BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kota Medan adalah kota terbesar ketiga yang ada di Indonesia setelah Jakarta dan
Surabaya. Luas wilayah Kota Medan adalah 265 km2 dengan jumlah penduduk sebesar
2.191.140 jiwa atau sekitar 8.268 jiwa per km2 (BPS, 2015). Kota Medan yang
merupakan salah satu kota besar ini mempunyai aktivitas penduduk dan pertumbuhan
ekonomi yang sangat tinggi, sehingga mengakibatkan tingkat mobilitas penduduknya
juga tinggi. Tingginya tingkat mobilitas penduduk ini memicu terjadinya peningkatan
kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi, khususnya sarana dan prasarana
transportasi umum.
Alat transportasi umum yang biasa digunakan oleh penduduk Kota Medan adalah bus
dan angkutan kota. Alat transportasi umum ini biasanya berada di terminal untuk
menunggu penumpang. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan RI No. PM 132
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Terminal Penumpang Angkutan Jalan pasal 1 ayat
2, terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk
mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau
barang, serta perpindahan moda angkutan.
Sektor transportasi merupakan sumber utama yang menyumbangkan polutan ke udara
dimana 70 % pencemaran udara yang ada di perkotaan disebabkan oleh sektor ini
(Kusminingrum dan Gunawan, 2008). Polutan-polutan tersebut diantaranya yaitu
karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida
(SO2), dan partikulat (Maulana, 2012). Adanya polutan-polutan ini di udara dapat
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa penurunan kualitas udara.
Emisi CO banyak dihasilkan dari pengoperasian kendaraan bermotor pada kondisi
standar (idle), berkecepatan rendah, dan mengalami perlambatan. Hal ini disebabkan
nilai Air Fuel Ratio (AFR) yang rendah. AFR adalah perbandingan antara bahan bakar
yang digunakan terhadap udara secara keseluruhan (Supriyadi, 2009). Menurut Zhai H.,
bergerak dengan kecepatan rendah maka akan terjadi perlambatan, sehingga konsumsi
bahan bakar lebih banyak dan meyebabkan pembakaran yang tidak sempurna.
Pembakaran yang tidak sempurna ini menghasilkan emisi CO yang tinggi. Sedangkan
untuk emisi NO2, sektor transportasi menyumbang emisi NOx sebesar 69% di wilayah
perkotaan, diikuti dengan industri dan rumah tangga (Soedomo, 1992 dalam
Hadiwidodo, 2006). Nitrogen dioksida (NO2) merupakan salah satu jenis dari nitrogen
oksida (NOx).
Menurut Sari (2013), terminal merupakan salah satu tempat dimana terdapat
pencemaran udara yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya aktivitas di terminal
yang membutuhkan jasa transportasi. Kendaraan bermotor beroperasi 24 jam di
terminal, sehingga dapat menimbulkan pencemaran udara dan dapat membahayakan
pedagang, pengelola terminal, dan pemakai jasa yang beraktivitas di terminal tersebut.
Salah satu terminal yang ada di Kota Medan adalah Terminal Terpadu Amplas.
Rata-rata jumlah kendaraan umum yang keluar/masuk Terminal Terpadu Amplas setiap
harinya pada tahun 2015 tercatat sebanyak 1.727 unit. Kendaraan umum tersebut terdiri
dari 10 unit Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP), 39 unit Angkutan Kota Dalam
Provinsi (AKDP), 411 unit Mobil Penumpang Umum Angkutan Kota Dalam Provinsi
(MPU AKDP), 103 unit Bus Dalam Kota (BDK), dan 1.164 unit Mobil Penumpang
Umum (MPU) (Dishub UPT Terminal Terpadu Amplas, 2016).
Besarnya konsentrasi polutan di udara dapat diketahui dengan pengukuran secara
periodik pada setiap titik sampel pengujian kualitas udara. Kristiawan (2013)
menghitung konsentrasi SO2 di kawasan Terminal Giwangan Yogyakarta dengan
menggunakan box model. Prinsip perhitungannya adalah konsentrasi SO2 di udara
ambien diibaratkan seperti berada dalam kotak (box) dengan berbagai aktivitas sumber
emisi di dalamnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran polutan yaitu
besarnya emisi, kecepatan angin, dan volume kotak. Berdasarkan kategori Indeks
Standar Pencemar Udara (ISPU), konsentrasi SO2 yang dihitung berada dalam kondisi
“baik” hingga “sedang”.
Taha et al. (2004) meneliti tentang pengaruh variabel proses pada fluks emisi bioaerosol
dengan model SCREEN3 sumber area. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi
bioaerosol dengan model SCREEN3 lebih rendah dari konsentrasi bioerosol hasil
sampling. Hal ini disebabkan adanya faktor meteorologi di lapangan yang menyebabkan
konsentrasi bioaerosol sampling tinggi. Konsentrasi bioaerosol hasil pemodelan sebesar
57,8 × 103 cfu/m3 sedangkan konsentrasi bioaerosol hasil sampling sebesar 77 × 103
cfu/m3.
Ruhiyat (2009) meneliti distribusi penyebaran SO2 dan debu dari Kawasan Industri
Kota Cilegon dengan model SCREEN3. Sumber emisinya berupa sumber titik yang
berasal dari cerobong asap di kawasan industri tersebut. Hasil penelitian yang didapat
adalah semakin tinggi cerobong maka semakin jauh jarak polutan yang diemisikan.
Untuk melihat kehandalan model SCREEN3, dilakukan uji validasi yaitu dengan
pengukuran langsung di lapangan pada 24 titik sampel dengan menggunakan
variabilitas z-score. Pengklasifikasian batas nilai z-score adalah z ≤ 2 dinyatakan
sebagai “hasil dapat diterima”, 2 < z ≤ 3 dinyatakan sebagai “hasil yang diragukan”, dan
z > 3 dinyatakan sebagai “hasil yang tidak dapat diterima”. Hasil validasi untuk
parameter SO2 didapat nilai z-score sebesar 0,610 (hasil dapat diterima), sementara
untuk parameter debu didapat nilai z-score sebesar 3,154 (hasil yang tidak dapat
diterima).
Kota Medan memiliki dua terminal tipe A yaitu Terminal Terpadu Amplas dan
Terminal Terpadu Pinang Baris. Luas area Terminal Terpadu Amplas sebesar ±
42.134,625 m2 sedangkan Terminal Terpadu Pinang Baris sebesar ± 25.383,99 m2
(Dishub Kota Medan, 2012). Berdasarkan luas area tersebut Terminal Terpadu Amplas
memiliki lahan yang lebih luas untuk menampung kendaraan dibandingkan Terminal
Terpadu Pinang Baris, sehingga dapat diperkirakan tingkat kepadatan kendaraannya
lebih tinggi daripada Terminal Terpadu Pinang Baris.
Irmayanti (2015) telah melakukan penelitian mengenai hubungan kadar CO dan NO2
dengan kesehatan pedagang asongan di Terminal Terpadu Amplas. Hasil penelitian
menunjukkan 25 dari 30 responden memiliki keluhan batuk yang diduga akibat terlalu
sering terpapar polutan CO dan NO2. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kualitas
Berdasarkan data-data tersebut, peneliti bermaksud meneliti mengenai penyebaran
polutan CO dan NO2 di kawasan Terminal Terpadu Amplas.
Model yang digunakan untuk memperkirakan konsentrasi CO dan NO2 dari kawasan
Terminal Terpadu Amplas adalah model SCREEN3 dari US-EPA (United
States-Environmental Protection Agency). Model ini mudah digunakan dan dapat diaplikasikan
untuk memperkirakan konsentrasi polutan dari sumber area, dimana sumber area
tersebut diibaratkan berbentuk persegi panjang. Layout Terminal Terpadu Amplas
sendiri juga berbentukpersegi panjang, sehingga model SCREEN3 ini dapat diterapkan.
Model SCREEN3 juga belum pernah digunakan untuk memperkirakan konsentrasi
polutan CO dan NO2 di kawasan terminal. Selanjutnya, pemetaan konsentrasi CO dan
NO2 di Terminal Terpadu Amplas menggunakan program Surfer 11.
1.2Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa konsentrasi CO dan NO2 di udara ambien yang berasal dari aktivitas
kendaraan bermotor di Terminal Terpadu Amplas dengan model SCREEN3?
2. Bagaimana hasil validasi data konsentrasi CO dan NO2 menggunakan model
SCREEN3 dengan data hasil pengukuran di lapangan?
3. Bagaimana visualisasi konsentrasi CO dan NO2 yang diemisikan oleh aktivitas
kendaraan bermotor di kawasan Terminal Terpadu Amplas?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai
adalah sebagai berikut:
1. Memperkirakan konsentrasi CO dan NO2 di udara ambien yang berasal dari aktivitas
kendaraan bermotor di Terminal Terpadu Amplas dengan menggunakan model
SCREEN3;
2. Melakukan uji validasi terhadap penerapan model SCREEN3 di Kawasan Terminal
3. Mengetahui visualisasi konsentrasi CO dan NO2 di Kawasan Terminal Terpadu
Amplas dengan program Surfer 11.
1.4Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sumber emisi berasal dari kegiatan kendaraan bermotor saat kendaraan bergerak
dengan kecepatan rendah di Terminal Terpadu Amplas;
2. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah lalu lintas kendaraan bermotor di
Terminal Terpadu Amplas, konsentrasi CO, konsentrasi NO2, dan data meteorologi
(kecepatan angin, intensitas radiasi matahari, dan stabilitas atmosfer);
3. Sampling dilakukan pada waktu pagi dan siang hari selama 3 (tiga) hari
berturut-turut di 6 (enam) titik dengan pembagian 1 (satu) hari untuk 2 (dua) titik sampling.
4. Analisis CO dan NO2 dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kota Medan;
5. Penentuan konsentrasi polutan CO dan NO2 menggunakan model SCREEN3 area
source;
6. Validasi model dengan cara membandingkan pengukuran konsentrasi CO dan NO2
dari analisis laboratorium dengan konsentrasi CO dan NO2 dari perhitungan model
dengan menggunakan persamaan IOA (Index of Agreement);
7. Visualisasi konsentrasi CO dan NO2 menggunakan program Surfer 11.
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai konsentrasi CO dan NO2 di udara ambien yang
berasal dari aktivitas kendaraan bermotor di Terminal Terpadu Amplas;
2. Memberikan referensi dan masukan bagi perkembangan ilmu Teknik Lingkungan
khususnya pada kajian mengenai konsentrasi CO dan NO2 akibat transportasi di
wilayah terminal;
3. Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dan instansi terkait dalam