• Tidak ada hasil yang ditemukan

kinerja seperti hasil kinerja yang tinggi, employee turnover rate yang rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "kinerja seperti hasil kinerja yang tinggi, employee turnover rate yang rendah"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

organisasi dan mendukung strategi organisasi yang ditetapkan dalam sistem manajemen kinerja. Kemampuan pemimpin dalam membimbing, mendidik dan melatih bawahan sesuai dengan program yang ditetapkan dalam sistem manajemen kinerja mampu mengatasi kekuatiran dalam bekerja karena keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki berkembang dengan baik. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

H3: Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja.

4. Pengaruh Komitmen Pegawai terhadap Efektivitas Sistem Manajemen Kinerja.

Komitmen merupakan suatu konsistensi dari wujud keterikatan seseorang terhadap suatu hal. Luthans (2006) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara komitmen karyawan terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja seperti hasil kinerja yang tinggi, employee turnover rate yang rendah dan persentase ketidakhadiran yang rendah. Rajaguguk (2013) menyebutkan bahwa dibutuhkan komitmen dari seluruh pegawai agar sistem manajemen kinerja dapat memberikan hasil yang optimal. Beberapa peneliti telah meneliti tentang sistem manajemen kinerja misalnya, Maleka (2014) mengatakan bahwa untuk dapat membuat sistem manajemen kinerja berjalan efektif diperlukan komitmen yang kuat. Komitmen dapat menjadi sarana yang efektif dalam penerapan sistem manajemen kinerja (Wakhyudi, 2014).

(2)

Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja. Alasannya adalah komitmen pegawai yang tinggi mampu membuat penerapan sistem manajemen kinerja dapat berjalan dengan efektif. Pegawai yang loyalitas tinggi siap bekerja keras, mengorbankan sumber daya yang dimilikinya baik waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan instansi yang ditetapkan melalui sistem manajemen kinerja. Pegawai dengan komitmen tinggi merasa bahwa nilai-nilai organisasi sejalan dengan nilai-nilai pribadinya sehingga diharapkan mampu menciptakan budaya yang berorientasi kinerja yang diakomodasi melalui sistem manajemen kinerja. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis keempat dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

H4: Komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja.

5. Pengaruh Efektivitas Sistem Manajemen Kinerja terhadap Kinerja

Sistem manajemen kinerja yang efektif menyediakan pondasi untuk mendukung upaya pengkomunikasian misi, nilai-nilai dan tujuan organisasi kepada seluruh anggota organisasi. Radnor (2004) menyatakan bahwa kinerja hanya akan dapat terukur bila strategi dibangun dengan jelas sehingga tujuan dirumuskan dengan baik dan jelas. Lebih lanjut, semakin efektif sistem manajemen kinerja tentu akan memberikan pengaruh pada capaian kinerja yang dihasilkan.

(3)

Terdapat peneliti yang telah meneliti keterkaitan antara sistem manajemen kinerja dengan kinerja. Misalnya, Sahoo dan Jena (2012) menemukan bahwa sistem manajemen kinerja memiliki pengaruh positif yang signifikan pada kinerja karyawan ketika diimplementasikan dengan sukses. Efektivitas dalam sistem manajemen kinerja organisasi sektor publik terkadang sulit diukur karena faktor kebutuhan organisasi dan peryaratannya dimana organisasi publik dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Boland, 2000). Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa efektivitas sistem manajemen kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Alasannya adalah bahwa sistem manajemen kinerja yang efektif mampu meningkatkan kinerja. Sistem manajemen kinerja yang efektif mampu memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, oleh karena itu pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar peningkatan kinerjanya dapat ditunjukkan. Sistem manajemen kinerja yang efektif juga mampu memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai, artinya kinerja akan menjadi tolak ukur pemberian reward atau punishment oleh karena itu pegawai akan bekerja sebaik mungkin agar mendapatkan reward yang setimpal. Sistem manajemen yang efektif mampu mengidentifikasi pegawai yang berbakat dan berpotensi maupun pegawai berkinerja buruk. Pegawai yang berbakat, berpotensi dan berkinerja tinggi memiliki kesempatan besar untuk mendapatkan promosi, sehingga pegawai termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya agar mendapatkan kesempatan untuk dipromosikan. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis kelima dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

(4)

6. Efektivitas Sistem Manajemen Kinerja Memediasi Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting agar sebuah sistem manajemen kinerja dapat diimplementasikan dengan sukses. Rajaguguk (2013) mengatakan bahwa sebaik apapun desain sistem manajemen kinerja, jika tidak mendapatkan dukungan dari para pimpinan tidak akan memberikan hasil yang optimal. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan disebutkan bahwa sistem manajemen kinerja memiliki sub-sistem penilaian kinerja agar kinerja dapat terukur dan terarah dengan baik. Lebih lanjut disebutkan dalam peraturan tersebut bahwa hasil penilaian kinerja menjadi dasar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Sahoo dan Jena (2012) menyebutkan bahwa sistem manajemen kinerja memiliki pengaruh positif yang signifikan pada kinerja karyawan ketika diimplementasikan dengan sukses.

Terdapat beberapa penelitian yang menguji pengaruh langsung gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai negeri sipil dan pegawai BUMN yaitu Soni (2009), Budiwibowo (2013), dan Rizki (2015). Hasil penelitian mereka menyebutkan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Asmoko dan Lasahido (2013) menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan langsung yang lemah terhadap kinerja AR di DJP. Sebaliknya, Fajra (2011), Rosmiyati (2014) dan Tongo (2014) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja.

(5)

Beberapa peneliti telah berusaha mengaitkan antara kepemimpinan dengan sistem manajemen kinerja misalnya, Maleka (2014) yang mengatakan bahwa untuk dapat membuat sistem manajemen kinerja berjalan efektif diperlukan kepemimpinan yang kuat. Bush (2005) menyebutkan bahwa kepemimpinan yang teguh meminimalisir gagalnya implementasi sistem manajemen kinerja. Manajemen kinerja sangat tergantung pada kepemimpinan dalam hal dukungan dan manajemen perubahan (Jacobson dan Chrisinger, 2013). Temuan Cokins (2006) menyebutkan bahwa kepemimpinan berperan menentukan arah strategi dan memotivasi pegawai pada tujuan yang ingin dicapai dalam manajemen kinerja. Kurangnya pemahaman, komitmen dan partisipasi pimpinan dalam implementasi sistem manajemen kinerja merupakan hambatan dalam implementasi sistem manajemen kinerja (Kittredge, 2006).

Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja. Alasannya adalah gaya kepemimpinan transformasional yang efektif mampu meningkatkan kinerja pegawai melalui implementasi sistem manajemen kinerja yang efektif. Pemimpin yang mampu mengendalikan bawahannya agar bekerja sesuai visi dan misi organisasi dimungkinkan mampu menghubungkan kinerja individu dengan kinerja organisasi melalui sistem manajemen kinerja yang berperan memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, oleh karena itu pegawai akan meningkatkan kinerjanya.

Pemimpin yang senantiasa memberi motivasi dan inspirasi membuat bawahan senantiasa optimis dan antusias dalam mencapai tujuan organisasi dan

(6)

mendukung strategi organisasi yang ditetapkan dalam sistem manajemen kinerja yang mana sistem manajemen kinerja yang efektif akan memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai, sehingga pegawai akan bekerja sebaik mungkin agar mendapatkanreward yang setimpal.Kemampuan pemimpin dalam membimbing, mendidik dan melatih bawahan mampu mengembangkan keterampilan, pengetahuan, bakat dan potensi yang dimiliki pegawai melalui program yang ditetapkan dalam sistem manajemen kinerja. Selanjutnya, sistem manajemen akan mengidentifikasi pegawai yang berbakat, berpotensi dan berkinerja tinggi tersebut. Pegawai yang berbakat, berpotensi dan berkinerja tinggi memiliki kesempatan besar untuk mendapatkan promosi, sehingga pegawai termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya agar mendapatkan kesempatan untuk dipromosikan. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis keenam dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

H6: Efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja.

7. Efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh komitmen pegawai terhadap kinerja

Implementasi sistem manajemen kinerja sangat membutuhkan komitmen dari seluruh pegawai agar memberikan hasil yang optimal (Rajaguguk, 2013). Maleka (2014) mengatakan bahwa untuk dapat membuat sistem manajemen kinerja berjalan efektif diperlukan komitmen yang kuat. Komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja dengan indikatori hasil kinerja yang tinggi, tingkat pergantian pegawai yang rendah

(7)

dan tingkat ketidakhadiran yang rendah (Luthans 2006). Hasil penelitian Sahoo dan Jena (2012) menunjukkan bahwa sistem manajemen kinerja memiliki pengaruh positif yang signifikan pada kinerja karyawan ketika diimplementasikan dengan sukses. Beberapa peneliti telah mencoba meneliti pengaruh langsung komitmen pegawai DJP terhadap kinerja pegawai misalnya, Sufari (2013), Krisnalia (2011), Kristin dan Sadjiarto (2013), dan Praptadi (2009). Namun, berdasarkan hasil penelitian Kurniawan (2011), Fitriyah (2014) dan Warongan et al.(2014) yang menyatakan bahwa komitmen tidak berpengaruh terhadap kinerja.

Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa komitmen pegawai memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja dengan efektivitas sistem manajemen kinerja sebagai pemediasi. Alasannya adalah pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi akan mampu meningkatkan kinerjanya melalui sistem manajemen kinerja yang efektif. Pegawai yang loyalitas tinggi siap bekerja keras, mengorbankan sumber daya yang dimilikinya baik waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan dan upaya perubahan organisasi kearah yang lebih baik salah satunya peningkatan kinerja pegawai dan organisasi yang diakomodasi melalui sistem manajemen kinerja. Sistem manajemen kinerja kemudian memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai sehingga pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar mendapatkan reward yang setimpal. Pegawai dengan komitmen tinggi merasa bahwa nilai-nilai organisasi sejalan dengan nilai-nilai pribadinya sehingga diharapkan mampu menciptakan budaya yang berorientasi kinerja yang diakomodasi melalui sistem manajemen

(8)

kinerja. Budaya kinerja yang dibangun oleh sistem manajemen kinerja menjadikan lingkungan kerja yang kondusif dan membuat pegawai bekerja lebih efisien dan kinerjanya meningkat. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis keenam dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

H7: Efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh komitmen pegawai terhadap kinerja.

E. Kerangka Penelitian

Berdasarkan uraian pengembangan hipotesis diatas maka model penelitian bisa dilihat pada gambar 1 berikut ini:

Gambar 1 Kerangka Penelitian

Dalam hipotesis pertama (H1) dihipotesiskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja. Gaya kepemimpinan transformasional yang efektif mampu meningkatkan kinerja pegawai melalui kemampuan pemimpin untuk mengendalikan bawahannya, pemberian motivasi dan inspirasi, pemberian stimulasi dan dorongan, serta mendidik dan melatih

H1 GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KOMITMEN PEGAWAI EFEKTIVITAS SISTEM MANAJEMEN KINERJA KINERJA H2 H3 H4 H5

(9)

bawahan sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan. Dalam hipotesis kedua (H2) dihipotesiskan bahwa komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap kinerja. Komitmen pegawai yang tinggi mampu meningkatkan kinerja melalui loyalitas yang tinggi terhadap institusi, motivasi kerja yang tinggi dan bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran lebih dari yang diharapkan untuk memastikan kinerja yang dicapainya sesuai dengan harapan organisasi. Dalam hipotesis ketiga (H3) dihipotesiskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja. Gaya kepemimpinan transformasional yang efektif mampu meningkatkan efektivitas SMK. Pemimpin yang mampu mengendalikan bawahannya agar bekerja sesuai visi dan misi organisasi dimungkinkan mampu menghubungkan kinerja individu dengan kinerja organisasi melalui sistem manajemen kinerja.

Dalam hipotesis keempat (H4) dihipotesiskan bahwa komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja. Komitmen pegawai yang tinggi mampu membuat penerapan sistem manajemen kinerja dapat berjalan dengan efektif. Pegawai yang loyalitas tinggi siap bekerja keras, mengorbankan sumber daya yang dimilikinya baik waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan instansi yang ditetapkan melalui sistem manajemen kinerja. Dalam hipotesis kelima (H5) dihipotesiskan bahwa komitmen efektivitas sistem manajemen kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Sistem manajemen kinerja yang efektif mampu meningkatkan kinerja. Sistem manajemen kinerja yang efektif mampu memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, oleh karena itu

(10)

pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar peningkatan kinerjanya dapat ditunjukkan.

Dalam hipotesis keenam (H6) dihipotesiskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja dengan efektivitas sistem manajemen kinerja sebagai pemediasi. Pemimpin yang mampu mengendalikan bawahannya agar bekerja sesuai visi dan misi organisasi dimungkinkan mampu menghubungkan kinerja individu dengan kinerja organisasi melalui sistem manajemen kinerja yang berperan memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, oleh karena itu pegawai akan meningkatkan kinerjanya. Dalam hipotesis ketujuh (H7) dihipotesiskan bahwa komitmen pegawai memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja dengan efektivitas sistem manajemen kinerja sebagai pemediasi. Pegawai yang loyalitas tinggi siap bekerja keras, mengorbankan sumber daya yang dimilikinya baik waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan dan upaya perubahan organisasi kearah yang lebih baik salah satunya peningkatan kinerja pegawai dan organisasi yang diakomodasi melalui sistem manajemen kinerja. Sistem manajemen kinerja kemudian memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai oleh karena itu pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar mendapatkanrewardyang setimpal.

Konstruk variabel gaya kepemimpinan bersifat formatif karena indikator mendefinisikan konstruk. Pengukuran didapatkan dengan menggunakan 4 indikator yang terdiri dari KT1, KT2, KT3 dan KT4 (lihat lampiran 6). Konstruk

(11)

variabel komitmen pegawai bersifat formatif dan diukur dengan menggunakan 2 indikator yaitu KP1 dan KP2 (lihat lampiran 6). Konstruk variabel efektivitas sistem manajemen kinerja bersifat reflektif karena indikator merupakan manifestasi terhadap konstruk. Pengukuran didapatkan dengan menggunakan 2 indikator yang terdiri dari ESMK1 dan ESMK2. Konstruk variabel kinerja bersifat formatif dan diukur hanya menggunakan 1 indikator yaitu SKP.

(12)

46 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif, yaitu penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena penelitian. Definisi operasional variabel, pengukuran data kuantitatif dan analisis statistik dilakukan melalui perhitungan ilmiah dimana data berasal dari sampel responden. Metode survei dengan menggunakan kuesioner digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu (Notoatmodjo, 2005). Desain penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang menjabat sebagai Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada 5 kantor pelayanan pajak pratama di Kanwil DJP Yogyakarta, yaitu KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Wonosari, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Sleman dan KPP Pratama Bantul dengan total AR sebanyak 175 pegawai.

(13)

Gambar 2 Desain Penelitian Seluruh pegawai yang menjabat sebagai Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kanwil DJP Yogyakarta (175 pegawai)

Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kanwil DJP Yogyakarta yang

diangkat sebelum tahun anggaran 2014

Variabel Endogen Kinerja Variabel Eksogen 1. Gaya Kepemimpinan Transformasional 2. Komitmen Pegawai Variabel Pemediasi Efektivitas SMK Data Dokumen Kuesioner

Analisis SEM Dengan Efek Mediasi

SmartPLS

1. Uji Validitas 2. Uji Reliabilitas

3. Uji Model Pengukuran 4. Uji Model Struktur

1. Koefisien Determinasi (R2) 2. Uji Parsial (t) 3. Uji Mediasi Laporan Tesis POPULASI SAMPEL OBYEK VARIABEL INSTRUMEN ALAT INTEPRETASI HASIL Gaya kepemimpinan transformasional, komitmen pegawai,

(14)

2. Sampel

Sampel penelitian adalah Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kanwil DJP Yogyakarta yang diangkat sebelum tahun anggaran 2014. Sampel diperoleh dari 5 kantor pelayanan pajak pratama di Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Wonosari, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Sleman dan KPP Pratama Bantul.

3. Teknik Pengumpulan Sampel

Teknik pengambilan sampel atau sampling dilakukan dengan cara purposive sampling. Persyaratan yang digunakan adalah responden harus diangkat sebagai AR sebelum tahun anggaran 2014, yaitu tahun dimulainya program transformasi kelembagaan di DJP. Syarat tersebut digunakan dengan asumsi bahwa AR telah memiliki nilai SKP pada periode pelaksanaan program transformasi kelembagaan. Waktu satu tahun juga diasumsikan bahwa AR telah cukup mengenal karakter dan gaya pimpinan dalam memimpin.

Pilot study perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah istrumen kuesioner yang akan digunakan cukup baik. Pilot study ini dilakukan dengan menyebarkan 30-40 kuesioner kepada sebagian responden, yaitu AR di KPP Pratama Sleman dan AR di KPP Pratama Wates. Selanjutnya, data yang diperoleh dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Penelitian dapat dilanjutkan jika pada tahappilot study,instrumen lolos uji validitas dan reliabilitas.

(15)

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel penelitian ini terdiri dari 1 variabel endogen, yaitu kinerja, 2 variabel eksogen, yaitu gaya kepemimpinan transformasional, dan komitmen pegawai serta 1 variabel pemediasi, yaitu efektivitas sistem manajemen kinerja. Definisi operasional dan pengukuran dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Definisi Operasional Variabel a. Kinerja.

Kinerja dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan didefinisikan sebagai hasil dari pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dan pegawai selama periode tertentu. Definisi ini dipilih karena dianggap lebih mencerminkan kondisi objek penelitian yaitu KPP Pratama di Kanwil DJP DI Yogyakarta yang masih merupakan unit di lingkungan Kementerian Keuangan.

b. Gaya Kepemimpinan Transformasional.

Gaya kepemimpinan transformasional merupakan perilaku pemimpin yang mampu memunculkan rasa bangga dan kepercayaan bawahan, menginspirasi dan memotivasi bawahan, merangsang kreativitas dan inovasi bawahan, memperlakukan setiap bawahan secara individual serta selalu melatih dan memberi pengarahan kepada bawahan (Stone et al., 2004). Definisi ini dipilih karena lengkap dan detil dalam memaknai gaya kepemimpinan transformasional sehingga mudah dalam pembentukan instrumen pengukuran variabel.

(16)

c. Komitmen Pegawai

Komitmen merupakan sikap loyalitas pegawai secara terus menerus kepada organisasi untuk keberhasilan dan kesejahteraan organisasinya (Mowday et al.,1979). Definisi ini dipilih karena Mowdayet al. (1979) menyediakan instrumen pengukuran komitmen yang memadai.

d. Efektivitas Sistem Manajemen Kinerja.

SMK merupakan seperangkat perencanaan dan prosedur terintegrasi yang di-casecade melalui organisasi untuk menghubungkan antara masing-masing individu dengan strategi organisasi secara keseluruhan (Smith dan Goddard, 2002: 248). Definisi ini dipilih karena dalam sistem manajemen kinerja di DJP terdapat mekanisme casecading sasaran strategis, indikator kinerja utama dan/ atau target indikator kinerja utama. 2. Pengukuran Variabel

a. Kinerja

Kinerja dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan nilai capaian atas SKP (sasaran kinerja pegawai) tahun 2015. SKP adalah unsur kontrak kinerja yang paling sedikit berisi indikator kinerja utama dan target yang harus dicapai oleh pegawai. Jenis data merupakan data sekunder. Alasannya adalah data SKP dianggap lebih obyektif dari pada mengukur kinerja dengan kuesioner. SKP 2015 digunakan karena dianggap merupakan hasil dari proses manajemen kinerja tahun sebelumnya, yaitu tahun 2014 ketika program transformasi kelembagaan diimplementasikan.

(17)

b. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional diukur dengan menggunakan kuesioner dimana instrumen disusun berdasarkan karakteristik kepemimpinan transformasional yang digunakan Stone et al. (2004), yaitu: idealized influence(or charismatic influence), inspirational motivation, intellectual stimulation dan individualized consideration. Instrumen mengadopsi dari Rizki (2015), namun dilakukan sedikit modifikasi agar mudah dipahami oleh responden. Teknik pengukuran dalam kuesioner menggunakan likert scale 5 point. Kelima alternatif jawaban tersebut meliputi SS (sangat sesuai) dengan nilai 5, S (sesuai) dengan nilai 4, RR (ragu-ragu) dengan nilai 3, TS (tidak sesuai) dengan nilai 2 dan STS (sangat tidak sesuai) dengan nilai 1.

c. Komitmen Pegawai

Komitmen diukur dengan menggunakan kuesioner yang sama dengan yang digunakan oleh Mowdayet al.(1979) yang diadopsi oleh Nugraha (2013) namun dilakukan sedikit modifikasi agar mudah dipahami oleh responden. Teknik pengukuran dalam kuesioner menggunakan likert scale 5 point. Kelima alternatif jawaban tersebut meliputi SS (sangat sesuai) dengan nilai 5, S (sesuai) dengan nilai 4, RR (ragu-ragu) dengan nilai 3, TS (tidak sesuai) dengan nilai 2 dan STS (sangat tidak sesuai) dengan nilai 1, digunakan untuk pernyataan yang bersifat favorable. Untuk pernyataan yang bersifat unfavorable, alternatif jawaban yang digunakan meliputi SS (sangat sesuai) dengan nilai 1, S (sesuai) dengan

(18)

nilai 2, RR (ragu-ragu) dengan nilai 3, TS (tidak sesuai) dengan nilai 4 dan STS (sangat tidak sesuai) dengan nilai 5.

d. Efektivitas Sistem Manajemen Kinerja

Efektivitas SMK diukur dengan menggunakan kuesioner. Instrumen yang digunakan mengacu dan dikembangkan berdasarkan pencapaian 17 tujuan khusus sistem manajemen kinerja menurut Lawler (2003). Teknik pengukuran kuesioner menggunakan likert scale 5 point. Kelima alternatif jawaban tersebut meliputi SS (sangat sesuai) dengan nilai 5, S (sesuai) dengan nilai 4, RR (ragu-ragu) dengan nilai 3, TS (tidak sesuai) dengan nilai 2 dan STS (sangat tidak sesuai) dengan nilai 1.

D. Teknik Analisis Data 1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang dikumpulkan menggunakan kuesioner. Oleh karena itu kualitas instrumen yang dipakai serta keseriusan responden untuk menjawab pertanyaan dan faktor-faktor situasional menjadi hal yang sangat penting dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang tersebut dalam penelitian akan dilakukan 2 pengujian terhadap instrumen yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. Validitas merupakan tingkat kemampuan sebuah instrumen dalam mengungkapkan sesuatu yang menjadi tujuan utama pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut. Oleh karena data penelitian menggunakan likert scale, maka uji validitas yang digunakan adalah dengan melihat nilai korelasi item atau dengan menggunakan

(19)

Pearson Correlation. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: nX Y -XY

r =

nX² – (X) ² nY² – (Y) ²

Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows.

Uji keandalan atau reliabilitas digunakan untuk menguji apakah kuesioner yang disusun berdasarkan indikator dari variabel mampu menunjukkan derajat konsistensi yang sama apabila diterapkan secara berulang-ulang pada kesempatan yang berlainan. Untuk menguji reliabilitas alat ukur digunakan rumus alpha conbrach yang menggunakan bantuan program SPSS 15 for windows. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

k Σσb2 r11=

k-1 σt2 dimana :

r11 = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pernyataan

Σσb2

= jumlah varians butir pernyataan

σt2

= varians total 2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan menggunakan software SmartPLS versi 2.0. dengan persamaan sebagaimana berikut ini:

(20)

X3 = β1X1 + β2X2 + ɛ

Keterangan: Y = Kinerja

β = Koefisien Jalur

X1 = Gaya Kepemimpinan Transformasional X2 = Komitmen Pegawai

X3 = Efektivitas Sistem Manajemen Kinerja

ɛ = Penyimpangan

PLS (Partial Least Squares) merupakan analisis persamaan struktural berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural. Ghozali (2014) mengatakan bahwa PLS adalah metode analisis yang bersifat soft modeling karena tidak mendasarkan pada asumsi data harus dengan skala pengukuran, distribusi data (distribution free) dan jumlah sampel tertentu yang berarti jumlah sampel dapat kecil (dibawah 100 sampel). Lebih lanjut, Ghozali (2014) menyatakan bahwa tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk tujuan prediksi. Model pengukuran digunakan untuk uji validitas dan reliabilitas, sedangkan model struktural digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model prediksi).

PLS menurut Hartono dan Abdillah (2009), merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan Structural Equation Modeling (SEM) berbasis kovarian menjadi berbasis varian. SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas yang membutuhkan dukungan teori yang kuat sedangkan PLS lebih bersifat predictive model. PLS merupakan metode analisis yang powerfull,

(21)

tidak harus memenuhi persyaratan asumsi normalitas data dan ukuran sampel tidak harus besar. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian proposisi. Kelebihan PLS memberikan kelonggaran terhadap keharusan adanya pengukuran interval dan dapat digunakan pada sampel yang dipilih dengan pendekatan non-probabilitas seperti purposive sampling dan sejenisnya (Sarwono, 2015).

a. Model Pengukuran

Model pengukuran menunjukkan bagaimana suatu manifest merepresentasikan variabel laten untuk diukur. Pengujian dengan PLS dimulai dengan pengujian model pengukuran untuk menguji validitas konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk mengukur kemampuan instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas kontruk dalam PLS dilaksanakan melalui uji convergent validity dan discriminant validity (Ghozali, 2014). Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab instrumen. Uji reliabilitas dalam PLS dapat menggunakan metode composite reliability dan cronbach’s alpha (Ghozali, 2014).

Convergent validity dari model pengukuran dengan model reflektif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score dengan construct score yang dihitung dengan PLS. Hasil uji validitas

(22)

konvergen dalam PLS dapat dilihat dari nilai loading factor untuk setiap indikator konstuk. Ketentuan yang biasa digunakan untuk menilai adalah nilai loading factor harus lebih dari 0,7 untuk penelitian yang bersifat confirmatorydan lebih dari 0,6 untuk penelitian yang bersifatexploratory (Ghozali, 2014). Lebih lanjut, Chin (1998) dalam Ghozali (2014) mengatakan bahwa untuk tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading factor 0,5 – 0,6 masih dianggap cukup. Convergent validity juga dapat diketahui dengan melihat nilai AVE (average variance extracted). Konstruk dikatakan valid jika nilai AVE lebih besar dari 0,5 untuk penelitian yang bersifat confirmatory maupun exploratory.

Discriminant validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Nilai cross loading harus lebih dari 0,7 (Ghozali, 2014:74). Lebih lanjut, Ghozali (2014) mengemukakan cara lain untuk menilai discriminant validity adalah membandingkan nilai akar kuadrat AVE untuk setiap konstruk dengan nilai korelasi antar konstruk dalam model. Jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk lebih besar dari nilai korelasi antar konstruk dalam model, maka dapat dikatakan memiliki nilai discriminant validityyang baik.

Reliabilitas instrumen dapat ditentukan dengan dengan melihat nilai composite reliability. Composite reliability harus lebih besar dari 0,7 untuk penelitian yang bersifat confirmatory. Namun, nilai 0,6 atau lebih

(23)

masih dapat diterima untuk penelitian yang bersifatexploratory(Ghozali, 2014:77). Lebih lanjut, Ghozali (2014) mengemukakan cara lain untuk menilai reliabilitas dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha.Cronbach’s Alpha harus lebih besar dari 0,7 untuk penelitian yang bersifat confirmatory atau lebih dari 0,6 atau lebih masih dapat diterima untuk penelitian yang bersifatexploratory.

Untuk konstrak yang berbentuk formatif, evaluasi model pengukuran dilakukan dengan melihat signifikansi weight-nya sehingga uji validitas dan reliabilitas tidak diperlukan. Selain itu, untuk konstruk formatif mutlak dilakukan uji multikolinieritas dengan menghitung nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Jika nilai signifikasi weight T-statistik > 1,96 maka dapat disimpulkan bahwa indikator konstruk formatif adalah valid. Nilai VIF < 10 dan Tolerance > 0,1 bahwa antara variabel dengan konstruk formatif terbebas dari multikolinieritas.

b. Model Struktural

Model struktural menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada teori substantif. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square pada konstruk endogen, dan estimasi koefisien jalur yaitu menentukan besarnya koefisien jalur serta signifikansi dari koefisien jalur pada model struktural. Menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R2 untuk setiap variabel laten endogen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi, yaitu bahwa variasi dari variabel endogen mampu dijelaskan oleh variabel eksogen sebesar R2 x 100%,

(24)

sedangkan sisanya sebesar 100% - (R2x 100%) dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Hasil R2 sebesar 0,75; 0,50; dan 0,25 mengindikasikan bahwa model kuat, moderat, dan lemah (Ghozali, 2014:78).

c. Pengujian Hipotesis

Keputusan akan ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat menggunakan perbandingan nilai t-table dan t-statistic. Hipotesis terdukung atau diterima apabila t-statistic lebih tinggi dibandingkan nilai t-table. Nilait-table untuk hipotesis satu ekor (one-tailed) dengan tingkat keyakinan 95 persen (α=0,05) adalah 1,96. Keterdukungan hipotesis dalam penelitian terjadi apabila nilai t-statistic > 1,96. Analisis PLS yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan program SmartPLS 2.0 yang dijalankan dengan media komputer.

d. Uji Efek Mediasi

Efek mediasi menunjukkan hubungan antara variabel eksogen dan endogen melalui variabel penghubung atau mediasi. Pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen tidak secara langsung terjadi tetapi melalui proses transformasi yang diwakili oleh variabel mediasi (Baron dan Kenney (1986) dalam Ghozali (2014). Menurut Hair, Ringle dan Sarstedt (2013), prosedur pengujian efek mediasi dilakukan dengan 3 tahap, yaitu berikut ini.

i. Melakukan pengujian pengaruh langsung variabel eksogen pada variabel endogen tanpa variabel mediasi dan harus signifikan pada T-statistik > 1,96.

(25)

ii. Melakukan pengujian pengaruh tidak langsung dan harus signifikan pada T-statistik > 1,96. Setiap jalur yaitu variabel eksogen terhadap variabel mediasi dan variabel mediasi terhadap variabel endogen harus signifikan untuk memenuhi kondisi ini. Pengaruh tidak langsung ini diperoleh dengan formula pengaruh variabel eksogen pada variabel mediasi dikalikan dengan pengaruh variabel mediasi pada variabel endogen. Apabila pengaruh tidak langsung signifikan, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel pemediasi mampu menyerap atau mengurangi pengaruh langsung pada pengujian pertama.

iii. Menghitung VAF dengan formula (Hair et al., 2013) sebagai berikut:

Jika nilai VAF diatas 80%, maka menujukkan peran variabel mediasi sebagai pemediasi penuh (full mediation). Variabel mediasi dikategorikan sebagai pemediasi parsial apabila nilai VAF berkisar antara 20% sampai dengan 80%, namun jika nilai VAF kurang dari 20% dapat disimpulkan bahwa hampir tidak ada efek mediasi.

(26)

60 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh AR KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP D.I. Yogyakarta. Seluruh populasi digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini yaitu, sebanyak 175 orang AR. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang diberikan secara langsung kepada responden disetiap kantor yang menjadi tempat penelitian, dimana keseluruhan terdapat 5 KPP Pratama. Kuesioner diedarkan dari tanggal 7 – 18 Desember 2015. Total kuesioner yang disebarkan dalam penelitian ini berjumlah 175 kuesioner. Dari 175 (100%) kuesioner yang disebarkan, 175 (100%) kuesioner diterima kembali. Dari 175 (100%) yang diterima, 159 (90,85%) dapat diolah. Penjelasan rinci dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1

Kuesioner Dapat Diolah Responden Kuesioner Dibagi Kuesioner Kembali Kuesioner Gugur Kuesioner Diolah KPP Pratama Bantul 37 37 0 36 KPP Pratama Sleman 47 47 0 45 KPP Pratama Wates 23 23 5 18 KPP Pratama Wonosari 22 22 0 20 KPP Pratama Yogyakarta 46 46 4 40 Jumlah 175 175 166 159

(27)

B. Karakteristik Responden

Adapun karakteristik responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2

Karakteristik Responden

Uraian Frekuensi Persentase

Jenis Kelamin: Pria 82 51,57 Wanita 77 48,43 Total 159 100,00 Usia: 26-30 tahun 27 16,98 31-35 tahun 46 28,93 36-40 tahun 54 33,96 >40tahun 32 20,13 Total 159 100,00 Tingkat Pendidikan D3 44 27,67 S1 104 65,41 S2 11 6,92 Total 159 100,00 Masa Kerja 1-10 tahun 53 33,33 11-20tahun 75 47,17 21-30tahun 29 18,24 >30tahun 2 1,26 Total 159 100,00

Sumber: Data primer diolah (2015)

Dari Tabel 2 dapat dilihat gambaran tentang jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan masa kerja responden. Jenis kelamin responden pria lebih banyak dari wanita yaitu pria sebanyak 82 orang (51,57%), sedangkan wanita sebanyak 77 orang (48,43%). Dilihat dari usia, mayoritas para pegawai berusia antara 36-40 tahun sebanyak 54 orang (33,96%) disusul berturut-turut oleh pegawai berusia 31-35 tahun sebanyak 46 orang (28,93%), pegawai usia > 40 tahun sebanyak 32

(28)

orang (20,13%) dan pegawai berusia 26-30 tahun sebanyak 27 orang (16,98%). Dari tingkat pendidikan, mayoritas para pegawai telah menempuh pendidikan S1, yaitu sebanyak 104 orang (65,41%) disusul D3 sebanyak 44 orang (33,33%) dan S2 sebanyak 11 orang (6,92%).

Dari sisi masa kerja, sebagian besar responden memiliki masa kerja lebih dari 11-20 tahun, yaitu sebanyak 75 orang (47,17%). Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah memiliki cukup berpengalaman karena mereka telah ikut serta dalam organisasi tersebut cukup lama, sehingga responden telah mengetahui dengan baik untuk kondisi dan lingkungan organisasi.

C. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian ini dilakukan untuk mengentahui sejauh mana tingkat validitas dan reliabilitas data yang telah dikumpulkan. Hanya data yang lolos uji validitas dan reliabilitas yang dapat diteruskan pada tahap analisis selanjutnya.

1. Uji Validitas

Pengujian validitas instrumen gaya kepemimpinan transformasional, komitmen pegawai dan efektivitas SMK dilakukan dengan melihat nilai korelasi item pertanyaan dengan skor total seluruh item dengan menggunakan analisisPearson’s Correlation. Menurut Ghozali (2002), instrumen dikatakan valid jika nilai probalitiasnnya lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,05. Ringkasan hasil uji validitas dengan menggunakan program SPSS 15 dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

(29)

Tabel 3 Hasil Uji Validitas

Pilot Study n=40

Variabel Jumlah Item Signifikansi Kesimpulan Gaya

Kepemimpinan Transformasional

12 0,000-0,022 Valid

Komitmen Pegawai 15 0,000-0,049 Valid

Efektivitas SMK 17 0,000-0,047 Valid

Total 44

Major Study n=159

Variabel Jumlah Item Signifikansi Kesimpulan Gaya

Kepemimpinan Transformasional

12 0,000 Valid

Komitmen Pegawai 15 0,000 Valid

Efektivitas SMK 17 0,000 Valid

Total 44

Sumber: Data primer diolah SPSS 15 (2015)

Dengan melihat tingkat signifikansi pada masing-masing variabel, dari 40 data yang didapat saat pilot study dan 159 data yang masuk saat major study didapat informasi bahwa semua item yang digunakan dalam penelitian ini valid. Dengan kata lain setelah diuji validitas terhadap gaya kepemimpinan transformasional, komitmen pegawai dan efektivitas SMK ternyata tidak ada pertanyaan yang harus dikeluarkan dari analisis, karena kuesioner yang diuji telah memenuhi tingkat signifikansi sebesar 0,05.

2. Uji Reliabilitas

Dari seluruh item yang valid dilakukan pengujian reliabilitas dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha. Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 15 diketahui nilai alfa untuk masing-masing variabel sesuai Tabel 4. Gaya kepemimpinan transformasional dengan 12 item pertanyaan memiliki nilai alfa 0,763. Komitmen pegawai dengan 15 item pertanyaan

(30)

memiliki nilai alfa 0,839 dan efektivitas SMK dengan 17 item pertanyaan memiliki nilai alfa sebesar 0,835.

Tabel 4

Hasil Uji Reliabilitas

Pilot Study n=40

Variabel Jumlah Item Cronbach’s Alpa Kesimpulan Gaya Kepemimpinan Transformasional 12 0,833 Reliabel

Komitmen Pegawai 15 0,855 Reliabel

Efektivitas SMK 17 0,880 Reliabel

Total 44

Major Study n=159

Variabel Jumlah Item Cronbach’s Alpa Kesimpulan Gaya Kepemimpinan Transformasional 12 0,763 Reliabel

Komitmen Pegawai 15 0,839 Reliabel

Efektivitas SMK 17 0,835 Reliabel

Total 44

Sumber: Data primer diolah SPSS 15 (2015)

Dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha pada masing-masing variabel, dari 40 data yang didapat saatpilot studydan 159 data yang masuk saatmajor study disimpulkan bahwa semua item yang digunakan dalam penelitian ini reliabel. Variabel gaya kepemimpinan transformasional, komitmen pegawai dan efektivitas SMK memiliki nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6 (Nunnaly (1969) dalam Ghozali (2002)).

Gambar

Gambar 1 Kerangka Penelitian
Gambar 2 Desain Penelitian Seluruh pegawai yang menjabat sebagai Account Representative diKantor Pelayanan Pajak PratamaKanwil DJP Yogyakarta (175pegawai)
Tabel 3 Hasil Uji Validitas

Referensi

Dokumen terkait

Penampang stratigrafi adalah suatu gambaran urutan vertical lapisan-lapisan batuan sedimen pada lintasan batuan yang dipilih, setiap titik dalam urutan stratigrafi mengikuti

Suatu pelayanan dikatakan baik oleh pasien, jika jasa yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan atau harapan pasien baik pasien umum maupun pasien BPJS Kesehatan

PENGARUH SENAM DIABETES MELLITUS TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH SEWAKTU (GDS).. PESERTA PROLANIS DI PUSKESMAS

Dari teori-teori yang telah diuraikan diatas dapat dikatakan bahwa, Sistem adalah sekumpulan elemen atau komponen yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu

Dalam lingkup Gereja Katolik, pada perayaan Hari Komunikasi 2018, di bawah tema “Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu (Yoh 8:32): Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian”,

Dengan demikian Ha yang diajukan dapat diterima kebenarannya, bahwa latihan beban menggunakan dumble berpengaruh terhadap kemampuan servis bawah dalam permainan bola voli

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma IV pada Jurusan Teknik Sipil Program Studi

ii. dan telah ditetapkan, dengan alokasi digunakan untuk memaksimumkan laba perusahaan dengan kendala teknologi produksi. Poin i sampai poin iv merupakan asumsi