• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT KIMIA DAN SENSORIS DELAPAN KLON PLASMA NUTFAH UBIKAYU PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIFAT KIMIA DAN SENSORIS DELAPAN KLON PLASMA NUTFAH UBIKAYU PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT KIMIA DAN SENSORIS DELAPAN KLON PLASMA NUTFAH UBIKAYU PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA

Erliana Ginting dan Kartika Noerwijati

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak km 8, Kotak Pos 66 Malang Telp. 0341-801468

Email: erlianaginting@yahoo.com

ABSTRAK

Pati merupakan komponen utama dalam pemanfaatan ubikayu sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri. Oleh karena itu, kadar pati tinggi merupakan karakter penting dalam pembentukan varietas ubikayu, di samping potensi hasil, kadar HCN dan rasa enak. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi sifat kimia dan sensoris delapan klon ubikayu koleksi plasma nutfah Balitkabi pada umur panen enam dan 10 bulan. Ubikayu ditanam di Kebun Percobaan Muneng pada bulan April 2007. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Pengolahan Pangan Balitkabi pada bulan Oktober 2007 hingga Mei 2008 dan disusun dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua umur panen (6 dan 10 bulan) dimana waktu sebagai seri, 3 ulangan. Pengamatan, meliputi komposisi kimia umbi dan sifat sensoris umbi kukus dengan uji Hedonic menggunakan 20 panelis. Antara umur panen enam dan 10 bulan, terjadi kenaikan dan penurunan kadar air, bahan kering, serat, amilosa dan HCN pada delapan klon ubikayu yang diuji, sedangkan kadar abu relatif tetap dan kadar pati meningkat 10−25%. Kadar pati tertinggi (46,11−50,06% bk) pada umur panen enam bulan diperoleh pada klon MLG 10240, MLG 10298 dan MLG 10301 serta klon MLG 10308 dan MLG 10240 pada umur 10 bulan (67,95−70,12% bk). Berdasarkan peningkatan kadar pati tersebut, diperkirakan klon MLG 10262, MLG 10288, MLG 10301 dan MLG 10260 memiliki umur panen optimum antara 6 sampai <10 bulan, sedangkan klon MLG 10298, MLG 10240, MLG 10310 dan MLG 10308 ≥10 bulan. Delapan klon ubikayu yang diuji tergolong jenis manis karena kadar HCN-nya <50 ppm, berarti aman untuk dikonsumsi dalam bentuk olahan segar. Kadar HCN tertinggi pada umur panen enam bulan diperoleh pada klon MLG 10288, MLG 10298 dan MLG 10308 (28,94−30,82 ppm) serta klon MLG 10262 dan MLG 10260 pada umur 10 bulan (23,18−24,38 ppm). Berdasarkan sifat sensoris umbi kukusnya pada umur panen 10 bulan (warna, tingkat kemekaran, tektur dan rasa), dua klon cukup disukai panelis, yakni MLG 10298 dan MLG 10301. Klon MLG 10298 berpeluang untuk digunakan sebagai tetua dalam perakitan varietas ubikayu berkadar pati tinggi dan rasa umbi enak.

Kata kunci: ubikayu, genotipe, kimia, sensoris.

ABSTRACT

Chemical and sensorial characteristics of eight cassava germ plasm collection at different maturity. Starch is the main ingredient of cassava roots, which is used for food and industry purposes. Therefore, high starch content is an important character in cassava breeding in addition to high potential yield and HCN content. This study was performed to identify chemical and sensorial characteristics of eight cassava germplasm collection at six and 10 month-maturity. All cassava clones were grown in April 2007 at Muneng Experimental Station. The trial was performed at the Food Chemistry and Processing Laboratory of Iletri from October 2007-May 2008. A randomized complete design with three replicates was applied. Maturity was used as time series. Observations included chemical characteristics of the fresh roots and sensory attributes of the steamed roots (10 month maturity) using Hedonic test with 20 panelists. The results showed that between six and 10 month-maturity, there was a fluctuation of moisture, dry matter, crude fiber, amylose and HCN contents of the fresh roots, whilst the ash content was stable and starch content significantly increased by 10-25%. The highest starch content was obtained from MLG 10240, MLG 10298 and MLG 10301 clones at six month maturity (46.11-50.06% dw) and from MLG 10308 and MLG 10240 at 10 month-maturity (67.95-70.12% dw). Based on the strach increase, it was

(2)

predicted that MLG 10262, MLG 10288, MLG 10301 dan MLG 10260 had an optimum maturity between 6 to <10 months, while MLG 10298, MLG 10240, MLG 10310 and MLG 10308 clones ≥10 months. All clones belonged to sweet type of cassava as the HCN content <50 ppm, suggesting that they were safe for direct consumption. The highest HCN content at six month-maturity was seen in MLG 10288, MLG 10298 and MLG 10308 clones that ranged from 28.94-30.82 ppm, and in MLG 10262 and MLG 10260 clones at 10 month-maturity (23.18-24.38 ppm). Based on sensory attributes of the steamed roots at 10 month-maturity (color, root expansion, texture and taste), two clones were fairly liked by panelists, namely MLG 10298 and MLG 10301. MLG 10298 had the possibility to be used in cassava breeding for producing high starch content and palatable varieties. Keywords: cassava, germplasm, chemical characteristics, sensorial attributes

PENDAHULUAN

Menurut Kementrian Pertanian (2011), produksi ubikayu pada tahun 2010 mencapai 23,9 juta ton dengan luas panen 1,2 juta hektar dan produktivitas 20,2 t/ha. Sebagian besar (64%) ubikayu digunakan sebagai bahan pangan, 2% untuk pakan ternak, 11% untuk ekspor, dan sisanya (13%) untuk bahan baku industri, terutama untuk pati dan produk nonpangan lainnya (BPS 2005). Peningkatan kebutuhan ubikayu diperkirakan sebesar 2,75% per tahun, sementara peningkatan produksi hanya 1,52% per tahun (Suyamto dan Wargiono 2009). Untuk itu diperlukan upaya peningkatan produksi melalui penggunaan varietas unggul berpotensi hasil tinggi dan sesuai pemanfaatannya.

Pati merupakan komponen utama ubikayu yang dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk bahan pangan dan pakan serta sifat fungsionalnya sebagai bahan pengental, pengisi dan stabilizer pada produk pangan. Selain itu, pati diperlukan sebagai bahan baku pada industri kimia, farmasi, kertas dan tekstil (Mweta et al. 2008). Ubikayu dengan kadar gula total dan pati tinggi juga sesuai untuk bahan baku bioetanol (Ginting et al. 2011). Oleh karena itu, kadar pati tinggi di samping potensi hasil tinggi merupakan karakter penting dalam pembentukan varietas ubikayu. Khusus untuk bahan pangan, kadar HCN juga penting dari aspek keamanan pangan karena umbi dengan kadar HCN >100 ppm bersifat toksik (Coursey 1973 dalam Richana dan Suarni 1990). Keberadaan HCN pada umbi juga menyebabkan rasa pahit sehingga kurang disukai. Untuk bahan baku industri pangan, seperti tepung dan pati, kadar HCN tinggi tidak menjadi masalah karena larut dalam air dan menguap pada suhu 25,7oC (Nweke dan Bokanga 1994 dalam Ginting dan Widodo

2003).

Karakterisasi komposisi kimia plasma nutfah ubikayu perlu dilakukan agar dapat digunakan sebagai tetua (sumber gen) atau bahan persilangan untuk mendapatkan varietas ubikayu yang sesuai untuk bahan pangan dan bahan baku industri. Kadar pati ubikayu dipengaruhi oleh umur tanaman yang berkisar antara 9–10 bulan karena berpengaruh terhadap kadar air umbi (Ginting et al. 2011). Namun terdapat beberapa klon yang berumur genjah (7–9 bulan) ditinjau dari kadar bahan kering/pati optimumnya (Sholihin et al. 2009), sehingga dapat dipanen lebih awal. Hal ini menguntungkan, baik bagi petani maupun industri ubikayu. Oleh karena itu informasi umur panen optimum klon-klon ubikayu, termasuk koleksi plasma nutfah, juga penting untuk diidentifikasi.

Sejauh ini, penelitian terhadap komposisi kimia koleksi plasma nutfah dan varietas ubikayu di Indonesia masih terbatas (Soenarjo dan Wargiono 1977 dalam Antarlina dan

(3)

ubikayu koleksi plasma nutfah Balitkabi yang memiliki kadar pati tinggi dan rasa enak. Informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam pemanfaatan ubikayu sebagai bahan pangan, bahan baku industri atau sebagai materi persilangan dalam pemuliaan tanaman.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Pengolahan Pangan Balitkabi, Malang, pada bulan Oktober 2007 hingga Mei 2008. Bahan percobaan berupa umbi yang berasal dari delapan klon ubikayu yang merupakan koleksi plasma nutfah Balitkabi, yakni MLG 10240, MLG 10260, MLG 10262, MLG 10288, MLG 10298, MLG 10301, MLG 10308, MLG 10310 yang ditanam di Kebun Percobaan Muneng pada bulan April 2007 dan dipanen pada umur enam dan 10 bulan. Rancangan percobaan adalah acak lengkap (waktu panen sebagai seri) dengan tiga ulangan.

Pengamatan dilakukan terhadap umbi segar (umur panen enam dan 10 bulan), meliputi kadar air dan bobot kering dengan metode oven mengikuti prosedur AOAC (1990). Selain itu, diamati kadar HCN umbi dengan metode Argentometri (AOAC 1970

dalam Sudarmadji et al. 1997), kadar pati (hidrolisis asam) dan gula reduksi dengan

metode Nelson Somogy (Sudarmadji et al. 1997), kadar serat dengan metode asam basa (Apriyantono et al. 1989) dan kadar amilosa (Juliano 1971). Uji sensoris terhadap tingkat kemekaran umbi, tekstur, kesan berserat/tidak dan rasa umbi kukus hanya dilakukan pada umur panen 10 bulan (umur panen optimum ubikayu) dengan uji Hedonic yang melibatkan 20 panelis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat kimia umbi

Kadar air

Hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi antara klon ubikayu dengan umur panen berpengaruh nyata terhadap kadar air umbi (Tabel 1). Kadar air umbi tertinggi pada umur enam bulan dimiliki oleh klon MLG 10260 dan terendah pada klon MLG 10310. Sementara pada umur 10 bulan, klon MLG 10262 dan MLG 10260 memiliki kadar air yang nyata lebih tinggi daripada enam klon lainnya. Kadar air umbi dipengaruhi oleh jenis/klon, umur panen, dan musim panen. Semakin bertambah umur tanaman, kadar air umbi cenderung turun sampai umur panen optimal (9−10 bulan). Panen pada musim hujan umumnya menghasilkan umbi dengan kadar air yang relatif lebih tinggi dibanding panen pada musim kemarau (Ginting et al. 2011). Lima klon mengalami penurunan kadar air dengan meningkatnya umur panen, sementara tiga klon lainnya mengalami peningkatan. Ubikayu yang dipanen pada umur enam bulan jatuh pada musim kemarau (Oktober), sedangkan yang dipanen pada umur 10 bulan jatuh pada musim hujan (Februari). Kisaran kadar air umbi yang dipanen pada umur 10 bulan relatif lebih sempit dibanding hasil penelitian Ginting dan Noerwijati (2008) terhadap 15 klon plasma nutfah ubikayu yang berkisar antara 62,0−74,9%.

(4)

Tabel 1. Kadar air, bahan kering dan abu delapan klon ubi kayu pada umur panen enam dan 10 bulan

Klon ubikayu Umur

panen Kadar air (%) Kadar bahan kering (%) Kadar abu (% bk) MLG 10240 MLG 10260 MLG 10262 MLG 10288 MLG 10298 MLG 10301 MLG 10308 MLG 10310 6 bulan 55,5 g 70,1 a 65,4 cd 65,8 cd 64,6 d 61,8 e 66,7 bc 49,5 h 43,4 a 34,4 f 36,8 e 36,0 e 40,6 cd 42,6 ab 42,6 ab 41,8 abc 2,6 a 2,7 a 2,5 a 2,5 a 2,3 a 2,3 a 2,1 a 2,3 a MLG 10240 MLG 10260 MLG 10262 MLG 10288 MLG 10298 MLG 10301 MLG 10308 MLG 10310 10 bulan 59,3 f 66,7 bc 68,4 ab 61,9 e 59,7 f 59,8 f 56,3 g 60,9 ef 43,2 a 32,4 g 33,2 fg 37,3 e 40,2 d 40,8 cd 42,6 ab 41,4 bcd 2,0 a 2,1 a 2,5 a 2,5 a 2,2 a 2,3 a 2,4 a 2,4 a KK (%) BNT 5% 1,7 1,7 2,1 1,4 6,7 tn

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%. bk = basis kering Kadar Bahan Kering

Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi antara klon ubikayu dengan umur panen berpengaruh nyata terhadap bahan kering umbi. Pada umur enam bulan, kadar bahan kering tertinggi tampak pada klon MLG 10240, MLG 10301, MLG 10308, MLG 10310 dan terendah pada klon MLG 10260. Sementara pada umur 10 bulan, klon MLG 10240 dan MLG 10308 menunjukkan kadar bahan kering tertinggi dan terendah masing-masing pada klon MLG 10262 dan MLG 10260. Menurut Benesi et al. (2004), perbedaan kadar bahan kering lebih banyak dipengaruhi oleh genotipe ubikayu (35,6%) dibanding lokasi/lingkungan (7,9%). Peningkatan kadar bahan kering umbi seiring dengan meningkatnya umur tanaman dan mencapai maksimal pada umur panen optimum.

Kadar bahan kering berkorelasi negatif dengan kadar air, sehingga umbi yang kadar airnya meningkat karena dipanen pada musim hujan akan menghasilkan umbi dengan kadar bahan kering rendah (Ginting et al. 2011). Di antara delapan klon yang diamati, terdapat tiga klon yang kadar bahan keringnya turun dan lima klon tetap pada umur panen 10 bulan dibandingkan dengan umur enam bulan. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi beberapa klon yang relatif kering (kadar airnya cukup rendah) pada umur panen enam bulan dan umbinya berserat karena mengalami kekeringan, khususnya MLG 10240 dan MLG 10310, sehingga bobot bahan kering relatif tinggi. Menurut Antarlina dan Harnowo (1992), ubikayu dengan kadar bahan kering tinggi (>40%) sesuai untuk bahan

(5)

Kadar Abu

Kadar abu umbi tidak berbeda nyata pada umur panen enam dan 10 bulan (Tabel 1). Hal ini menunjukkan, kandungan mineral umbi yang direpresentasikan oleh kadar abu telah mencapai maksimum pada umur enam bulan dan tidak mengalami perubahan meski dipanen pada umur 10 bulan. Kisaran kadar abu pada penelitian ini (2,05−2,75% bk) relatif lebih sempit dibandingkan dengan hasil penelitian Ginting dan Noerwijati (2008) yang nilainya 2,02−3,64% pada 15 klon plasma nutfah ubikayu. Kadar abu dikehendaki minimal pada produk antara ubikayu, seperti SNI pati dan tepung yang mensyaratkan angka maksimal 1,5% dan 0,6% (DSN 1994; DSN 1996) karena kadar abu yang tinggi cenderung memberi warna gelap pada produk olahannya. Pada pengolahan pati dan tepung yang menggunakan banyak air (pencucian dan perendaman umbi), sebagian mineral akan hilang karena larut dalam air sehingga kadar abunya akan berkurang dan dapat memenuhi angka yang ditetapkan SNI.

Kadar Pati

Kadar pati berbeda nyata antarklon ubikayu pada umur panen enam dan 10 bulan (Tabel 2). Nilai tertinggi pada umur panen enam bulan terdapat pada klon MLG 10240, MLG 10298 dan MLG 10301 dan terendah pada klon MLG 10310. Sementara panen pada umur 10 bulan, klon MLG 10308 dan MLG 10240 menunjukkan kadar pati tertinggi dengan kisaran 68−70% bk. Seperti halnya kadar bahan kering, kadar pati umbi juga mengikuti pola yang sama, yakni meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman dan mencapai maksimal pada umur panen optimum.

Tabel 2. Kadar pati, amilosa, serat, dan HCN delapan klon ubi kayu pada umur panen enam dan 10 bulan.

Klon ubikayu Umur panen Pati

(% bk) Amilosa (% bk) Serat (% bk) HCN (ppm bb) MLG 10240 MLG 10260 MLG 10262 MLG 10288 MLG 10298 MLG 10301 MLG 10308 MLG 10310 6 bulan 50,0 ef 44,4 g 44,3 g 45,1 g 49,7 f 46,1 fg 44,9 g 40,2 h 25,3 a 17,8 f 20,4 de 20,4 de 22,2 bc 19,3 e 22,5 b 21,1 bcd 2,0 a 1,6 bc 1,6 bc 2,0 a 1,7 ab 2,0 a 1,6 bc 1,5 bc 22,6 bc 18,5 de 16,2 e 30,8 a 29,2 a 16,6 e 28,9 a 12,2 f MLG 10240 MLG 10260 MLG 10262 MLG 10288 MLG 10298 MLG 10301 MLG 10308 MLG 10310 10 bulan 67,9 ab 55,9 cd 54,0 de 55,7 cd 64,7 b 57,5 cd 70,1 a 58,6 c 22,1 bc 17,2 f 22,3 b 25,1 a 19,5 e 20,7 cde 20,7 cde 20,5 de 1,3 c 1,6 bc 1,4 bc 1,6 bc 1,6 bc 1,7 abc 1,4 c 1,7 abc 12,6 f 23,2 bc 24,4 b 17,9 de 12,5 f 18,0 de 17,9 de 20,8 cd KK (%) BNT 5% 4,3 4,0 4,1 1,5 11,0 0,3 8,3 2,8 bb = basis basah; bk = basis kering.

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%.

Kadar pati semua klon ubikayu meningkat 10−25% pada umur panen 10 bulan. Diperkirakan klon MLG 10262, MLG 10288, MLG 10301 dan MLG 10260 memiliki umur

(6)

panen optimum antara 6 sampai <10 bulan. Sementara umur panen optimum klon MLG 10298, MLG 10240, MLG 10310 dan MLG 10308 diduga ≥10 bulan. Kisaran kadar pati umbi yang dipanen pada umur 10 bulan (54,0−70,1% bk) sedikit lebih lebar dibanding hasil penelitian Ginting et al. (1998) dan Ginting dan Noerwijati (2008) masing-masing 60,6–70,2% bk dan 58,4−67,9% bk dari 15 klon ubikayu yang dipanen pada umur yang sama. Selain sifat genetik, perbedaan lokasi dan musim tanam/panen serta cara budidaya juga dapat menyebabkan perbedaan kadar pati tersebut.

Beberapa varietas unggul ubikayu yang berpotensi hasil tinggi (>30 t/ha), seperti Adira 4, Malang 4, Malang 6, UJ 3 dan UJ 5, dilaporkan memiliki kadar pati 18−32% basis basah (Balitkabi 2011). Dua klon yang kadar patinya tertinggi dalam penelitian ini (umur 10 bulan), yakni MLG 10308 dan MLG 10240 memiliki kadar pati 30,7% dan 27,6% basis basah, masih dalam kisaran varietas UJ 3 dan UJ 5 (19−30%) serta Malang 4 dan Malang 6 (25−32%) (Balitkabi 2011).

Kadar Amilosa

Tabel 2 menunjukkan, interaksi antara klon ubikayu dengan umur panen berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa umbi. Pada umur panen enam bulan, kadar amilosa tertinggi terdapat pada klon MLG 10240 dan terendah pada klon MLG 10260. Sementara pada umur 10 bulan, klon MLG 10288 menunjukkan kadar amilosa tertinggi dan terendah pada klon MLG MLG 10260. Pada pemanenan umur 10 bulan, empat klon mengalami peningkatan kadar amilosa, dua klon tetap, dan satu klon turun dibanding panen pada umur enam bulan. Amilosa merupakan komponen pati, sehingga fenomena kenaikan dan penurunan kandungannya sejalan dengan kadar pati. Namun bila terdapat perbedaan, hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan proporsi masing-masing amilosa pada setiap jenis/klon ubikayu. Kadar amilosa umbi pada umur panen 10 bulan (17,2−25,1% bk), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Ginting et al. (1998) dan Ginting dan Noerwijati (2008) yang masing-masing berkisar antara 22,3−26,8% bk dan 23,0−30,8% bk.

Sebagai bahan baku pembuatan roti dan kue diperlukan ubikayu yang kadar sanya rendah (amylose free), yakni <20% bk karena kemampuan mengembang amilo-pektin (swelling properties) sesuai dengan yang dikehendaki kedua produk tersebut. Di antara delapan klon yang diteliti (umur 10 bulan), terdapat dua klon yang memenuhi kriteria tersebut, yakni MLG 10260 dan MLG 10298 dan tiga klon lainnya sekitar 21% bk (Tabel 2). Sementara untuk bahan baku biodegradable film yang dimanfaatkan sebagai substrat enzim atau sebagai bahan pengikat pada pembuatan tablet, diperlukan pati dengan kadar amilosa tinggi (Hartati dan Prana 2003).

Kadar Serat

Interaksi antara klon ubikayu dengan umur panen berpengaruh nyata terhadap kadar serat umbi (Tabel 2), meskipun relatif kecil. Pada umur panen 10 bulan, dua klon menunjukkan penurunan kadar serat, sementara enam klon lainnya relatif tetap. Hal ini menunjukkan bahwa umur panen delapan klon ubikayu yang diuji optimum pada sekitar 10 bulan karena belum tampak peningkatan kadar serat. Pada penelitian ini, kisaran kadar serat relatif lebih rendah dibanding hasil evaluasi 15 kon ubikayu (umur panen 10 bulan)

(7)

Kadar HCN

Interaksi antara klon ubikayu dengan umur panen berpengaruh nyata terhadap kadar HCN umbi segar. Pada umur enam bulan, kadar HCN tertinggi terdapat pada klon MLG 10288 dan terendah pada klon MLG 10310. Sementara pada umur 10 bulan, klon MLG 10288 menunjukkan kadar HCN tertinggi dan terendah pada klon MLG 10260. Pada pemanenan umur 10 bulan, empat klon mengalami peningkatan kadar HCN, dua klon tetap dan satu klon turun dibanding panen umur enam bulan. Tidak ditemukan klon ubikayu yang kadar HCN-nya >50 ppm, berarti delapan klon yang diamati termasuk jenis manis (Coursey 1973 dalam Richana dan Suarni 1990), sehingga aman untuk dikonsumsi dalam bentuk olahan segar, seperti dikukus, direbus atau digoreng.

Kadar HCN tertinggi pada penelitian ini relatif sama nilainya dengan varietas Adira 1 (27,5 ppm) dan lebih rendah dibandingkan dengan varietas Malang 1, Malang 2, dan Darul Hidayah (<40 ppm), UJ 3, UJ 5, dan Adira 4 (40−85 ppm), serta Malang 4 dan Malang 6 (>100 ppm) (Balitkabi 2011; Solikhin et al. 2009). Seleksi ubikayu untuk men-dapatkan klon yang memiliki potensi hasil tinggi dan rasa enak (kadar HCN <50 ppm) masih terus dilakukan melalui pemuliaan tanaman (Sundari et al. 2000) karena klon yang berpotensi hasil tinggi umumnya pahit (kandungan HCN tinggi).

Sifat Sensoris Umbi Kukus

Warna dan kesukaan terhadap warna

Warna umbi kukus dari delapan klon ubikayu bervariasi dari kuning hingga putih (Tabel 3). Diperoleh masing-masing satu klon yang warnanya kuning (MLG 10240) dan sangat putih (MLG 10262), sementara enam klon lainnya berwarna putih. Ada enam klon yang warna ubi kukusnya cukup disukai (termasuk satu klon yang berwarna kuning) dan dua klon agak tidak disukai (termasuk yang berwarna sangat putih). Hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai warna umbi yang bervariasi. Umbi berwarna kuning biasanya disukai untuk tape karena warnanya menarik. Sementara umbi yang berwarna putih sesuai untuk tepung dan pati yang menginginkan derajat putih yang tinggi, masing-masing minimum 85% (DSN 1996) dan 92% (DSN 1994).

Tabel 3. Hasil uji sensoris umbi kukus delapan klon ubikayu pada umur panen 10 bulan

Klon ubikayu Warna Kesukaan

terhadap warna Tingkat kemekaran umbi Tekstur Rasa

MLG 10240 MLG 10260 MLG 10262 MLG 10288 MLG 10298 MLG 10301 MLG 10308 MLG 10310 2 5 4 5 5 5 5 5 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 2 3 3 4 4 3 3

a. Warna: 1 = Sangat kuning, 2 = Kuning, 3 = Kuning muda, 4 = Sangat putih, 5 = Putih, dan 6 = Agak putih/sedikit gelap. b. Tingkat kesukaan terhadap warna dan rasa: 1 = Sangat tidak suka, 2 = Tidak suka, 3 = Agak tidak suka, 4 = Cukup suka, dan 5 = Sangat suka

c. Tingkat kemekaran: 1 = Sangat tidak mekar, 2 = Tidak mekar, 3 = Agak mekar, 4 = Cukup mekar, dan 5 = Sangat mekar. d. Tekstur, 1 = Sangat keras, 2 = Keras, 3 = Agak keras, 4 = Cukup empuk/lunak, 5 = Sangat empuk/lunak.

(8)

Tingkat Kemekaran

Tingkat kemekaran umbi kukus delapan klon ubikayu relatif sama dengan kategori agak mekar (Tabel 3). Kisaran tingkat kemekaran umbi kukus pada penelitian ini relatif lebih sempit dibanding hasil evaluasi 15 klon yang melaporkan lima klon tergolong cukup mekar, empat klon agak mekar, dan lima klon tidak mekar (Ginting et al. 1998). Umbi yang tingkat kemekarannya tinggi umumnya memiliki tekstur lunak/pulen dan disukai. Tingkat kemekaran umbi kukus berkorelasi dengan kadar amilosa umbi segar yang meng-hendaki kadar amilosa 23,8−24,8% untuk mendapatkan umbi kukus dengan kriteria cukup mekar sampai sangat mekar (Ginting et al. 1998). Pada penelitian ini, tidak satu klon pun yang memenuhi kriteria tersebut (Tabel 2).

Tekstur

Tekstur umbi kukus dari delapan klon ubikayu yang diteliti bervariasi dari agak keras sampai cukup empuk/lunak (Tabel 3). Ada tiga klon yang teksturnya cukup lunak/empuk (MLG 10260, MLG 10298 dan MLG 10301), sedangkan sisanya bertekstur agak keras. Perbedaan tekstur umbi kukus ini berkaitan dengan perbedaan kadar amilosa dan amilopektin umbi masing-masing klon. Bahan berkadar amilosa tinggi umumnya banyak menyerap air dan stabilitasnya tinggi (tahan tetap utuh dalam pemanasan tinggi) serta memiliki kemampuan retrogradasi yang tinggi setelah dingin, sehingga gel yang terbentuk menjadi kuat/kokoh dan tidak mudah hancur. Sebaliknya, bahan berkadar amilosa rendah (kadar amilopektin tinggi) tidak banyak menyerap air dan tetap lunak setelah dingin (Damardjati et al. 1989). Hasil evaluasi terhadap 15 klon ubikayu menunjukkan bahwa tekstur umbi kukus yang cukup remah sampai sangat remah dapat diperoleh pada kisaran kadar amilosa umbi 23,7−24,6% bk (Ginting et al. 1998). Dari tiga klon yang teksturnya cukup remah pada penelitian ini, tidak satu klonpun yang memenuhi kriteria tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh lebih lebarnya kisaran kadar amilosa umbi pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Ginting et al. (1998).

Rasa

Rasa umbi kukus delapan klon ubikayu bervariasi dari tidak suka sampai cukup suka (Tabel 3). Klon MLG 10240, MLG 10298, dan MLG 10301 cukup disukai, sementara empat dan satu klon lainnya agak tidak disukai dan tidak disukai. Perbedaan tingkat kesukaan dipengaruhi oleh kadar HCN umbi (rasa pahit), tekstur dan tingkat kemekaran umbi kukus yang akan menentukan diterima tidaknya sifat sensoris umbi kukus secara keseluruhan (Ginting et al. 1998). Ketiga klon tersebut memiliki kadar HCN yang cukup rendah (13−18 ppm), sementara kadar HCN klon MLG 10260 lebih tinggi, yakni 23 ppm (Tabel 2), sehingga kurang disukai rasanya. Hal ini menunjukkan, meskipun kadar HCN umbi <50 ppm aman untuk dikonsumsi dan sebagian hilang dalam pengolahan (pencucian dan pemanasan), namun umbi segar dengan kadar HCN awal >20 ppm sudah terdeteksi rasa pahit pada umbi kukusnya.

KESIMPULAN

1. Antara umur panen enam dan 10 bulan terjadi kenaikan dan penurunan kadar air, bahan kering, serat, amilosa dan HCN dari delapan klon ubikayu yang diuji,

(9)

sedang-MLG 10262, sedang-MLG 10288, sedang-MLG 10301 dan sedang-MLG 10260 memiliki umur panen optimum 6 sampai <10 bulan, sedangkan klon MLG 10298, MLG 10240, MLG 10310 dan MLG 10308 ≥10 bulan.

3. Delapan klon ubikayu aman dikonsumsi dalam bentuk olahan segar, baik yang dipanen pada umur enam maupun 10 bulan karena kadar HCN-nya <50 ppm. 4. Berdasarkan sifat sensoris umbi kukus yang dipanen pada umur 10 bulan (warna,

tingkat kemekaran, tektur dan rasa), diperoleh dua klon yang cukup disukai, yakni MLG 10298 dan MLG 10301. Kadar pati klon MLG 10298 adalah 64,8% bk, sehingga berpeluang digunakan sebagai tetua dalam perakitan varietas ubikayu dengan kadar pati tinggi dan rasa enak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Suprapto, SP; Soning Dwi Listiowati, dan Anifatum Masruroh (keduanya Mahasiswa FMIPA Universitas Negeri Malang) dan Ninik Wahyuni yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, V., E. Sudarmonowati, N.S. Hartati, L. Suurs and R.G.F. Visser. 2009. Charaterization of cassava starch attributes of different genotypes. Starch 61:472−481.

Antarlina, S.S. 1991. Pengaruh umur panen dan beberapa klon terhadap sifat sensoris, fisik dan kimiawi tepung ubijalar. Thesis S2. Fakultas Pasca Sarjana, Program KPK UGM. Universitas Brawijaya, Malang. 100 hlm.

Antarlina, S.S dan D. Harnowo. 1992. Identifikasi teknologi pengolahan ubikayu. Laporan penelitian APBN tahun 1991/1992. Kelti Pasca Panen BALITTAN Malang. 15 hal.

AOAC, 1990. Official methods of analysis of association of official analytical chemist. AOAC Int. Washington D.C.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk laboratorium analisis pangan. PAU-IPB, Bogor.

Balitkabi. 2011. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 179 hlm.

Benesi, I.R.M., Labuschagne, M.T., Dixon, A.G.O. and Mahungu, N.M. 2004. Stability of native starch quality parameters, strach extraction and root dry matter of cassava genotypes in different environments. J Sci Food Agric 84:1381−1388.

Biro Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia 2004. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Damardjati, D.S., S.D. Indrasari dan B.A.S. Santosa. 1989. Pengembangan Teknologi Pasca Panen Sekunder Tanaman Pangan di Pedesaan. BALITTAN Sukamandi.

DSN. 1994. Standar Nasional Indonesia untuk tapioka (SNI 01-3451-1994). Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 22 hal.

DSN. 1996. Standar Nasional Indonesia untuk tepung singkong (SNI 01-2997-1996). Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 6 hal.

Ginting, E. K. Hendroatmodjo dan Solikhin. 1998. Pengujian mutu klon ubikayu. Laporan Teknis Penelitian APBN Tahun 1997/1998 No. II.D.3.4. BALITKABI Malang. 14 hal.

Ginting, E. and Y. Widodo. 2003. Cyanide reduction in cassava root products through processing and selection of cultivars in relation to food safety. hlm. 79−90. In (I.W. Rusastra, S. Bahrein, T. Subarna and A. Nurawan (eds). Proceeding of the International Seminar on Investment Opportunity on Agribusiness in Perspective of Food Safety and Bioterorism Act. Indonesian Centre for Agricultural Socio-Economic Research and Development. Bogor.

Ginting, E. dan K. Noerwijati. 2008. Identifikasi 15 klon plasmanutfah ubikayu untuk bahan pangan dan bahan baku industri. Agritek 16(3):418−424.

(10)

Ginting, E., T. Sundari, B. Triwiyono dan Triadmodjo. 2011. Identifikasi varietas/klon ubikayu unggul untuk bahan baku bioetanol. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 30(2):127−136.

Hartati, N.S. dan T.K. Prana. 2003. Analisis kadar pati dan serat kasar tepung beberapa kultivar talas (Colocasia esculenta L. Schott). Jurnal Natur Indonesia 6(1):29−33.

Hidayat, A., N. Zuraida, I. Hanarida and D.S. Damardjati. 2000. Cyanogenic content of cassava root of 170 cultivars grown in Indonesia. J. Food Composition and Analysis. 13:71−82.

Hidayat, A., N. Zuraida and I. Hanarida. 2002. The cyanogenic potential of roots and leaves of ninenty nine cassava cultivars. Indonesian Journal of Agricultural Science 3(1):25−32.

Juliano, B.O. 1971. A simplified assumy for milled rice amylose. Cereal Sci. Today 16:334−340. Kementrian Pertanian. 2011. Statistik Pertanian 2011. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

Kementrian Pertanian. Jakarta.

Mweta, D. E., M.T. Labuschagne, E. Koen, I.R.M. Benesi and J.D.K. Saka. 2008. Some properties of starches from cocoyam (Colocasia esculenta) and cassava (Manihot esculenta Crantz.) grown in Malawi. African Journal of Food Science 2:102−111.

Richana, N. dan Suarni. 1990. Pengaruh pengemasan dan penyimpanan tepung ubikayu dan campurannya. Laporan Penelitian Mekanisasi dan Teknologi 1989/1990. BALITTAN Maros. hlm. 95−99.

Sholihin, T. Sundari, E. Ginting, dan W. Unjoyo. 2009. Laporan Teknis Hasil Penelitian Komponen Teknologi Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur analisa untuk bahan makanan dan pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sundari, T., K. Hendroatmodjo, Sholihin, S.W. Indiati, E. Ginting dan W. Unjoyo. 2000. Pembentukan klon unggul ubikayu tidak pahit toleran terhadap tungau merah. Laporan Teknis Penelitian Balitkabi tahun 1999/2000. 29 hlm.

Suyamto dan J. Wargiono. 2009. Kebijakan pengembangan agribisnis ubikayu. hlm. 3−25. Dalam J. Wargiono, Hermanto dan Subihardi (eds). Ubikayu Inovasi Teknologi dan Kebijakan Pengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.

Gambar

Tabel 1.  Kadar air, bahan kering dan abu delapan klon ubi kayu pada umur panen enam dan 1 0 bulan  Klon ubikayu  Umur
Tabel 2.   Kadar pati, amilosa, serat, dan HCN delapan klon ubi kayu pada umur panen enam dan 10 bulan
Tabel 3. Hasil uji sensoris umbi kukus delapan klon ubikayu pada umur panen 10 bulan  Klon ubikayu  Warna  Kesukaan

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh lirik lagu identitas daerah SUBOSUKAWONOSRATEN yang mengandung pemanfaatan aspek bunyi, diksi, gaya bahasa dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas butir soal Ujian Semester Genap Pelajaran Kimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Peranap Tahun Pelajaran 2013/2014 jika ditinjau dari:

Beberapa dokumen laporan harus disiapkan untuk memenuhi keperluan unit-unit kerja dalam organisasi. Karakteristik sistem pengolahan transaksi, meliputi: 1) Volume data yang

Menenentukan skema yang lebih baik antara AEDCF dan SEDCF sebagai skema yang dapat memperbaiki kekurangan skema standar EDCF ditandai dengan performansi yang lebih

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten

Kajian QSAR senyawa artemisinin dengan berdasarkan deskriptor muatan elektronik telah digunakan oleh Armunanto dan Sudiono [11] dengan menggunakan metoda semiempirik PM3, pada

y(x) merupakan solusi dari PD di atas yang berisikan konstanta