KEANEKARAGAMAN JAMUR DAN BAKTERI RIZOSFER BAWANG MERAH TERHADAP PATOGEN MOLER
(Diversity of Fungi and Bacteria of Shallot Rizosphere Against Moler Pathogen)
Bayu Rahmad Bernadip*, Hadiwiyono, Sudadi
Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Kentingan, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
Contact author : * bernadip91@yahoo.co.id
ABSTRACT
The diversity of microorganisms is important in maintaining soil environment equilibrium, include hindering plant pathogens as moler. Moler is a disease caused by Fusarium oxysporum f. sp. cepae (FOCe) that cause lost all the crops of shallot. Research is aimed to study the fungus and bacteria diversity of shallot rizosphere and their antagonism against FOCe which important to be biological agent of moler disease. The study was held in a descriptive explorative method, soil samples taken to know the relation of plant condition with fungus and bacteria diversity of shallot rhizosphere and their antagonism against FOCe. Fungus and bacteria were isolated from both of healthy and moler diseased of shallot rhizosphere. The result showed that healthy and moler diseased shallot rhizosphere had population of fungus and bacteria with no differences and had medium level of fungus and bacteria diversity. The fungus and bacteria isolated from healthy shallot rhizosphere had stronger antagonism against FOCe.
Keywords: antagonism, bacteria, diversity, fungus, Fusarium PENDAHULUAN
Keanekaragaman mikroorganisme penting dalam keseimbangan ekosistem tanah (Fachrul 2008), juga merupakan indikator kesehatan tanah (Mazzola 2004) dan dapat mempengaruhi kondisi tanaman yang tumbuh di atasnya. Mikroorganisme dapat melindungi tanaman dari penyakit dengan menekan patogen tanah melalui sifat antagonisme (Hanafiah et al. 2005).
Fusarium oxysporum f.sp. cepae (FOCe)
merupakan jamur patogen penyebab penyakit busuk pangkal bawang atau moler, jamur tersebut masih bisa hidup di dalam tanah tanpa inang (Semangun 2001). FOCe menginfeksi bawang pada bagian tubuh bawang yang terluka, misal karena aktivitas saat budidaya
maupun setelah panen (Santoso 1988). Moler merugikan bagi praktik budidaya bawang karena dapat mengakibatkan produksi menurun hingga 50% (Wiyatiningsih 2003) bahkan gagal panen. Menurut Departemen Pertanian (2011), cara pengendalian yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan pestisida. Upaya penekanan hayati terhadap serangan penyakit bawang merah menggunakan agens hayati masih jarang dilakukan petani (Santoso et al. 2007). Menurut Cook dan Baker (1983), salah satu syarat suatu organisme sebagai agens hayati adalah mempunyai kemampuan antagonisme, yaitu kemampuan menghambat perkembangan atau pertumbuhan organisme lainnya. Penggunaan
mikroorganisme antagonis untuk pengendalian hayati dianggap lebih aman dan mendukung kesehatan lingkungan.
BAHAN DAN METODE
Sampel tanah rizosfer bawang merah diambil dari Bantul, Ngargoyoso, Palur dan Tawangamangu pada kondisi tanaman sehat dan sakit moler. Rizosfer merupakan bagian tanah yang memiliki aktivitas metabolisme tertinggi, didefinisikan sebagai sebagian kecil volume tanah yang langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan dan metabolisme akar tanaman (Niswati et al. 2008). Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif eksploratif.
Tanah asal Tawangmangu dan Ngargoyoso merupakan tanah Andisols, tanah asal Palur merupakan tanah Vertisols, dan Bantul merupakan Entisols. Tanah rizosfer dianalisis sifat tanah, populasi jamur dan bakteri, tingkat keanekaragaman, dan antagonisme jamur dan bakteri rizosfer bawang merah terhadap FOCe. Jamur dan bakteri diisolasi dan dimurnikan berdasarkan karakter morfologi koloni pada media potato dextrose agar (PDA) untuk jamur dan nutrient agar (NA) untuk bakteri. Populasi jamur dan bakteri diamati melalui teknik
pengenceran berseri (dillution method) (Waluyo 2008).
Keanekaragaman jamur dan bakteri rizosfer bawang merah dianalisis menggunakan indeks Shannon (H’) (Ludwig dan Reynolds 1988).
H’= indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, S= jumlah jenis, Pi= proporsi jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu total contoh. Nilai indeks kemudian diartikan dengan Tabel 1.
Uji antagonisme isolat jamur dan bakteri terhadap FOCe dilakukan secara
dual culture pada media PDA. Pengamatan dilakukan terhadap persentase besarnya hambatan.
Hambatan (%) =𝑅1−𝑅2𝑅1 𝑥100%
R1 = jari-jari koloni patogen yang
menjauhi koloni mikroorganisme antagonis uji, R2 = jari-jari koloni patogen yang mendekati koloni mikroorganisme antagonis uji.
Data yang didapat dianalisis korelasi untuk mengetahui hubungan sifat-sifat tanah, keanekaragaman jamur dan bakteri, antagonisme jamur dan bakteri rizosfer bawang merah terhadap FOCe. Uji F dengan taraf 95% digunakan Tabel 1. Nilai tolak ukur indeks keanekaragaman
Nilai Tolak Ukur Keterangan
H’ < 1,0 Keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil
1,0 < H’ < 3,322 Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang
H’ > 3,322 Keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi, tahan terhadap tekanan ekologis
untuk mengetahui kemampuan antagonisme jamur dan bakteri, dilanjutkan dengan uji DMRT. Uji T taraf 95% digunakan untuk mengetahui perbandingan populasi, dan kemampuan penghambatan jamur dan bakteri rizosfer bawang merah dan sakit moler dari beberapa daerah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Tanah Rizosfer Bawang Merah
Analisis tanah komposit menunjukkan bahwa rizosfer bawang merah pada beberapa daerah pengamatan memiliki derajat keasaman (pH) tanah cenderung asam. Kondisi pH tanah yang asam meningkatkan potensi penyakit yang diakibatkan oleh spesies
Fusarium (Bonanomi et al. 2010). Hasil
penelitian Santoso et al. (2007) menyimpulkan bahwa pH sekitar 5,4 mendukung intensitas penyakit yang tinggi pada bawang merah. Djaenuddin (2011) melaporkan pula bahwa
Fusarium oxysporum sangat sesuai pada
tanah dengan kisaran pH 4,5-6,0.
Rizosfer bawang merah asal Palur meski tidak berbeda nyata, memiliki rata-rata pH tanah lebih tinggi (pH= 6,4) dari daerah lain. Tanah Vertisols mengandung jenis mineral liat montmorilonit yang
dapat meningkatkan pH dan kapasitas penyangga dari tanah serta oksidasi aldehida (Martin dan Haider 1986). Kondisi pH tinggi dapat menjadikan kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan jamur, seperti mengganggu dalam pembentukan spora. Kondisi pH tinggi juga dapat menghambat perkecambahan spora patogen (Agrios 1997).
Hasil analisis tanah juga menunjukkan meskipun tidak berbeda nyata, persentase pasir dalam tekstur rizosfer bawang merah sakit lebih besar daripada rizosfer bawang sakit moler. Tekstur dapat pula berpengaruh terhadap penyakit moler. Tekstur tanah berpasir meningkatkan reproduksi nematoda dalam tanah (Barker dan Weeks 1991). FOCe dapat masuk ke dalam jaringan tanaman melalui luka yang disebabkan oleh nematoda.
Tanah rizosfer bawang merah sehat bila diperhatikan memiliki kandungan bahan organik lebih rendah, N total lebih rendah, P tersedia dan K tersedia lebih tinggi. Perkembangan penyakit tular tanah dapat didukung oleh kandungan bahan organik. Infeksi penyakit pada tanaman dapat meningkat dengan adanya bahan Tabel 2. Beberapa sifat fisik dan kimia tanah rizosfer bawang merah sehat dan sakit
moler di beberapa daerah
Daerah Kondisi Tanaman pH BO (%) N total (%) P tersedia (ppm) K tersedia (ppm) Pasir (%) Debu
(%) Klei (%) Kelas tekstur Tawang mangu Sehat 5,7 3,07 0,74 46,89 9,21 47,8 32,2 20,1 Loam
Sakit 5,8 3,18 0,68 35,22 10,17 48,9 29,0 22,1 Loam Ngargoyoso Sehat 6,1 3,38 0,50 41,24 11,82 40,5 37,6 21,8 Loam Sakit 6,3 3,43 0,63 38,44 9,21 46,8 25,3 27,9 Loam
Palur Sehat 6,4 0,75 0,31 27,25 6,43 16,8 35,1 48,1 Berklei
Sakit 6,4 0,82 0,37 23,93 5,88 25,7 28,7 45,6 Berklei Bantul Sehat 5,7 0,63 0,12 18,61 3,69 63,2 25,5 11,3 Loam pasiran
organik, karena bahan tersebut memberikan sumber energi bagi eksistensi mikroorganisme saprofitik (Sutedjo et al. 1991). FOCe merupakan jamur parasit fakultatif yang dapat hidup meski tanpa inang atau bersifat saprofit. Kandungan P tersedia dan K tersedia rizosfer bawang merah sehat lebih banyak daripada bawang merah sakit moler. Unsur P memiliki fungsi terhadap pertumbuhan tanaman terutama pada akar dan batang.
Fosfor membantu mempercepat perkembangan akar, meningkatkan efisiensi penggunaan air, dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (Winarso 2005). Kalium berfungsi meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit karena dapat memperkuat batang (Rosmarkam dan Nasih 2002). Peranan positif unsur P dan K dalam daya ketahanan terhadap penyakit juga dilaporkan oleh Hadiwiyono et al. (2009) bahwa unsur P dan K yang lebih tinggi mungkin juga terlibat pada kesupresifan tanah terhadap busuk pangkal bawang putih di Tawangmangu. Dijelaskan pula oleh Semangun (2004) bahwa penyakit yang disebabkan Fusarium akan berkembang
lebih besar bila tanah mengandung banyak nitrogen tetapi miskin kalium. Agrios (2005) menjelaskan bahwa nitrogen yang tinggi dapat menyebabkan resistensi tanaman terhadap serangan patogen cenderung lebih rendah karena pertumbuhan jaringan tanaman yang sukulen. Hasil analisis tanah rizosfer bawang merah dapat dilihat pada Tabel 2.
Populasi Jamur dan Bakteri Rizosfer Bawang Merah
Hasil penghitungan populasi jamur dan bakteri pada rizosfer bawang merah sehat dan sakit moler tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara kedua rizosfer memiliki tingkat yang sama dalam ketersediaan makanan, ketersediaan air, dan ekologi lain yang mendukung (Winarso 2005). Kondisi populasi jamur dan bakteri sendiri dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah. Kondisi pH tanah dapat mempengaruhi populasi jenis mikrob dalam tanah. Kondisi pH tanah rizosfer bawang merah pada kondisi sakit rata-rata memiliki pH yang lebih tinggi (pH = 6,05) daripada kondisi sehat moler (pH = 5,95). Jamur lebih dominan pada tanah masam Tabel 3. Populasi jamur dan bakteri rizosfer bawang merah sehat dan sakit moler di
beberapa daerah
Kelompok Daerah Tanaman sehat Tanaman sakit moler
Jamur (CFU) Tawangmangu 1,6 x 103a 5, 9 x 103a
Ngargoyoso 3,9 x 103a 8,4 x 102a
Palur 3,1 x 103a 1,6 x 103a
Bantul 8,6 x 103a 2,6 x 103a
Bakteri (CFU) Tawangmangu 1,94 x 107a 1,8 x 107a
Ngargoyoso 6,24 x 106a 4,5 x 106a
Palur 9,8 x 106a 1,3 x 107a
Bantul 1,5 x 107a 2,2 x 107a
Keterangan : Angka dalam satu daerah yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T (P < 0,05)
sedangkan bakteri lebih melimpah pada kondisi netral. Populasi jamur optimum pada pH tanah yang asam, penurunan keasaman tanah akan meningkatkan jumlah bakteri (Sutedjo et al. 1991). Hubungan tersebut terlihat pada populasi jamur dan bakteri rizosfer bawang merah. Jamur pada rizosfer bawang merah sehat cenderung lebih banyak, dan bakteri cenderung lebih banyak pada rizosfer sakit moler meskipun tidak berbeda nyata.
Populasi mikroorganisme dapat pula dipengaruhi oleh eksudat akar. Niswati et al. (2008) menyampaikan
bahwa populasi dan keanekaragaman mikroorganisme diduga dipengaruhi oleh eksudat yang dikeluarkan oleh akar tanaman. Eksudat akar mempengaruhi pembentukan populasi mikroorganisme rizosfer (Badri et al. 2009). Produksi eksudat akar tanaman dipengaruhi oleh umur atau fase pertumbuhan tanaman (Guckert et al. 1991). Variasi eksudat yang dikeluarkan oleh akar baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas dan kuantitas mikroorganisme di dalam perakaran (Subba Rao 1994).
Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji T (P < 0,05)
Gambar 1. Populasi jamur dan bakteri rizosfer pada kondisi bawang merah sehat dan sakit moler 4,3 a 2,74 a 2 3 4 5 Jamur 1,26 a 1,44 a 1 1.5 2 Bakteri Sehat Sakit Po p u las i ( 10 7 CF U )
Tabel 4. Indeks keanekaragaman jamur dan bakteri rizosfer bawang merah sehat dan sakit moler di beberapa daerah
Daerah Kondisi Tanaman Jamur Bakteri
Tawangmangu Sehat 1,35 1,64 Sakit 2,14 0,96 Ngargoyoso Sehat 1,73 2,16 Sakit 1,55 1,43 Palur Sehat 1,04 1,82 Sakit 1,04 1,04 Bantul Sehat 1,33 1,91 Sakit 1,95 1,36
Indeks < 1,0 = keanekaragaman rendah. 1,0 < indeks < 3,322 = keanekaragaman sedang. Indeks > 3,322 = keanekaragaman tinggi. Po p u las i ( 10 3 CF U )
Analisis Keanekaragaman Jamur dan Bakteri Rizosfer Bawang Merah
Hasil indeks keanekaragaman menunjukkan bahwa keanekaragaman jamur dan bakteri rizosfer bawang merah sehat dan sakit termasuk dalam kategori sedang (1,0 < H’ < 3,322).
Hal tersebut berarti produktivitas cukup, tekanan ekologis sedang, dan kondisi ekosistem cukup seimbang. Tingkat keanekaragaman mikroorganisme dipengaruhi oleh interaksi antara tanaman, kesuburan tanah, kondisi lingkungan fisik, dan tekanan mikroorganisme lain (Subba Rao 1994).
Keberadaan jamur dan bakteri mampu memberikan pengaruh terhadap aktivitas mikrob patogen tanah. Komposisi, keragaman, dan aktivitas mikroorganisme penting untuk diperhitungkan dalam penekanan penyakit (Bonilla et al. 2012). Garbeva et al. (2006) melaporkan bahwa terdapat beberapa laporan yang menjelaskan adanya hubungan langsung antara besarnya indeks keanekaragaman dan penekanan penyakit.
Uji Antagonisme Jamur dan Bakteri Rizosfer Bawang Merah terhadap FOCe
Hasil uji antagonisme menunjukkan beberapa jamur dan bakteri rizosfer bawang merah memiliki kemampuan penghambatan terhadap koloni FOCe. Potensi antagonisme ditunjukkan dengan adanya zona hambatan (Supriadi 2006). Zona hambatan merupakan bentuk interaksi mikroorganisme antagonis yang menimbulkan efek merugikan terhadap mikroorganisme lain (Batzing 2002). Kondisi tanaman sehat lebih menunjukkan adanya keberadaan jamur dan bakteri antagonis terhadap FOCe yang lebih banyak dan memiliki kemampuan antagonis yang lebih besar. Perbedaan kemampuan penghambatan terhadap FOCe ditunjukkan lebih jelas pada Gambar 2. Kemampuan penghambatan terhadap FOCe pada rizosfer bawang merah sehat menunjukkan bahwa adanya hubungan antara total aktivitas mikroorganisme terhadap tanah supresif (Peres 2006). Po p u las i ( 10 3 CF U )
Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T (P < 0,05)
Gambar 2. Penghambatan pertumbuhan Fusarium oxysporum f.sp. cepae oleh jamur dan bakteri rizosfer bawang merah pada kondisi tanaman sehat dan sakit di media PDA.
58,58 a 40,81 b 30 40 50 60 Jamur Sehat Sakit 51,42 a 34,15 b 30 40 50 60 Bakteri Sehat Sakit Pengh amb at an (% ) Pengh amb at an (% )
Keanekaragaman Jamur dan Bakteri Rizosfer Bawang Merah … Bernadip et al.
Kemampuan penghambatan jamur dan bakteri pada rizosfer bawang merah Palur diketahui cenderung lebih besar. Meski berbeda tidak nyata, rata-rata kemampuan penghambatan jamur dan bakteri asal Palur terhadap FOCe sebesar 63,75%. Kandungan montmorilonit pada tanah Vertisols Palur dapat meningkatkan derajat penghambatan karena meningkatkan pH tanah pada tingkat yang kondusif bagi pertumbuhan mikroba (Stotzky 1986). Perbandingan kemampuan penghambatan pertumbuhan FOCe oleh jamur dan bakteri dilihat dari rizosfer bawang merah sehat dan sakit moler ditampilkan pada Gambar 3.
KESIMPULAN
Jamur dan bakteri rizosfer bawang merah sehat dan sakit moler memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang menurut indeks Shannon. Jamur dan bakteri asal rizosfer bawang merah sehat memiliki kemampuan hambat pertumbuhan Fusarium oxysporum f.sp.
cepae yang lebih besar secara in vitro
dibanding yang berasal dari rizosfer bawang merah sakit moler.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian unggulan Perguruan Tinggi UNS 2014 dengan judul Pemaduan Konsorsia Mikroba Fungsional Penyedia Hara dan Agens Hayati Pencegah Penyakit Tular Tanah sebagai Biofilmed Biofertilizer. Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology 5th ed. Academic Press. New York (NY).
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology 4th ed. Academic Press. New York (NY).
Badri D.V., Vivanco, J.M. 2009. Regulation and Function of Root Exudates. Plant Cell Environ 32:666-681.
TH = Tawangmangu sehat, TK = Tawangmangu sakit, NH = Ngargoyoso sehat, NK = Ngargoyoso sakit, PH = Palur sehat, PK = Palur sakit, BH = Bantul sehat, BK = Bantul sakit. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak beda nyata (P < 0,05).
Gambar 3. Penghambatan pertumbuhan Fusarium oxysporum f.sp. cepae oleh jamur dan bakteri rizosfer bawang merah sehat dan sakit moler dari beberapa daerah pada media PDA.
41,73 abc 37,35 abc 47,74 ab 33,8 bc 63,75 a 17,7 c 45,48 ab 58,75 ab 0 20 40 60 80 TH TK NH NK PH PK BH BK
Jamur dan bakteri
H amb at an ( % )
Barker, K.R., W.W. Weeks. 1991. Relationships Between Soil and Levels of Meloidogyne Incognita and Tobacco Yield and Quality. J Nematol 23(1): 82-90.
Batzing, B.L. 2002. Microbiology: an Introduction. Brooks/Thomson learning, inc. London.
Bonanomi, G., Antignani, V., Capodilupo, M., Scala, F. 2010. Identifying the Characteristics of Organic Soil Amendments that Suppress Soilborne Plant Diseases. Soil Biol Biochem 42: 136–144.
Bonilla, N., Jose ,A.G.B, Antonio, Dv., Fransisco, M.C. 2012. Enhancing Soil Quality and Plant Health Through Suppresive Organic Amendments. Diversity 4: 475-491. Cook, R.J., Baker, K.F. 1983. The Nature
and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. American Phytopathol Soc. St. Paul (MN). Departemen Pertanian. 2011. Prospek
bawang merah URL: http//.litbang.go.id.
Djaenuddin, N. 2011. Bioekologi Penyakit Layu Fusarium, Fusarium
oxysporum. Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros (ID).
Fachrul, N.F. 2008. Metode sampling bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta (ID). Garbeva, P., Postma, J., van Veen, J.A., van Elsas, J.D. 2006. Effect of Above-Ground Plant Species on Soil Microbial Community Structure and Its Impact On Suppression of Rhizoctonia Solani
AG3. Environ Microbiol 8: 233– 246.
Guckert, F.M., Chavanon, M., J.L. Morel, G. Villemin. 1991. Root Exudation in Beta Vulgaris : A Comparizon With Zea Mays. In Plant Roots and Their Environment, Proceeding of An ISRR-Symposium, Mcmichael and H. Persson (Eds). Elsevier Scintific Publishong. New York (NY).
Hadiwiyono, R.D. Wuspada, S. Widono, S.H. Poromarto, Z.D. Fatawi. 2009. Kesupresifan Tanah Terhadap Busuk Pangkal (Fusarium
Oxysporum F.Sp. Cepae) Bawang
Putih di Tawangmangu, Karanganyar. Sains tanah 6(1):1-6. Hanafiah, A.K., Anas, I., Napoleon, A.,
Ghofar, A. 2005. Biologi Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta (ID).
Ludwig, J.A., Reynolds, J.F. 1988. Statictical Ecology A Primer on Methods and Computing. John Wiley and Sons. New York (NY). Martin, J.P., Haider, K. 1986. Pengaruh
Koloid Mineral Terhadap Laju Pengembangan Karbon Organik Tanah. In: Huang PM Dan Schnitzer (Eds). Interaksi Mineral Tanah Dengan N Organik Alami dan Mikroba. UGM Press. Yogyakarta (ID). Mazzola, M. 2004. Assessment and
Management of Soil Microbial Community Structure For Disease Suppression. Phytopathology 4(2):35-59.
Niswati, A., Sri Yusnaini, M. Achmad, S.A. 2008. Populasi
Mikroorganismea Pelarut Fosfat dan P-Tersedia pada Rizosfer Beberapa Umur dan Jarak Dari Pusat Perakaran Jagung (Zea mays L.). J Tan Trop 13(2):123-130.
Restu, I.W. 2002. Kajian Wisata Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Wilayah Pesisir Selatan Bali. Laporan hasil penelitian program pascasarjana. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Rosmarkam, A., Nasih, W.Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta (ID).
Santoso, H.S. 1988. Bawang Putih. Kanisius. Yogyakarta (ID).
Santoso, S.E., Soesanto, L., Haryanto, T.A.D. 2007. Penekanan Hayati Penyakit Moler Pada Bawang Merah dengan Trichoderma harzianum, Trichoderma koningii,
dan Pseudomonas fluorescens P60. J HPT Trop 7(1): 53-61.
Semangun. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. UGM Press. Yogyakarta (ID).
Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta (ID).
Stotzky, G. 1986. Pengaruh Koloid Mineral Tanah Terhadap Proses Metabolisme, Pertumbuhan, Adhesi, dan Ekologi Mikroba Dan Virus. In: Huang PM dan Schnitzer (eds). Interaksi Mineral Tanah Dengan Organik Alami dan Mikroba. UGM Press. Yogyakarta (ID).
Subba Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman edisi 2. Terjemahan: Herawati S. UI Press. Jakarta (ID).
Supriadi. 2006. Analisis Risiko Agens Hayati Untuk Pengendalian Patogen pada Tanaman. J Litbang Pert 25(3): 75-80.
Sutedjo, M.M., Kartasapoetra, A.G., Sastroatmodjo, S. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta (ID).
Waluyo, L. 2008. Teknik Metode Dasar Mikrobiologi. UMM Press. Malang (ID).
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah; Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarta (ID).
Wiyatiningsih, S. 2003. Kajian Asosiasi
Phytopthora sp. dan Fusarium oxysporum f. sp. capsici Penyebab
Penyakit Moler pada Bawang Merah. Mapeta 1(5):1-6.