• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Iklim Sekolah dengan Kecenderungan Perilaku Bullying pada Siswa SMP 2 Sepuluh November Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Iklim Sekolah dengan Kecenderungan Perilaku Bullying pada Siswa SMP 2 Sepuluh November Semarang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Iklim Sekolah dengan

Kecenderungan Perilaku Bullying pada Siswa SMP 2 Sepuluh November

Semarang

Lysa Amorita Rachmawati Rohmatun (rohmachisol@gmail.com)

Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Abstract : The purpose of this research is to find out the correlation between student’s

perception of school climate and bullying tendency at SMP 2 Sepuluh November Semarang. The former hypothesis mentioned that there will be a negative correlation betwe en student’s perception of school climate and bullying tendency at SMP 2 Sepuluh November Semarang. Sampling method used Cluster random sampling with the total subject up to 83 students. Data collecting method used the scale of student’s perception of school climate and scale of bullying tendency which adapted from Wiragianti (2013). The result of hypothesis testing by using product moment correlation technique, it got the co-efisien of correlation is r = -0,644 with p<0,01.It means there is a significant negative correlation between between student’s perception of school climate and bullying tendency at SMP 2 Sepuluh November Semarang. The conclusion of this research is the higher (positive) student’s perception of school climate the lower bullying tendency among the students, in verse, the lower (negative) student’s perception of school climate the higher bullying tendency among the students,

Keywords: Bullying Tendency, School Climate, Student’s perception

PENDAHULUAN

Dunia pendidikan akhir-akhir ini dinodai dengan berbagai masalah. Salah satunya masalah yang selalu ada di setiap tahunnya adalah permasalahan bullying. Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, yang menyebabkan seseorang menderita. Secara langsung aksi ini dilakukan oleh seoseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang. Bullying seringkali tidak disadari keberadaannya oleh para guru maupun orang tua (Astuti, 2008).

Yayasan SEJIWA (2008) dalam laporannya mengatakan bahwa bullying belum terlalu dikenal di Indonesia, namun pada kenyataanya fenomena bullying telah lama

menjadi bagian dari dinamika kehidupan-kehidupan di sekolah negeri ini. Survei latitude news di 40 negara, menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara kedua tertinggi tingkat

bullyingnya, dan cenderung dilakukan dimedia

sosial (uniqpost.com).

Kasus yang menjadi sejarah suram dalam pendidikan di Indonesia dimulai dari peristiwa IPDN (Institut Pemerintahan dalam Negeri) dengan kejadian meninggalnya Praja Clifft Muntu akibat dianiaya oleh seniornya di lingkungan kampus, kasus seorang siswi SMP di Bekasi yang tidak kuat menerima ejekan teman-temannya sebagai anak tukang bubur menjadikannya gantung diri, peristiwa Agung Bastian Gultom yang meninggal dunia akibat dianiaya oleh seniornya di STIP, atau bahkan

(2)

Genk Nero dari Pati yang terdiri dari kumpulan anak-anak perempuan yang melakukan kekerasan terhadap teman sebayanya (kabarindonesia.com). Kasus bullying yang disorot baru-baru ini yaitu pada kasus penganiayaan di SMA Don Bosco yang dilakukan oleh 7 siswanya kepada siswa baru yang berinisial A yang mengikuti MOS. Siswa berinisial A itu mengaku dipukul dan disundut rokok di sekolahnya oleh kakak kelasnya (tvonenews.tv).

Hasil Penelitian Peterson dan Rigby di Australia (dalam Adilla, 2009), bullying yang biasanya terjadi di sekolah, mulai meningkat pada awal secondary school atau setingkat dengan SMP. Peluang terjadinya bullying yang dilakukan anak paling tinggi adalah di lingkungan sekolah, karena dalam sehari anak-anak menghabiskan sebagian waktunya di sekolah. Oleh karena itu interaksi dengan teman sebaya dan guru menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari para siswa (Sugiariyanti, 2010).

Permasalahan bullying salah satunya terjadi di sebuah sekolah menengah pertama di Semarang. Berdasarkan hasil wawancara yang yang telah dilakukan kepada 3 siswa dan 2 orang guru BK di SMP 2 Sepuluh November Semarang, menunjukan bahwa disekolah tersebut terdapat banyak kasus bullying. Kasus bullying yang terjadi diantaranya seperti menjambak, memukul, memanggil nama dengan sebutan yang tidak pantas, dan lain sebagainya. Siswa di sekolah tersebut menganggap perilaku bullying yang mereka lihat dan yang terkadang mereka lakukan itu merupakan sesuatu yang wajar, bahkan bagi pelakunya, mereka menganggap semua itu hanya candaan biasa. Siswa lain yang melihat aksi

bullying juga tidak semua berani melaporkan

kepada guru-guru disekolahnya. Beberapa

bullying yang dilakukan siswa ada yang tidak

diketahui oleh guru di sekolahnya.

Bullying menurut Lines (2008) adalah

intimidasi secara fisik, psikologis, sosial, verbal, maupun emosional yang dilakukan secara berkelanjutan oleh seseorang atau kelompok.

Bullying dapat berupa perilaku menghina atau

mengubah nama panggilan yang membuat marah, tersakiti, dan mengganggu. Faktor yang menyebabkan terjadinya bullying menurut Astuti (2008) diantaranya adalah (1) perbedaan kelas yang mencakup perbedaan kelas ekonomi, sosial, agama, dan etnis/rasisme, (2) tradisi senioritas yaitu tradisi senioritas yang diwariskan secara turun menurun, (3) senioritas yaitu sikap negatif yang dilakukan oleh kakak senior kepada adik kelas atau juniornya, (4) keluarga yang tidak rukun/harmonis, (5) situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif, (6) karakter individu/kelompok, dan (7) persepsi nilai yang salah.

Seluruh siswa di sekolah hampir seluruhnya memiliki peluang untuk melakukan

bullying. Apalagi dengan situasi atau iklim

sekolah yang mendukung perilaku bullying muncul. Hadiyanto (2004) mengatakan bahwa iklim sekolah adalah situasi atau suasana yang muncul karena adanya hubungan antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan peserta didik atau hubungan antar peserta didik yang menjadi ciri khas sekolah yang ikut mempengaruhi proses belajar mengajar di sekolah.

Aspek iklim sekolah menurut Kassabri M.K, Benbenishty R, Astor R.A, (2005) diantaranya adalah sebagai berikut :

(3)

1) School Policy against violence that include clear, consist and fair rules

Kejelasan peraturan sekolah terhadap perilaku kekerasan, kejelasan ini terjadi secara konsisten dan peraturan yang adil. Meliputi pertimbangan para siswa mengenai kebijakan sekolah atau prosedur yang mengarah pada pengurangan kekerasan

2) Teacher support of students

Dukungan yang diberikan guru terhadap siswa meliputi hubungan guru dan siswa yang dapat mendukung siswa.

3) Students participation in decision making and in the design of intervensions to prevent school violence.

Sejauh mana keterlibatan siswa dalam pembuatan keputusan dan rancangan intervensi untuk pencegahan kekerasan di sekolah. Hal ini dapat dilihat dengan mengukur perasaan responden bagaimana peran siswa dalam melihat isu kekerasan di sekolah.

Bagaimana siswa memandang atau mempersepsikan sekolah menentukan perilaku di sekolah. Wang & Halcombe (2010) menyatakan bahwa persepsi warga sekolah terhadap lingkungan sekolahnya dapat menjadi prediktor terhadap afeksi siswa, kognitif, dan behavioral

engagement. Way, dkk (2007) juga menyebutkan

bahwa ada hubungan antara persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan munculnya masalah perilaku siswa.

Persepsi siswa terhadap sekolahnya merupakan faktor penentu perilaku siswa, dalam hal ini apabila siswa mempersepsikan sekolahnya positif maka akan terbentuk pola perilaku positif, dan sebaliknya akan negatif bila siswa

mempersepsikan sekolahnya negatif. Bullying merupakan salah satu perilaku negatif siswa di sekolah. Iklim sekolah atau situasi sekolah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan siswa melakukan bullying tersebut. Oleh karena itu persepsi siswa terhadap iklim sekolah dapat menjadi pemicu seorang siswa memiliki kecenderungan bullying.

Berdasarkan penjelasan di atas diduga bahwa persepsi siswa terhadap sekolah mempengaruhi kecenderungan bullying pada siswa. Oleh karena itu maka peneliti menduga bahwa ada hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan bullying pada siswa SMP Sepuluh November Semarang.

METODE PENELITIAN

Subjek penelitian ini berjumlah 83 siswa yang berasal dari 3 kelas yaitu kelas VII B, VIII D dan VIII E dengan menggunakan metode teknik pengambilan sampel cluster random sampling dan validitas ≥ 0,25. Pengambilan data menggunakan skala persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan rentang koefisien daya beda aitem pada skala ini berkisar antara 0,261-0,609 terdapat 27 aitem yang memiliki daya beda tinggi. Estimasi reliabilitas skala persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,809. Contoh aitem skala persepsi siswa terhadap iklim sekolah yang digunakan adalah “Sekolah tidak memiliki aturan yang jelas terhadap aturan tentang tindak kekerasan di sekolah”

Alat ukur yang kedua menggunakan skala kecenderungan bullying dengan rentang koefisien daya beda aitem pada skala ini berkisar

(4)

antara 0,251-0,643 terdapat 39 aitem yang memiliki daya beda tinggi. Estimasi reliabilitas skala kecenderungan bullying dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,869. Contoh aitem skala kecenderungan bullying adalah “Saya sering mengajak teman saya untuk bolos sekolah”.

HASIL

Uji normalitas distribusi data dilakukan dengan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test melalui program SPSS v.17.0 release for Windows. Hasil selengkapnya dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 1

Hasil Analisis Uji Normalitas

Variabel Mean Standar

Deviasi KS-Z Sig

Keterangan

Kec Bullying 65.5542 11.40416 0,752 0,623> 0,05 Normal

Persepsi Siswa terhadap Iklim Sekolah

86.8795 9.92090 0,564 0,908 >0,05 Normal

Berdasarkan uji normalitas terhadap skala kecenderungan bullying diperoleh hasil hasil KS-Z=0.752 dengan taraf signifikansi 0.623 (p>0,05). Hasil ini menujukkan bahwa sebaran data kecenderungan bullying memiliki distribusi normal. Uji normalitas terhadap skala persepsi siswa terhadap iklim sekolah diperoleh hasil hasil KS-Z=0.564 dengan taraf signifikansi 0.908 (p>0,05). Hasil ini menujukkan bahwa sebaran data persepsi siswa terhadap iklim sekolah memiliki distribusi normal. Berdasarkan uji linieritas diperoleh koefisien Flinier sebesar 57,392 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan linier antara variabel

kecenderungan bullying dan variabel persepsi siswa terhadap iklim sekolah.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima. Ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan bullying pada siswa di SMP 2 Sepuluh Nopember Semarang dengan nilai r sebesar -0,644 dan nilai p sebesar 0,00 (p < 0,01, signifikan). Hal ini berarti bahwa apabila persepsi siswa terhadap iklim sekolah tinggi (positif) maka kecenderungan bullying menjadi rendah.

(5)

27

PEMBAHASAN

Hasil penelitian dengan menggunakan analisis korelasi Product moment menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima, yaitu ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa di SMP2 Sepuluh Nopember Semarang dengan nilai

r sebesar -0,644 dan nilai p sebesar 0,00 (p <

0,01).

Hal ini berarti bahwa apabila persepsi siswa terhadap iklim sekolah positif maka kecenderungan perilaku bullying menjadi rendah, dan sebaliknya. Besarnya pengaruh persepsi siswa terhadap iklim sekolah terhadap kecenderungan perilaku bullying tampak pada sumbangan efektifnya sebesar 41,5 persen, sedangkan 58,5persen yang lainnya dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Astuti (2008) yang menyatakan bahwa terjadinya

bullying antara lain disebabkan oleh persepsi nilai

yang salah dan situasi sekolah yang kurang baik. Berger, Karimpour, & Rodkin (2008) juga mengungkapkan bahwa iklim sekolah yang dibangun dengan baik yaitu dengan menimbulkan sikap toleransi yang tinggi antara guru, pimpinan sekolah, staf dan para siswa maka akan meminimalisir tumbuh dan berkembangnya perilaku bullying pada siswa. Hasil yang sama juga didapat oleh penelitian Usman (2013) yang menyatakan bahwa bullying dipengaruhi oleh iklim sekolah yang berada pada kategori tinggi atau sebesar 49%.

Hasil perhitungan statistik variabel persepsi siswa terhadap iklim sekolah diperoleh

mean empirik sebesar 86,87 dan mean hipotetik

sebesar 67,5. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap iklim sekolah dalam penelitian ini berkategori tinggi karena mean empirik lebih tinggi dari mean hipotetik (yaitu 86,87>67,5). Sedangkan hasil perhitungan statistik variabel kecenderungan bullying

diperoleh mean empirik sebesar 65,55 dan mean hipotetik sebesar 97,5. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan perilaku bullying dalam penelitian ini berkategori rendah karena mean empirik lebih rendah dari mean hipotetik (yaitu 65,55>97,5).

Persepsi siswa terhadap iklim sekolah adalah bagaimana siswa menilai dan menginterpretasi iklim sekolah. Purwita dan Tairas (2013) menyatakan bahwa iklim sekolah adalah suatu konstruk yang kompleks dan multidimensional yang meliputi atmosfir, budaya, nilai-nilai, sumber daya, dan jaringan sosial dari sebuah sekolah. Iklim sekolah merupakan “jiwa” dari sebuah sekolah. Iklim sekolah yang dibangun dengan baik, dimana terdapat komunikasi yang efektif antara pimpinan sekolah, guru, staf dan para siswa serta terciptanya sekolah yang aman dan nyaman akan mereduksi dan meminimalisir terjadinya perilaku

bullying diantara para siswa (Usman, 2013).

Iklim sekolah yang tercipta akan dipersepsikan berbeda pada masing-masing siswa. Iklim sekolah yang dipersepsikan siswa akan mempengaruhi bagaimana perilaku siswa disekolah. Persepsi siswa terhadap iklim sekolah menimbulkan penguatan pada perilaku siswa

(6)

28 sehari-hari di sekolahnya, seperti yang dinyatakan

oleh Way,dkk (2007) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan munculnya masalah perilaku siswa. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa apabila siswa mempersepsikan iklim sekolahnya negatif, maka akan muncul perilaku negatif, begitupun sebaliknya siswa tidak mengalami masalah dalam berperilaku apabila siswa mempersepsikan iklim sekolahnya secara positif.

Kecenderungan perilaku bullying di SMP 2 Sepuluh Nopember Semarang rendah dikarenakan siswa-siswa memiliki persepsi yang positif terhadap iklim sekolahnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku bullying di SMP 2 Sepuluh Nopember Semarang. Siswa yang mempersepsikan sekolahnya positif cenderung lebih rendah dalam melakukan kecenderungan perilaku bullying dibandingkan dengan siswa yang memiliki persepsi negatif terhadap sekolahnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan bullying pada siswa SMP 2 Sepuluh Nopemeber Semarang. Artinya bahwa semakin positif persepsi siswa terhadap iklim sekolah maka semakin rendah kecenderungan

bullying pada siswa SMP 2 Sepuluh Nopember

Semarang.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mencoba mengajukan beberapa saran bagi pihak sekolah, bagi remaja , dan bagi peneliti selanjutnya. Bagi sekolah harus tetap mempertahankan dan meningkatkan iklim sekolah yang positif, diantaranya adalah menjaga komunikasi yang baik antara murid dan guru, sehingga siswa dapat selalu memahami pesan dan arahan dari guru, begitupun sebaliknya, serta menegakkan tata tertib dan aturan di sekolah terutama tata tertib yang berkenaan dengan masalah bullying di sekolah.

Bagi siswa diharapkan dapat terus meningkatkan dan mempertahankan iklim sekolah yang positif di sekolahnya dengan bersikap baik terhadap seluruh siswa, baik dengan teman sebaya, kakak kelas, maupun adik kelas, dan lebih terbuka terhadap segala permasalahan yang ada di sekolah kepada para guru atau wali kelas, baik permasalahan bullying ataupun permasalahan lainnya.

Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memperhatikan variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap kecenderungan bullying. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor keluarga, karakteristik internal individu, faktor tradisi senioritas, faktor pergaulan, dan faktor lainnya, sehingga dapat diketahui pengaruh tiap-tiap faktor terhadap kecenderungan bullying pada siswa, terutama siswa SMP.

PUSTAKA ACUAN

Adilla. (2009). Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi

(7)

29 Ant. (2012). Kekerasan Saat MOS Harus

Dihentikan. Jakarta: TVONE, diakses

pada 29 Maret 2013 dari

http://sosialbudaya.tvonenews.tv/berita/v iew/59525/2012/07/28/kpai_kekerasan_s aat_mos_harus_dihentikan.tvOne

Astuti. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif

mengatasi Kekerasan pada Anak .

Jakarta: Grasindo.

Berger, Karimpour, & Rodkin. (2008). Bullies and victims at school: perspectives and strategies for primary prevention. In T.

Miller. School Violence and primary prevention (287-314). Springer-Verleg:

Newyork.

Hadiyanto. (2004). Mencari Sosok Desentralisasi

Manajemen Pendidikan di Indonesia.

Jakarta: Rineka Cipta.

Kassabri M.K, Benbenishty R, & Astor. (2005). The Effects of School Climate, Socioeconomics, and Cultural Factors on Student Victimization In Israel.. Social

Work Research volume 29, No. 3

Lines. (2008). The Bullies, The Rationale

of Bullying. United States: Jessica

Kingsley Publishers

Purwita & Tairas. (2013). Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Iklim Sekolah dengan School Engagement di SMK IPIEMS Surabaya. Jurnal Psikologi

Pendidikan dan Perkembangan Vol. 2,

No. 01, April 2013. Universitas

Airlangga Surabaya, diunduh pada 12 Desember 2013.

Setiawati, Reni. (2008), Kekerasan teman sebaya

di balik pilar sekolah,

http://www.kabarindonesia.com/beritapri nt.php?id=20080623203208 diposting pada 24 Juni 2008. diakses pada 24 Mei 2013.

Sugiariyanti. (2010). Perilaku Bullying pada Anak dan Remaja. Intuisi Vol. 1, No.2 Hal 101-109. Semarang: Program Studi Psikologi Fakultas FIP UNNES

Usman, Irvan. (2013). Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman sebaya, Iklim Sekolah, dan Perilaku Bullying. Humanitas Vol. X, No.1 Januari 2013, Hal 49-60.

Wang, M. & Halcombe, R. (2010). Adolescences' Perception of School Environment, Engagement, and Academic Achievement in Middle School.

American Educational Research Journal.

47, 633.

Way, N., Reddy R., & Rhodes, J. (2007). Students'Perception of School Climate During the Middle School Years: Association with Trajectories of Psychological and Behavioral

Adjusment. Community Psycology. 40, 194-213.

Yayasan SEJIWA. (2008). Bullying (Mengatasi

Kekerasan di Lingkungan Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak). Jakarta: PT.

Referensi

Dokumen terkait

  Tukey’s  test  for  average  water  loss  was  not  significantly  different  between  sengon,  jati  and   mahoni,  but  significantly  different  between  sengon,

Jadi, dengan model pembelajaran PBL menggunakan media power point pada kelas eksperimen dalam proses pembelajaran dapat membantu menarik perhatian siswa untuk bisa

Dikaitkan dengan keadaan yang kita hadapi saat ini, yaitu lemahnya penegakan hukum, baik menyangkut masalah KKN, pelanggaran HAM, tingginya tingkat

Pada penelitian sekarang variabel yang digunakan adalah kepercayaan, kemudahan, dan persepsi resiko terhadap penggunaan e-banking bank BRI di Surabaya, sedangkan

Di dalam karya tersebut pengarang menyelipkan kepercayaan masyarakat yang hingga kini masih dipegang teguh, terangkum dalam agami jawi , meliputi percaya pada benda-benda

Tabel 4.17 Metode 5W-1H untuk Menggembangkan Rencana Tindakan untuk Mengatasi Keretakan pada Cangkang Telur, Telur Busuk, Penyusutan Bobot Telur dan Bintik Darah pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pendengar terhadap program berita yang disebut Sonora News di Radio Sonora Surabaya setelah perubahan target

Berdasarkan simpulan dan implikasi, dapat dikemukakan saran yang berkaitan dengan penelitian, yaitu: 1) agar siswa lebih berpartisipasi aktif dan memusatkan perhatian