [uPAR (HD13), uPAR (IIIF10)] in tumour homogenates of NSCLC patients

ujian sumatif modul pengindraan mahasiswa kedokteran angkatan 2015. Semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi pula hasil ujian yang dicapai. Dalam penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa torsi maksimum (S ), torsi minimum (S ), dan max min perbedaan torsi (S -S ) pada kompon karet max min alam dengan bahan pengisi

Setelah dilakukan simulasi dan dihasilkan data mengenai gaya angkat hidrofoil pada setiap variasi kecepatan kapal dan variasi sudut serang hidrofoil, maka selanjutnya dianalisa

Moreover, the author is the member of the society therefore by using sociological approach; the writer can conduct the research about analysis of Modern and

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Hubungan secara simultan antara atribut produk, harga dan saluran distribusi dengan loyalitas konsumen. 2) Hubungan

Peraturan daerah yang mengatur tentang Larangan Dan Pengawasan Hutan Mangrove Di Kota Tarakan adalah ….. Penanaman pohon dalam rangka memperbaiki lahan gundul di luar