• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Kelompok Tani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Kelompok Tani"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kelompok Tani

Sebagai makhluk sosial yang memiliki tingkah laku sosial dan hidup dalam satu medan sosial, maka setiap individu akan mengarahkan dirinya pada pribadi lainnya, yaitu untuk bergabung dan berkelompok dengan orang-orang lain. Dengan demikian individu tersebut akan menjadi anggota kelompok serta menjadi bagian dari kelompok tersebut (Nuraini & Satari 2005). Menurut Iver dan Page (Mardikanto 1993), kelompok adalah merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong.

Pengertian kelompok tani menurut Kementerian Pertanian (2007) adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Keanggotaan kelompok tani berjumlah 20-25 orang dan atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat serta usahataninya. Ikatan dalam kelompok berpangkal pada keserasian dalam arti mempunyai pandangan, kepentingan, dan kesenangan yang sama. Diantara ketua kelompok tani dan anggota kelompok maupun diantara sesama anggota terjalin hubungan yang luwes dan wajar. Berbagai bentuk dan jenis kelompok tani pernah dibentuk dan dikembangkan di Indonesia. Berdasarkan kemampuan, yang didasarkan pada sepuluh jurus kemampuan dalam program BIMAS (Bimbingan Massal), kelompok tani dapat dibedakan menjadi empat kelas, yaitu: kelas Pemula, kelas Lanjut, kelas Madya, dan kelas Utama (Deptan 2002).

Penumbuhan kelompok tani dapat dimulai dari kelompok yang bersifat informal yang sudah ada di masyarakat yang selanjutnya melalui kegiatan penyuluhan pertanian diarahkan menuju bentuk kelompok tani yang semakin terikat oleh kepentingan dan tujuan bersama dalam meningkatkan produksi dan pendapatan dari usahataninya. Kelompok tani juga dapat ditumbuhkan dari petani dalam satu wilayah, dapat berupa satu dusun atau lebih, satu desa atau lebih, dapat berdasarkan domisili atau hamparan tergantung dari kondisi lingkungan masyarakatnya dan usahataninya. Jumlah anggota kelompok tani 20 sampai 25 petani atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usahataninya. Kegiatan kelompok tani yang dikelola tergantung pada kesepakatan anggotanya. Kegiatan kelompok tani dapat berdasarkan jenis usaha, dan unsur-unsur subsistem agribisnis, contohnya kelompok tani yang dikelola berdasarkan pengadaan sarana produksi, produksi, pasca panen, dan pemasaran (Departemen Pertanian.2007).

Keuntungan dibentuknya kelompok tani, antara lain diungkapkan oleh Torres (Mardikanto 1993), yaitu (1) semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok, (2) semakin terarahnya peningkatan secara cepat tentang jiwa kerjasama antarpetani, (3) semakin cepatnya proses difusi penerapan inovasi, (4) semakin meningkatnya kemampuan rata-rata pengembalian hutang petani, (5) semakin meningkatnya orientasi pasar,

(2)

(6) semakin dapat membantu efisiensi pembagian air irigasi serta pengawasan oleh petani sendiri.

Kelompok yang berfungsi efektif dalam lingkungan sosial menurut Sumardjo (2003), mempunyai gejala-gejala sebagai berikut (1) keanggotaan dan aktivitas kelompok lebih didasarkan kepada masalah, kebutuhan, dan minat anggota, (2) kelompok tani berkembang mulai dari informal efektif dan berpotensi serta berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan kebutuhan kelompok yang bersangkutan, (3) status kepengurusan yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan bersama dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, cenderung lebih efektif untuk meringankan beban bersama sesama anggota, dibandingkan bila pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan dilakukan secara sendiri-sendiri, (4) inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan keefektivan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya, (5) kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan suasana demokratis kelompok, (6) agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat mengorganisir diri secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan kelompok, dan (7) kelompok tani tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang menentukan efektivitas dan dinamika kelompok adalah keefektivan pola komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok.

Berdasarkan berbagai pengertian mengenai kelompok tani, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok tani adalah kumpulan petani yang secara non-formal terbentuk atas dasar berbagai faktor seperti adanya kesamaan kebutuhan dan tujuan bersama, kesamaan wilayah tempat tinggal atau kesamaan wilayah hamparan (lahan) usahatani. Didalam kelompok tani, terjadi saling interaksi yang mengatur upaya pemenuhan kebutuhan, pemecahan masalah dan pencapaian tujuan bersama.

Kemampuan Kelompok Tani

Kemampuan kelompok tani merupakan kapasitas/kompetensi yang dimiliki oleh kelompok tani dalam menjalankan fungsinya sebagai kelas belajar, wahana kerjasama dan unit produksi dalam mengembangan usahatani. Berdasarkan kemampuannya, kelompok tani diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) peringkat kelas yaitu kelas Pemula, kelas Lanjut, kelas, Madya, dan kelas Utama. Penilaian kemampuan kelompok tani dirumuskan dengan pendekatan aspek manajemen dan aspek kepemimpinan yang meliputi: (a) perencanaan, (b) pengorganisasian, (c) pelaksanaan, (d) pengendalian dan pelaporan, (e) pengembangan kepemimpinan kelompok tani dari fungsi-fungsi kelompok tani sebagai kelas belajar, wahana kerjasama dan unit produksi. Kelima aspek penilaian tersebut dikenal dengan Panca Kemampuan Kelompok tani atau Pakem Poktan (BPPSDMP 2011).

Klasifikasi kemampuan kelompok tani diarahkan untuk memiliki kemampuan sebagai berikut (BPPSDMP 2011):

(1) Kemampuan merencanakan, meliputi kegiatan merencanakan kebutuhan belajar, merencanakan pertemuan/musyawarah, merencanakan pemanfaatan

(3)

sumberdaya (pelaksanaan rekomendasi teknologi), merencanakan kegiatan pelestarian lingkungan, merencanakan definitif kelompok (RDK), Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dan rencana kegiatan kelompok lainnya, merencanakan kegiatan usaha (usahatani berdasarkan analisa usaha, peningkatan usaha kelompok, produk sesuai permintaan pasar, pengolahan dan pemasaran hasil, penyediaan jasa).

(2) Kemampuan mengorganisasikan, meliputi kegiatan: menumbuhkembangkan kedisiplinan kelompok, menumbuhkembangkan kemauan/motivasi belajar anggota, mengembangkan aturan organisasi kelompok, mengorganisasikan pembagian tugas anggota dan pengurus kelompok tani.

(3) Kemampuan melaksanakan, meliputi kegiatan: melaksanakan proses pembelajaran secara kondusif, melaksanakan pertemuan dengan tertib, melaksanakan kerjasama penyediaan jasa pertanian, melaksanakan kegiatan pelestarian lingkungan, melaksanakan pembagian tugas, menerapkan kedisiplinan kelompok secara taat azas, melaksanakan dan mentaati kesepakatan anggota, melaksanakan dan mentaati peratura/perundangan yang berlaku, melaksanakan pengadministrasian/pencatatan kegiatan kelompok, melaksanakan pemanfaatan sumberdaya secara optimal, melaksanakan RDK dan RDKK, melaksanakan kegiatan usahatani bersama, melaksanakan penerapan teknologi, melaksanakan pemupukan dan penguatan modal usahatani, melaksanakan pengembangan fasilitas dan sarana kerja, melaksanakan dan mempertahankan kesinambungan produktivitas.

(4) Kemampuan melaksanakan pengendalian dan pelaporan, meliputi kegiatan: mengevaluasi kegiatan perencanaan, mengevaluasi kinerja kelembagaan, mengevaluasi pelaksanaan kegiatan kelompok tani, menyusun laporan pelaksanaan kegiatan.

(5) Kemampuan mengembangkan kepemimpinan kelompok tani, meliputi kegiatan: mengembangkan keterampilan dan keahlian anggota dan pengurus kelompok tani, mengembangkan kader-kader pemimpin, meningkatkan kemampuan anggota untuk melaksanakan hak dan kewajiban, meningkatkan hubungan kerjasama dalam pengembangan organisasi, meningkatkan hubungan kerjasama dalam pengembangan usahatani, mengembangkan usaha kelompok, meningkatkan hubungan kerjasama dengan mitra.

Persepsi, Sikap, dan Perilaku

Persepsi. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat kompleks, stimulus masuk kedalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson dan Hilgard 1991).

Sejumlah ahli sosial, telah mendefinisikan persepsi. Persepsi, menurut Rakhmat (2007) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Persepsi mempunyai implikasi penting untuk tingkah laku seseorang,

(4)

dan akan menentukan cara ia akan bersikap dan berinteraksi dengan obyek (benda lain, orang, maupun peristiwa) yang dipersepsi tersebut.

Persepsi, menurut Biran (1998) merupakan proses psikologis yang berlangsung pada diri kita sewaktu mengamati berbagai hal yang kita temui alam kehidupan sehari-hari. Sebagai proses, persepsi merupakan proses membangun kesan (forming impressions) dan membuat penilaian (making judgements).

Langevelt sebagaimana diacu dalam Harihanto (2001), mendefinisikan persepsi sebagai pandangan individu terhadap suatu objek (stimulus). Akibat adanya stimulus, individu memberikan respon berupa penerimaan atau penolakan terhadap stimulus tersebut. Dalam konteks persepsi anggota kelompok tani terhadap kepemimpinan kelompok tani, respon ini bisa digunakan sebagai indikator keberhasilan pemimpin dalam mengefektifkan kelompok tani yang dipimpinnya. Langevelt (Harihanto 2001) juga mengatakan bahwa persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap motivasi, kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut. Hal senada juga dikemukakan oleh Robbins (2008), sejumlah faktor dapat berperan dalam membentuk dan kadang memutar balik persepsi. Diantara karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, kepribadian, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan harapan.

Definisi lain tentang persepsi menurut Munir (Arimbawa 2004), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal adalah (1) keturunan/hereditas, (2) kondisi dan tuntutan biologis/fisiologis, (3) kecerdasan/pendidikan, (4) proyeksi diri (asumsi tentang perilaku orang lain yang dikaitkan dengan nilai-nilai diri sendiri), (5) harapan terhadap objek, (6) efek halo (generalisasi sesuatu yang bersifat khusus), (7) sifat dan keyakinan keagamaan, (8) nilai-nilai individu yang dianut, dan (9) pengetahuan dan pengalaman masa lalu tentang objek. Sedangkan faktor-faktor eksternal adalah (1) norma masyarakat, (2) adat istiadat, (3) konformitas (upaya penyesuaian diri terhadap tuntutan orang lain/tekanan sosial), dan (4) pengaruh ekosistem lainnya.

Satu orang dan atau beberapa orang berada dalam tempat yang sama, mengalami kejadian yang sama serta menerima stimulus yang sama, kemungkinan terjadi penerimaan, penafsiran yang berbeda terhadap objek atau peristiwa yang mereka alami. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional (Rakhmat 2007). Menurut Krech dan Crutchfield (Sarwono 2005) terdapat dua variabel yang mempengaruhi persepsi, yaitu (1) variabel struktural, yaitu faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik dan proses neurofisiologik; dan (2) variabel fungsional, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri pengamat seperti kebutuhan, suasana hati, pengalaman masa lampau dan sifat-sifat individual lainnya. Kohler (Rakhmat 2007), menyebutkan jika ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak boleh meneliti fakta-fakta secara terpisah, akan tetapi kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus melihat konteksnya, lingkungannya dan masalah yang dihadapinya.

Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, pengahayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi merupakan

(5)

penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan pencatatan yang benar terhadap suatu situasi (Thoha 1999).

Menurut Asngari (1984), persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan. Terdapat tiga mekanisme pembentukan persepsi, yaitu: selectivity, closure, interpretation. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringan, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi tersebut. Pada fase interpretasi, pengalaman yang lalu memegang peran yang penting. Pengalaman di masa lalu atau pengalaman yang dimiliki sebelumnya akan mempengaruhi interpretasi terhadap objek yang dipersepsi tersebut, sehingga akan mempengaruhi sikap dan perilakunya.

Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang pesan mana yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Angari (1984) pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu, memegang peranan yang penting. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat 2007). Selanjutnya Rakhmat menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakter orang yang memberi respons terhadap stimuli.

Sikap. Sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar (Sarwono 2005). Pengalaman yang dimaksud adalah tentang obyek yang menjadi respon evaluasi dari sikap. Proses belajar dari pengalaman adalah sebagai peningkatan pengetahuan individu terhadap obyek sikap. Proses belajar tersebut dapat melalui interaksi dengan pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta pengaruh faktor emosional (Azwar 2003). Sikap akan berarti jika diwujudkan dalam bentuk tindakan, baik lisan maupun tulisan. Menurut Arif (1995) sikap merupakan tingkah laku manusia yang masih terselubung atau belum menampakkan diri keluar, yang dapat dikatakan sebagai kesiapan atau kecenderungan untuk bereaksi terhadap obyek tertentu yang dihadapi, dilihat, diraba, didengar, dicium, dan dirasa pada suatu lingkungan tertentu.

Sherif dan Sherif (Rakhmat 2007) sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa, menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi bukan hanya sekedar rekaman masa lalu, tetapi menentukan apakah seseorang pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan apa yang harus dihindari. Sikap mengandung aspek evaluatif, yaitu mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar (Rakhmat 2007).

(6)

Perilaku. Perilaku merupakan suatu tindakan nyata (action) yang dapat dilihat atau diamati (Rogers dan Shoemaker 1986). Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai pada penentuan sikap untuk bertindak atau tidak bertindak, dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indera. Selanjutnya. Arif (1995) menjelaskan bahwa perilaku atau tingkah laku adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkah iaku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatan. Clarke 2008 (Ozmete dan Hira 2011) perilaku adalah bagaimana seseorang melihat, menggunakan dan memproses informasi (stimulus). Dengan demikian, teori perilaku berupaya menjelaskan mengapa dan bagaimana seseorang bertindak. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri, oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas termasuk kegiatan internal seperti berpikir, persepsi dan emosi.

Hubungan antara persepsi, sikap, dan perilaku. Persepsi yang benar terhadap suatu objek sangat diperlukan, karena persepsi merupakan dasar pembentukan sikap dan perilaku. Asngari (1984) mengatakan bahwa persepsi individu terhadap lingkungannya merupakan faktor penting, karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan tersebut. Menurut Thoha (1999), persepsi merupakan unsur penting dalam penyesuaian perilaku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jika diinginkan agar seseorang berperilaku tertentu terhadap suatu kelompok, maka harus dilakukan intervensi untuk membentuk persepsi yang benar pada diri orang tersebut, terutama jika persepsinya belum benar.

Persepsi Anggota terhadap Kepemimpinan

Persepsi anggota tentang kepemimpinan ketua kelompok tani berhubungan dengan faktor internal dan faktor eksternal petani.

Faktor Internal Petani

Persepsi anggota tentang kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh faktor internal masing-masing individu petani. Sampson (Rakhmat 2007) menyatakan faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik individu merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang. Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu perilaku dalam masyarakat. Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu. Karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat-sifat pribadi yang dimiliki oleh seseorang yang diwujudkan dalam pola pikir, sikap, dan tindakannya dalam lingkungan. Karakteristik individu merupakan bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang. Karakteristik ini mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi yang lainnya (Rogers dan Shoemaker 1995). Menurut Mardikanto (1993), karakteristik individu ialah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, antara lain: umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama. Menurut Lionberger dan Gwin (1982) beberapa jenis variabel yang berhubungan dengan faktor internal individu diantaranya adalah pendidikan, umur, tempat tinggal, jabatan, kemampuan manajemen, kesehatan dan sikap.

(7)

Hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya yaitu Carmelita (2002) dan Dadang (2002), faktor internal yang diduga berhubungan dengan perilaku pada kegiatan kelompok adalah tingkat pendidikan formal, pendidikan nonformal, pengalaman berusahatani, pendapatan petani, sikap terhadap perubahan, kekosmopolitan, kepemilikan lahan usahatani, dan motivasi berkelompok.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, faktor-faktor internal yang diduga berpengaruh terhadap persepsi anggota dalam penelitian ini adalah umur petani, pendidikan formal, luas lahan garapan, motivasi, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, dan kekosmopolitan.

Umur. Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan harus terjadi. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang dimiliki. Rakhmat (2007) mengatakan bahwa kelompok orang tua melahirkan pola tindakan yang pasti berbeda dengan anak-anak muda. Kemampuan mental tubuh lebih cepat pada masa anak-anak sampai dengan pubertas, dan agak lambat sampai awal dua puluhan dan merosot perlahan-lahan sampai tahun-tahun terakhir.

Umur juga berkorelasi dengan tingkat penerimaan suatu inovasi atau teknologi baru. Robbins (2008) mengatakan bahwa para pekerja yang sudah tua cenderung kurang luwes dan menolak teknologi baru. Keterampilan individu terutama menyangkut kecepatan, kecekatan, kekuatan, koordinasi menurun seiring berjalannya waktu, dan kurangnya rangsangan intelektual, semua berkontribusi terhadap menurunnya produktivitas.

Menurut Suprijanto (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi orang dewasa ketika dia berada dalam situasi belajar. Faktor tersebut mencakup faktor internal, misalnya adalah umur, dan faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri peserta, misalnya keadaaan ruang belajar, perlengkapan belajar, dorongan belajar dari teman dan sebagainya.

Komposisi penduduk menurut usia produktif berdasarkan penggolongan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dibagi dalam 4 (empat) kategori (Umar 2011) yaitu; (1) usia kurang produktif 65 tahun ke atas, (2) usia produktif 50 – 64 tahun, (3) usia sangat produktif 15 – 49 tahun dan usia tidak produktif 0 – 14 tahun.

Pendidikan Formal. Pendidikan merupakan suatu faktor penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi seseorang. Melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan baru. Pendidikan dapat mempengaruhi cara berfikir, cara merasa, dan cara bertindak. Pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku individu baik dari segi pengetahuan, sikap, maupun keterampilan (Slamet 2003). Mardikanto (1993) menyatakan bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin efisien bekerja dan semakin banyak mengetahui cara-cara atau teknik berusahatani yang lebih baik dan menguntungkan. Dengan demikian, diduga tingkat pendidikan petani berhubungan dengan persepsi petani terhadap kepemimpinan suatu kelompok.

(8)

Pendidikan menunjukkan tingkat inteligensia yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Menurut Gonzalez (Jahi 1988) merangkum pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan merupakan faktor yang menentukan dalam memperoleh pengetahuan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Menurut Mosher (1987) pendidikan formal mempercepat proses belajar, memberikan pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat. Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas, menampilkan individu yang memiliki keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Slamet (2003) mengemukakan bahwa perubahan perilaku yang disebabkan oleh kegiatan pendidikan berupa: (1) perubahan dalam pengetahuan atau hal yang diketahui, (2) perubahan dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu, dan (3) perubahan dalam sikap mental atau segala sesuatu yang dirasakan. Hernanto (1993) menyatakan rendahnya tingkat pendidikan akan berpeluang kepada rendahnya adopsi teknologi. Tingkat pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan yang relatif tinggi akan mendorong tumbuhnya pola pikir dan kreatifitas yang mampu menangkap peluang atau kesempatan berusaha.

Hasil penelitian Arey (2010) tentang Persepsi anggota tentang Kepemimpinan, Dinamika dan Keefektifan Kelompok Peternak Sapi Perah menunjukkan bahwa faktor internal anggota kelompok yang berhubungan dengan persepsi anggota tentang kepemimpinan ketua kelompok adalah pendidikan, jumlah ternak yang dimiliki dan pendapatan anggota.

Luas Lahan. Hernanto (1993) menyatakan bahwa lahan merupakan suatu sumberdaya alam fisik yang mempunyai peran sangat penting dalam berbagai segi kehidupan manusia. Luas lahan merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh petani. Luas lahan garapan petani mempengaruhi pendapatan, taraf hidup, dan derajat kesejahteraan rumah tangga tani. Luas lahan usahatani dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu (1) sempit dengan luas lahan < 0,5 ha, (2) sedang dengan luas lahan antara 0,5 sampai 2 ha, dan (3) luas dengan luas lahan > 2 ha.

Kepemilikan lahan adalah luas lahan yang dimiliki oleh responden, dinyatakan dalam satuan hektar per kepala keluarga. Kepemilikan lahan sebagian besar responden, dapat dikategorikan rendah yaitu 0,1 – 0,5 hektar berdasarkan klasifikasi lahan petani (Sastraatmaja 2010).

Tohir (1983) mengemukakan luas lahan yang sangat sempit dengan pengelolaan cara tradisional dapat menimbulkan: (1) kemiskinan, (2) kurang mampunyai motivasi dalam memproduksi bahan makanan pokok khususnya beras, (3) ketimpangan dalam penggunaan teknologi, (4) bertambahnya jumlah pengangguran, (5) ketimpangan dalam penggunaan sumber daya alam.

Motivasi. Motivasi sebagai salah satu karakteritik pribadi yang mempengaruhi persepsi. Menurut Terry (Riduwan 2007), motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan. Sedangkan menurut Hasibuan dalam Riduwan (2007), teori motivasi mempunyai sub variabel yaitu (1) motif, (2) harapan, dan (3) insentif.

Motivasi berasal dari dua kata yaitu motif dan asi. Motif berarti dorongan, sedangkan asi berarti usaha sehingga motivasi merupakan usaha yang dilakukan

(9)

manusia untuk menimbulkan dorongan berbuat dan melakukan tindakan (Soedijanto 1994).

Secara umum motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Menurut Kartono (2006), motivasi adalah:

1. Gambaran penyebab yang akan menimbulkan tingkah laku menuju sasaran tertentu.

2. Pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat.

3. ide pokok yang sementara berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia, biasanya merupakan satu peristiwa masa lampau.

Pengalaman Berusahatani. Middlebrook (Arimbawa 2004), mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu objek secara psikologis cenderung membentuk sikap yang negatif terhadap objek tertentu. Bagi orang yang telah lama menggeluti suatu pekerjaan akan lebih terampil dan cenderung menghasilkan suatu hasil yang lebih baik daripada orang yang baru. Menurut Weaver (Dewi 2004), pengalaman memberikan peran bagi individu dalam pemilihan stimulus yang akan dipersepsikan.

Menurut Soedijanto (1994) pengalaman, baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan akan berpengaruh pada proses belajar seseorang. Seseorang yang pernah mengalami hal yang menyenangkan tentang proses keherhasilan proses belajar di masa lalu suatu saat diberikan kesempatan mempelajari hal yang sama, maka dia telah memiliki perasaan senang dan optimis akan berhasil. Pengalaman seseorang bertambah sejalan dengan bertambahnya usia. Pengalaman dapat diukur secara kuantitatif berdasarkan jumlah tahun seseorang dalam bidang usaha tani, serta pengalaman yang bersifat kualitatif. Konsekuensi masa depan ditentukan oleh pengalaman masa lalu, dampak dari pengalaman, serta pengamatan seseorang terhadap yang lain (Bandura 1986).

Pengalaman seseorang akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan terutama penerimaan terhadap suatu inovasi bagi usaha yang dilakukan, sehingga petani yang memiliki pengalaman tinggi cenderung sangat selektif dalam menerima inovasi (Soedijanto 1994).

Jumlah Tanggungan Keluarga. Jumlah tanggungan keluarga merupakan banyaknya orang yang menjadi tanggungan baik keluarga maupun bukan yang tinggal serumah dan menjadi tanggung jawabnya (Soekartawi 1988). Jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemampuan keluarga akan penyediaan tenaga kerja. Keluarga petani merupakan kesatuan unit produksi dan kesatuan unit konsumsi. Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi suatu keluarga (Asdi 1996). Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu indikator dalam menentukan aktivitas masyarakat (Drakel 2008) berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan demikian jumlah tanggungan keluarga diduga berhubungan erat dengan persepsi anggota terhadap kepemimpinan dan keefektifan kelompok tani.

Kekosmopolitan. Kekosmopolitan merupakan luas pergaulan, kecepatan pencarian informasi yang dilakukan oleh petani anggota kelompok (Kusnadi 2005). Informasi teknologi yang dibutuhkan biasanya diperoleh dari kontaktani ataupun Penyuluh Pertanian Lapangan. Menurut Dixon (Mardikanto 1993), sifat kekosmopolitan adalah tingkat hubungannya dengan “dunia luar” di luar sistem sosialnya sendiri. Sifat kekosmopolitan dicirikan oleh frekuensi dan jarak

(10)

perjalanan yang dilakukan, serta pemanfaatan media massa. Bagi warga masyarakat yang relatif lebih kosmopolit, adopsi inovasi dapat berlangsung cepat. Bagi warga yang lebih localit (tertutup, terkungkung di dalam siste sosialnya sendiri), proses adopsi inovasi akan berlangsung sangat lamban karena tidak adanya keinginan-keinginan baru untuk hidup lebih “baik” seperti yang telah dapat dinikmati oleh orang-orang lain diluar sistem sosialnya sendiri.

Sifat kekosmopolitan individu dicirikan oleh sejumlah atribut yang membedakan mereka dari orang-orang lain di dalam komunitasnya, yaitu memiliki status sosial yang lebih tinggi, partisipasi sosial yang lebih tinggi, lebih banyak berhubungan dengan pihak luar, lebih banyak menggunakan media massa dan memiliki hubungan lebih banyak dengan orang lain maupun lembaga yang berada di luar komunitasnya.

Faktor Eksternal Petani

Menurut Sampson (Rakhmat 2007) faktor eksternal individu merupakan ciri-ciri yang dapat menekan seseorang yang berasal dari luar dirinya. Faktor eksternal individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha. Pengertian faktor eksternal dalam penelitian ini adalah keadaan atau kondisi yang mempengaruhi petani yang berasal dari luar diri, seperti: ketersediaan informasi, peran penyuluh, keterlibatan anggota dalam kegiatan kelompok, dan manfaat yang diperoleh dari kelompok.

Ketersediaan informasi. Informasi yang diperoleh dari media merupakan akses petani untuk memperoleh informasi. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), suratkabar, majalah, radio, dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, media juga dapat digunakan untuk menyampaikan informasi antara lain: surat, telepon, surat kabar, radio, televisi, internet, dan sejenisnya. Ada kecenderungan untuk penerimaan pesan bersifat resistensi bilamana media gagal melakukan perubahan, padahal secara logika sumber informasi sangat mungkin diterima oleh kelompok sasaran, masalah demikian banyak ditemui dalam penyuluhan pertanian, terutama di negara sedang berkembang masyarakatnya lapar informasi.

Peran Penyuluh. Peran penyuluh bukan hanya sekedar menyampaikan informasi hasil-hasil penelitian kepada peternak. Lebih luas adalah melakukan kegiatan penyuluhan untuk mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan, dan menerapkan teknologi baru sehingga mampu bertani dan berusahatani yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Tugas yang harus diemban oleh penyuluh adalah memberikan dorongan kepada petani, agar mau mengubah cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi pertanian (Kartasapoetra 1994).

Lippit et al (1958) berpendapat bahwa peran penyuluh antara lain: (1) menganalisa masalah sasaran berdasarkan situasi, (2) menilai motivasi dan kemampuan sasaran untuk berubah, (3) menilai motivasi dan sumberdaya penyuluh, (4) memilih bentuk perubahan yang sesuai dengan sasaran, (5) memilih bentuk peran bantuan yang tepat, (6) menumbuhkan dan memelihara hubungan dengan sasaran, (7) mengenalkan dan mengarahkan proses perubahan yang sesuai

(11)

dengan fase-fasenya, (8) memilih teknik dan cara yang tepat dalam proses perubahan, dan (9) membantu mengembangkan teori dan kemampuan dasar sasaran sesuai dengan profesinya.

Dahama dan Bhatnagar (1980) mengemukakan bahwa peran penyuluh adalah sebagai pendidik, komunikator, dinamisator dan organisator. Menurut pendapat Lionberger dan Gwin (1991), agar lebih profesional maka penyuluh harus berperan sebagai: pembawa informasi, pendengar yang baik, motivator, fasilitator proses, agen penghubung, pembentuk kemampuan, guru keterampilan, pengelola program, pekerja kelompok, penjaga batas, promotor, pemimpin lokal, konsultan, protektor, dan pembentuk lembaga/institusi.

Hasil penelitian Arey (2010) tentang Persepsi anggota tentang Kepemimpinan, Dinamika dan Keefektifan Kelompok Peternak Sapi Perah menunjukkan bahwa faktor eksternal yang berhubungan dengan persepsi anggota tentang kepemimpinan ketua kelompok yaitu peran penyuluh, peluang pasar, peran ketua dan peran kelompok lain.

Keterlibatan Anggota dalam Kegiatan Kelompok. Menurut Robbins (2008), keterlibatan terhadap suatu objek adalah tingkat dimana seseorang mengkaitkan dirinya ke objek tersebut dan secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Dalam partisipasi ada tiga tahapan yaitu partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil, menurut Slamet (1994) diantara ketiga tahapan itu yang paling tinggi tingkatannya ialah keterlibatannya pada tahap perencanaan yaitu diajak turut membuat keputusan.

Manfaat yang diperoleh dari Kelompok. Mardikanto (1993) menyitir pendapat Galeski tentang pentingnya pembentukan kelompok tani. Dikatakan bahwa kelompok tani perlu dibentuk untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat petani dan produktivitas serta pendapatan yang lebih merata. Ditinjau dari usaha yaitu bertani, maka kelompok tani harus memberikan manfaat bagi petani sebagai wadah untuk mendiskusikan kegiatan bertani, baik dalam hal praproduksi sampai pascaproduksi yang ditinjau dari segala aspek yang melingkupinya.

Pemimpin dan Kepemimpinan

Konsep pemimpin dan kepemimpinan berbeda. Pemimpin adalah individu atau seorang anggota yang mempunyai kemampuan menggerakkan atau mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu dengan mengarahkan dan mengkoordinasikan aktivitas yang berkaitan dengan tugas kelompok serta memprakarsai adanya interaksi.Sedangkan kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempenga ruhi orang lain bertingkah laku sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut (Northouse 2007).

Pengaruh kepemimpinan sangat penting dalam berbagai organisasi dan lingkungan karena aspek ini selalu terkait dengan organisasi atau kelompok. Organisasi atau kelompok akan menjadi kurang efisien tanpa pemimpin, dan dalam kasus yang sangat ekstrim organisasi tidak akan mampu mencapai tujuan yang ditentukan (Gibson et al. 1993).

Menurut Kelman (Yuki 1998) terdapat tiga macam bentuk proses mempengaruhi, yaitu: (a) Instrumental compliance, orang yang ditargetkan

(12)

melaksanakan sebuah tindakan yang diminta dengan tujuan untuk memperoleh suatu imbalan yang berwujud (tangible) atau untuk menghindari suatu hukuman yang dikontrol oleh agen tersebut; (b) Internalization, pengaruh timbul karena dirasakan secara intrinsik sebagai sesuatu yang memang diinginkan dan benar dalam hubungannya dengan nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan rasa harga diri; (c) Identification, target meniru perilaku agen atau mengambil sikap yang sama untuk menyenangkan agen tersebut atau agar sama seperti agen.

Pengaruh (influence) timbul karena adanya kekuasaan (power) dari seseorang pemimpin. French dan Raven (Yuki 1998) mengklasifikasikan berbagai jenis kekuasaan berdasarkan sumber-sumbernya, yaitu: (a) Reward power, orang yang ditargetkan patuh agar dapat memperoleh imbalan (reward) yang diyakini dipunyai agen; (b) Coercive power, orang yang ditargetkan patuh agar dapat menghindari hukuman yang diyakini dipunyai agen; (c) Legitimate power, orang yang ditargetkan patuh karena percaya bahwa agen tersebut mempunyai kewenangan; (d) Expert power, orang yang ditargetkan patuh karena percaya bahwa agen tersebut mempunyai pengetahuan mengenai cara yang terbaik untuk melakukan sesuatu; dan (e) Referent power, orang yang ditargetkan patuh karena mengagumi atau mengidentifikasikan dirinya dengan agen tersebut dan ingin memperoleh penerimaan dari agen. Beberapa jenis kekuasaan sangat dekat dengan beberapa proses mempengaruhi menurut Kelman. Instrumental compliance pada dasarnya dihubungkan dengan reward power dan coercive power. Identifikasi pada dasarnya diasosiasikan dengan penggunaan kekuasaan referen (referent power). Internalisasi pada dasarnya dihubungkan dengan expert power. Kekuasaan absah (legitimate power) berada di semua jenis proses mempengaruhi dan dapat menyangkut elemen-elemen dari masing-masing jenis tersebut.

Stogdill dalam bukunya Personal Factor Associated with Leadership yang dikutip oleh Kartono (2006) menyatakan baha pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1) kapasitas berupa kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara atau verbal facility, keahlian dan kemampuan menilai, (2) prestasi/achievement berupa gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olah raga dan atletik dan lainnya, (3) tanggung jawab berupa mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan punya hasrat untuk unggul, (4) partisipasi berupa aktif, memiliki sosiabilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif, adaptasi serta punya rasa humor, (5) status berupa kedudukan sosial ekonomi yang cukup tinggi, populer, dan tenar.

Kepemimpinan adalah unsur yang fundamental dalam menghadapi gaya dan perilaku seseorang. Hal itu merupakan potensi untuk mampu membuat orang lain (yang dipimpin) mengikuti apa yang dikehendaki pemimpinnya menjadi realita (Mangkuprawira dan Hubeis 2007).

Menurut Robbins (2008) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkat manajerial pada suatu organisasi. Karena posisi manajemen terdiri atas tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas, seorang individu bisa mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai akibat dari posisi yang dia pegang pada organisasi tersebut. Namun tidak semua pemimpin adalah manajer dan tidak semua manajer adalah pemimpin.

(13)

seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut), sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan antara kepemimpinan sebagai sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosial. Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu badan yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat.

Slamet (2003) mendefinisikan kepemimpinan adalah sebagai pengambilan prakarsa untuk bertindak yang menghasilkan pola interaksi kelompok yang mantap yang diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah bersama, atau untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. House, 2004 (Fatchiya 2007) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan memungkinkan orang lain untuk memberikan kontribusi dalam efektivitas dan kesuksesan organisasi dimana ia menjadi anggotanya. Kepemimpinan menurut Hersey, Blanchard dan Johnson (1996) merupakan fungsi dari pemimpin itu sendiri, pengikut, dan beberapa variabel situasional atau L = f (l,f,s).

Sudut pandang leadership dan headship/perkepalaan diartikan bahwa kepemimpinan adalah bentuk dominasi didasari kemampuan pribadi, yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu berdasarkan akseptansi/penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus. Kepemimpinan semacam ini pada intinya bersifat informal dan berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan kelompok pada saat khusus dan tempat khusus untuk mencapai tujuan tertentu. Karena itu kepemimpinan merupakan dampak interaktif dari faktor individu/pribadi dengan faktor situasi. Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting antara lain: kekuasaan ialah kekuatan, otoritas, dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu, kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu “mbawani” atau mengatur orang lain sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan, dan keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

Ausdaur diacu dalam Arey 2010 menyatakan bahwa pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan anggota-anggota biasa lainnya. Sebab karena kelebihan-kelebihan tersebut dia bisa berwibawa, dan dipatuhi oleh bawahannya, terutama sekali ialah kelebihan di bidang moral dan akhlak, semangat juang, ketajaman intelegensi, kepekaan terhadap lingkungan, dan ketekunan-keuletan. Karakteristik pemimpin lainnya adalah memiliki integritas kepribadian tinggi, sehingga dia menjadi dewasa-matang, bertanggung jawab dan susila.

Menurut Krech dan Cruchfield (Syamsu et al. 1991), pemimpin dipandang sebagai agen primer di dalam menentukan struktur, suasana kelompok, tujuan, ideologi serta aktivitas kelompok. Oleh karenanya, kepemimpinan merupakan kunci bahkan titik sentral dari organisasi atau kelompok apapun. Hal senada juga

(14)

dinyatakan oleh Singh (Anantanyu 2009) bahwa dalam kegiatan penyuluhan, pemimpin digambarkan sebagai inisiator dari suatu aktivitas yang membantu sebuah kelompok bergerak kearah yang diinginkan. Kualitas kepemimpinan tidak hanya ciri/sifat pribadi yang diperoleh sejak lahir, lebih dari itu kepemimpinan terdiri dari sejumlah keterampilan yang dapat dipelajari, ditingkatkan dan dikembangkan dalam kelompok. Lebih banyak kepemimpinan yang didistribusikan dalam suatu kelompok, lebih efektif fungsi kelompok. Kepemimpinan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas kepribadian seseorang, sebagaimana pada keadaan dari situasi khusus. Kualitas, karakter, dan keterampilan diperlukan seorang pemimpin, dipengaruhi besarnya tingkatan dimana pemimpin berada. Konsep kepemimpinan bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Pemimpin bertanggung-jawab untuk memberikan inisiasi dan koordinasi aktivitas anggota kelompok dalam melakukan tugas mereka untuk mencapai tujuan kelompok. Kepemimpinan dalam suatu kelompok menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kelompok.

Adapun tugas seorang pemimpin dalam kelompok menurut Kartono (2006) adalah mampu: (1) memelihara struktur kelompok, (2) menyingkronkan ideologi, ide pikiran dan ambisi anggota-anggota kelompok dengan pola keinginan pemimpin, (3) memberikan rasa aman dan status yang jelas kepada setiap anggota, sehingga mereka bersedia memberikan partisipasi penuh, (4) memanfaatkan dan mengoptimasikan kemampuan, bakat dan produktivitas semua anggota kelompok untuk berkarya dan berprestasi, (5) menegakkan peraturan, larangan, disiplin, dan norma-norma kelompok agar tercapai kepaduan/cohesiveness kelompok, meminimalisir konflik dan perbedaan-perbedaan, (6) merumuskan nilai-nilai kelompok dan memilih tujuan-tujuan kelompok, sambil menentukan sarana dan cara-cara operasional guna mencapainya, (7) mampu memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan-kebutuhan para anggota, sehingga mereka merasa puas, juga membantu adaptasi mereka terhadap tuntutan-tuntutan eksternal di tengah masyarakat, dan memecahkan kesulitan-kesulitan hidup anggota kelompok setiap harinya.

Menurut Slamet (2003) pemimpin kelompok dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan haruslah melakukan hal-hal berikut ini agar kelompok atau organisasinya dapat dinamis atau efektif mencapai tujuannya yaitu: (1) mengidentifikasi dan menganalisis kelompok beserta tujuannya, (2) membangun struktur kelompok, (3) inisiatif, (4) pencapaian tujuan, (5) mempermudah komunikasi dalam kelompok, (6) mempersatukan kelompok (viscidity), (7) menciptakan suasana yang menyenangkan (hedonic tone), (8) menciptakan keterpaduan kelompok (syntality), dan (9) mengimplementasikan philosophy kelompok.

Hasil penelitian Yunasaf (1997) tentang Perilaku Kepemimpinan Kontaktani menurut Anggota Kelompoktani, menunjukan bahwa semakin tinggi atau efektif perilaku kepemimpinan kontaktani (perilaku menganalisis kelompok, perilaku menentukan struktur, perilaku mengambil prakarsa, perilaku pencapaian tujuan, perilaku menyediakan fasilitas komunikasi, perilaku menumbuhkan rasa kesatuan, perilaku mengembangkan rasa bahagia dan bangga) akan semakin dinamis pula kelompoktaninya. Sebaliknya, semakin rendah perilaku kepemimpinan kontaktani akan semakin kurang dinamis pula kelompoktaninya. Selanjutnya hasil penelitian Budi (2005) tentang Persepsi

(15)

Anggota tentang Peran Pemimpin Kelompok Pada Masyarakat Miskin Kota menunjukkan bahwa tiga peranan yang dirasakan sangat bermanfaat dari peran pemimpin kelompok yaitu: (1) memotivasi anggota kelompok dalam berusaha;

(2) membangun kekompakkan anggota kelompok dalam berusaha; (3) mengembangkan keterampilan anggota kelompok dalam berusaha.

Kepemimpinan dapat dinilai dari kepribadian seorang pemimpin sebagai totalitas dalam sikap dan perilaku seorang pemimpin sehingga proses kepemimpinan akan berlangsung dengan efektif. Aspek-aspek yang dapat mempengaruhi dalam menelaah kepribadian seorang pemimpin dapat ditunjukkan dalam berbagai pendapat, di antaranya menurut Hadari dan Martini (2006) antara lain: (1) dapat dipercaya dan mampu mempercayai orang lain, sifat ini akan menumbuhkan kepercayaan orang yang dipimpinnya karena sangat penting dalam hubungan manusiawi yang efektif, (2) mampu bekerja sama dengan orang lain, (3) memiliki sifat keterbukaan, senang bergaul, ramah tamah, suka menolong, (4) berdisiplin, bertanggung jawab dalam mengambil keputusan, konsekuen dan bijaksana.

Dalam pengembangan kelembagaan petani yang efektif, menurut Sumardjo (2003), figur kepemimpinan yang utama di antaranya adalah memiliki kejujuran, berhasil meraih kepercayaan masyarakat, memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif, serta berkompeten. Kemudian Sumardjo (2003) memberikan fakta bahwa, kepemimpinan yang efektif untuk mengembangkan kelompok masyarakat setidaknya ada empat prasyarat berikut antara lain: terpercaya, kompeten, komunikatif dan memiliki komitmen kerjasama.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan ketua kelompok adalah perbuatan-perbuatan ataupun tindakan-tindakan dari pemimpin kelompok tani yang diarahkan kepada usaha mewujudkan keberhasilan kelompok tani. Kepemimpinan ketua kelompok tani yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah: (1) upaya meningkatkan hubungan baik antara pemimpin dengan anggotanya, (2) menentukan dan mengarahkan struktur dan interaksi kelompok, (3) upaya pencapaian tujuan kelompok, (4) kemampuan membuat dan mengambil keputusan, (5) kemampuan memotivasi tindakan nyata anggota, (6) kejujuran, (7) kemampuan berkomunikasi, dan (8) kedisiplinan. Perbuatan-perbuata ataupun tindakan-tindakan ketua kelompok yang demikian itu akan dapat meningkatkan efektifitas kelompok tani yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan dalam penyuluhan.

Keberhasilan Kelompok Pengertian Keberhasilan Kelompok

Keberhasilan kelompok disini mengacu pada konsep efektifitas kelompok. Penulis menggantikan konsep efektifitas dengan keberhasilan kelompok supaya lebih mudah difahami. Keefektifan kelompok atau group effectiveness adalah efektifitas yang dapat diukur dari tercapainya tujuan kelompok itu dan besarnya kepuasan para anggota setelah tujuan itu tercapai. Soedijanto (1980) mengemukakan keefektifan yang berasal dari effectus berarti suatu yang menunjukkan derajat pencapaian tujuan, usaha yang dilakukan dalam mencapai tujuan dan tingkat kepuasan terhadap tujuan yang sudah dicapai atau usaha yang

(16)

dilakukan. Pengertian efektifitas lebih berorientasi pada pelaksanaan fungsi kelompok dengan demikian efektifitas kelompok dapat diwujudkan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi kelompok.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kelompok

Menurut Weissemberg 1986 diacu dalam Yunasaf 2005, apabila suatu kelompok berhasil dalam mencapai tujuannya maka kelompok tersebut dipandang efektif. Slamet dan Soedijanto (1981) menjelaskan bahwa keefektifan kelompok adalah akibat (consequence) dari penyebab sebelumnya (anteceden). Adanya keefektifan kelompok petani adalah akibat dari adanya kekuatan-kekuatan dari dalam kelompok dan dari luar kelompok. Faktor internal yang mempengaruhi keefektifan kelompok yaitu: 1) Kepemimpinan kelompok, 2) Kekompakan kelompok, 3) Struktur kelompok, 4) Waktu pertemuan kelompok, 5) Homogenitas kelompok, dan 6) Umur kelompok. Faktor eksternal meliputi: 1) Kualifikasi dan dan tingkat karya Petugas Pertanian Lapangan (PPL), 2) Struktur kekuasaan formal, 3) Struktur kekuasaan informal, 4) Lingkungan fisik kelompok, 5) Lingkungan sosial kelompok, dan 6) Kebijaksanaan pemerintah, terutama dalam penyediaan fasilitas usaha tani.

Menurut Mardikanto (1993) efektifitas kelompok (group effectiveness) adalah keberhasilan kelompok untuk mencapai tujuannya, yang dapat dilihat pada tercapainya keadaan atau perubahan-perubahan (fisik maupun non fisik) yang memuaskan anggota-anggotanya. Selanjutnya Soedijanto (1981) menjelaskan enam komponen keefektifan kelompok petani, yaitu: (1) Perubahan perilaku petani anggota kelompok; (2) Perubahan produktivitas petani anggota kelompok; (3) Wawasan keanggotaan; (4) Tingkat keberhasilan kegiatan kelompok; (5) Moral kelompok; dan (6) Imbas kelompok.

Secara ideal, taraf keberhasilan kelompok dapat dinyatakan dengan ukuran yang pasti. Semakin sempurna tujuan kelompok tercapai, dapat dikatakan kelompok tersebut semakin berhasil dan perilaku yang berorientasi pada pemeliharaan kelompok, kedua-duanya diperlukan untuk kelangsungan kelompok. Perilaku seseorang ditentukan bersama-sama oleh predisposisi (pencetus) dirinya dan oleh harapan peran yang dikaitkan dengan posisinya. Keberhasilan kelompok dalam melaksanakan tugas-tugasnya akan tergantung bagaimana tugas-tugas tersebut diorganisir dari segi peran tugas yang dibeda-bedakan serta penugasan peran pada anggota.

Menurut Weissenberg 1986 diacu dalam Yunasaf 2005 bahwa pemahaman terhadap efektifitas kelompok dapat diperoleh melalui studi yaitu tujuan kelompok dan alat yang dipakai dalam mencapai tujuan. Melalui penggunaan alat dan sumberdaya yang dipakai secara tepat, kelompok menjadi lebih efektif karena alat dan metode memegang peranan dalam meningkatkan efektifitas kelompok. Tujuan kelompok secara umum adalah: (1) mendapatkan hasil yang setinggi mungkin dengan kualitas yang baik, (2) mampu menyerap perubahan dan menyesuaikan diri terhadap perubahan, dan (3) melestarikan sumber-sumber yang dimiliki.

Kelompok yang berfungsi efektif dalam lingkungan sosial menurut Sumardjo (2003), mempunyai gejala-gejala sebagai berikut: (1) keanggotaan dan aktivitas kelompok lebih didasarkan kepada masalah, kebutuhan, dan minat anggota, (2) kelompok tani berkembang mulai dari informal efektif dan berpotensi serta berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan kebutuhan

(17)

kelompok yang bersangkutan, (3) status kepengurusan yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan bersama dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, cenderung lebih efektif untuk meringankan beban bersama sesama anggota, dibandingkan bila pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan dilakukan secara sendiri-sendiri, (4) inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan keefektivan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya, (5) kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan suasana demokratis kelompok, (6) agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat mengorganisir diri secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan kelompok, dan (7) kelompok tani tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang menentukan efektifitas dan dinamika kelompok adalah keefektifan pola komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok.

Beberapa hasil penelitian tentang efektifitas kelompok tani antara lain adalah hasil penelitian Kusnadi (2005) tentang Kepemimpinan Kontaktani dalam Meningkatkan Efektifitas Kelompok Tani menunjukkan bahwa kepemimpinan kontaktani (memfasilitasi anggota kelompok dalam mencapai tujuan, membantu para anggota memenuhi kebutuhan, mewujudkan nilai kelompok, mewakili pendapat anggota kelompok dalam berinteraksi dengan pihak lain) mempunyai hubungan yang nyata dengan efektifitas kelompok tani (tingkat pendapatan anggota, moral anggota, dan kepuasaan anggota). Selanjutnya hasil penelitian Arey (2010) tentang Persepsi anggota tentang Kepemimpinan, Dinamika dan Keefektifan Kelompok Peternak Sapi Perah menunjukkan bahwa persepsi anggota tentang kepemimpinan ketua kelompok (komunikatif, kejujuran, disiplin, keterbukaan, kerjasama, keteladanan, kompetensi) berhubungan dengan kedinamikkan kelompok (tujuan kelompok, fungsi tugas kelompok, pemeliharaan kelompok, peraturan dan sanksi serta pengadaan fasilitas). Kedinamikkan kelompok berhubungan dengan efektifitas kelompok (produktivitas kelompok, moral kelompok, dan kepuasan dari para anggota).

Kelompok tani dapat dilihat dari fungsinya sebagai salah satu kelembagaan ekonomi lokal diharapkan berorientasi pada pemberdayaan untuk pengembangan masyarakat. Makna pemberdayaan adalah membantu orang dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian, pengetahuan, agar kapasitas mereka meningkat untuk menentukan masa depan mereka sendiri dan berpartisipasi dalam dan mempengaruhi kehidupan mereka di komunitas. Peningkatan pemberdayaan dari sisi warga yang tidak beruntung secara sosial akan membantu masyarakat dan pemberdayaan anggota komunitas lokal memperkuat agar struktur berdasarkan komunitas lebih efektif (Liffman 1978 diacu dalam Purnaningsih 2006 ). Terdapat 7 komponen pemberdayaan masyarakat, yaitu (Unicef 1999 diacu dalam Purnanngsih 2006): kepemimpinan komunitas (community leader), dana komunitas (community funds), sumberdaya material komunitas (community material), pengetahuan komunitas (community knowledge), teknologi komunitas (community technology), proses-proses pengambilan keputusan oleh komunitas (community decision making), dan organisasi komunitas (community organization). Community leader berkaitan dengan siapa saja orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat. Community technology berkaitan dengan teknologi yag digunakan oleh masyarakat untuk memproduksi sesuatu, dan konsekuensi suatu intervensi.

Referensi

Dokumen terkait

Melihat keadaan jemaat GBKP Sukamakmur yang dimana komunikasi dan interaksi yang dimediasi oleh sesuatu hal yang berbasis teknologi, dapat dihubungkan dengan Teori

• With Single Sign On (SSO), once a subject is authenticated, it can roam the network freely and access resource and services without further authenticating challenges. •

Setelah mengetahui besaran dari per- tumbuhan lalu lintas pertahun dan besarnya bangkitan perjalanan akibat suatu pusat kegiatan baru maka kemu- dian selanjutnya

Dalam hal bidan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan bidan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya, yakni: apakah

mentah, sumber daya tenaga, suplasi tenaga kerja, suplai air, pasaran dan sarana transportasi. Teraglomerasinya industri kecil keripik tempe ini dipengaruhi oleh geografis

[r]

Ki Ageng Butuh kemudian menikah dengan Baron Sengkeder atau Loro Lembayung yang.. merupakan Putri dari Ki

As one of guides we will certainly offer to you now is the Finance: Applications And Theory With Connect Access Card By Marcia Cornett, Troy Adair, John Nofsinger that features a