• Tidak ada hasil yang ditemukan

Key word : Massed Practice, Distributed Practice, Badminton Lob, Power Arm Muscle.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Key word : Massed Practice, Distributed Practice, Badminton Lob, Power Arm Muscle."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 59 PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN

MASSED PRACTICE DAN DISTRIBUTED PRACTICE TERHADAP KEMAMPUAN LOB BULUTANGKIS DITINJAU DARI

POWER OTOT LENGAN

( Studi Eksperimen Pada Pemain Putra Tingkat Pemula Persatuan Bulutangkis Purnama Surakarta)

Oleh : Reny Ardhianingrum

ABSTRACT

THEDIFFERENT INFLUENCE OF LEARNING METHOD MASSED PRACTICE AND

DITRIBUTED PRACTICE FOR ABILITY OF BADMINTON LOB OBSERVATION OF

ARM MUSCLE(Surakarta Purnama Association Badminton Study Experiment for Man Player Level Beginner).

Purpose of observation to knowing (1) Different influence of learning method with

massed practice and distributed practice for badminton lob abilityfor man player level

beginner. (2) Different badminton lob abilitybetween who have good the arm power muscle, medium arm muscle power and less arm muscle power for man player badminton level beginner. (3) There are or not influence interaction between learning method and arm muscle power for badminton lob ability for man player badminton level beginner.

This research use experiment method composed three variable, there are free variable manipulation (learning method massed practice and distributed practice), attributive variable (arm muscle power) and bunch variable (lob blow). Plan of research is 2x3 factorial. Sample used in this research is badminton athlete level beginner Surakarta Purnama Badminton Association with 59 of child sample total. Sample interpretation use purposive random

sampling. Data of power arm muscle got with throw softball ball test (Distance Throw Test),

and than ability of lob measured with ability lob blow test.

Technique data analysis use ANAVA. Before examine with ANAVA, beforehand use sample normalitas test (Lillifors test with α=0.05) and homogenitas varians test (Barlet test with α=0.05).

Building on research result show that : (1) there are different the clear influence between massed practice learning and distributed practice learning, Fhitung =7.554 > Ftabel =

4.04. Distributed practice learning have better progress than at massed practice learning. (2) There are different of influence that significan between group who have good power arm muscle, medium, and less, Fhitung= 4.881> Ftabel= 3.18. The player having good power arm

muscle who have progress ability badminton lob better than player who have medium power arm muscle or less. (3) Get on interaction between massed practice learning, distributed

practice learning and power arm muscle, FHitung= 11.409 > FTabel = 3.19.

Key word : Massed Practice, Distributed Practice, Badminton Lob, Power Arm Muscle.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga permainan yang dalam pelaksanaan permainannya menggunakan raket sebagai pemukul dan shuttlecock sebagai

(2)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 60 obyek yang dipukul. Permainan bulutangkis telah lama dikenal di Indonesia. Perkembangan prestasi bulutangkis di Indonesia sangat membanggakan. Sejak tahun 1968 pemain Indonesia telah mengukir prestasi di tingkat Internasional.

Perkembangan prestasi bulutangkis di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan di daerah-daerah. Permainan bulutangkis berkembang pesat didaerah-daerah, khususnya di kota Surakarta. Terbukti dengan munculnya klub-klub bulutangkis di kota Surakarta yang semakin bertambah banyak. Usaha untuk meningkatkan prestasi bulutangkis di kota Surakarta telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu pembibitan atlet pembinaan dan latihan secara rutin serta mengikuti kejuaraan-kejuaraan. Namun prestasi yang dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Masalah-masalah yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi suatu klub bulutangkis yang perlu ditinjau yaitu kualitas pelatih, sarana dan prasarana yang dimiliki.

Kemampuan melakukan teknik yang baik yang bertujuan memenangkan pertandingan merupakan faktor penting dalam permainan bulutangkis. Seorang pemain bulutangkis akan mampu memenangkan pertandingan apabila didukung penguasaan teknik dasar bulutangkis yang baik. Adapun macam-macam teknik dasar bulutangkis terdiri dari : (1) teknik memegang raket (grip), (2) teknik mengatur kerja kaki (footwork), (3) teknik penguasaan pukulan (stroke), dan (4) teknik menguasai pola-pola pukulan.

Teknik dasar pukulan (stroke) merupakan salah satu ciri dari pemainan bulutangkis. Hal ini karena, Pelaksanaannya permainan bulutangkis dilakukan dengan memukul bola (shuttlecock) menggunakan raket yang bertujuan menyeberangkan bola atau shuttlecock dengan teknik memukul yang benar ke daerah permainan lawan dengan maksud untuk mematikan lawan agar memperoleh nilai. Berdasarkan jenisnya teknik dasar pukulan permainan bulutangkis terdiri dari servis, lob, smash, dropshot, drive dan netting.

Power otot lengan sangat berperan penting dalam menunjang pukulan lob. Power otot

lengan merupakan kemampuan sekelompok otot atau sekelompok otot lengan untuk menghasilkan kerja fisik dengan mengerahkan kekuatan dari otot-otot lengan secara maksimal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dari hasil observasi awal ke semua di klub bulutangkis Persatuan Bulutangkis Purnama Surakarta, menunjukkan bahwa dalam pelatihan lob masih kurang. Selain itu para pelatih klub hanya menggunakan metode pembelajaran yang pernah mereka dapatkan dari pengalaman sebelumnya, Tanpa memperhatikan metode-metode yang tepat untuk meningkatkan kualitas lob atlitnya.

(3)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 61 Untuk meningkatkan kualitas lob pemain yang masih rendah, maka diperlukan usaha pelatih untuk meningkatkan pukulan lob pemain, sehingga kualitas pukulan lob akan meningkat sesuai harapan. Usaha yang dapat dilakukan pelatih adalah dengan menggunakan metode pembelajaran pukulan lob yaitu dengan metode massed practice dan distributed

practice.

B. PERUMUSAN MASALAH

Bertitik tolak dari masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu:

1. Adakah perbedaan pengaruh metode pembelajaran massed pratice dan distributed

practice terhadap peningkatan kemampuan lob bulutangkis pada pemain bulutangkis

putra tingkat pemula.

2. Adakah perbedaan peningkatan kemampuan lob bulutangkis antara yang memiliki

power otot lengan baik, power otot lengan sedang dan power

3. Otot lengan kurang pada pemain bulutangkis putra tingkat pemula.

4. Adakah pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan power otot lengan terhadap peningkatan kemampuan lob bulutangkis pada pemain bulutangkis putra tingkat pemula.

C. PEMBAHASAN MASALAH

Dalam pelaksanaan permainan bulutangkis dibutuhkan keterampilan gerak yang baik. Permainan bulutangkis dilakukan dengan gerakan memukul menggunakan raket, gerakan berdiri, melangkah, berlari, gerakan menggeser, gerakan meloncat, gerakan badan ke berbagai arah dari posisi diam dan lain sebagainya. Dari kesemua gerakan itu terangkai dalam satu pola gerak yang menghasilkan suatu kesatuan gerak pemain bulutangkis untuk menyelesaikan tugas. Menurut Herman Subardjah (1999/2000:14) bahwa, “Dilihat dari rumpun gerak dan jenis keterampilan bulutangkis seluruh gerakan yang ada dalam bulutangkis bersumber pada tiga keterampilan dasar yaitu lokomotor, non lokomotor dan manipultif”.

Menurut Herman Subardjah (2000: 17) bahwa, “Bentuk gerak dasar dalam permainan bulutangkis mencakup dua aspek yaitu tuntutan kondisi fisik dan keterampilan dasar”. Aspek-aspek gerak dasar dalam permainan bulutangkis tersebut dijelaskan sebagai berikut:

(4)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 62 1) Tuntutan Kondisi Fisik

Bulutangkis merupakan cabang olahraga yang membutuhkan daya tahan keseluruhan, di samping menunjukkan ciri sebagai aktivitas jasmani yang memerlukan kemampuan anaerobik, jika disimak hanya dari aspek pelaksanaan stroke satu persatu. Namun rangkaian kegiatan secara keseluruhan yang dilaksanakan dalam satu permainan menunjukkan sifat sebagai cabang olahraga anaerobik dan aerobik sangat dominan. Ciri ini disimpulkan dari sifat cabang olahraga bulutangkis berdasarkan tuntutan kondisi fisik.

2) Keterampilan Dasar Bulutangkis

Menurut Herman Subardjah (2000: 18) bahwa, “Keterampilan dasar bulutangkis berdasarkan pada beberapa dominan yaitu keterampilan manipulatif, keterampilan lokomotor dan keterampilan non lokomotor”.

Keterampilan manipulatif hanya dapat dilaksanakan apabila seseorang mampu menggunakan anggota badannya dengan koordinasi yang baik. Keterampilan manipulatif berupa gerakan memukul dengan menggunakan raket yang merupakan keterampilan dominan dalam permainan bulutangkis. Antisipasi dan koordinasi merupakan landasan kemampuan yang sangat penting.

Keterampilan lokomotor ditandai dengan pergerakan seluruh tubuh dan anggota badan, dalam proses perpindahan atau titik berat badan dari suatu bidang tumpu ke bidang tumpu lainnya.

a. Teknik Dasar Bulutangkis

Permainan bulutangkis memerlukan teknik yang bersifat khusus, sesuai karakteristiknya. Menurut Sarwono dalam Sumarno dkk. (1995: 489) teknik dalam permainan bulutangkis dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu “(1) Teknik memegang raket (grips), (2) teknik mengatur kerja kaki (footwork), (3) Teknik menguasai pola-pola pukulan”. Hal senda dikemukakan Herman Subardjah (1999/2000: 21) bahwa, “keterampilan dasar atau teknik dasar permainan bulutangkis yang perlu dipelajari secara umum dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bagian yaitu (1) cara memegang raket (grips), (2) stance (sikap berdiri), (3) footwork (gerakan kaki) dan, (4) pukulan (stroke)”.

b. Sistem Energi dalam Permainan Bulutngkis

Dari hasil survey dalam kejurnas bulutangkis pada bulan Juli 2010 di Surakarta dengan game 21, didapat bahwa waktu reli (in play) reli paling lama 37.62 detik; paling singkat 0.19 detik; rata-rata 6.41 detik; istirahat antar reli 16,28, lamanya main rata-rata

(5)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 63 13.35 menit/set, paling lama 25 menit/set; paling singkat 6 menit/set; rata-rata jumlah reli 35 kali/set. Hasil tersebut memberikan indikasiyang lebih jelas dari permainan bulutangkis, bahwa penggunaan tiga sistem energi tubuh saat bermain bulutangkis adalah sebagai berikut:

Gambar diatas menunjukkan angka-angka prosentase perkiraan sumber energi aerobik dan anaerobik untuk memenuhi kebutuhan energi maksimum dalam bulutangkis. Dari angka observasi menunjukkan bahwa reli terlama 37.62 detik berarti intensitas tersebut menunjukkan persentase dari energy anaerobic sebesar ± 90 %, permainan bisa berlangsung hanya 6 menit dan akan membuat tuntutan pada ketiga sistem energi, sedangkan pertandingan bisa bertahan hingga satu jam atau lebih, sehingga memerlukan sistem oksigen.

Hal penting yang berkaitan dengan bulutangkis adalah karakteristik yang melekat pada permainan tersebut, yaitu: permainan ini dapat berlangsung cepat dan dapat juga berlangsung lama. Pemain harus mampu bergerak cepat menjelajahi sudut-sudut lapangannya dengan gerakan cepat, explosive, mampu menggunakan berbagai teknik memukul cock dengan berbagai gerakan yang harmonis dan terarah (accuracy). Mencermati berbagai karakteristik gerak tersebut diatas, berarti pemain bulutangkis yang baik harus mempunyai kualitas kemampuan kondisi fisik.

ATP-PC and LA ATP-PC; LA & O2 O2 % Aerobic 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 % Anaerobic 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Waktu Mnt, dtk 0.5 0.20 0.60 1.30 2.15 3.30 10.0 12.0 14.0 28.0 180 reli reli Set Set pendek panjang pendek panjang

Gambar 11. Penggunaan Sistem Energi Bulutangkis

(6)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 64 c. Pukulan Lob Bulutangkis

Lob merupakan pukulan yang dilakukan dengan arah pukulan bola lurus, tinggi dan

jauh ke belakang pertahanan lawan. Tohar (1992: 78) mengemukakan pukulan lob adalah “suatu pukulan dalam permaian bulutangkis yang dilakukan dengan tujuan untuk menerbangkan shuttlecock setinggi mungkin mengarah jauh ke belakang garis lapangan’. Sedangkan Tony Grice (2004: 57) berpendapat, “pukulan lob yang tinggi dan panjang biasanya digunakan agar mendapatkan lebih banyak waktu untuk kembali ke posisi bagian tengah lapangan”.

Pukulan lob penting peranannya dalam permainan bulutangkis. Icuk Sugiarto (1993 : 54) menyatakan, “pukulan lob merupakan pukulan yang sangat penting bagi bola pertahanan maupun penyerangan”. Sedangkan Tony Grice (2004 : 57) berpendapat, “Kegunaan utama dari pukulan lob adalah untuk membuat bola menjauh dari lawan anda dan membuatnya bergerak dengan cepat. Dengan mengarahkan bola belakang lawan atau dengan membuat mereka bergerak lebih cepat dari yang mereka inginkan, akan membuat mereka kekurangan waktu dan menjadi lebih cepat lelah”. Hal ini artinya, lob yang cepat dan jauh kebelakang dapat membuat lawan kewalahan dalam mengembalikan bola atau membuat lawan lebih cepat lelah dan dalam pengembalian bola tidak sempurna (tanggung), sehingga akan mudah dimatikan.

1. Metode Pembelajaran

Keberhasilan pembelajaran gerak dapat dikaitan dengan adanya stimulus dan respon. Salah satu teori yang termasuk kedalam kelompok teori asosiasi stimulus respon dan paling populer dalam belajar gerak adalah “teori Koneksionisme Thorndike”. Asumsi dasar Thorndike adalah asosiasi antara kesan yang diperoleh alat indera dan impuls untuk berbuat (respons). Asosiasi kedua elemen tersebut dikenal sebagai “koneksi”. Thorndike dalam Oxendine (1984) memandang bahwa penguasaan ketrampilan memerlukan pertautan antara stimulus dan respon yang serasi. Beberapa hukum yang berpengaruh dalam belajar telah dirumuskan oleh Thorndike, yaitu ; “(1) law of readiness; (2) law of exerci-se; (3) law

ofeffect.” (Oxendine, 1984).

Sugiyanto dalam Ria Lumintuarso (2007: 97) menjelaskan bahwa “strategi pembelajaran gerak adalah upaya untuk menyiasati proses belajar gerak agar berlangsung dengan baik dan dapat mencapai tujuan belajar”. Dalam pemilihan metode pembelajaran, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain pengaturan urutan materi belajar, pengaturan

(7)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 65 waktu belajar, pengaturan lingkungan belajar dan pemilihan metode pembelajaran atau latihan. Menilik pada kondisi eksternal ketiga yaitu instruksi mempraktikkan gerakan, pengaturan waktu aktif dan waktu istirahat merupakan hal yang prinsipil. Dalam pengaturan waktu belajar, ada dua hal yang mempertimbangkan waktu aktif dan waktu istirahat yaitu praktik padat (massed practice) dan praktik terdistribusi (distributed practice). Kedua praktik tersebut menjadi metode pembelajaran yang tepat dalam proses praktik pembelajaran kemampuan lob bulutangkis.

a. Metode Pembelajaran Massed Practice.

Metode pembelajaran massed practice adalah suatu cara/strategi mempelajari gerakan agar dapat dikuasai yang dilakukan secara terus-menerus tanpa diselingi istirahat. Dalam hal ini pemain melakukan gerakan sampai batas waktu yang ditentukan habis. Mengulang-ulang gerakan yang dipelajari secara terus-menerus tanpa diselingi waktu istirahat adalah ciri dari metode ini. Pada ranah kemampuan fisik, praktik yang dilakukan terus-menerus tanpa diselingi waktu istirahat akan berpengaruh terhadap kapasitas total paru-paru dan volume jantung. Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:142) mengemukakan ”metode terus-menerus dapat meningkatkan daya tahan keseluruhan dan peningkatan perlawanan terhadap kelelahan”.

Metode massed practice pada prinsipnya dapat meningkatkan daya tahan secara keseluruhan. Di samping itu dengan praktik terus-menerus akan meningkatkan kemampuan mengontrol gerakan pada waktu melakukan praktik dan akan merangsang kemampuan otot yang dibutuhkan dalam kemampuan lob untuk penguasaan keterampilan yang baik.

b. Metode Pembelajaran Distributed Practice.

Metode pembelajaran distributed practice adalah suatu cara/strategi mempelajari gerakan agar dapat dikuasai di mana dalam praktiknya diselingi dengan waktu istirahat pada setiap gerakan.

Metode pembelajaran distributed practice dapat diterapkan dalam penguasaan kemampuan lob. Di dalam pelaksanaannya pemain melakukan gerakan lob dan pada saat tertentu pemain diberi kesempatan waktu istirahat. Istirahat yang digunakan untuk relaksasi dan diberikan koreksi oleh pelatih serta mengamati pemain yang lain untuk melakukan perbaikan apabila ada gerakan yang kurang tepat.

(8)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 66 2. Power Otot Lengan

Power kadangkala disebut sebagai kekuatan eksplosif. Power menyangkut kekuatan

dan kecepatan kontraksi otot dinamik dan eksplosif serta melibatkan pengeluaran kekuatan otot maksimal dam suatu durasi waktu yang pendek. Berkaitan dengan power, Harsono (1998: 200) menyatakan, “esplosive power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat”. Suharno HP (1993: 95) menyatakan , “eksplosive power adalah kemampuan otot atlet untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan maksimal dalam satu gerakan utuh”. Menurut M Sajoto (1995: 8) “

Power adalah Kemampuan seseorang untuk mempergunakan power lengan maksimum yang

dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya”.

Dalam melakukan pukulan lob pemain dituntut untuk memukul bola dengan cepat dan keras agar bola dapat melayang tinggi dan jauh ke belakang. Untuk menghasilkan pukulan dengan arah tinggi dan panjang dengan sasaran bidang lapangan lawan bagian belakang menuntut kerja otot-otot lengan secara maksimal dan eksplosif. Herman Subardjah (1999/2000: 17) berpendapat, “power juga dibutuhkan terutama untuk melaksanakan pukulan, apalagi untuk pukulan serangan”.

D. HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Data

Deskripsi hasil analisis data hasil tes kemampuan lob bulutangkis yang dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan disajikan sebagai berikut:

(9)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 67 Tabel 1. Deskripsi Data Kemampuan Lob bulutangkis Tiap Kelompok Berdasarkan

Penggunaan Metode Pembelajaran dan Power Otot Lengan

Perlakuan Power Otot

Lengan Statistik Hasil Tes Awal Hasil Tes Akhir Peningkatan Pembelajaran Massed practice Baik Jumlah 204 262 58 Rerata 22,67 29,11 6,44 SD 4,24 3,92 1,51 Sedang Jumlah 187 236 49 Rerata 20,78 26,22 5,44 SD 4,68 4,58 1,51 Kurang Jumlah 165 193 28 Rerata 18,33 21,44 3,11 SD 2,29 2,96 1,27 Pembelajaran Distributed practice Baik Jumlah 226 280 54 Rerata 25,11 31,11 6,00 SD 2,37 1,54 1,22 Sedang Jumlah 200 249 49 Rerata 22,22 27,67 5,44 SD 1,92 2,29 1,13 Kurang Jumlah 164 223 59 Rerata 18,22 24,78 6,56 SD 5,33 4,60 1,33

Masing-masing sel (kelompok perlakuan) memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis yang berbeda. Nilai peningkatan kemampuan lob bulutangkis masing-masing sel (kelompok perlakuan) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Nilai Peningkatan Kemampuan Lob bulutangkis Masing-Masing Sel (Kelompok Perlakuan) No Kelompok Perlakuan Sel Nilai Peningkatan Kemampuan Lob bulutangkis (point) 1 AIBI (KPI) 6,44 2 Ai B2 (KP2) 5,44 3 A i B3 (KP3) 3,11 4 AA (KP4) 6,00 5 A2B2 (KP5) 5,44 6 A2B3 (KP6) 6,56

Peningkatan kemampuan lob bulutangkis berdasarkan kelompok perlakuan dapat dilihat pada Label berikut:

(10)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 68 Tabel 3. Nilai Peningkatan Kemampuan Lob bulutangkis Masing-Masing Kelompok metode

Pembelajaran. Metode Pembelajaran Rerata Peningkatan Kemampuan Lob bulutangkis Pembelajaran Massed Practice 5,00 Pembelajaran Distributed Practice 6,00

Jika antara kelompok pemain yang mendapat pembelajaran distributed practice dan dengan pembelajaran massed practice dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok perlakuan pembelajaran massed practice memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis sebesar 1,00 point lebih baik dari pada kelompok pembelajaran distributed practice.

Peningkatan kemampuan lob bulutangkis berdasarkan kelompok klasifikasi tingkat power otot lengan dapat dilihat pada label berikut:

Tabel 7. Nilai Peningkatan Kemampuan Lob bulutangkis Masing-Masing Kelompok Berdasarkan Klasifikasi Power Otot Lengan

Klasifikasi Power OtotLengan Rerata Peningkatan Kemampuan Lob Bulutangkis Baik 6,222 Sedang 5,444 Kurang 4,833

Jika antara kelompok pemain yang memiliki power otot lengan baik, sedang dan kurang dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok pemain yang memiliki power otot lengan baik memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis yang paling tinggi, selanjutnya power otot lengan sedang. Pemain yang memiliki power otot lengan baik memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis 0,778 point yang lebih tinggi dibandingkan pemain yang memiliki power otot lengan sedang, dan 1,389 point lebih tinggi jika dibandingkan dengan power otot lengan kurang. Sedangkan pemain yang memiliki power otot lengan sedang memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis 0,611 point yang lebih tinggi dibandingkan pemain yang memiliki power otot lengan kurang.

(11)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 69 2. PENGUJIANHIPOTESIS

a. Pengujian Hipotesis 1

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran massed practice memiliki peningkatan yang berbeda dengan pembelajaran distributed practice. Hal ini dibuktikan dari nilai Fhitung = 7,554 > Ftabel= 4.04. Dengan demikian hipotesa nol (H0) ditolak. Yang

berarti bahwa pembelajaran massed practice memiliki peningkatan yang berbeda dengan pembelajaran distributed practice dapat diterima kebenarannya. Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata pembelajaran distributed practice memiliki peningkatan yang lebih baik dari pada pembelajaran. Massed practice pemain yang mendapatkan pembelajaran massed practice memiliki rata-rata peningkatan kemampuan lob bulutangkis sebesar 5, 00 point, sedangkan pemain yang mendapatkan pembelajaran distributed practice memiliki rata-rata peningkatan kemampuan lob bulutangkis sebesar 6,00 point.

b. Pengujian Hipotesis II

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemain yang memiliki power otot lengan baik memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis yang berbeda dengan pemain yang memiliki power otot lengan sedang dan kurang. Hal ini dibuktikan dari nilai Fhitung= 4.881 > Ftabel = 3, 19. Dengan demikian hipotesa nol (H0) ditolak. Yang berarti bahwa antara pemain yang memiliki power otot lengan balk, sedang dan kurang memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis pada linear yang berbeda dapat diterima kebenarannya.

Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa temyata pemain yang memiliki power otot lengan baik memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis yang lebih baik dari pada pemain yang memiliki power otot lengan sedang maupun kurang. Setelah diperbandingkan pemain yang memiliki power otot lengan sedang juga memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis yang lebih baik dari pada pemain yang memiliki power otot lengan kurang. Pemain yang memiliki power otot lengan baik memiliki rata-rata peningkatan kemampuan

lob bulutangkis sebesar 0.874 point, pemain yang memiliki power otot lengan sedang

memiliki rata-rata peningkatan kemampuan lob bulutangkis sebesar 0.790 point, sedangkan pemain yang memiliki power otot lengan kurang memiliki rata-rata peningkatan kemampuan

lob bulutangkis sebesar 0.786 point.

Kelompok pemain yang memiliki power otot lengan baik memiliki peningkatan kemampuan lob bulutangkis yang paling tinggi, selanjutnya power otot lengan sedang. Pemain yang memiliki power otot lengan baik memiliki peningkatan kemampuan lob

(12)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 70 bulutangkis 0.778 point yang lebih tinggi dibandingkan pemain yang memiliki. power otot lengan sedang, dan 1,389 point lebih tinggi jika dibandingkan lengan power otot lengan kurang. Sedangkan jika dibandingkan kurang power otot lengan sedang memiliki peningkatan pemain yang memiliki lengan lob bulutangkis 0,611 point yang lebih tinggi dibandingkan pemain yang memiliki power otot lengan kurang.

c. Pengujian Hipotesis III

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pembelajaran massed

practice, pembelajaran distributed practice dan power otot lengan sangat bermakna. Karena

Fhitung= 4.881 > Ftabel = 3, 19. Dengan demikian hipotesis nol ditolak. Yang berarti terdapat interaksi yang, signifikan antara jenis metode pembelajaran dan power otot lengan.

E. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan ide yang lebih luas jika dikaji pula tentang implikasi yang ditimbulkan. Atas dasar kesimpulan yang telah diambil, dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut:

Secara umum dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran massed practice, pembelajaran

distributed practice dan power otot lengan merupakan variable-variabel yang mempengaruhi

peningkatan kemampuan lob bulutangkis.

Metode pembelajaran massed practice dan pembelajaran distributed practice, keduanya temyata memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan

lob bulutangkis. Kedua metode pembelajaran tersebut dapat dipergunakan upaya

meningkatkan kemampuan lob bulutangkis.

Pembelajaran distributed practice ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan kemampuan lob bulutangkis. Kebaikan pembelajaran distributed practice ini dapat dipergunakan sebagai solusi bagi pembina dan pelatih dalam upaya meningkatkan kemampuan lob bulutangkis.

Berkenaan dengan penerapan kedua bentuk metode pembelajaran massed practice dan pembelajaran distributed practice untuk dapat meningkatkan kemampuan lob bulutangkis, masih ada faktor lain yaitu power otot lengan. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan kemampuan lob bulutangkis yang sangat signifikan antara kelompok power otot lengan baik, power otot lengan sedang dan power otot lengan kurang. Hal ini mengisyaratkan

(13)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 71 kepada pengajar dan pelatih, upaya peningkatan kemampuan lob bulutangkis hendaknya memperhatikan faktor power otot lengan.

Pembelajaran massed practice dan pembelajaran distributed practice dapat diberikan pada seluruh tingkatan atlet sesuai dengan volume dan intensitas pada tahapan masing-masing pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Bomba, Tudor 0. 1999. Periodization: Theory and Methodology 'Training, Edition,

Kendall/Hunt: Publishing Company.

Bombs, Tudor 0. 1994. Theory and Methodology of Training, The Key of

AthleticPerformance, Edition.Kandall/Hunt: Publishing Company.

Bomba, Tudor 0. 2000. Total Training for Young Champions. Campaign: Human Kinetics. Drowatzky, John N. 1981. Motor Learning, Principle and Practice. Minneapolis. Minnesota:

Burgess Publishing Company.

Evelyn, Pearce. 1999. Anatomi Dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pusat Utama.

Grice, Tony. 1996. Badminton Step to Success. Human Kinetics Publisher, Inc

Guyton, A.C. 1991. Text Book of Medical Physiology. Fifth Edition Toronto: W.B. Sounders Company.

Harsono. 1986. Ilmu Coaching. Jakarta: Pusat Ilmu Olahraga. KONI Pusat. Proyek Pembinaan Organisasi Olahraga dan Peningkatan Prestasi Olahraga.

Hong Youlian. Ming Tong Yuen, Kwong Chou Yat, Choi Chan Chi. 1998. Badminton

Tactics Analysis in International Competition. Hong Kong: The Chinese University

of Hong Kong. http://www.hksi.org.hk/research/Report45.pdf.(11 Juni 2010) http://www-dartfish.com/downloads. (10 November 2010)

M. Furqon. H. 1995. Teori Umum Latihan. Terjemahan General Theory of Training. Josef Nossek. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

_______, Sapta Kunto P, Icuk Sugiarto. 2002. Total Badminton. Solo. CV Setyaki Eka Anugerah.

Mulyono B, 2007. Tes dan Pengukuran Dalam Pendidikan jasmani/olahraga. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

(14)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 15 No. 3 Tahun 2015 72 Nossek, Josef. 1982. General Theory of training. National Institute for Sports, Lagos: Pan

African Press.

Poole, James. 2004. Belajar Bulutangkis. Alih Bahasa. Sodikin. Bandung: Pioner Jaya. Sajoto, M. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Semarang: Dahara Prize. Schmith, R. A. 1988. Motor Learning and Performance. USA: Human Kinetics Publisher. Scott. M. Gladys and French. Ester. 1959. Measurement and Evaluation in Healthand

Physical Education. Dubuque Iowa: Company Publisher.

Singer, Robert N. 1980. Motor Learning and Human Performance. New York: Me Millan Publishing Commany. Inc.

Soemarno dkk. 1985. Olahraga Pilihan Bulutangkis. Jakarta: Depdikbud. Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis Bagian Proyek Peningkatan Mutu Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SD Strata D-11.

Sudjana. 1992. Metode statistika. Bandung: Tarsito

______, 1999. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito ______, 2004. Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyanto dan Sudjarwo, 1994. Perkembagan dan Belajar Gerak Buku II. Jakarta: Departernen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suharno. 1993. Metodologi Pelatihan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Press.

Tohar. 1992. Bulutangkis Olahraga Pilihan. Jakarta: Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis Bagian Proyek Peningkatan Mutu Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SD Setara D-II.

Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta Depdikbud Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.

Verducci, F.M. 1980. Measurement Concepts In Physical Education. St Louis: The C.V. Mosby Company

BIODATA PENULIS:

Reny Ardhianingrum, S.Pd, M.Or. Pendidikan :

 S1 : Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga UNS Surakarta  S2 : Program Studi ilmu Keolahragaan UNS Surakarta

Gambar

Gambar    diatas  menunjukkan  angka-angka  prosentase  perkiraan  sumber  energi  aerobik  dan  anaerobik  untuk  memenuhi  kebutuhan  energi    maksimum  dalam  bulutangkis
Tabel  2.  Nilai  Peningkatan  Kemampuan  Lob  bulutangkis  Masing-Masing  Sel  (Kelompok  Perlakuan)  No  Kelompok Perlakuan  Sel  Nilai Peningkatan Kemampuan Lob  bulutangkis  (point)  1  AIBI (KPI)  6,44  2  Ai B2 (KP2)  5,44  3  A i B3 (KP3)  3,11  4
Tabel  7.  Nilai  Peningkatan  Kemampuan  Lob  bulutangkis  Masing-Masing  Kelompok  Berdasarkan Klasifikasi Power Otot Lengan

Referensi

Dokumen terkait

b Pasar tradisional memberikan harga yang dapat dibeli oleh konsumen dengan pendapatan rendah.. c Pasar tradisional memberikan harga yang

Adalah Wanita yang terancam secara fisik dan non fisik karena tindakan kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarganya atau lingkungan

Dengan mulai diterimanya UU nomor 35 tahun 2009, SEMA nomor 4 tahun 2010 dan SEMA nomor 3 tahun 2011 dan Perber 7 lembaga/kementerian tahun 2014, maka semakin

Misalnya kasus hukum meminta wakaf di jalan raya dan kasus penggusuran tanah wakaf untuk kepentingan publik, sama sekali tidak tercantum di dalam kitab fikih wakaf,

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, data yang diambil dalam penelitian ini adalah data yang diambil dari pemahaman mahasiswa

Pada penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2014) pada remaja putri di SMP Negeri 4 Batang yang menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian

survey yang dilakukan pada tahun 2016 maka nilai KHL disetiap kabupatenf. yang ada di

Pemanfaatan tersebut juga tidak sesuai atau dapat dikatakan menyimpang dari harapan dan tujuan pembangunan rumah Majapahit seperti yang telah direncanakan, serta juga