• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis dan Uji In Vitro Hidroksiapatit Berporogen Kitosan dengan Metode Sol Gel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis dan Uji In Vitro Hidroksiapatit Berporogen Kitosan dengan Metode Sol Gel"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS DAN UJI

IN VITRO

HIDROKSIAPATIT

BERPOROGEN KITOSAN DENGAN METODE SOL GEL

AYU ROMAWARNI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

AYU ROMAWARNI. Sintesis dan Uji

In Vitro

Hidroksiapatit Berporogen

Kitosan dengan Metode Sol Gel. Dibimbing oleh ARMI WULANAWATI dan

SULISTIOSO GIAT SUKARYO.

Hidroksiapatit (HAp) memiliki sifat biokompatibilitas yang baik dengan

tulang karena memiliki kesamaan komposisi kimia dengan tulang. Salah satu

metode sintesis HAp adalah metode sol gel. Metode sol gel dapat digunakan

untuk menghasilkan kristal HAp yang baik. HAp berpori dibuat dari kalsium yang

diperoleh dari cangkang telur dengan penambahan asam fosfat dan kitosan.

Penelitian dilakukan dengan ragam volume larutan kitosan yang ditambahkan,

yaitu 30, 40, 50, dan 60 mL. Analisis sampel dilakukan dengan menggunakan

difraksi sinar-X (XRD), mikroskop elektron payaran (SEM), dan spektrofotometer

serapan atom (AAS). Pencirian dengan XRD terhadap HAp-kitosan yang telah

dikalsinasi menunjukkan tidak ada puncak kitosan, hanya terdapat puncak milik

HAp. Pencirian dengan SEM menunjukkan bahwa penghilangan kitosan melalui

kalsinasi menghasilkan HAp dengan pori berukuran mikro. Uji

in vitro

menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi kalsium setelah 6 hari

perendaman sampel dalam larutan

simulated body fluid

(SBF). Penurunan ini

disebabkan oleh pengendapan ion kalsium pada permukaan HAp berpori untuk

membentuk kristal apatit.

ABSTRACT

AYU ROMAWARNI. Synthesis and

In Vitro

Test of Porous

Hydroxyapatite-Chitosan with Sol Gel Method. Supervised by ARMI WULANAWATI and

SULISTIOSO GIAT SUKARYO.

Hydroxyapatite (HAp) has good compatibility with bone as its chemical

composition is similiar to that of bone material. One method to synthesize HAp is

a sol gel method. Sol gel method can be used to produce a good crystallize of

HAp. Porous HAp was made from calcium obtained from eggshell with the

addition of phosphoric acid and chitosan. The study was conducted by varying the

volume of chitosan solution, i.e. 30, 40, 50, and 60 mL. The porous HAp was

characterized using X-ray diffraction (XRD), scanning electron microscope

(SEM), and atomic absorption spectroscopy (AAS). XRD characterization of the

calcined HAp-chitosan showed that the chitosan peak was totally removed,

leaving behind all of the characteristic peaks of HAp. SEM characterization

showed that removal of chitosan through calcination leads to HAp containing

microsize pores.

In Vitro

test showed that calcium ions concentration decreasing

(3)

SINTESIS DAN UJI

IN VITRO

HIDROKSIAPATIT

BERPOROGEN KITOSAN DENGAN METODE SOL GEL

AYU ROMAWARNI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Sintesis dan Uji

In Vitro

Hidroksiapatit Berporogen Kitosan dengan

Metode Sol Gel

Nama : Ayu Romawarni

NIM : G44070040

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Armi Wulanawati, S.Si, M.Si.

Drs. Sulistioso Giat Sukaryo, MT

NIP 196907252000032001

NIP 195708261988011002

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S.

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini

dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2011 yang bertempat di Laboratorium

PTBIN BATAN-PUSPIPTEK Serpong serta Laboratorium Kimia Fisik,

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Armi Wulanawati, S.Si, M.Si.

dan Bapak Drs. Sulistioso Giat Sukaryo, MT selaku pembimbing selama

penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada Ibu Wahyu, Bapak Bambang Sugeng, Ibu Deswita, Bapak Yosef,

Bapak Wagio dari Badan Atom Teknologi Nuklir (BATAN) Puspiptek Serpong,

Bapak Syawal, Bapak Ismail, Bapak Nano, Ibu Ai dari staf Laboratorium Kimia.

Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada keluarga atas segala doa,

dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, Juni 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Hidroksiapatit ... 1

Kitosan ... 1

Metode Sol Gel ... 2

BAHAN DAN METODE ... 2

Bahan dan Alat ... 2

Tahapan Penelitian ... 2

Preparasi Cangkang Telur ... 2

Sintesis Hidroksiapatit ... 2

Preparasi Larutan Kitosan ... 2

Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Kitosan ... 2

Pencirian dengan XRD dan SEM ... 3

Uji

In Vitro

dengan Larutan SBF ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 3

Komposisi Cangkang Telur ... 3

Sintesis dan Pencirian Hidroksiapatit ... 4

Sintesis dan Pencirian Hidroksiapatit Berporogen Kitosan ... 4

Morfologi Hidroksiapatit ... 6

Uji

In Vitro

dalam Larutan SBF ... 7

SIMPULAN DAN SARAN ... 7

Simpulan ... 7

Saran ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 8

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Komposisi HAp-kitosan ... 3

2

Hasil pengukuran konsentrasi kalsium ... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Struktur kitosan ... 2

2

Pola difraksi sinar-X cangkang telur setelah kalsinasi ... 4

3

Pola difraksi sinar-X (a) HAp sintesis dan (b) HAp komersial ... 4

4

Pola difraksi sinar-X kitosan ... 5

5

Pola difraksi sinar-X HAp dengan penambahan kitosan (a) 30 mL,

(b) 40 mL, (c) 50 mL, (d) 60 mL ... 5

6

Hasil SEM sampel pada perbesaran 3000x (a) HAp sintesis dan

(b) HAp komersial ... 6

7

Hasil SEM HAp dengan penambahan kitosan (a) 30 mL, (b) 40 mL,

(c) 50 mL, (d) 60 mL pada perbesaran 3000x ... 6

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Diagram alir penelitian ... 11

2

Data JCPDS (a) HAp, (b) CaO, (c) AKA, (d) AKB ... 12

3

Data XRD serbuk cangkang telur ... 14

4

Data komposisi bahan yang digunakan untuk menghasilkan sampel ... 14

5

Data analisis hasil XRD sampel ... 15

6

Morfologi SEM HAp dengan penambahan kitosan 30 mL ... 18

(10)

PENDAHULUAN

Tingkat kecelakaan meningkat setiap tahunnya, di antara kecelakaan tersebut tidak sedikit yang tergolong kecelakaan berat atau sampai mengalami kerusakan tulang. Sel-sel tulang sebenarnya memiliki kemampuan untuk memulihkan diri tetapi pemberian pengganti tulang bisa mempercepat pemulihan secara lebih sempurna (Dahlan 2010). Pemilihan material yang tepat sangat diperlukan dalam proses pemberian pengganti tulang, antara lain mudah diperoleh, biokompatibel, bioaktif, dan tidak toksik (Riyani 2005). Material pengganti tulang yang umum digunakan adalah autograf (penggantian satu bagian tubuh dengan bagian tubuh lainnya dalam satu individu), allograf (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari manusia lain), xenograf (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari hewan). Namun, material pengganti tulang ini biasanya tersedia dalam jumlah terbatas (Ratih et al. 2003).

Adanya keterbatasan dalam setiap material, memicu perkembangan riset di bidang material. Hingga saat ini studi mengenai material terus berkembang, terutama material hidroksiapatit (HAp). Baru-baru ini, perhatian khusus pada penyusunan keramik HAp dengan morfologi berpori. HAp berpori telah digunakan dalam aplikasi medis termasuk regenerasi jaringan tulang. Material HAp berpori yang dimasukkan ke dalam tulang yang patah berfungsi untuk membantu dan merangsang pertumbuhan jaringan tulang serta secara bertahap akan digantikan oleh jaringan tulang yang baru (Kim et al. 2007).

Sopyan et al. (2007) menyatakan bahwa

pembentukan HAp berpori dapat dilakukan menggunakan bahan porogen yang akan menghilang selama proses kalsinasi.

Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai porogen antara lain: parafin, naftalena, pati atau beberapa polimer seperti poli(asam laktat), gelatin, alginat, dan kitosan. Pada penelitian ini menggunakan kitosan sebagai porogen karena kitosan banyak terdapat di alam salah satunya dari kulit udang. Sintesis HAp dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode kering dan basah (sol gel) (Aoki 1991). Menurut Vijayalakshmi dan Rajeswari (2006) keuntungan menggunakan metode basah (sol gel) dalam prosesnya akan menghasilkan HAp yang memiliki kemurnian yang cukup tinggi.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan membuat hidroksiapatit berpori menggunakan kitosan sebagai porogen dengan metode sol

gel. Selanjutnya dilakukan pencirian dengan

X-ray diffraction (XRD), scanning electron

microscopy (SEM) dan mengevaluasi

pertumbuhan kristal apatit menggunakan

simulated body fluid (SBF).

TINJAUAN PUSTAKA

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit merupakan senyawa mineral dan anggota kelompok mineral apatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai

suatu bahan keramik yang memiliki kesamaan komposisi kimia dengan jaringan tulang asli (Javidi et al. 2008). HAp dapat diperoleh dari

sumber alami atau melalui sintesis kimia. Material HAp dapat disintesis dengan menggabungkan sumber Ca dan P. Sintesis HAp dapat dilakukan dengan metode basah dan metode kering. Metode basah menggunakan prinsip presipitasi atau sol-gel sedangkan metode kering menggunakan prinsip pencampuran 2 senyawa sumber Ca dan P pada suhu tinggi (Aoki 1991). Menurut metode basah, HAp disintesis dengan cara mentitrasi larutan yang mengandung Ca dengan larutan yang mengandung P. Nisbah Ca/P agar material HAp terbentuk adalah 1,67 (Prabakaran et al. 2005). HAp memiliki sifat

biokompatibel dan bioaktif. Biokompatibel adalah kemampuan material untuk menyesuaikan dengan kecocokan tubuh penerima, sedangkan bioaktif adalah kemampuan material bereaksi dengan jaringan dan menghasilkan ikatan kimia sangat baik (Ratih et al. 2003).

Kitosan

Kitosan merupakan salah satu turunan kitin yang diperoleh melalui proses deasetilasi. Kitosan tersusun atas unit berulang 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang terhubung oleh ikatan β-(1-4) (Gambar 1). Kitosan berbentuk padatan amorf dan dapat larut dalam asam organik seperti asam format, asam asetat, asam sitrat (Austin 1984). Kitosan adalah polimer alam yang memiliki sifat biodegradabel, tidak beracun, dan biokompatibel (Kim et al. 2007). Sifatnya

(11)

2

dengan hidroksiapatit untuk membentuk suatu komposit material yang menunjukkan sifat-sifat polimer biomedis seperti non-toksik, biokompatibel, dan biodegradabel (Sutriyo et al. 2005).

Gambar 1 Struktur kitosan.

Metode Sol Gel

Metode sol gel adalah sebuah teknik untuk membentuk material gelas dan keramik. Proses sol gel diawali dengan pembentukan koloid yang memiliki padatan tersuspensi di dalam larutannya (kondisi ini disebut sol). Sol ini kemudian akan mengalami perubahan fase menjadi gel, yaitu koloid yang memiliki fraksi solid yang lebih besar daripada sol. Gel ini akan mengalami kekakuan dan dapat dipanaskan untuk membentuk keramik (Dawnay 1997).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang telur ayam negeri, H3PO4 80%,

etanol 96%, kitosan komersial, larutan asam asetat 2%, HAp komersial, cairan infus (0,9%

Sodium chloride, Otsu-NS).

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, neraca analitik, hot plate, pengaduk

magnetik, tanur, X-ray diffraction (XRD)

merk Philips tipe Shimadzu 610, scanning

electron microscopy (SEM), atomic

absorption spectroscopy (AAS) Shimadzu

AA-7000.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terbagi atas beberapa tahap, yaitu tahap pertama preparasi cangkang telur, tahap kedua sintesis hidroksiapatit, tahap ketiga preparasi larutan kitosan, tahap keempat sintesis hidroksiapatit berporogen kitosan, tahap kelima pencirian dengan XRD

dan SEM, tahap keenam uji in vitro dengan

larutan SBF. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Preparasi Cangkang Telur

Preparasi dilakukan berdasarkan modifikasi metode Amrina (2008). Cangkang telur diberi perlakuan meliputi pembersihan, pengeringan dan kalsinasi. Perlakuan diawali dengan pembersihan cangkang telur dari kotoran makro, eliminasi membran cangkang kemudian dikeringkan di suhu kamar. Cangkang yang telah kering lalu dikalsinasi pada suhu 1000 ºC selama 6 jam. Cangkang yang telah dikalsinasikan berbentuk serbuk lalu dilakukan pencirian dengan XRD untuk mengetahui fase yang terkandung di dalamnya.

Sintesis Hidroksiapatit

Hidoksiapatit dibuat melalui modifikasi metode Septiarini (2009). Serbuk cangkang telur hasil kalsinasi ditambahkan etanol 96% sebanyak 50 mL kemudian dicampurkan dengan 3 mL H3PO4 80% yang dilarutkan

dalam 50 mL etanol 96% dilakukan dengan penetesan dari buret. Campuran tersebut diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu 37 ºC selama 20 menit kemudian dipanaskan dalam penangas air bersuhu 60 ºC selama 1 jam. Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 ºC sampai larutan berubah menjadi gel. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 ºC selama 5 jam.

Preparasi Larutan Kitosan

Larutan kitosan dibuat melalui modifikasi metode Kim et al. (2007). Larutan kitosan 4%

dibuat dengan melarutkan 4 gram serbuk kitosan ke dalam larutan asam asetat 2%. Larutan ini diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu kamar selama 3 jam kemudian didiamkan selama 24 jam untuk melarutkan kitosan, kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditera dengan asam asetat 2%.

Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Kitosan

Hidroksiapatit berporogen kitosan dibuat melalui modifikasi metode Lestari (2009). Serbuk cangkang telur hasil kalsinasi yang ditambahkan 50 mL etanol 96% kemudian dicampurkan dengan 3 mL H3PO4 80% yang

(12)

kitosan secara perlahan dengan menggunakan buret. Banyaknya larutan kitosan yang ditambahkan dapat dilihat pada Tabel 1. Campuran tersebut kemudian diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu 37 ºC selama 4 jam untuk mendapatkan campuran larutan yang homogen kemudian dipanaskan dalam penangas air bersuhu 60 ºC selama 1 jam. Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 ºC sampai larutan berubah menjadi gel. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 ºC selama 5 jam.

Tabel 1 Komposisi HAp-kitosan HAp Massa Volume

CaO (g) kitosan (mL)

1 4.6827 30

2 4.6809 40

3 4.6815 50

4 4.7441 60

Pencirian dengan XRD dan SEM

Pencirian serbuk hidroksiapatit ini menggunakan instrumen XRD dengan sumber Cu dan panjang gelombang 1.5406 Å. Pencirian dengan XRD dilakukan untuk mengetahui fase yang terdapat dalam sampel sedangkan pencirian dengan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran pori.

Uji In Vitro dengan Larutan SBF

Pengujian secara in vitro dilakukan

berdasarkan modifikasi Sharma et al. (2009).

Sampel masing-masing sebanyak 2 gram dibuat menjadi pelet, kemudian pelet dimasukkan ke dalam 100 mL larutan SBF. Sampel direndam dalam larutan SBF. Larutan SBF diambil setelah 6, 13, 20 hari sebanyak 20 mL, kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring whatman No 40 selanjutnya ditentukan dengan AAS. Penentuan dengan AAS bertujuan menentukan kadar kalsium (Ca2+) yang terdapat dalam larutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Cangkang Telur

Menurut Pankaew et al. (2010) cangkang

telur ayam mengandung 94% kalsium karbonat. Tingginya kadar kalsium yang dimiliki cangkang telur, mendorong limbah cangkang telur digunakan sebagai sumber kalsium alami dalam proses síntesis hidroksiapatit. Kalsinasi cangkang telur pada suhu 1000 °C selama 6 jam mengakibatkan kalsium karbonat yang terkandung di dalam cangkang telur berubah menjadi kalsium oksida dengan reaksi sebagai berikut :

CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)

Kalsinasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan karbonat yang merupakan zat pengganggu dalam proses kristalisasi hidroksiapatit (Dahlan et al. 2009).

Keberadaan ion karbonat dalam cangkang telur memberikan pengaruh dalam sintesis hidroksiapatit. Struktur karbonat dalam hidroksiapatit dapat menempati dua posisi, pertama menggantikan OH- membentuk apatit

karbonat tipe A Ca10(PO4)6CO3 (AKA) pada

suhu tinggi dan kedua menggantikan PO4

3-membentuk apatit karbonat tipe B Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2 (AKB) pada suhu

rendah. Namun keberadaan AKA dan AKB tersebut tidak mengganggu fungsi dari HAp karena senyawa paduan Ca/P yang telah mengalami pemanasan di atas 900 °C memiliki struktur yang stabil dan tidak berbahaya jika ikut diimplankan ke dalam tubuh makhluk hidup (Aoki 1991).

Keberadaan CaO dilakukan pencirian dengan XRD (Gambar 2). Berdasarkan pola difraksi sinar-X cangkang telur dicocokkan dengan data JCPDS (Joint Commitee on

Powder Diffraction Standards) untuk CaO

(13)

4

-100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

0 20 40 60 80 100

2 Theta In te n si ta s CaO V

Gambar 2 Pola difraksi sinar-X cangkang telur setelah kalsinasi.

Sintesis dan Pencirian Hidroksiapatit

Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah (sol gel) pada penelitian ini menggunakan cangkang telur sebagai sumber kalsium yang sebelumnya dikalsinasi untuk membentuk CaO dan sebagai sumber fosfor digunakan H3PO4, seperti yang ditunjukkan

sebagai berikut :

10 CaO + 6 H3PO4 Ca10 (PO4)6 (OH)2

+ 8 H2O

Jumlah CaO dan H3PO4 yang dilarutkan

ditentukan berdasarkan hasil perhitungan stokiometri sehingga menghasilkan rasio konsentrasi Ca/P sebesar 1,67 (Lampiran 4).

Berdasarkan pola difraksi sinar-X HAp dibandingkan dengan data JCPDS diperoleh bahwa pada HAp sintesis, yaitu HAp tanpa penambahan kitosan (Gambar 3) memperlihatkan sebagian besar puncak dimiliki oleh fase HAp dengan intensitas tertinggi yang memilki nilai 2θ sebesar 31.716° dan 32.850° (Lampiran 5). Namun masih terdapat fase lain selain HAp, yaitu fase CaO yang memiliki nilai 2θ sebesar 37.301° dengan intensitas yang rendah. Di sisi lain pada pola difraksi sinar-X HAp komersial yang merupakan HAp tanpa penambahan kitosan (Gambar 3) memperlihatkan 2 puncak tertinggi masing-masing menunjukan fase AKA dan HAp dengan nilai 2θ sebesar 31.620° dan 31.700° (Lampiran 5).

0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2 Theta In te n si ta s HAp CaO 0 50 100 150 200 250 300

10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000

2 theta In te n si ta s # # # # H Ap # AK A

Gambar 3 Pola difraksi sinar-X (a) HAp sintesis dan (b) HAp komersial.

Hidroksiapatit hasil sintesis memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan HAp komersial karena tidak menunjukkan adanya puncak fase AKA seperti pada hidroksiapatit komersial. Namun pada hidroksiapatit sintesis juga masih belum murni karena masih menunjukkan adanya puncak fase dari CaO. Fase CaO yang terdapat di dalam hidroksiapatit sintesis dapat dihilangkan dengan menyimpan serbuk cangkang telur yang telah dikasinasi di dalam wadah yang tertutup rapat untuk menghindari masuknya uap air dari udara ke dalam serbuk cangkang telur.

Sintesis dan Pencirian Hidroksiapatit Berporogen Kitosan

Hidroksiapatit yang merupakan komponen organik utama dari tulang dapat disintesis dengan mencampurkan kitosan yang berfungsi sebagai porogen untuk membuat struktur berpori. Hidroksiapatit berpori telah dipergunakan untuk pengganti tulang buatan. Kegunaan utamanya untuk perbaikan,

(a)

(14)

pertumbuhan kembali jaringan yang hilang, rusak atau mengalami perubahan (Sopyan et al. 2007).

Pola difraksi sinar-X sampel Hidroksiapatit yang dibuat dengan penambahan larutan kitosan yang berbeda-berbeda (30, 40, 50 ,60 mL) ternyata tidak membuat pola difraksi sinar-X sampel berubah. Ini berarti bahwa kehadiran kitosan tidak menyebabkan perubahan bentuk struktural dari HAp. Kitosan dari komposit telah hilang saat dikalsinasi pada suhu 1000 °C. Hal ini dibuktikan dengan tidak terbentuknya pola difraksi sinar-X dari kitosan (Gambar 4) yang memilki 2θ bernilai 20.362° dan 10.527° (Lampiran 5). Pola difraksi sinar-X kitosan memperlihatkan bahwa kitosan memilki struktur yang lebih amorf dibandingkan HAp. 0 50 100 150 200 250 300 350

0 20 40 60 80

2 theta In te n s it a s

Gambar 4 Pola difraksi sinar-X kitosan.

Berdasarkan pola difraksi sinar-X hidroksiapatit dengan penambahan variasi kitosan (Gambar 5) memperlihatkan bahwa masing-masing sampel sebagian besar dalam bentuk HAp. Hal ini berarti, dalam semua sampel telah terbentuk HAp. Puncak sampel HAp dengan penambahan kitosan 30, 40, dan 60 mL menunjukan fase HAp untuk keseluruhan puncak (Lampiran 5). Pola difraksi sinar-X sampel HAp dengan penambahan kitosan 50 mL memperlihatkan 3 puncak tertinggi berupa AKA dan fase HAp dengan nilai 2θ berturut-turut sebesar 31.592°, 32.723°, dan 31.991° (Lampiran 5). Hasil analisis HAp dengan penambahan kitosan 50 mL menunjukkan bahwa produk yang terbentuk bukan HAp murni, akan tetapi juga terdapat senyawa lainnya, yaitu AKA dan CaO. 0 100 200 300 400 500 600

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2 theta In te n si ta s HAp 0 50 100 150 200 250 300

0 20 40 60 80 100

2 theta In te n si ta s HAp 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2 theta In te n si ta s # # # V H Ap # AK A C aO 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2 theta In te n si ta s HAp

Gambar 5 Pola difraksi sinar-X HAp dengan penambahan kitosan (a) 30 mL, (b) 40 mL, (c) 50 mL, (d) 60 mL. (a)

(b)

(15)

6

Terbentuknya fase AKA dikarenakan ion karbonat yang mengganggu proses sintesis hidroksiapatit. Keberadaan ion karbonat tidak hanya berasal dari serbuk cangkang telur sebelum dikalsinasi saja tetapi setelah dikalsinasi pun dapat dimasuki ion karbonat dari udara. Ion ini akan terperangkap selama proses sintesis dan sulit untuk dihilangkan karena akan terikat dalam kristal HAp.

Morfologi Hidroksiapatit

Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi hidroksiapatit dengan atau tanpa adanya kitosan. Karakteristik fisik dari HAp berpori yang meliputi ukuran pori, morfologi pori, dan keseragaman pori akan mempengaruhi pertumbuhan tulang ke dalam

implant (Sopyan et al. 2007). Gambar 6

memperlihatkan hasil SEM dari HAp sintesis dan HAp komersial. Pada sampel HAp sintesis yang merupakan HAp tanpa kitosan yang dikalsinasi pada suhu 1000 °C memperlihatkan bahwa morfologi tersusun dari butiran-butiran yang membentuk suatu agregat yang tidak menunjukan struktur berpori. Hal ini terjadi pula pada HAp komersial.

Gambar 6 Hasil SEM sampel pada perbesaran 3000x (a) HAp sintesis dan (b) HAp komersial.

Pada morfologi permukaan HAp dengan penambahan kitosan 30 mL terlihat jelas pori yang terbentuk dibandingkan HAp dengan penambahan kitosan 30, 40, 50, 60 mL (Gambar 7). Partikel HAp berporogen kitosan yang dihasilkan memilki struktur berpori

setelah penghilangan kitosan melalui kalsinasi, kristal HAp tetap bertahan dan mengandung pori-pori. Hal ini ditunjukkan pada sampel HAp dengan penambahan kitosan 30 mL terbentuk pori-pori yang lebih seragam, morfologi pori bulat kecil dengan ukuran pori sekitar 1µm (Lampiran 6). Pada HAp dengan penambahan kitosan 40, 50, 60 mL memperlihatkan butiran-butiran yang membentuk suatu agregat. Meskipun pori yang dihasilkan relatif kecil, tetapi sampel menunjukkan bahwa telah terbentuk HAp berpori dengan menggunakan kitosan sebagai porogennya.

Gambar 7 Hasil SEM HAp dengan penambahan kitosan (a) 30 mL, (b) 40 mL, (c) 50 mL, (d) 60 mL pada perbesaran 3000x.

b

c

d b a

(16)

Uji In Vitro dalam Larutan SBF

Larutan simulated body fluid (SBF)

merupakan larutan yang mengandung ion-ion yang komposisinya kurang lebih sama dengan cairan tubuh manusia. Cairan SBF dapat digunakan sebagai media untuk pertumbuhan kristal apatit dalam uji coba in vitro. Uji in

vitro dilakukan untuk mengetahui sifat

bioaktif dari suatu material HAp yang ditandai dengan pertumbuhan kristal apatit. Pertumbuhan kristal apatit membutuhkan ion kalsium dan fosfat (Oudadesse et al. 2011).

Konsentrasi kalsium dapat diidentifikasi menggunakan atomic absorption spectroscopy

(AAS).

Variasi konsentrasi kalsium larutan SBF dengan periode waktu perendaman ditunjukkan pada Tabel 2. Konsentrasi kalsium dalam larutan SBF awal sebesar 1.4157 ppm (Lampiran 7). Kemudian sampel direndam dalam larutan SBF, setelah 6 hari perendaman didapat konsentrasi kalsiumyang lebih besar dari konsentrasi kalsium dalam larutan SBF awal. Peningkatan konsentrasi kalsium dikarenakan ketika sampel direndam dalam larutan SBF, terjadi pertukaran ion antara permukaan sampel dan larutan akibat dari perbedaan potensial kimia sehingga menyebabkan pelepasan ion Ca2+ dari sampel

yang akan membuat bertambahnya ion Ca2+

dalam larutan SBF (Sharma et al. 2009).

Tabel 2 memperlihatkan bahwa konsentrasi kalsium menurun dengan periode waktu perendaman. Penurunan konsentrasi kalsium dihubungkan dengan pertumbuhan kristal apatit dalam sampel. Sharma et al.

(2009) menyatakan bahwa setelah 7 hari perendaman terjadi pengendapan ion Ca2+

pada sampel yang merupakan langkah awal dalam pertumbuhan kristal apatit. HAp berpori menunjukkan kapasitas yang sangat baik untuk membentuk kristal apatit dipermukaannya. Karena adanya pori maka akan memudahkan pertukaran ion dari material dengan larutan SBF.

Tabel 2 Pengukuran konsentrasi kalsium

sampel

Konsentrasi kalsium (ppm) 6 hari 13 hari 20 hari HAp sintesis 13.7078 9.2584 3.6554 HAp 1 25.7586 7.0393 1.2655 HAp 2 8.3146 7.3932 0.8483 HAp 3 8.6573 6.1742 2.5965 HAp 4 13.9326 12.5618 1.5169 Keterangan: HAp 1,2,3,4 berturut-turut adalah

HAp dengan penambahan kitosan 30,40,50,60 mL.

Gambar 8 memperlihatkan bahwa pada HAp sintesis yang tidak memilki porositas, terjadi penurunan konsentrasi kalsium yang tidak terlalu tinggi selama 14 hari perendaman konsentrasi kalsium menurun serbesar 10.0524 ppm, sedangkan sampel HAp dengan penambahan kitosan 30 mL yang memilki porositas, konsentrasi kalsium mengalami penurunan yang tinggi sebesar 24.4383 ppm setelah 14 hari perendaman. Hal ini dapat dijelaskan dengan cepatnya pertumbuhan kristal apatit pada permukaan HAp berpori sehingga dapat dikatakan bahwa HAp berpori dapat meningkatkan sifat bioaktif.

Gambar 8 Konsentrasi kalsium larutan SBF terhadap periode waktu perendaman.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sintesis Hidroksiapatit berporogen kitosan berhasil dibuat dengan metode sol gel. Pencirian XRD menunjukan bahwa pada sampel sebagian besar telah terbentuk fase HAp walaupun masih terdapat fase lain selain HAp, yaitu AKA dan CaO. Pencirian SEM memperlihatkan pori-pori berukuran mikro yang terlihat jelas pada sampel HAp dengan penambahan kitosan 30 mL. Uji in vitro

(17)

8

Saran

Perlu adanya teknik khusus untuk proses penyempurnaan sintesis hidroksiapatit berporogen kitosan agar diperoleh pori-pori dengan ukuran yang optimum, bentuk pori yang teratur dan seragam, serta perlu mengukur konsentrasi fosfat dalam larutan SBF untuk pertumbuhan kristal apatit. Selain itu, perlu dilakukan pencirian dengan XRD dan SEM pada sampel yang telah direndam dalam larutan SBF agar dapat dilihat pertumbuhan kristal apatit.

DAFTAR PUSTAKA

Amrina QH. 2008. Sintesis hidroksiapatit dengan memanfaatkan limbah cangkang telur: Karakterisasi difraksi sinar-X dan

scanning electron microscopy (SEM)

[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Aoki H. 1991. Science and Medical

Application of Hydroxyapatite. Tokyo:

JAAS.

Austin PA. 1984. Chitinsolvent and solubility

parameters. Dept. Of Commerce, The

University of Delaware.

Dahlan KA, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang telur menggunakan dry method. Jurnal Biofisika 5(2):71-78.

Dahlan KA. 2010. Cangkang telur pengganti tulang. [terhubung berkala]. http://www.doktersahabatkita.com/index/a rticle&id. [18 Juni 2011].

Dawnay EJC. 1997. Growth and

Characterization of Semiconductor

Nanoparticles in Porous Sol-Gel Film.

Departement of Elecrical and Electronic Engineering, Imperial College.

Javidi M et al. 2008. Electrophoretic

deposition of natural hydroxyapatite on medical grade 316L stainless steel. Mater Sci Eng C. 28:8.

Kim HS, Kim JT, Jung YJ. 2007. Preparation of porous chitosan/fibroin-hydroxyapatite composite matrix for tissue engineering.

Macromolecular Research 15(1):65-73.

Lestari A. 2009. Sintesis dan karakterisasi komposit apatit-kitosan dengan metode in-situ dan ex-in-situ [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Muzzarelli RAA. 1997. Depolymerization of Chitin and Chitosan with Hemicellulase,

Lysozyme,Papain, and Lipases. Di dalam:

Muzzarelli RAA, Peter MG, editor. Chitin Handbook. Grottammare: European Chitin Soc.

Oudadesse H, Mostafa A, Bui X.V, Foad E, Kamal G, Legal Y, Cathelineau G. 2011. Physico-chemical assessment of biomimetic nano-hydroxyapatite/polymer matrix for use in bony surgery.

International Journal of Biology and

Biomedical Engineering 5:3.

Pankaew P, Hoonnivathana E, Limsuwan P, Naemchanthara K. 2010. Temperature effect on calcium phosphate synthesized from chicken eggshells and ammonium phosphate. Journal of Applied Sciences

10(24):3337-3342.

Prabakaran K, Balamurugan A, Rajeswari S. 2005. Development of calcium phosphate based apatite from hen’s eggshell. Bull

Mater Sci 28(2): 115-119.

Ratih, Ngatijo, Widjaksana, Latief A, Bambang. 2003. Aplikasi Hidroksiapatit di

Bidang Medis. Yogyakarta: Proc.

Riyani E. 2005. Karakterisasi senyawa kalsium fosfat karbonat hasil presipitasi menggunakan XRD, SEM, dan EDXA pengaruh perubahan ion F dan Mg [skripsi] Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(18)

Sharma S, Son VP, Bellare JR. 2009. Chitosan reinforced apatite-wollastonite coating by electrophoretic deposition on titanium implants. J Mater Sci: Mater 20:1427–

1436

Sopyan I, Mel M, Ramesh S, Khalid KA. 2007. Porous hidroxyapatite for artificial bone application. Science and Technology

of Advanced Materials 8:116-123.

Sutriyo, Joshita D, Indah R. 2005. Perbandingan pelepasan propanolol hidroklorida dari matriks kitosan, etil selulosa, dan hidroksipropil metil selulosa.

Majalah Ilmu Kefarmasian 2:145-153.

Vijayalakshmi U and Rajeswari S. 2006. Preparation and characterization of microcrystalline hydroxyapatite using sol gel method. Trends Biomaterial Artificial

(19)
(20)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Preparasi cangkang telur

Kalsinasi cangkang telur pada suhu 1000 °C selama 6 jam

Pelarutan serbuk CaO dengan larutan H3PO4 80% dalam 50 mL etanol 96%

Pencampuran larutan kitosan 4% sebanyak 30, 40, 50, 60 mL ke dalam campuran, diaduk dengan kecepatan 300 rpm pada suhu 37 °C

Pendiaman campuran selama 24 jam, lalu pemanasan pada suhu 60 °C hingga terbentuk gel

Pemanasan gel pada suhu 1000 °C selama 5 jam

(21)

12

Lampiran 2 Data JCPDS (a) HAp, (b)CaO, (c) AKA, (d) AKB

a

(22)

Lanjutan Lampiran 2

c

(23)

14

Lampiran 3 Data XRD serbuk cangkang telur

Sampel 2-Theta Height Fase

32.150 350 CaO

37.300 876 CaO

serbuk cangkang telur 53.799 519 CaO

64.149 130 CaO

67.350 123 CaO

Lampiran 4 Data komposisi bahan yang digunakan untuk menghasilkan sampel

Sampel Massa CaO (gram) Volume H3PO4 (mL) Massa kitosan (gram)

HAp Sintesis 4.6786 3 -

HAp 1 4.6827 3 4.0027

HAp 2 4.6809 3 4.0088

HAp 3 4.6815 3 4.0088

HAp 4 4.7441 3 4.0009

Keterangan:

HAp Sintesis : HAp tanpa penambahan kitosan HAp 1 : HAp + kitosan 4% sebanyak 30 mL HAp 2 : HAp + kitosan 4% sebanyak 40 mL HAp 3 : HAp + kitosan 4% sebanyak 50 mL HAp 4 : HAp + kitosan 4% sebanyak 60 mL

Contoh perhitungan: Massa P:

ρ H3PO4 80% = 1.64 g/mL

m H3PO4= ρ

v

= 1.64 g/mL

1000 mL= 1640 g

= 16.7347 M

 V1

M1 = V2

M2

V1 16.7347 = 100 mL

0.5M

V1 = 3 mL

Konsentrasi Ca/P: Ca/P = 1.67 M Ca = 0.5 1.67 M

(24)

Massa Ca:

m CaO = 4.676 g

Massa kitosan 4%:

m = 4 g

Lampiran 5 Data analisis hasil XRD sampel

Sampel 2-Theta Height Fase

22.804 40 HAp

25.809 229 HAp

28.063 59 HAp

28.867 104 HAp

31.716 657 HAp 32.128 363 HAp 32.85 394 HAp

33.994 155 HAp

35.397 34 HAp

HAp Sintesis 37.301 87 CaO

39.745 152 HAp

41.937 40 HAp

43.802 33 HAp

45.256 23 HAp

46.638 175 HAp

48.026 91 HAp

51.203 71 HAp

52.014 78 HAp

53.123 102 HAp

55.792 42 HAp

(25)

16

Lanjutan Lampiran 5

Sampel 2-Theta Height Fase

28.8 50 HAp

31.62 256 AKA

31.7 231 HAp

32.64 172 AKA

33.94 98 AKA

HAp komersial 39.7 62 AKA

41.94 24 HAp

43.84 31 HAp

46.58 79 HAp

48.02 45 HAp

49.32 102 HAp

50.38 50 HAp

51.16 48 HAp

52 45 HAp

53.18 59 HAp

25.926 156 HAp

28.183 39 HAp

28.981 66 HAp

31.845 443 HAp 32.23 207 HAp 32.972 264 HAp

34.132 123 HAp

35.528 23 HAp

39.881 105 HAp

HAp 1 42.089 29 HAp

43.938 23 HAp

46.766 131 HAp

48.164 54 HAp

49.553 157 HAp

50.565 77 HAp

51.34 52 HAp

52.151 53 HAp

(26)

Lanjutan Lampiran 5

Sampel 2-Theta Height Fase

25.946 89 HAp

28.223 20 HAp

29.014 42 HAp

31.864 263 HAp 32.239 148 HAp 32.991 177 HAp

34.144 63 HAp

35.521 17 HAp

HAp 2 39.899 60 HAp

42.104 21 HAp

43.951 13 HAp

46.785 80 HAp

48.182 36 HAp

48.701 12 HAp

49.575 96 HAp

50.577 50 HAp

51.358 35 HAp

52.156 37 HAp

53.28 46 HAp

55.97 18 HAp

22.667 25 AKA

25.68 146 HAp

25.927 6 HAp

27.926 42 HAp

28.733 67 HAp

31.592 386 AKA 31.991 206 HAp 32.723 236 AKA

33.872 111 HAp

35.269 19 HAp

37.179 46 CaO

HAp 3 39.03 23 HAp

39.617 88 HAp

41.803 25 HAp

43.673 19 HAp

45.139 15 HAp

46.513 121 HAp

47.893 47 HAp

49.302 120 HAp

50.315 65 HAp

(27)

18

Lanjutan Lampiran 5

Sampel 2-Theta Height Fase

53.006 58 HAp

HAp 3 53.678 22 HAp

55.692 21 HAp

21.791 21 HAp

22.875 20 HAp

25.907 128 HAp

28.152 33 HAp

28.968 56 HAp

31.819 362 HAp

32.228 197 HAp

32.948 212 HAp

34.105 86 HAp

35.512 17 HAp

HAp 4 39.85 85 HAp

42.034 26 HAp

43.912 21 HAp

45.387 20 HAp

46.743 106 HAp

48.129 52 HAp

49.534 128 HAp

50.528 56 HAp

51.314 47 HAp

52.128 49 HAp

53.24 57 HAp

55.914 21 HAp

(28)

Contoh perhitungan:

Lampiran 7 Data pengukuran konsentrasi kalsiumlarutan SBF

Hasil AAS standar kalsium

Larutan

Konsentrasi Ca (ppm) Absorbans Instrumen Perhitungan Terbaca Terkoreksi

Blanko - - 0.0007 0.0000

Standar 1 1.9753 2 0.0381 0.0374

Standar 2 3.9812 4 0.0739 0.0732

Standar 3 8.0941 8 0.1473 0.1466

Standar 4 11.9547 12 0.2162 0.2155

Standar 5 15.9947 16 0.2883 0.2876

Kurva kalibrasi standar kalsium

Hasil AAS larutan SBF

Larutan

Konsentrasi Ca (ppm) Absorbans Instrumen Perhitungan Terbaca Terkoreksi

Blanko - - 0.0036 0.0000

Standar 1 1.8803 2 0.0671 0.0635

Standar 2 3.9639 4 0.1288 0.1252

Standar 3 8.2528 8 0.2558 0.2522

Standar 4 12.0215 12 0.3674 0.3638

(29)

20

Kurva kalibrasi standar kalsium

Hasil AAS sampel

Hari

ke- Sampel

Absorbans

Pengenceran

Konsentrasi Ca (ppm) Terbaca Terkoreksi Instrumen Perhitungan

Blanko 0.0048 0.0000 - 0.1094 -

Larutan SBF 0.0328 0.0280 1.00 1.6783 1.4157

6 HAp sintesis 0.2516 0.2468 1.00 13.9383 13.7078

6 HAp 30 mL 0.7580 0.7580 1.00 25.2122 25.7586

6 HAp 40 mL 0.1556 0.1508 1.00 8.5591 8.3146

6 HAp 50 mL 0.1617 0.1569 1.00 8.9009 8.6573

6 HAp 60 mL 0.2556 0.2508 1.00 14.1624 13.9326

13 HAp sintesis 0.1724 0.1676 1.00 9.5005 9.2584

13 HAp 30 mL 0.1329 0.1281 1.00 7.2872 7.0393

13 HAp 40 mL 0.1392 0.1344 1.00 7.6402 7.3932

13 HAp 50 mL 0.1175 0.1127 1.00 6.4243 6.1742

13 HAp 60 mL 0.2312 0.2264 1.00 12.7952 12.5618

Blanko -0.0013 0.0000 - -0.4296 -

20 HAp sintesis 0.1196 0.1196 1.00 3.6533 3.6554

20 HAp 30 mL 0.0477 0.0477 1.00 1.2252 1.2655

20 HAp 40 mL 0.0356 0.0356 1.00 0.8166 0.8483

20 HAp 50 mL 0.0863 0.0863 1.00 2.5287 2.5965

20 HAp 60 mL 0.0563 0.0563 1.00 1.5156 1.5169

Contoh perhitungan: HAp sintesis hari ke-6

Persamaan garis : y = 0.0178x + 0.0028

(30)

ABSTRAK

AYU ROMAWARNI. Sintesis dan Uji

In Vitro

Hidroksiapatit Berporogen

Kitosan dengan Metode Sol Gel. Dibimbing oleh ARMI WULANAWATI dan

SULISTIOSO GIAT SUKARYO.

Hidroksiapatit (HAp) memiliki sifat biokompatibilitas yang baik dengan

tulang karena memiliki kesamaan komposisi kimia dengan tulang. Salah satu

metode sintesis HAp adalah metode sol gel. Metode sol gel dapat digunakan

untuk menghasilkan kristal HAp yang baik. HAp berpori dibuat dari kalsium yang

diperoleh dari cangkang telur dengan penambahan asam fosfat dan kitosan.

Penelitian dilakukan dengan ragam volume larutan kitosan yang ditambahkan,

yaitu 30, 40, 50, dan 60 mL. Analisis sampel dilakukan dengan menggunakan

difraksi sinar-X (XRD), mikroskop elektron payaran (SEM), dan spektrofotometer

serapan atom (AAS). Pencirian dengan XRD terhadap HAp-kitosan yang telah

dikalsinasi menunjukkan tidak ada puncak kitosan, hanya terdapat puncak milik

HAp. Pencirian dengan SEM menunjukkan bahwa penghilangan kitosan melalui

kalsinasi menghasilkan HAp dengan pori berukuran mikro. Uji

in vitro

menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi kalsium setelah 6 hari

perendaman sampel dalam larutan

simulated body fluid

(SBF). Penurunan ini

disebabkan oleh pengendapan ion kalsium pada permukaan HAp berpori untuk

membentuk kristal apatit.

ABSTRACT

AYU ROMAWARNI. Synthesis and

In Vitro

Test of Porous

Hydroxyapatite-Chitosan with Sol Gel Method. Supervised by ARMI WULANAWATI and

SULISTIOSO GIAT SUKARYO.

Hydroxyapatite (HAp) has good compatibility with bone as its chemical

composition is similiar to that of bone material. One method to synthesize HAp is

a sol gel method. Sol gel method can be used to produce a good crystallize of

HAp. Porous HAp was made from calcium obtained from eggshell with the

addition of phosphoric acid and chitosan. The study was conducted by varying the

volume of chitosan solution, i.e. 30, 40, 50, and 60 mL. The porous HAp was

characterized using X-ray diffraction (XRD), scanning electron microscope

(SEM), and atomic absorption spectroscopy (AAS). XRD characterization of the

calcined HAp-chitosan showed that the chitosan peak was totally removed,

leaving behind all of the characteristic peaks of HAp. SEM characterization

showed that removal of chitosan through calcination leads to HAp containing

microsize pores.

In Vitro

test showed that calcium ions concentration decreasing

(31)

1

PENDAHULUAN

Tingkat kecelakaan meningkat setiap tahunnya, di antara kecelakaan tersebut tidak sedikit yang tergolong kecelakaan berat atau sampai mengalami kerusakan tulang. Sel-sel tulang sebenarnya memiliki kemampuan untuk memulihkan diri tetapi pemberian pengganti tulang bisa mempercepat pemulihan secara lebih sempurna (Dahlan 2010). Pemilihan material yang tepat sangat diperlukan dalam proses pemberian pengganti tulang, antara lain mudah diperoleh, biokompatibel, bioaktif, dan tidak toksik (Riyani 2005). Material pengganti tulang yang umum digunakan adalah autograf (penggantian satu bagian tubuh dengan bagian tubuh lainnya dalam satu individu), allograf (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari manusia lain), xenograf (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari hewan). Namun, material pengganti tulang ini biasanya tersedia dalam jumlah terbatas (Ratih et al. 2003).

Adanya keterbatasan dalam setiap material, memicu perkembangan riset di bidang material. Hingga saat ini studi mengenai material terus berkembang, terutama material hidroksiapatit (HAp). Baru-baru ini, perhatian khusus pada penyusunan keramik HAp dengan morfologi berpori. HAp berpori telah digunakan dalam aplikasi medis termasuk regenerasi jaringan tulang. Material HAp berpori yang dimasukkan ke dalam tulang yang patah berfungsi untuk membantu dan merangsang pertumbuhan jaringan tulang serta secara bertahap akan digantikan oleh jaringan tulang yang baru (Kim et al. 2007).

Sopyan et al. (2007) menyatakan bahwa

pembentukan HAp berpori dapat dilakukan menggunakan bahan porogen yang akan menghilang selama proses kalsinasi.

Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai porogen antara lain: parafin, naftalena, pati atau beberapa polimer seperti poli(asam laktat), gelatin, alginat, dan kitosan. Pada penelitian ini menggunakan kitosan sebagai porogen karena kitosan banyak terdapat di alam salah satunya dari kulit udang. Sintesis HAp dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode kering dan basah (sol gel) (Aoki 1991). Menurut Vijayalakshmi dan Rajeswari (2006) keuntungan menggunakan metode basah (sol gel) dalam prosesnya akan menghasilkan HAp yang memiliki kemurnian yang cukup tinggi.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan membuat hidroksiapatit berpori menggunakan kitosan sebagai porogen dengan metode sol

gel. Selanjutnya dilakukan pencirian dengan

X-ray diffraction (XRD), scanning electron

microscopy (SEM) dan mengevaluasi

pertumbuhan kristal apatit menggunakan

simulated body fluid (SBF).

TINJAUAN PUSTAKA

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit merupakan senyawa mineral dan anggota kelompok mineral apatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai

suatu bahan keramik yang memiliki kesamaan komposisi kimia dengan jaringan tulang asli (Javidi et al. 2008). HAp dapat diperoleh dari

sumber alami atau melalui sintesis kimia. Material HAp dapat disintesis dengan menggabungkan sumber Ca dan P. Sintesis HAp dapat dilakukan dengan metode basah dan metode kering. Metode basah menggunakan prinsip presipitasi atau sol-gel sedangkan metode kering menggunakan prinsip pencampuran 2 senyawa sumber Ca dan P pada suhu tinggi (Aoki 1991). Menurut metode basah, HAp disintesis dengan cara mentitrasi larutan yang mengandung Ca dengan larutan yang mengandung P. Nisbah Ca/P agar material HAp terbentuk adalah 1,67 (Prabakaran et al. 2005). HAp memiliki sifat

biokompatibel dan bioaktif. Biokompatibel adalah kemampuan material untuk menyesuaikan dengan kecocokan tubuh penerima, sedangkan bioaktif adalah kemampuan material bereaksi dengan jaringan dan menghasilkan ikatan kimia sangat baik (Ratih et al. 2003).

Kitosan

Kitosan merupakan salah satu turunan kitin yang diperoleh melalui proses deasetilasi. Kitosan tersusun atas unit berulang 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang terhubung oleh ikatan β-(1-4) (Gambar 1). Kitosan berbentuk padatan amorf dan dapat larut dalam asam organik seperti asam format, asam asetat, asam sitrat (Austin 1984). Kitosan adalah polimer alam yang memiliki sifat biodegradabel, tidak beracun, dan biokompatibel (Kim et al. 2007). Sifatnya

(32)

PENDAHULUAN

Tingkat kecelakaan meningkat setiap tahunnya, di antara kecelakaan tersebut tidak sedikit yang tergolong kecelakaan berat atau sampai mengalami kerusakan tulang. Sel-sel tulang sebenarnya memiliki kemampuan untuk memulihkan diri tetapi pemberian pengganti tulang bisa mempercepat pemulihan secara lebih sempurna (Dahlan 2010). Pemilihan material yang tepat sangat diperlukan dalam proses pemberian pengganti tulang, antara lain mudah diperoleh, biokompatibel, bioaktif, dan tidak toksik (Riyani 2005). Material pengganti tulang yang umum digunakan adalah autograf (penggantian satu bagian tubuh dengan bagian tubuh lainnya dalam satu individu), allograf (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari manusia lain), xenograf (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari hewan). Namun, material pengganti tulang ini biasanya tersedia dalam jumlah terbatas (Ratih et al. 2003).

Adanya keterbatasan dalam setiap material, memicu perkembangan riset di bidang material. Hingga saat ini studi mengenai material terus berkembang, terutama material hidroksiapatit (HAp). Baru-baru ini, perhatian khusus pada penyusunan keramik HAp dengan morfologi berpori. HAp berpori telah digunakan dalam aplikasi medis termasuk regenerasi jaringan tulang. Material HAp berpori yang dimasukkan ke dalam tulang yang patah berfungsi untuk membantu dan merangsang pertumbuhan jaringan tulang serta secara bertahap akan digantikan oleh jaringan tulang yang baru (Kim et al. 2007).

Sopyan et al. (2007) menyatakan bahwa

pembentukan HAp berpori dapat dilakukan menggunakan bahan porogen yang akan menghilang selama proses kalsinasi.

Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai porogen antara lain: parafin, naftalena, pati atau beberapa polimer seperti poli(asam laktat), gelatin, alginat, dan kitosan. Pada penelitian ini menggunakan kitosan sebagai porogen karena kitosan banyak terdapat di alam salah satunya dari kulit udang. Sintesis HAp dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode kering dan basah (sol gel) (Aoki 1991). Menurut Vijayalakshmi dan Rajeswari (2006) keuntungan menggunakan metode basah (sol gel) dalam prosesnya akan menghasilkan HAp yang memiliki kemurnian yang cukup tinggi.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan membuat hidroksiapatit berpori menggunakan kitosan sebagai porogen dengan metode sol

gel. Selanjutnya dilakukan pencirian dengan

X-ray diffraction (XRD), scanning electron

microscopy (SEM) dan mengevaluasi

pertumbuhan kristal apatit menggunakan

simulated body fluid (SBF).

TINJAUAN PUSTAKA

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit merupakan senyawa mineral dan anggota kelompok mineral apatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai

suatu bahan keramik yang memiliki kesamaan komposisi kimia dengan jaringan tulang asli (Javidi et al. 2008). HAp dapat diperoleh dari

sumber alami atau melalui sintesis kimia. Material HAp dapat disintesis dengan menggabungkan sumber Ca dan P. Sintesis HAp dapat dilakukan dengan metode basah dan metode kering. Metode basah menggunakan prinsip presipitasi atau sol-gel sedangkan metode kering menggunakan prinsip pencampuran 2 senyawa sumber Ca dan P pada suhu tinggi (Aoki 1991). Menurut metode basah, HAp disintesis dengan cara mentitrasi larutan yang mengandung Ca dengan larutan yang mengandung P. Nisbah Ca/P agar material HAp terbentuk adalah 1,67 (Prabakaran et al. 2005). HAp memiliki sifat

biokompatibel dan bioaktif. Biokompatibel adalah kemampuan material untuk menyesuaikan dengan kecocokan tubuh penerima, sedangkan bioaktif adalah kemampuan material bereaksi dengan jaringan dan menghasilkan ikatan kimia sangat baik (Ratih et al. 2003).

Kitosan

Kitosan merupakan salah satu turunan kitin yang diperoleh melalui proses deasetilasi. Kitosan tersusun atas unit berulang 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang terhubung oleh ikatan β-(1-4) (Gambar 1). Kitosan berbentuk padatan amorf dan dapat larut dalam asam organik seperti asam format, asam asetat, asam sitrat (Austin 1984). Kitosan adalah polimer alam yang memiliki sifat biodegradabel, tidak beracun, dan biokompatibel (Kim et al. 2007). Sifatnya

(33)

2

[image:33.595.129.269.158.232.2]

dengan hidroksiapatit untuk membentuk suatu komposit material yang menunjukkan sifat-sifat polimer biomedis seperti non-toksik, biokompatibel, dan biodegradabel (Sutriyo et al. 2005).

Gambar 1 Struktur kitosan.

Metode Sol Gel

Metode sol gel adalah sebuah teknik untuk membentuk material gelas dan keramik. Proses sol gel diawali dengan pembentukan koloid yang memiliki padatan tersuspensi di dalam larutannya (kondisi ini disebut sol). Sol ini kemudian akan mengalami perubahan fase menjadi gel, yaitu koloid yang memiliki fraksi solid yang lebih besar daripada sol. Gel ini akan mengalami kekakuan dan dapat dipanaskan untuk membentuk keramik (Dawnay 1997).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang telur ayam negeri, H3PO4 80%,

etanol 96%, kitosan komersial, larutan asam asetat 2%, HAp komersial, cairan infus (0,9%

Sodium chloride, Otsu-NS).

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, neraca analitik, hot plate, pengaduk

magnetik, tanur, X-ray diffraction (XRD)

merk Philips tipe Shimadzu 610, scanning

electron microscopy (SEM), atomic

absorption spectroscopy (AAS) Shimadzu

AA-7000.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terbagi atas beberapa tahap, yaitu tahap pertama preparasi cangkang telur, tahap kedua sintesis hidroksiapatit, tahap ketiga preparasi larutan kitosan, tahap keempat sintesis hidroksiapatit berporogen kitosan, tahap kelima pencirian dengan XRD

dan SEM, tahap keenam uji in vitro dengan

larutan SBF. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Preparasi Cangkang Telur

Preparasi dilakukan berdasarkan modifikasi metode Amrina (2008). Cangkang telur diberi perlakuan meliputi pembersihan, pengeringan dan kalsinasi. Perlakuan diawali dengan pembersihan cangkang telur dari kotoran makro, eliminasi membran cangkang kemudian dikeringkan di suhu kamar. Cangkang yang telah kering lalu dikalsinasi pada suhu 1000 ºC selama 6 jam. Cangkang yang telah dikalsinasikan berbentuk serbuk lalu dilakukan pencirian dengan XRD untuk mengetahui fase yang terkandung di dalamnya.

Sintesis Hidroksiapatit

Hidoksiapatit dibuat melalui modifikasi metode Septiarini (2009). Serbuk cangkang telur hasil kalsinasi ditambahkan etanol 96% sebanyak 50 mL kemudian dicampurkan dengan 3 mL H3PO4 80% yang dilarutkan

dalam 50 mL etanol 96% dilakukan dengan penetesan dari buret. Campuran tersebut diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu 37 ºC selama 20 menit kemudian dipanaskan dalam penangas air bersuhu 60 ºC selama 1 jam. Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 ºC sampai larutan berubah menjadi gel. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 ºC selama 5 jam.

Preparasi Larutan Kitosan

Larutan kitosan dibuat melalui modifikasi metode Kim et al. (2007). Larutan kitosan 4%

dibuat dengan melarutkan 4 gram serbuk kitosan ke dalam larutan asam asetat 2%. Larutan ini diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu kamar selama 3 jam kemudian didiamkan selama 24 jam untuk melarutkan kitosan, kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditera dengan asam asetat 2%.

Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Kitosan

Hidroksiapatit berporogen kitosan dibuat melalui modifikasi metode Lestari (2009). Serbuk cangkang telur hasil kalsinasi yang ditambahkan 50 mL etanol 96% kemudian dicampurkan dengan 3 mL H3PO4 80% yang

(34)
[image:34.595.129.269.158.232.2]

dengan hidroksiapatit untuk membentuk suatu komposit material yang menunjukkan sifat-sifat polimer biomedis seperti non-toksik, biokompatibel, dan biodegradabel (Sutriyo et al. 2005).

Gambar 1 Struktur kitosan.

Metode Sol Gel

Metode sol gel adalah sebuah teknik untuk membentuk material gelas dan keramik. Proses sol gel diawali dengan pembentukan koloid yang memiliki padatan tersuspensi di dalam larutannya (kondisi ini disebut sol). Sol ini kemudian akan mengalami perubahan fase menjadi gel, yaitu koloid yang memiliki fraksi solid yang lebih besar daripada sol. Gel ini akan mengalami kekakuan dan dapat dipanaskan untuk membentuk keramik (Dawnay 1997).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang telur ayam negeri, H3PO4 80%,

etanol 96%, kitosan komersial, larutan asam asetat 2%, HAp komersial, cairan infus (0,9%

Sodium chloride, Otsu-NS).

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, neraca analitik, hot plate, pengaduk

magnetik, tanur, X-ray diffraction (XRD)

merk Philips tipe Shimadzu 610, scanning

electron microscopy (SEM), atomic

absorption spectroscopy (AAS) Shimadzu

AA-7000.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terbagi atas beberapa tahap, yaitu tahap pertama preparasi cangkang telur, tahap kedua sintesis hidroksiapatit, tahap ketiga preparasi larutan kitosan, tahap keempat sintesis hidroksiapatit berporogen kitosan, tahap kelima pencirian dengan XRD

dan SEM, tahap keenam uji in vitro dengan

larutan SBF. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Preparasi Cangkang Telur

Preparasi dilakukan berdasarkan modifikasi metode Amrina (2008). Cangkang telur diberi perlakuan meliputi pembersihan, pengeringan dan kalsinasi. Perlakuan diawali dengan pembersihan cangkang telur dari kotoran makro, eliminasi membran cangkang kemudian dikeringkan di suhu kamar. Cangkang yang telah kering lalu dikalsinasi pada suhu 1000 ºC selama 6 jam. Cangkang yang telah dikalsinasikan berbentuk serbuk lalu dilakukan pencirian dengan XRD untuk mengetahui fase yang terkandung di dalamnya.

Sintesis Hidroksiapatit

Hidoksiapatit dibuat melalui modifikasi metode Septiarini (2009). Serbuk cangkang telur hasil kalsinasi ditambahkan etanol 96% sebanyak 50 mL kemudian dicampurkan dengan 3 mL H3PO4 80% yang dilarutkan

dalam 50 mL etanol 96% dilakukan dengan penetesan dari buret. Campuran tersebut diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu 37 ºC selama 20 menit kemudian dipanaskan dalam penangas air bersuhu 60 ºC selama 1 jam. Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 ºC sampai larutan berubah menjadi gel. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 ºC selama 5 jam.

Preparasi Larutan Kitosan

Larutan kitosan dibuat melalui modifikasi metode Kim et al. (2007). Larutan kitosan 4%

dibuat dengan melarutkan 4 gram serbuk kitosan ke dalam larutan asam asetat 2%. Larutan ini diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu kamar selama 3 jam kemudian didiamkan selama 24 jam untuk melarutkan kitosan, kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditera dengan asam asetat 2%.

Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Kitosan

Hidroksiapatit berporogen kitosan dibuat melalui modifikasi metode Lestari (2009). Serbuk cangkang telur hasil kalsinasi yang ditambahkan 50 mL etanol 96% kemudian dicampurkan dengan 3 mL H3PO4 80% yang

(35)

3

kitosan secara perlahan dengan menggunakan buret. Banyaknya larutan kitosan yang ditambahkan dapat dilihat pada Tabel 1. Campuran tersebut kemudian diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu 37 ºC selama 4 jam untuk mendapatkan campuran larutan yang homogen kemudian dipanaskan dalam penangas air bersuhu 60 ºC selama 1 jam. Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 ºC sampai larutan berubah menjadi gel. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 ºC selama 5 jam.

Tabel 1 Komposisi HAp-kitosan HAp Massa Volume

CaO (g) kitosan (mL)

1 4.6827 30

2 4.6809 40

3 4.6815 50

4 4.7441 60

Pencirian dengan XRD dan SEM

Pencirian serbuk hidroksiapatit ini menggunakan instrumen XRD dengan sumber Cu dan panjang gelombang 1.5406 Å. Pencirian dengan XRD dilakukan untuk mengetahui fase yang terdapat dalam sampel sedangkan pencirian dengan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran pori.

Uji In Vitro dengan Larutan SBF

Pengujian secara in vitro dilakukan

berdasarkan modifikasi Sharma et al. (2009).

Sampel masing-masing sebanyak 2 gram dibuat menjadi pelet, kemudian pelet dimasukkan ke dalam 100 mL larutan SBF. Sampel direndam dalam larutan SBF. Larutan SBF diambil setelah 6, 13, 20 hari sebanyak 20 mL, kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring whatman No 40 selanjutnya ditentukan dengan AAS. Penentuan dengan AAS bertujuan menentukan kadar kalsium (Ca2+) yang terdapat dalam larutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Cangkang Telur

Menurut Pankaew et al. (2010) cangkang

telur ayam mengandung 94% kalsium karbonat. Tingginya kadar kalsium yang dimiliki cangkang telur, mendorong limbah cangkang telur digunakan sebagai sumber kalsium alami dalam proses síntesis hidroksiapatit. Kalsinasi cangkang telur pada suhu 1000 °C selama 6 jam mengakibatkan kalsium karbonat yang terkandung di dalam cangkang telur berubah menjadi kalsium oksida dengan reaksi sebagai berikut :

CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)

Kalsinasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan karbonat yang merupakan zat pengganggu dalam proses kristalisasi hidroksiapatit (Dahlan et al. 2009).

Keberadaan ion karbonat dalam cangkang telur memberikan pengaruh dalam sintesis hidroksiapatit. Struktur karbonat dalam hidroksiapatit dapat menempati dua posisi, pertama menggantikan OH- membentuk apatit

karbonat tipe A Ca10(PO4)6CO3 (AKA) pada

suhu tinggi dan kedua menggantikan PO4

3-membentuk apatit karbonat tipe B Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2 (AKB) pada suhu

rendah. Namun keberadaan AKA dan AKB tersebut tidak mengganggu fungsi dari HAp karena senyawa paduan Ca/P yang telah mengalami pemanasan di atas 900 °C memiliki struktur yang stabil dan tidak berbahaya jika ikut diimplankan ke dalam tubuh makhluk hidup (Aoki 1991).

Keberadaan CaO dilakukan pencirian dengan XRD (Gambar 2). Berdasarkan pola difraksi sinar-X cangkang telur dicocokkan dengan data JCPDS (Joint Commitee on

Powder Diffraction Standards) untuk CaO

(36)

kitosan secara perlahan dengan menggunakan buret. Banyaknya larutan kitosan yang ditambahkan dapat dilihat pada Tabel 1. Campuran tersebut kemudian diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu 37 ºC selama 4 jam untuk mendapatkan campuran larutan yang homogen kemudian dipanaskan dalam penangas air bersuhu 60 ºC selama 1 jam. Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 ºC sampai larutan berubah menjadi gel. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 ºC selama 5 jam.

Tabel 1 Komposisi HAp-kitosan HAp Massa Volume

CaO (g) kitosan (mL)

1 4.6827 30

2 4.6809 40

3 4.6815 50

4 4.7441 60

Pencirian dengan XRD dan SEM

Pencirian serbuk hidroksiapatit ini menggunakan instrumen XRD dengan sumber Cu dan panjang gelombang 1.5406 Å. Pencirian dengan XRD dilakukan untuk mengetahui fase yang terdapat dalam sampel sedangkan pencirian dengan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran pori.

Uji In Vitro dengan Larutan SBF

Pengujian secara in vitro dilakukan

berdasarkan modifikasi Sharma et al. (2009).

Sampel masing-masing sebanyak 2 gram dibuat menjadi pelet, kemudian pelet dimasukkan ke dalam 100 mL larutan SBF. Sampel direndam dalam larutan SBF. Larutan SBF diambil setelah 6, 13, 20 hari sebanyak 20 mL, kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring whatman No 40 selanjutnya ditentukan dengan AAS. Penentuan dengan AAS bertujuan menentukan kadar kalsium (Ca2+) yang terdapat dalam larutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Cangkang Telur

Menurut Pankaew et al. (2010) cangkang

telur ayam mengandung 94% kalsium karbonat. Tingginya kadar kalsium yang dimiliki cangkang telur, mendorong limbah cangkang telur digunakan sebagai sumber kalsium alami dalam proses síntesis hidroksiapatit. Kalsinasi cangkang telur pada suhu 1000 °C selama 6 jam mengakibatkan kalsium karbonat yang terkandung di dalam cangkang telur berubah menjadi kalsium oksida dengan reaksi sebagai berikut :

CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)

Kalsinasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan karbonat yang merupakan zat pengganggu dalam proses kristalisasi hidroksiapatit (Dahlan et al. 2009).

Keberadaan ion karbonat dalam cangkang telur memberikan pengaruh dalam sintesis hidroksiapatit. Struktur karbonat dalam hidroksiapatit dapat menempati dua posisi, pertama menggantikan OH- membentuk apatit

karbonat tipe A Ca10(PO4)6CO3 (AKA) pada

suhu tinggi dan kedua menggantikan PO4

3-membentuk apatit karbonat tipe B Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2 (AKB) pada suhu

rendah. Namun keberadaan AKA dan AKB tersebut tidak mengganggu fungsi dari HAp karena senyawa paduan Ca/P yang telah mengalami pemanasan di atas 900 °C memiliki struktur yang stabil dan tidak berbahaya jika ikut diimplankan ke dalam tubuh makhluk hidup (Aoki 1991).

Keberadaan CaO dilakukan pencirian dengan XRD (Gambar 2). Berdasarkan pola difraksi sinar-X cangkang telur dicocokkan dengan data JCPDS (Joint Commitee on

Powder Diffraction Standards) untuk CaO

(37)

4

-100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

0 20 40 60 80 100

2 Theta In te n si ta s CaO V

Gambar 2 Pola difraksi sinar-X cangkang telur setelah kalsinasi.

Sintesis dan Pencirian Hidroksiapatit

Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah (sol gel) pada penelitian ini menggunakan cangkang telur sebagai sumber kalsium yang sebelumnya dikalsinasi untuk membentuk CaO dan sebagai sumber fosfor digunakan H3PO4, seperti yang ditunjukkan

sebagai berikut :

10 CaO + 6 H3PO4 Ca10 (PO4)6 (OH)2

+ 8 H2O

Jumlah CaO dan H3PO4 yang dilarutkan

ditentukan berdasarkan hasil perhitungan stokiometri sehingga menghasilkan rasio konsentrasi Ca/P sebesar 1,67 (Lampiran 4).

Berdasarkan pola difraksi sinar-X HAp dibandingkan dengan data JCPDS diperoleh bahwa pada HAp sintesis, yaitu HAp tanpa penambahan kitosan (Gambar 3) memperlihatkan sebagian besar puncak dimiliki oleh fase HAp dengan intensitas tertinggi yang memilki nilai 2θ sebesar 31.716° dan 32.850° (Lampiran 5). Namun masih terdapat fase lain selain HAp, yaitu fase CaO yang memiliki nilai 2θ sebesar 37.301° dengan intensitas yang rendah. Di sisi lain pada pola difraksi sinar-X HAp komersial yang merupakan HAp tanpa penambahan kitosan (Gambar 3) memperlihatkan 2 puncak tertinggi masing-masing menunjukan fase AKA dan HAp dengan nilai 2θ sebesar 31.620° dan 31.700° (Lampiran 5).

0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2 Theta In te n si ta s HAp CaO 0 50 100 150 200 250 300

10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000

[image:37.595.325.505.96.427.2]

2 theta In te n si ta s # # # # H Ap # AK A

Gambar 3 Pola difraksi sinar-X (a) HAp sintesis dan (b) HAp komersial.

Hidroksiapatit hasil sintesis memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan HAp komersial karena tidak menunjukkan adanya puncak fase AKA seperti pada hidroksiapatit komersial. Namun pada hidroksiapatit sintesis juga masih belum murni karena masih menunjukkan adanya puncak fase dari CaO. Fase CaO yang terdapat di dalam hidroksiapatit sintesis dapat dihilangkan dengan menyimpan serbuk cangkang telur yang telah dikasinasi di dalam wadah yang tertutup rapat untuk menghindari masuknya uap air dari udara ke dalam serbuk cangkang telur.

Sintesis dan Pencirian Hidroksiapatit Berporogen Kitosan

Hidroksiapatit yang merupakan komponen organik utama dari tulang dapat disintesis dengan mencampurkan kitosan yang berfungsi sebagai porogen untuk membuat struktur berpori. Hidroksiapatit berpori telah dipergunakan untuk pengganti tulang buatan. Kegunaan utamanya untuk perbaikan,

(a)

(38)

pertumbuhan kembali jaringan yang hilang, rusak atau mengalami perubahan (Sopyan et al. 2007).

Pola difraksi sinar-X sampel Hidroksiapatit yang dibuat dengan penambahan larutan kitosan yang berbeda-berbeda (30, 40, 50 ,60 mL) ternyata tidak membuat pola difraksi sinar-X sampel berubah. Ini berarti bahwa kehadiran kitosan tidak menyebabkan perubahan bentuk struktural dari HAp. Kitosan dari komposit telah hilang saat dikalsinasi pada suhu 1000 °C. Hal ini dibuktikan dengan tidak

Gambar

Gambar 1 Struktur kitosan.
Gambar 3 Pola difraksi sinar-X (a) HAp sintesis dan (b) HAp komersial.
Gambar 4 Pola difraksi sinar-X kitosan.
Gambar 6 Hasil SEM sampel pada perbesaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan full day school (5 hari sekolah) merupakan gagasan terbaru yang digagas oleh pemerintah Indonesia sebagai suatu bentuk model pendidikan

 Pelayanan penunjang medis merupakan peralatan yang dimiliki Rumah Sakit dimana harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan  Pedoman sesuai

pendekatan pengeluaran. 1) Menurut Pendekatan Produksi Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh suatu unit

Dengan kata lain, skenario dan parameter terbaik akan menghasilkan nilai akurasi dan rata- rata lama waktu pendeteksian terbaik jika diterapkan pada dataset sinyal yang digunakan

Kegiatan Pelatihan diawali dengan pembukaan dan arahan pentingnya mengikuti pelatihan desain grafis dan Multimedia oleh Bapak Sutedjo, S.Pd., M.M, selaku Kepala Sekolah

Dilihat dari segi usia terbanyak pasien diabetes melitus yang mengalami depresi adalah pada usia lebih dari 60 tahun, hal ini dikarenakan penurunan kualitas hidup

Dari gambar tersebut terlihat bahwa untuk setiap kontaktor dengan jumlah serat yang berbeda, hubungan friksi dengan bilangan Reynolds memiliki tren yang sama, bahwa semakin

Indeed, in an analysis of behavioral management in the recent Improving Mood-Promoting Access to Collaborative Treatment (IMPACT) program, it was shown that a