• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM WARIS ADAT BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM WARIS ADAT BALI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH

KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM WARIS ADAT BALI (STUDI DI LINGKUNGAN GRIYA ABIANTUBUH, KELURAHAN CAKRA

SELATAN BARU, KECAMATAN CAKRA, KOTA MATARAM-NTB)

OLEH :

IDA AYU WAYAN MERYAWIRA SENDIDEVI D1A009011 Menyetujui, Mataram, 1 Oktober 2012 Pembimbing Pertama, Hj. Ratna Ruminingsih, SH.,MH NIP. 1948 1030 1977 022001

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat Bali berdasarkan sistem kekeluargaan patrilineal dengan mengumpulkan, mengkaji, dan mengolah data dari hasil wawancara kemudian dipadukan dengan bahan hukum lainnya yang mendukung data lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian, sistem patrilineal memberikan hak sebagai ahli waris kepada anak laki-laki (purusa). Jika tidak ada anak laki-laki dan hanya ada anak perempuan, anak perempuan itu tidak berhak untuk mewarisi harta kekayaan orang tuanya.

Dapat dilihat bahwa begitu lemahnya kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat Bali, sehingga perlu untuk dilakukan sebuah perubahan yang lebih memperhatikan hak-hak perempuan.

Kata kunci : anak perempuan dalam waris adat Bali.

ABSTRACT

This research was conducted to identify and explain the position of daughter in Balinese culture inheritance system based on patrilineal kinship system by collecting, reviewing, and processing data from interviews and then combined with other legal materials to support field data.

Based on this research, patrilineal systems provide the right to inherit to the son (purusa). If there are no sons and there are only daughters’, she was not entitled to inherit the property of his parents.

It show that the daughter has a weak position in Balinese culture inheritance system, so we need to do a change that more attention to women's rights.

(3)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Bali pada umumnya menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem keturuanan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dibandingkan kedudukan wanita di dalam pewarisan. Jadi dengan kata lain yang menjadi ahli waris dalam hukum waris adat Bali adalah keturunan laki-laki (purusa).

Bila dalam suatu keluarga terdapat keturunan laki-laki maka tidak akan menimbulkan suatu persoalan nantinya yang berkaitan dengan pewarisan akan tetapi berdasarkan sistem kekeluargaan patrilineal yang dianut masyarakat adat Bali. Namun bila dalam suatu keluarga tidak terdapat keturunan laki-laki atau hanya keturunan perempuan yang pastinya akan menimbulkan suatu persoalan terutama dalam hal pewarisan yang menyangkut kewajiban-kewajiban dari ahli waris kepada pewaris, menyangkut kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat Bali dan hal lainnya yang menjadi akibat daripada ketiadaan keturunan laki-laki.

Untuk itu perlu untuk diberikan suatu jawaban terhadap masalah-masalah yang ada berkaitan dengan hanya adanya keturunan perempuan dalam sebuah keluarga suatu masyarakat adat Bali. Untuk itu penulis mengangkat suatu judul skripsi tentang ”Kedudukan Anak Perempuan Dalam Sistem Waris Adat Bali”

(4)

dengan melakukan studi di Lingkungan Griya Abiantubuh, Kelurahan Cakra Selatan Baru, Kecamatan Cakra, Kota Mataram-Nusa Tenggara Barat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1). Bagaimanakah kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat Bali; 2). Bagaimanakah pengaruh sistem kekeluargaan patrilineal terhadap kedudukan anak perempuan sebagai anak tunggal dalam sistem waris adat Bali di Lombok.

C. Tujuan dan Manfaat Penlitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu 1). Untuk mengetahui dan menjelaskan kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat Bali; 2). Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh sistem kekeluargaan patrilineal terhadap kedudukan anak perempuan sebagai anak tunggal dalam sistem waris adat Bali di Lombok.

Dari adanya suatu tujuan tersebut maka manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini antara lain : a). Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan di bidang hukum waris dan hukum kekeluargaan adat, khususnya adat Bali; b). Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran-gambaran nyata tentang konsep pemikiran terhadap masyarakat hukum adat, masyarakat secara luas, bangsa dan Negara sehingga nantinya dapat memberikan masukan kepada pemerintah atau badan terkait dalam membentuk atau memperbaharui hukum waris yang bersifat nasional.

(5)

D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis-empiris yaitu dengan melakukan penelitian secara timbal-balik, antara hukum dengan lembaga non doctrinal yang bersifat empiris dalam menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat.

Metode pendekatan yang digunakan adalah 1). Conceptual Approach yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum, menelusuri pandangan maupun doktrin-doktrin dalam ilmu hukum; 2). Pendekatan Empiris yaitu suatu pendekatan hukum yang melihat hukum dalam wujudnya sebagai realita tindakan dan prilaku dalam masyarakat.

Sumber dan jenis data yaitu 1). Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan informan; 2). Data sekunder untuk melengkapi data primer yang terdiri dari perturan perundang-undangan, literature tentang hukum adat waris dan artikel-artikel yang berkaitan dengan rumusan masalah.

Teknik pengumulan data dilakukan dengan mengumpulkan, mengkaji dan mengolah data lapangan dan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam hal ini penulis akan menggunakan teknik analisis data kuantitatif yaitu cara penelitian yang menggunakan data deskriptif analisis yang dinyatakan responden secara tertulis/lisan, juga perilaku yang diteliti dan dipelajari sebagian bagian yang utuh.

(6)

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Anak Perempuan Dalam Sistem Waris Adat Bali 1. Sistem Kekeluargaan Pada Masyarakat Bali

Masyarakat Bali pada umumnya menganut sistem kekeluargaan patrilineal, keturunan dari pihak bapak (saking purusa), pada umumnya disebut dengan istilah tunggal sanggah, tunggal kawitan, tunggal dadia yang artinya mempunyai satu ketunggalan bapak (leluhur), yang sering disebut ketunggalan silsilah.

Dalam sistem kekeluargaan ini dari pancer laki-laki adalah yang paling penting dalam penghidupannya, misalnya laki-lakilah yang mewarisi segala sesuatunya, kasta anak mengikuti kasta bapaknya. Bahwa keanggotaan keluarga ditentukan oleh bapak, anak-anak memperoleh keanggotaan kelompok bapak, begitu pula dengan ibu semejak perkawinannya (kawin keluar) dengan si bapak akan masuk kedalam lingkungan keluarga si bapak. a. Kedudukan anak terhadap orang tua

Diantara anak dengan orang tua dan sebaliknya ada kewajiban alimentasi bagi si anak, ada kewajiban memelihara orang tua; orang tua berkewajiban memelihara anak, mengawinkan anak dan orang tua berkewajiban mematuhi peraturan hukum adat waris.

(7)

Dalam sistem kekeluargaan patrilineal hubungan anak dengan keluarga dari pihak bapak adalah lebih menonjol dibandingakan hubungana anak terhadap keluarga dari pihak ibu (para semeton saking pradana).

2. Hukum Adat Waris dalam Perspektif Gender

Idiolongi gender melahirkan perbedaan posisi antara perempuan dan laki-laki, yang diyakini sebagai kodrat Tuhan, yang tidak dapat diubah. Oleh karenanya idiologi gender mempenaruhi bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berpikir,bertindak atau berperilaku dalam masyarakat.

Ketidakadilan gender dalam hukum adat waris yang paling tampak adalah pada masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal dimana ditentukan bahwa ahli waris adalah anak laki-laki, sentana rajeng, dan anak angkat laki-laki dan perempuan, sedangkan anak perempuan diperhitungkan dalam pewarisan.

Keadilan hanya dapat dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Demikian halnya dalam mewujudkan suatu keadilan dalam hukum waris adat Bali terhadap hak mewaris dari anak perempuan.

Aristoteles mengemukakan bahwa kesamaan proporsional memberi setiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukannya. Dihubungkan dengan hak waris terhadap

(8)

keturunan laki-laki merupakan suatu keseimbangan antara hak (swadikara) dan kewajiban (swadharma) yang dipikul oleh laki-laki yang dimana kewajiban tersebut tidak berhenti pada dunia nyata saja tetapi juga merembah ke alam gaib (niskala).

Dalam perkembangannya peran daripada perempuan mulai tampak dalam berbagai aspek kehidupan sehingga perlu untuk dipertimbangkan terhadap hak diberikan kepada anak perempuan.

3. Kedudukan Anak Perempuan dalam Sistem Waris Adat Bali

Anak perempuan dalam sistem waris adat Bali adalah tidak berkedudukan sebagai ahli waris yang mutlak seperti halnya keturunan laki-laki. Anak perempuan hanya berhak untuk menikmati harta warisan daripada orang tuanya selama ia belum kawin (kawin keluar) yang besarnya 2 : 1, 2 bagian untuk anak laki-laki dan 1 bagian untuk anak perempuan, yang jika ia kawin maka harta tersebut tidak dapat dibawa masuk ke dalam perkawinannya.

Bagi anak perempuan jika ia ingin mewarisi harta kekayaan orang tuanya biasanya anak perempuan tunggal, ia bisa yaitu dengan cara ditetapkannya anak perempuan tersebut sebagai laki-laki (sentana rajeng). Anak perempuan yang berstatus sebagai laki-laki inilah yang nantinya akan melajutkan keturunan ayahnya, karena statusnya sebagai laki-laki maka ia berstatus sebagai ahli waris penuh terhadap harta orang tuanya.

(9)

Dalam perkembangannya berdasarkan Keputusan MUDP Bali memberikan hak mewaris terbatas terhadap anak perempuan yang kawin keluar dalam perkawinan biasa di Bali adalah terhadap harta guna kaya orang tuanya dengan bagian 2 : 1, 2 bagian untuk anak laki-laki dan 1 bagian untuk anak perempuan setelah dikurangi sepertiga untuk duwe tengah (harta bersama) yang dirumuskan berdasarkan atas asas ategen asuun.

4. Perkembangan Hak Mewaris Anak Perempuan Dalam Sistem Waris Adat Bali

a. Hak mewaris perempuan sebelum tahun 1900

Pewarisan dalam masyarakat Bali sebelum tahun 1900, hanya berdasarkan atas kebiasaan-kebiasaan saja. Kebiasaan-kebiasaan dalam pewarisan sama sekali tidak menyangkut tentang kedudukan perempuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedudukan perempuan adalali tidak sebagai ahli waris sehingga ia tidak berhak atas harta warisan orangtuanya. Oleh karena demikian, dapat dikatan pada masa sebelum tahun 1900 pada kehidupan masyarakat Hindu Bali berlaku sistem purusa secara mutlak yang hanya mengakui bahwa ahli waris adalah anak laki-laki.

. b. Hak mewaris perempuan sesuadah tahun 1900

Sesudah tahun 1900 sampai tahun 2010, dasar pewarisan adalah Peswara 1900, awig-awig dan Keputusan MUDP Bali tanggal

(10)

15 Oktober 2010. Baik dalam Peswara 1900 dan dalam awig-awig sama-sama memposisikan ahli anak laki-laki sebagai ahli waris, akan tetapi dalam awig-awig ditentukan juga bahwa sentana rajeng dan anak angkat berkedudukan sebagai ahli waris, sedangkan anak perempuan tidak dirumuskan sebagai ahli waris dalam kedua aturan tersebut.

Anak perempuan baru diposisikan sebagai ahli waris sejak diputuskan dalam Pesamuhan Agung III MUDP Bali, keputusan tesebut No.1/Kep./Psm-3/MDP Bali/2010 tertanggal 15 Oktober, dalam keputusan tersebut anak perempuan dirumuskan sebagai ahli waris terbatas pada harta warisan guna kaya orang tuanya atas asas ategen asuun (2 : 1) setelah terlebih dahulu dikurangi sepertiga untuk due tengah (harta bersama), hal tersebut berlaku juga terhadap laki-laki yang kawin nyeburin.

B. Pengaruh Sistem Kekeluargaan Patrilineal Terhadap Kedudukan Anak Perempuan Sebagai Anak Tunggal Dalam Sistem Waris Adat Bali di Lombok

1. Sistem Kekeluargaan Sebagai Dasar Hukum Adat Waris

Segala sesuatu yang berkaitan dengan pewarisan erat hubungannya dengan sifat kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan.

(11)

Sifat kekeluargaan menentukan bagaimana segala sesuatunya mengenai pewarisan.

Berdasarkan ikatan kekeluargaan patrilineal yang akan menjadi ahli waris terhadap harta kekayaan orang tua baik yang bersifat materiil maupun imateriil adalah anak laki-laki (purusa), yang juga dalam hal ini bila tidak ada anak laki-laki ahli waris ialah a). Anak angkat laki-laki; b). Anak perempuan(biasanya anak perepuan tunggal) yang ditetapkan sebagai laki-laki yang disebut sentana rajeng.

Pengutamaan garis keturunan laki ini adalah bahwa anak laki-lakilah yang dapat membukakan jalan ke surga untuk arwah orang tua/leluhurnya. Maka dari itu upacara ngaben (pembakaran jenazah) terutama sekali adalah kewajiban daripada anak laki-laki.

Tugas dan kewajiban anak laki-laki tersebut mungkin yang menjadi pokok pikiran 1 (satu) bagian untuk laki-laki sebagai warisan dan ½ (setengah) bagian untuk perempuan untuk dikuasai guna mendapat penghasilan, bilamana anak perempuan ini belum kawin, sebab jika perempuan itu kawin (kawin keluar) itu berarti anak perempuan itu telah keluar dari lingkungan keluarganya dan masuk ke dalam lingkungan keluarga suaminya.

Jadi, sistem kekeluargaan yang dianut oleh suatu masyarakat hukum adat menjadi dasar dalam penentuan siapa yang berhak menjadi ahli waris, dimana sistem patrilineal yang dianut masyarakat Bali yang berada di Bali

(12)

maupun d Lombok adalah memberikan kedudukan kepada keturunan laki-laki yang dalam hal ini adalah anak laki-laki-laki-laki maupun anak angkat laki-laki-laki-laki dan juga anak perempuan yang berstatus sebagai laki-laki (sentana rajeng).

2. Kedudukan Anak Perempuan Sebagai Anak Tunggal dalam Sistem Waris Adat Bali di Lombok

Dalam sistem waris adat Bali di Lombok anak perempuan tidak diperhitungkan sebagai ahli waris, akan tetapi ia diberikan bagian untuk anak perempuan bukan sebagai warisan melainkan haknya untuk menikmati harta orang tuanya salama ia belum kawin dan ketika ia kawin keluar maka ia tidak memiliki hak lagi terhadap harta warisan orang tuanya kerana setelah ia kawin keluar maka ia akan masuk ke dalam keluarga suaminya dan swadharma (kewajiban) terhadap orang tuanya/leluhurnya putus. Terkait dengan anak perempuan yang berstatus sebagai anak tunggal, tehadap harta warisan orang tuanya ia tidak mempunyai hak mewaris.

Dapat dijabarkan kedudukan anak perempuan tunggal dalam sistem waris adat Bali di Lombok, bahwa a). Anak perempuan tunggal akan memperoleh haknya untuk mewaris terhadap harta warisan orang tuanya bilamana ia ditetapkan sebagai laki-laki (sentan rajeng) dimana dalam hal ini ia sebagai penerus keturunan ayahnya, melaksanakan kewajiaban-kewajiban (swadharma) terhadap orang tuanya/leluhurnya sehingga ia berhak sebagai ahli waris secara penuh; b). Terhadap anak perempuan tunggal maupun anak

(13)

perempuan jika ia belum kawin maka ia berhak untuk menikamti harta warisan orang tuanya; c). Terhadap anak perempuan tunggal maupun anak perempuan yang telah kawin keluar terhadapnya diberikan hak untuk mewarisi harta guna kaya daripada orang tuanya; d). Terhadap anak perempuan tunggal maupaun anak perempuan jenis harta yang bisa menjadi haknya adalah harta tatadan yang merupakan bagian dari jiwa dana; f). Hak sebagai ahli waris diberikan kepada laki-laki (purusa) adalah sesuai dengan besarnya tanggung jawab yang dipikul oleh laki-laki dimana ia diharapkan mampu menjadi penerus generasi member nafkah dan memelihara orang tuanya ketika suda tidak mampu, melaksanakan upacara agama seperti menyelenggarakan upacara ngaben (pembakaran jenazah) orang tuanya yang meninggal dunia serta menyemayamkannya dan memuja leluhur mereka di merajan (tempat persembahyangan keluarga), menggantikan kedudukan bapaknya dalam masyarakat sebagai suatu kewajiban sebagai anggota kesatuan masyarakat hukum adat.

3. Pengaruh Sistem Kekeluargaan Patrilineal Terhadap Kedudukan Anak Perempuan Sebagai Anak Tunggal Dalam Sistem Waris Adat Bali di Lombok

Sistem kekeluargaan Patrilineal yang dianut oleh masyarakat adat Bali baik yang ada di Lombok memberikan suatu pengaruh terhadap kedudukan anak perempuan sebagai anak tunggal dalam sistem adat waris Bali yaitu

(14)

bahwa hak sebagai ahli waris terhadap harta warisan orang tuanya tidak akan jatuh kepada anak perempuan tunggal itu.

Sistem kekeluargaan patrilineal ini juga akan mempengaruhi cara perkawinan daripada seorang anak perempuan tunggal bilamana ia ingin meneruskan keturunan keluarganya dan melaksanakan tanggungjawab terhadap keluarganya yang nantinya juga dengan cara perkawinan itu anak perempuan berdasarkan tanggung jawab yang dipikulnya akan menjadi ahli waris penuh terhadap harta warisan orang tuanya.

Jika seorang anak perempuan tunggal ingin mendapatkan haknya sebagai ahli waris, maka bisa melakukan perkawinan nyeburin sehingga statusnya berubah menjadi laki-laki (sentana rajeng) sehingga hak pun akan diberikan sebanding dengan tanggungjawab serta kewajiban-kewajiban yang harus lakukannya.

Terhadap anak perempuan tunggal yang telah kawin keluar maka ia tidak ada hak sebagai ahli waris terhadap harta warisan daripada orang tuanya karena tanggung jawabnya kepada orang tua/leluhur telah putus. Bagian dari harta yang merupakan haknya adalah harta tatadan, dan terhadap harta guna kaya orang tuanya sebagai hasil jerih payah orang tuanya, bisa menjadi hak daripada anak perempuan tunggal tersebut.

Harta warisan yang turun temurun (pusaka) yang memiliki nilai religious-magis hanya berhak diwarisi oleh keturunan laki-laki (purusa), karena ialah sebagai generasi penerus dari pada keluarganya sebagai

(15)

pengemban tugas kewajiban selama ia tidak kawin nyeburin, selama ia tidak diangkat oleh keluarga lain, dan selama tetap melaksanakan dharmaning anak yaitu tidak durhaka terhadap leluhur maupun orang tuanya.

PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam pembahasan, maka sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1). Bahwa kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat Bali adalah anak perempuan tidak mempunyai hak sebagai ahli waris terhadap harta warisan dari orang tuanya sesuai dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat adat Bali. Anak perempuan hanya berhak untuk menikmati harta warisan orang tuanya selama ia belum kawin. Dalam perkembangannya melalui Keputusan MUDP Bali memposisikan anak perempuan Bali sebagai ahli waris terhadap harta guna kaya orang tuanya berdasarkan asas ategen asuun, yang artinya perbadingan atas hak yang diterima anak perempuan setengah dari hak atas bagian anak laki-laki ( 2 : 1), setelah dikurangi sepertiga untuk due tengah (harta bersama); 2) Bahwa

(16)

pengaruh sistem kekeluargaan patrilineal terhadap kedudukan anak perempuan sebagai anak tunggal dalam sistem waris adat Bali di Lombok adalah meskipun sebagai anak perempuan tunggal berdasarkan sistem patrilineal yang dianut tetap tidak memberikan hak sebagai ahli waris kepada anak perempuan tunggal tersebut. Jika anak perempuan tunggal tersebut menginginkan untuk mendapatkan kedudukan sebagai ahli waris terhadap harta orang tuanya maka ia harus melakukan perkawinan nyeburin, dimana dengan itu statusnya akan ditetapkan sebagai laki-laki (sentana rajeng). Terhadap harta guna kaya orang tuanya, ia bisa menjadi ahli waris, dan bagian lain dari harta yang bisa menjadi hak anak perempuan adalah harta tatadan. B. Saran

1. Untuk perkembangan selanjutnya mengikuti perubahan jaman dalam era globalisasi hak-hak daripada perempuan sudah selayaknya diperhatikan khususnya dalam perkembangan hukum adat waris Bali untuk terwujudnya suatu keadilan terutama dalam hal gender.

2. Untuk hukum adat waris Bali yang kurang memenuhi rasa keadilan terhadap perempuan sudah saatnya dilakukan perubahan terutama dalam hal waris sehingga memberikan kedudukan perempuan sebagai ahli waris mengingat perkembangan jaman yang sangat pesat dimana peran-peran perempuan semakin tampak dalam segala bidang, selain itu hukum adat

(17)

waris masih bersifat diskriminasi terhadap perempuan dimana hal tesebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

3. Untuk masyarakat diharapkan bisa memberikan respon-respon yang positif terhadap setiap perubahan yang ada, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berspektif Feminus. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Budiman, Arief. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual : Sebuah Pambahasan Sosiologis tentang Peren Wanita di Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Haar, Ter 1996. Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita. Hadikusuma, Hilaman. 2003. Hukum Waris Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hadikusuma, Hilman. 1991. Hukum Waris Indonesia Menurut Pandangan Hukum

Adat, Hukum Agama Hindu-Islam. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Ketut, I Artadi. 2003. Hukum Adat Bali dengan Aneka Masalahnya. Denpasar: Bali Post.

Korn, V.E. 1978 (Terjemahan I Gd Wayan Pangkat). 1978. Hukum Adat Waris di Bali. Denpasar: Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Udayana.

Nyoman, Ni Sukerti. 2012. Hak Mewaris Perempuan dalam Hukum Adat Bali Sebuah Studi Kritis. Denpasar: Udayana University Press.

Panetje, Gde. 2004. Aneka Catatan Tentang Hukum Adat Bali. Denpasar: Kayumas Agung.

Projodikoro, Wiryono. 1980. Hukum Warisan di Indonesia. Sumur Bandung.

Pudja, Gde. 1977. Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresepir ke Dalam Hukum Adat di Bali dan Lombok. Jakarta:

Pudja, Gde dan Tjok Rai Sudharta. 1978. Menawa Dharmasastra. Cetakan V. Jakarta: CV. Junasco

Rai, Tjok Sudharta. 1997. Manusia Hindu Dari Kandungan Sampai Perkawinan. Denpasar: Yayasan Dharna Narada.

Rahardjo, Satjipto. 2007. Biarkan Hukum Mengalir : Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum. Jakarta: Kompas.

(19)

Rasyid, M. Ariman. 1986. Hukum Waris Adat Dalam Yurisprudensi. Ghalia Indonesia.

Rato, Dominikus. 2011. Hukum Perkawinan dan Waris Adat. Surabaya: Laksbang Yustisia.

Soeripto, K.R.M.H. 1973. Beberapa Bab Tentang Hukum Waris Adat Bali. UNEJ. Sudiat, Imam. 1981. Hukum Adat Sketsa Adat. Yogyakarta: Liberty.

Supomo, R. 1986, Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita.

Wignyodipuro, Soeroyo 1979. Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat Waris. Jakarta : Gunung Agung.

Peraturan-peraturan

Indonesia, Undang-Undang tentang Perkawinan UU No. 1 Tahun 1974.

Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita/Perempuan UU No. 7 Tahun 1984.

Pesamuhan Agung, Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali tentang Hasil Pasamuhan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010.

Referensi

Dokumen terkait

BAB 4 KARAKTERISTIK DAS DAN HIDROGRAF BANJIR 4.1 Deskripsi Umum DAS di Daerah Penelitian 4.2 Karkateristik Morfometri DAS 4.3 Karkateristik Fraktal DAS 4.4 Karkateristik

PG Tasikmadu adalah satu dari sejumlah pabrik gula yang didirikan pada masa kolonial Hin dia Belanda dan masih bertahan hingga hari ini.. Seka rang, PG Tasikmadu berada dalam pe

[r]

Meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat utamanya kegiatan promotif dan preventif untuk mewujudkan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan

memudahkan kinerja perusahaan untuk mendapatkan informasi yang cepat, tepat,. relevan

Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,

Simpulan dari pengembangan ini adalah; 1) Dihasilkan sebuah produk berupa termometer berbahan termoelektrik dan disertai petunjuk pengunaan (user manual) yang

Dalam penelitian ini menggunakan deskriptif survei, dimana menurut Creswell (2016, hlm. 208) peneliti mendeskripsikan secara kuantitatif (angka) beberapa