• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESCRIPTION OF EMOTIONS AND EMOTION REGULAR TO HAVE A BROTHER THAT ADOLESCENT Physically autism

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESCRIPTION OF EMOTIONS AND EMOTION REGULAR TO HAVE A BROTHER THAT ADOLESCENT Physically autism"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DESCRIPTION OF EMOTIONS AND EMOTION REGULAR

TO HAVE A BROTHER THAT ADOLESCENT Physically

autism

AFSHYUS SALAMAH, NI MADE TAGANING K, S.PSI, M.P

Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2008

Gunadarma University

http://www.gunadarma.ac.id

Key Word : Emotions, Physically Autism, Adolescent

ABSTRACT :

The presence of people with autistic children in a family is certainly going to affect

the lives of all other family members, especially parents and siblings. Cohen

& Bolton (1994) suggested autism as a condition affecting children, either at birth or

during children and make them not make social relationships or develop normal

communication. The purpose of this research is to know about the picture of emotions

and emotion regulation in adolescents who have siblings as a result of events that

cause emotions and how these adolescents regulate their emotions. In this study the

author used qualitative methods with case study approach. The case study aimed to

examine one or more cases in detail and depth to understand the complexity in the

natural context. Data collection techniques in this research is to use the method of

observation and interviews conducted in which the subject and significant other.

Subjects consisting of one 14-year-old teenager who has a disabled autistic siblings.

From the research results could be seen that all the emotions contained in the theory of

Lazarus experienced by the subject. Emotions experienced by adolescents who have

disabled siblings with autism in this study varied enough. Emotion of anger, sadness,

love and hope is felt almost entirely by the subject, which is associated with

behavior and condition of the siblings. Emotion regular strategies used by

acceptance subject is, blaming other, self-blaming, refocus on planning, Rumination

or focus on thought, Putting into perspective, and catastrophizing. Suggestions from

this study is the need for support and attention from parents who may be given to

teenagers who have disabled siblings with autism to become more mature. Siblings who

do not have the disorder should try to involve siblings who have the disorder, so that

they could be established between a good relationship between one another.

Parents should be more effort to treat brothers and sisters equally.

(2)

GAMBARAN EMOSI DAN REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA KANDUNG PENYANDANG AUTIS

Afshyus Salamah

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK

Kehadiran anak penyandang autis dalam suatu keluarga sudah tentu akan mempengaruhi kehidupan seluruh anggota keluarga lainnya, terutama orang tua dan saudara sekandungnya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk men getahui tentang gambaran emosi dan regulasi emosi pada remaja yang memiliki saudara kandung sebagai akibat dari peristiwa yang menimbulkan emosi dan bagaimana cara remaja tersebut mere gulasi emosinya. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pen gumpulan data dalam penelitian ini adalah men ggunakan metode observasi dan wawancara yang mana dilakukan kepada subjek dan significant other. Subjek penelitian yaitu satu orang remaja berusia 14 tahun yang memiliki saudara kandung penyandang autis. Emosi-emosi yang dialami oleh remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis dalam penelitian ini cukup beragam. Emosi marah, sedih, cinta dan harapan dirasakan hampir seluruhnya oleh subjek, yang mana berhubungan dengan tin gkah laku dan kondisi saudara kandungnya tersebut. Strategi regulasi emosi yang digunakan oleh subjek adalah accepatance, blaming other, self blaming, refocus on planning, Rumination or focus on thought, Putting into perspective dan catastrophizing.

Kata Kunci : emosi, regulasi emosi, autis, saudara kandung, remaja.

PENDAHULUAN

Kehadiran anak-anak dalam sebuah k el ua rg a m e ru pak an k e bah agi aa n tersendiri bagi orang tua di seluruh dunia, maka kemajuan dan perkembangan anak merupakan hal yang sangat penting bagi orang tua dan tidak dapat lepas dari pengamatan orang tua. Kemajuan dan perkembangan seorang anak pertamakali dimulai dari lingkungan keluarga dan yang utama adalah adanya interaksi antara orang tua dengan anak, ataupun interaksi a n t a r a a n a k d e n g a n s a u d a r a sekandungnya. Tetapi apa jadinya bila s a l a h s a t u d a r i a n g g o t a k e l u a r g a mengalami suatu gangguan, misalnya saja gangguan autis. Gangguan autis termasuk dalam salah satu subtipe dari Gangguan Perkembangan Pervasif (Pervasife

Developmental Disorder).

Menurut Marijani (2003) kehadiran anak penyandang autis dalam suatu keluarga sudah tentu akan mempengaruhi kehidupan seluruh anggota keluarga lainnya, terutama orang tua dan saudara sekandungnya. Pada keluarga dengan

a n a k a u t i s , s a u d a r a s e k a n d u n g mengalami masalah karena saudaranya yang autis sulit berkomunikasi, menjadi frustasi, sering mengamuk, hiperaktif, dan berteriak sepanjang hari. Saudara sekandung biasanya banyak mengalami perasaan-perasaan ataupun emosi-emosi yang membuat mereka marah dan kesal karena diganggu atau disakiti oleh k a k a k a t a u a d i k m e r e k a y a n g penyandang autis.

Hubungan antara seorang kakak dengan adiknya akan menyediakan kesempatan kepada masing-masing dari m e r e k a u n t u k d a p a t b e l a j a r d a n mengalami interaksi sosial yang tidak didapatkannya melalui hubungan antara individu lainnya diluar dari keluarga intinya (Bigner, 1979). Masalah utama anak autis adalah hambatan yang nyata dalam interaksi sosial. Interaksi sosial anak autis dapat berkembang menjadi lebih baik apabila dalam periode waktu tertentu terus menerus mereka selalu bertemu ataupun berhubungan dengan anak-anak yang tidak mengalami gangguan atau normal.

(3)

Disinilah pentingnya kehadiran saudara sekandung sebagai anak yang tidak mengalami gangguan (normal) yang dapat

(4)

mengajarkan dan memberikan contoh mengenai bagaimana melakukan interaksi sosial dengan tepat. Masalah utama anak autis adalah hambatan yang nyata dalam interaksi sosial. Interaksi sosial anak autis dapat berkembang menjadi lebih baik apabila dalam periode waktu tertentu terus menerus mereka selalu bertemu ataupun berhubungan dengan anak-anak yang tidak mengalami gangguan atau normal.

Di dalam sebuah keluarga manapun, perasaaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan pastilah dirasakan oleh seluruh anggota keluarga dan mungkin bisa berkembang menjadi lebih baik ataupun menjadi lebih buruk terutama pada interaksi antara anak-anak yang mengalami gangguan dengan saudara sekandungnya. Hal ini benar adanya karena dalam sebuah keluarga dengan atau tanpa seorang anggota keluarga yang memiliki gangguan, pastinya akan timbul konflik -konflik antar anggota keluarga terutama antara anak dengan saudara sekandungnya (Autism Society of America, 2002 ).

Anak yang memiliki saudara sekandung penyandang auti s akan memiliki jenis hubungan yang berbeda dengan mereka yang tidak memiliki gangguan. Biasanya pada saudara s e k a n d u n g y a n g t i d a k m e n g a l a m i gangguan (normal) banyak mengalami kesulitan dan merasa emosi dalam b e r i n t e r a k s i d e n g a n a n a k y a n g menyandang autis tersebut.

Lebih dari itu, saudara sekandungnya mungkin harus bisa mengatasi perubahan dalam peran, struktur, dan aktivitas keluarga, saudara kandung tersebut selalu merasa bersalah dan malu, kehilangan perhatian orang tua, dan adanya peningkatan beban tanggung jawab kepada orang tua untuk selalu bersedia dan meluangkan waktunya untuk d a p a t m e r a w a t d a n m e m b a n t u saudaranya yang menyandang autis, yang mana mungkin saja bisa mempengaruhi kesejahteraan atau kesehatan diri mereka sendiri. Terlebih lagi apabila usia mereka m a s i h r e m a j a , m e r e k a h a r u s b i s a menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya (autism.com, 2006).

Perubahan psikologis yang terjadi selama masa remaja yang disertai oleh perubahan didalam hubungan keluarga, antara orang tua dengan anak remajanya,

ataupun hubungan remaja itu sendiri dengan saudara kandungnya. Sebagai seorang yang sedang berkembang, melalui masa remajanya, adanya tingkat konflik yang tinggi dapat mengurangi keakraban didalam sebuah hubungan antar saudara kandung, yang mungkin akan berkembang menjadi lebih baik ataupun menjadi lebih buruk, yang terjadi selama periode remaja awal sampai remaja akhir.

KERANGKA TEORI

Berbagai jenis-jenis emosi yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran emosi dan regulasi emosi pada remaja yang memiliki saudara kandung penyandang emosi. Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa latin

E-movere yang berarti menggerakkan,

bergerak. Kemudian ditambah dengan awalan e- untuk memberi arti bergerak m e n j a u h , m i s a l n y a e m o s i s e d i h mendorong perubahan suasana hati untuk mencerna atau menyerang sesuatu dengan m el ak uk an suatu ti ndak an tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa k e c e n d e r u n g a n u n t u k b e r t i n d a k merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman, 2000).

Menurut Chaplin (1995), emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme, mencangkup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sif atnya dan perubahan perilaku. Maramis (1990) dalam bukunya

Ilmu Kedokteran Jiwa mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang kompleks yang berlangsung biasanya tidak lama yang mempunyai komponen pada badan dan pada jiwa individu tersebut. Pada jiwa timbul keadaan terangsang excitement dengan perasaan yang hebat serta biasanya juga terdapat impuls untuk berbuat suatu hal tertentu. Pada badan timbul gejala-gejala dari pihak susunan saraf vegetatif, umpamanya pada pernapasan, sirkulasi dan sekresi.

Emosi menurut Rakhmat (2001) menunjukkan perubahan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis. Kesadaran apabila seseorang mengetahui makna situasi yang sedang terjadi. Jantung berdetak lebih cepat, kulit m e m b e r i k a n r e s p o n d e n g a n m engel uark an k eri ngat dan napas

(5)

terengah-engah termasuk dalam proses fisiologis dan terakhir apabila orang tersebut melakukan suatu tindakan sebagai akibat dari situasi yang sedang terjadi.

Ruang lingkup emosi sangatlah luas dan kompleks, sehingga para psikolog mengalami kesulitan dalam menentukan mana emosi primer dan mana yang sekunder, mana emosi dasar dan mana yang telah bercampur dengan yang lain. menurut Rene Descartes (dalam Gunarsa, 2003), ada 6 emosi dasar pada setiap i ndi vi d u , a n ta r a l ai n : c i n t a ( l o v e ) , kebahagiaan (joy), heran atau ingin tahu (wonder), benci (hate), keinginan (desire) dan kesedihan (saddnes)

Selain itu menurut Robert Plutchik (dalam Hude, 2006), terdapat beberapa emosi dasar, yaitu antisipasi (anticipation), k e g e m b i r a a n ( j o y ) , p e n e r i m a a n (acceptance), terkejut (surprise), takut (fear), sedih (sadness), jijik (disgust), dan marah (anger), yang digambarkan dalam sebuah lingkaran (roda) bersama dengan emosi-emosi campuran (mixed) yang bisa sangat beragam.

Sedangkan menurut Lazarus (1991), emosi-emosi yang terdapat pada seorang individu, yaitu: anger, anxiety, fright, guilt,

shame, sadness, envy, jealousy, disgust, happiness, pride, relief, hope, love dan compassion. Yang mana akan dijelaskan,

yaitu: 1). Anger adalah perasaan marah yang dirasakan individu, yang berupa penghinaan terhadap diri sendiri dan milik sendiri, 2). Anxiety adalah perasaan cemas yang dialami individu terhadap seuatu hal yang belum terjadi namun ada, d a n p a d a d a s a r n ya t i m bu l k a r e n a perasaan tidak mampu, 3). Fright adalah perasaan takut yang timbul pada individu ya n g d i s e b a b k a n o l eh a n t a r a l a i n mengahadapi bahaya fisik yang konkrit, luar biasa dan dalam waktu yang singkat, berada sendirian ditempat yang gelap, berpergian sendiri pada waktu malam hari, dan menghadapi orang-orang yang asing baginya atau orang yang berjumlah banyak, 4). Guilt atau perasaan bersalah pada individu yang dikarenakan telah m e l a n g g a r n i l a i - n i l a i m o r a l a t a u merupakan semacam penilaian yang negatif dari diri sendiri yang timbul jika seseorang menyadari bahwa, tingkah lakunya tidak sesuai dengan suatu nilai kesusilaan tertentu, yang berlaku secara

umum, yang dia ketahui harus dianutnya, 5). Shame adalah gagal memenuhi sebuah ego ideal. Perasaaan malu yang dirasakan oleh seorang individu, yang dikarenakan gagal memenuhi apa yang diinginkan, atau suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang setelah dia merasakan adanya pendapat yang negatif dari orang lain mengenai dirinya, 6). E nv y adalah perasaan iri hati pada seorang individu yang diakibatkan oleh kemampuan atau barang yang dimiliki oleh orang lain melebihi kemampuan individu tersebut, 7).

Jealousy adalah perasaan cemburu yang

disebabkan oleh hilangnya kasih sayang seseorang karena hadirnya pihak ketiga,

8). Sadness adalah perasaan sedih yang diakibatkan kehilangan sesuatu yang tidak dapat digantikan, 9). Disgust adalah perasaan j i j i k pada i ndi vi du untuk berdekekatan dengan seseorang ataupun objek yang tidak disukai, perasaan ini dapat diungkapkan melalui tingkah laku tidak mau berteman ataupun berhubungan dengan segala sesuatu yang dianggapnya jijik, 10). Happines adalah rasa senang yang di rasakan oleh i ndi vidu yang disebabkan antara lain oleh mencapai suatu tujuan atau mengalami kemajuan yang berarti dalam mencapai tujuan tersebut dan telah dapat menghilangkan rasa takut, cemas, iri hati, marah yang telah dialaminya, 11). Pride adalah rasa bangga yang dirasakan oleh individu ditimbulkan karena tercapainya atau diraihnya sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, 12). Relief adalah perasaan l e g a y a n g d i a l a m i o l e h i n d i v i d u dikarenakan kondisi yang ditimbulkan oleh stres telah hilang atau berubah menjadi lebih baik, 13). Hope adalah harapan s e b a g a i h a l d a l a m m e n g h a d a p i kemungkinan yang terburuk, tetapi juga pengharapan individu bahwa sesuatunya akan menjadi lebih baik, 14). Love adalah perasaan kasih sayang yang dirasakan oleh seorang individu yang ditunjukan dengan cara antara lain, selalu berusaha untuk berada didekat orang atau teman yang disayangi, atau berusaha untuk m e m b a h a g i a k a n o r a n g l a i n , 1 5 ) .

Compassion adalah perasaan kasihan

y a n g t i m b u l k a r e n a t e r g e r a k o l e h p e n d e r i t a a n o r a n g l a i n d a n i n g i n menolong.

(6)

M a n u s i a t i d ak h a n ya s e k e da r memiliki emosi tetapi juga harus dapat mengendalikannya (Fridja, 1986).

Gambar 1: Roda Emosi Plutchick Remaja yang dapat mengendalikan e m o s i n y a d a p a t m e n d a t a n g k a n k e b a h a g i a a n b a g i m e r e k a , h a l i n i dinyatakan oleh Karl C. Garrison dalam Mappiare (2003) bahwa kebahagiaan seseorang dalam hidup ini bukan karena tidak adanya bentuk-bentuk emosi dalam d i r i n y a , m e l a i n k a n k e b i a s a a n n y a memahami dan menguasai emosi. Proses pengendalian emosi ini juga disebut sebagai proses regulasi emosi. Regulasi emosi merupakan cara individu untuk menentukan emosi apa yang dirasakan, kapan emosi tersebut dirasakan dan b a g a i m a n a m e n g e k s p r e s i k a n d a n mengetahui emosi tersebut (Fridja, 1986).

S e d a n g k a n G r o s s ( 1 9 9 9 ) mendefinisikan regulasi emosi sebagai cara individu mempengaruhi emosi yang m e r e k a m i l i k i , k a p a n m e r e k a merasakannya dan bagaimana mereka mengalami atau mengekspresikan emosi tersebut. Regulasi emosi juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengevaluasi dan mengubah reaksi-reaksi emosional untuk bertingkah laku tertentu yang sesuai dengan situasi yang s e d a n g t e r j a d i ( T h o m p s o n d a l a m Garnefski, dkk., 2001).

Regulasi emosi diasumsikan sebagai faktor penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam usahanya u n t u k b e r f u n g s i d e n g a n n o r m a l dikehidupannya seperti dalam proses adaptasi, dapat berespon sesuai dan fleksibel (Thompson dalam Garnefski, dkk., 2001). Sedangkan Gross (1999) m engem uk ak an bahwa tuj uan dari regulasi emosi sendiri bersifat spesifik

t e r g a n t u n g k e a d a a n y a n g d i a l a m i seseorang. Sebagai contoh, pada suatu si tua si seseo rang m enahan em osi takutnya agar ketakutannya tersebut tidak dimanfaatkan orang lain. Dalam situasi yang lain, seseorang dapat dengan sengaja menaikan rasa marahnya untuk membuat orang lain merasa takut.

Cukup sulit untuk mendeteksi tujuan dari regulasi emosi pada tiap individu, namun satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa regulasi emosi berkaitan dengan mengurangi dan menaikan emosi negatif dan positif (Gross, 1999). Emosi positif dan emosi negatif ini muncul ketika individu yang memiliki tujuan berinteraksi dengan lingkungannya dan orang lain. Emosi positif muncul apabila individu dapat mencapai tujuannya dan emosi negatif muncul bila individu mendapatkan halangan saat akan mencapai tujuannya. Yang termasuk emosi positif diantaranya adalah senang dan gembira, sedangkan yang tergolong emosi negatif diantaranya adalah marah, takut dan sedih.

Menurut Garnefski, dkk. (2003) terdapat beberapa macam strategi-strategi untuk meregulasi emosi, yaitu : 1). Self-

blame disini adalah mengacu kepada pola

pikir menyalahkan diri sendiri. Beberapa penelitian menemukan bahwa self blame b e r h u b u n g a n d e n ga n d e p r e s i d a n pengukuran kesehatan lainnya (Garnefski, dkk., 2003), 2). Blaming others adalah mengacu pada pola pikir menyalahkan orang lain atas kejadian yang menimpa dirinya, 3). Acceptance adalah mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas k e j a d i a n y a n g m e n i m p a d i r i n y a .

Acceptance merupakan strategi coping

yang memiliki hubungan yang positif dengan pengukuran keoptimisan dan self

esteem dan memiliki hubungan yang

negatif dengan pengukuran kecemasan (Garnefski, dkk., 2003), 4). Refocus on

pla nni ng m engacu pada pemikiran

terhadap langkah apa yang harus diambil dalam menghadapi peristiwa negatif yang dialami. Perlu diperhatikan kalau dimensi ini hanya pada tahap kognitif saja, tidak sampai kepelaksanaan. Refocusing on

planning merupakan strategi coping yang

memiliki hubungan yang positif dengan pengukuran keoptimisan dan self esteem dan memiliki hubungan yang negatif d e n g a n p e n g u k u r a n k e c e m a s a n

(7)

(Garnefski, dkk., 2003), 5). Positive

refocusing adalah kecenderungan indivdu

untuk lebih memikirkan hal-hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakan dari pada memikirkan situasi yang sedang terjadi. Berfokus pada hal-hal yang positif bisa dianggap membantu pada jangka pendek, namun pada jangka panjang bisa bersifat maladaptive, 6). Rumination or

focus on thought adalah apabila individu

cenderung selalu memikirkan perasaan yang berhubungan dengan situasi yang sedang terjadi. Nolen, dkk., (dalam Garnefski, dkk., 2003) menyatakan bahwa

rumination cenderung berasosiasi dengan

tingkat depresi yang tinggi, 7). Positive

reappraisal adalah kecenderungan

individu untuk mengambil makna positif dari situasi yang sedang terjadi. Carver, dkk., (dalam Garnefski, dkk., 2003) menunjukkan bahwa positive reappraisal berasosiasi dengan optimisme dan self-

esteem serta berkorelasi negatif dengan

kecemasan, 7). Putting into perspective adalah individu cenderung untuk bertindak acuh (tidak perduli) atau meremehkan suatu keadaan. Konsep ini belum pernah dimasukan dalam pengukuran coping

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini akan digunakan metode kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus. Menurut Moleong (2004), studi kasus adalah studi yang berusaha memahami isu-isu yang rumit a t au o bj ek da n d ap at m em pe rl uas pengalaman atau menambah kekuatan terhadap apa yang telah dikenal melalui hasil penelitian yang lalu. Lebih lanjut dikatakan dalam studi kasus menekankan pada rincian analisis kontekstual tentang sejumlah kecil kejadian atau kondisi dan hubungan-hubungan yang ada padanya. Sedangkan American Psychologycal Asosiation (1994) mendefinisikan Studi

kasus atau Case study sebagai papers in

which the author describes case material while with an individual or organization.

Yang intinya bahwa studi kasus adalah sebuah laporan penelitian yang dibuat oleh peneliti untuk memberikan gambaran mengenai suatu kasus, baik itu pada individu ataupun organisasi.

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 14 tahun yang memiliki saudara kandung penyandang auti s, berse rta o rang terdek atn ya

apapun sehingga belum ada data-data mengenai korelasi putting into perspective dengan hal lain, 8). Catastrophizing adalah kecenderungan individu untuk menganggap bahwa dirinyalah yang lebih tidak beruntung dari situasi yang sudah terjadi. Secara umum, catastrophizing berhubungan erat dengan maladaptasi,

distress emosional & depresi (Garnefski,

dkk., 2003).

Pada penjelasan strategi-strategi diatas, yang dapat dikatakan sebagai strategi regulasi emosi yang baik menurut G a r n e f s k i , d k k . , ( 2 0 0 3 ) a d a l a h

acceptance, refocus on planning, positive refocusing, positive reappraisal, putting into perspective, karena strategi regulasi

emosi tersebut menunjukkan tingkat optimis dan self esteem yang positif serta tingkat anxiety yang rendah. Sedangkan strategi emosi yang buruk menurut Garnefski, dkk., (2003) adalah self blame,

blaming other, rumination or focuse on thought, dan catastrophizing karena

strategi-strategi regulasi emosi tersebut menunjukkan atau diasosiasikan dengan tingkat depresi dan stress yang tinggi.

(significant other). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan d i gu nak a n ada l ah w a w an ca ra d an observasi langsung dengan sumbernya menggunakan catatan lapangan. Berikut adalah penjabaran lengkap mengenai dua teknik yang diimplementasikan dalam penelitian.

Moleong (2004), mengemukakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu d i l a k u k a n o l e h d u a p i h a k , y a i t u p e w a w a n c a r a ( i n t e r v i e w e r ) y a n g m en ga j uk an pe r t an ya an da n yang d i w a w a n c a r a i ( i n t e r v i e w e e ) y a n g memberikan jawaban atas pertanyaan itu. A d a p u n m e n u r u t B a n i s t e r ( d a l a m P o e r w a n d a r i , 1 9 9 8 ) , w a w a n c a r a merupakan percakapan Tanya jawab yang di arahkan untuk m encapai tuaj uan t e r t e n t u . D e n g a n t u j u a n u n t u k memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti b e r m a k s u d m e l a k u k a n e k s p l o r a s i terhadap isi tersebut.

(8)

Sedangkan menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998), pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan m e n g g u n a k a n p e d o m a n u m u m wawancara. Dalam proses wawancara ini,

i n t e r v i e w e r d i l e n g k a p i p e d o m a n

wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, b a h k a n m u n g k i n t i d a k b e r b e n t u k pertanyaan yang eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai

aspek-aspek apa yang harus dibahas atau ditanyakan. Dalam studi kasus ini, peneliti memilih dan menggunakan metode wawancara dengan pedoman umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan teknik observasi langsung atau pengamatan langsung terhadap gejala-gejala atau kondisi yang terjadi dilapangan. Observasi langsung menurut Mediadiknas (2008) adalah observasi yang dilakukan terhadap objek ditempat

kejadian atau tempat berlangsungnya peristiwa yang diteliti. Artinya, dalam o b s e r v a s i l a n g s u n g p e n e l i t i y a n g mengadakan observasi turut ambil bagian bersama subjek ataupun objek yang diobservasi.

Penelitian ini dilakukan secara langsung dilapangan, oleh karena itu peneliti menggunakan catatan lapangan s e b a g a i p e l e n g k a p d a t a . C a t a t a n lapangan merupakan catatan yang ditulis secara rinci, cermat, luas dan mendalam dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap subjek penelitian, aktivitas ataupun tempat berlangsungnya penelitian tersebut. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2008) catatn lapangan adalah suatu hasil dari observasi dan wawancara yang bermakna kolektif, karena terdiri dari catatan lapangan yang dibuat oleh peneliti s e n d i r i , d a n d i t a m b a h k a n d e n g a n dokumen-dokumen resmi, gambar, foto, rekaman video ataupun sumber-sumber resmi lainnya yang dikeluarkan oleh pihak yang terkai yang mana sesuai dengan fokus dari penelitian yang akan dilakukan.

PEMBAHASAN

1. Gambaran Emosi Pada Remaja Yang Memiliki Saudara Kandung Penyandang Autis

Dari 15 emosi yang dijelaskan o l e h L a z a r u s ( 1 9 9 1 ) , s u b j e k mengalami hampir seluruh emosi tersebut. Subjek mengalami emosi-emosi negatif yaitu, marah, sedih, cemburu, malu, cemas, iri, jijik, takut, kasihan dan rasa bersalah. Selain itu subjek juga mengalami beberapa emosi-emosi positif, diantaranya adalah harapan, bangga, lega, gembira dan cinta.

a).

Emosi Negatif

1). Marah

Penyebab kemarahan pada subjek adalah karena tingkah laku adiknya yang seringkali nakal, susah untuk diatur dan sering memaksakan kehendaknya. Hal lain yang menyebabkan subjek mengalami emosi marah adalah karena adiknya, suka tiba-tiba keluar rumah hanya untuk jajan di warung yang

berada tepat didepan rumahnya, hal tersebut m em buat subj ek bi ngung karena telah mencari-cari adiknya ternyata adiknya berada diluar rumah.

Adik subjek juga suka berteriak pada saat subjek sedang menelepon, dan jika sedang memainkan komputer suka lupa waktu dan tidak mau diberhentikan.

2). Sedih

Penyebab emosi sedih pada subjek adalah karena adiknya menyandang autis, dan karena kondisi adiknya tersebut subjek merasa sulit u n t u k b e r i n t e r a k s i d a n berkomunikasi dengan adiknya.

3). Cemburu

Subjek mengalami emosi cemburu karena adiknya yang autis terlalu dimanja oleh k e d u a o r a n g t u a n y a , kebutuhan-kebutuhan adiknya

(9)

selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya tetapi tidak sama halnya dengan kebutuhan subjek, selain itu subjek juga merasa cemburu karena orang tuanya terl al u meli ndungi adiknya yang autis.

4). Malu

S ubjek m erasa malu p a d a s a a t a d i k m e r e k a bertingkah laku yang tidak sesuai dengan situasi. Hal ini terlihat dari penjelasan subjek y a n g m e n g a t a k a n b a h w a tingkah laku adiknya yang tidak pantas dilakukan didepan umum seperti teriak, tiba-tiba marah dan perilaku keseharian adiknya yang berbeda dengan a n a k - a n a k l a i n n y a y a n g seusianya.

Menurut Martin & Colbert (1997), salah satu dampak memilik saudara sekandung dengan kebutuhan khusus adalah merasa malu karena saudara sekandung mereka, dan merasa lelah karena harus m e n j e l a s k a n k e l a i n a n a saudara sekandung mereka kepada teman-temannya. 5). Cemas

Subjek merasa cemas karena keadaan dan tingkah laku adiknya. Keadaan yang m e m b u a t s u b j e k m e r a s a c e m a s a d a l a h : k a r e n a adiknya sakit. Hal lain yang m e m b u a t s u b j e k m e r a s a cemas adalah karena adiknya ti dak memi liki rasa tak ut, adiknya bisa tiba-tiba keluar rumah tanpa ijin dan tanpa s e p e n g e t a h u a n s u b j e k , tingkah laku adiknya yang kadang kala pergi kewarung sendirian tanpa mengetahui bahaya yang mungkin dapat terjadi, membuatnya cemas. 6). Iri

Subjek merasa iri d e n g a n p e r h a t i a n y a n g diberikan oleh kedua orang tuanya, menurut subjek semua kebutuhan adiknya seringkali d i p e n u h i , s e d a n g k a n kebutuhannya tidak, begitu

juga dengan barang-barang yang subjek inginkan, subjek m erasa sul i t sek al i u ntuk mendapatkan barang-barang t e r s e b u t , s e d a n g k a n h a l tersebut tidak berlaku pada adiknya.

7). Jijik

Subjek merasa jijik pada a di k n ya , a pa bi l a ad i k n ya sedang membersihkan kotoran h i d u n g n y a , b i l a s e d a n g melakukan hal tersebut subjek suka mengotori barang-barang yang ada disekitarnya, adiknya lalu menempelkan kotoran hidungnya di karpet, tembok dan barang-barang yang ada dihadapannya.

8). Takut

Dalam hal i ni subjek merasa takut apabila adiknya tiba-tiba sakit, subjek tidak dapat mengetahui sebab dari sakit yang dirasakan oleh a d i k n y a , k a r e n a a d i k n y a s e n d i r i s a j a s u l i t u n t u k memberitahu subjek sedang s a k i t a p a . H a l l a i n y a n g membuat subjek takut adalah, apabila adiknya tiba-tiba keluar rumah tanpa diketahui oleh subjek. Subjek merasa takut jika adiknya diganggu oleh orang yang tidak tahu dengan kondisi adik nya tersebut, subj ek j uga m erasa t ak ut a d i k n y a m e n g a l a m i kecelakaan karena ia keluar r u m a h d a n m e n ye b e r a n g jalan.

9). Kasihan

Dalam kasus ini subjek merasa kasi han terhadap adiknya karena subjek melihat bahwa adiknya menderita a k i b a t k e k u r a n g a n y a n g dimilikinya, seperti perbedaan adiknya dengan anak-anak l a i n n y a , k e s u l i t a n u n t u k berinteraksi dengan orang lain, s e r t a h u b u n g a n a d i k n y a dengan teman-temannya yang normal. Oleh karena itu subjek berusaha untuk menolong sang adik dengan cara terus-menerus membantunya agar

(10)

ia bertambah menjadi lebih baik.

Selain itu menurut subjek adiknya juga belum dapat berkomunikasi dengan lancar. Subjek mengetahui bahwa adiknya belum mampu untuk berkomunikasi seperti anak-a n anak-a k l anak-a i n s e u m u r anak-a n n y anak-a walaupun adiknya telah berusaha dengan keras. Oleh karena itu subjek

ingin

m e n o l o n g d e n g a n c a r a membantu adiknya dalam hal memperlancar komunikasinya.

10). Rasa bersalah

Subjek mengaku kadang kala memarahi adiknya yang autis secara berlebihan karena alasan adiknya mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama sehingga akhirnya di l am pi ask annya dengan kemarahan. Menurut subjek, ia memarahi adiknya karena ia tidak ingin adiknya seperti ini terus-menerus. Subjek ingin adiknya bertambah baik. Rasa bersalah tersebut menjadi bertambah parah apabila adiknya mulai menangis.

b).

Emosi-emosi Positif 1). Harapan

Subjek berharap agar adiknya dapat menjadi lebih baik. Keadaan untuk dapat m en j a di l ebi h bai k di si ni adalah agar adiknya dapat menjadi anak yang lebih baik dari keadaan yang sekarang, dapat membaca, memiliki banyak teman, dan dapat diterima oleh orang-orang yang ada disekitarnya.

2). Bangga

Subjek merasa bangga atas kemampuan-kemampuan b a r u y a n g d i m i l i k i o l e h adiknya. Misalnya, subjek merasa bangga karena adiknya sudah lebih mandiri, t i d a k s u k a m e m a k s a k a n kehendaknya sendiri.

Satu hal yang berbeda adalah peristiwa yang menyebabkan subjek mengalami emosi

bangga, yaitu dengan kondisi adiknya yang serba terbatas, d a p a t m e m b a n t u d i r i n y a menjadi seperti sekarang ini, membuat dirinya menjadi lebih dewasa bila dibandingkan dengan teman-temannya. 3). Lega

Dalam hal ini, kondisi yang menimbulkan stres atau yang tidak sesuai dengan subjek adalah kekurangan a d i k n y a d i d a l a m h a l kemandirian. Menurut subjek, k i n i a d i k n y a s u d a h l e b i h mandiri dari sebelumnya, hal ini dapat dilihat dari apa yang dikataklan oleh subjek bahwa a d i k n y a s u d a h m a u mengerjakan tugas-tugasnya s e n d i r i , s a a t m a k a n d a n minum adiknya sudah mandiri, karena hal tersebutlah subjek merasa lega, karena adiknya s u d a h t i d a k m e r e p o t k a n o r a n g - o r a n g y a n g a d a disekitarnya.

4). Gembira

Subjek merasa gembira karena adanya kemajuan pada adiknya. Kemajuan ini dapat berupa kem ampuan baru, ya i t u adi k n ya s ud ah m au berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, selain itu adiknya juga sudah tidak membuat kekacauan dan berteriak-teriak lagi apabila teman-teman subjek sedang berkunjung kerumah. Adiknya juga sudah tidak buang air kecil sembarangan, sekarang adiknya melak ukannya di kamar kecil. Sebelumnyua adiknya suka buang air kecil disembarang temapat, bahkan apabila sedang berada diluar rum ah ataupu n di te m pat umum adiknya masih saja b u a n g a i r k e c i l d i c e l a n a ataupun sembarangan.

5). Cinta

Subjek merasa memiliki emosi cinta kepada kedua orang adiknya, baik itu yang menyandang autis ataupun yang normal. Karena menurut

(11)

subjek, kedua adiknya tersebut s an ga t pi n ta r da n s ubj ek merasa sangat bersyuk ur k a r e n a m e m i l i k i k e d u a adiknya.

2. Gambaran Regulasi Emosi Pada Remaja Yang Memiliki Saudara Kandung Penyandang Autis Di Lihat Dari Peristiwa Yang Menimbulkan Emosi.

Dibawah ini akan dijelaskan bagaimana cara subjek untuk dapat meregulasi emosinya, yang mana cara dari subjek untuk meregulasi emosi tersebut adalah emosi-emosi yang negatif.

1). Regulasi Emosi Marah Subjek menyalahkan dirinya sendiri karena telah memarahi adiknya secara b e r l e b i h an d a n m em b u a t adiknya menangis dan juga karena tidak dapat menjaga adiknya dengan baik, sehingga adiknya suka tiba-tiba keluar rumah sendiri.

2). Regulasi Emosi Sedih Karena keadaan adiknya yang autis, serta kesulitan s u b j e k u n t u k d a p a t berinteraksi dan berkomunikasi dengan adiknya, subjek cenderung untuk melupakan kesulitannya karena memiliki adik yang a u t i s , s e l a i n i t u s u b j e k biasanya suka mengajak teman-temannya main kerumah wal aupun hanya sekedar untuk kumpul-kumpul ataupun menonton film-film komedi.

3). Regulasi Emosi Cemburu Subjek seringkali menyalahkan orangtuanya y a n g t i d a k b e r s i k a p a d i l t e r h a d a p n y a d a n h a n y a mementingkan adiknya yang autis, menurut subjek orang t u a n y a s e l a l u m e m e n u h i semua kebutuhan adiknya yang autis, sedangkan untuk k e b u t u h a n s u b j e k o r a n g tuanya kurang memperhatikan. 4). Regulasi Emosi Malu

Dengan kondisi adiknya t e r s e b u t , s u b j e k m e r a s a bahwa hanya dirinyalah yang m e m i l i k i s e o r a n g a d i k penyandang auti s, subjek merasa malu karena adiknya tersebut suka berteriak, tiba-tiba marah, suka bertingkah aneh seperti memainkan jari tangannya tanpa berhenti dan juga karena adiknya berbeda d e n g a n a n a k - a n a k y a n g lainnya.

5). Regulasi Emosi Cemas S u b j ek j u g a m e r a sa cemas apabila sedang bermain ditempat umum, karena ada beberapa orang yang tidak mengetahui tentang kondisi adiknya yang autis, seringkali bertanya kepada subjek tentang kondisi adiknya yang autis tersebut, hal yang b i a s a n y a s u b j e k l a k u k a n adal ah de ngan menjawab b a h w a a d i k n y a a d a l a h seorang penyandang autis dan memiliki tingkah laku yang berbeda dengan anak-anak yang normal.

6). Regulasi Emosi Iri

Menurut subjek apa yang dilakukan oleh orang tuanya adalah demi kebaikan adiknya, karena itu subjek belajar untuk selalu berfikir positif terhadap seluruh perhatian yang diberikan kepada adiknya oleh kedua orangtuanya, adalah karena memang adiknya sangat membutuhkan perhatian tersebut. Subjek juga selalu berusaha untuk tidak terlalu banyak menuntut perhatian dari kedua orang tuanya.

7). Regulasi Emosi Jijik

Adik subjek sering sekali mengupil, dan apabila sedang m e l a k u k a n h a l t e r s e b u t adiknya suka menempelkan kotoran hidungnya dimana saja, baik itu di sofa, tembok ataupun karpet, hal tersebut membuat subjek merasa jijik. Apabila adiknya melakukan hal yang membuat subjek jijik,

(12)

subjek mencoba untuk tidak menghiraukan adiknya t e r s e b u t , k a r e n a s u b j e k menganggap bahwa peristiwa tersebut tidak terlalu menjijikan dan ada hal-hal tertentu yang lebih membuat subjek merasa lebih dari itu.

8). Regulasi Emosi Takut

Apabila adiknya sedang keluar subjek merasa sangat tak ut dan selalu memi liki perasaan-perasaan ataupun pikiran-pikiran yang negatif y a n g d a p a t t e r j a d i p a d a adiknya, karena adiknya itu berbeda dengan anak yang normal, sehingga adiknya belum bisa menjaga dirinya sendiri. Hal yang biasanya subjek lakukan untuk dapat mengatasi perilaku adiknya tersebut adalah dengan cara sel alu berusaha menjaga adiknya agar tidak keluar rumah.

9). Regulasi Emosi Kasihan H a l y a n g m e m b u a t subj ek m erasak an emosi

KESIMPULAN DAN SARAN

Hampir semua jenis emosi yang ada dalam teori emosi Lazarus dialami oleh subjek yang memiliki saudara kandung penyandang autis. Selain itu juga subjek meregulasi emosinya dengan cara yang berbeda-beda pada tiap jenis emosi yang subjek rasakan.

Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan agar mempertimbangkan variasi jenis kelamin partisipan dengan

DAFTAR PUSTAKA

Lazarus, R. S. (1991). Emotional and

Aadaptation. New York: Oxford University

Press.

Mappiare, A. (2003). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Maramis, W. F. (1998). Ilmu Kedokteran

Jiwa. Surabaya: Arilangga University Press.

Mediadiknas. go.id. (2008). Bab III

Metodologi Penelitian. Available on

<Http://www.media.diknas.go.id>. Diakses tanggal 25 Juli 2008. Marijani, L. (2003). Peran Saudara

Sekandung Pada Anak

kasihan adalah karena adiknya berbeda dengan anak-anak lain yang seumurannya, selain itu adiknya juga belum dapat b e r k o m u n i k a s i d a n berinteraksi dengan baik dan l a n c a r , s e h i n g g a s u b j e k merasa kesulitan untuk dapat berhubungan dengan adiknya. Dengan kondisi adiknya yang autis, subjek berusaha untuk dapat m eneri m a k eadaan adiknya, dan berusaha untuk d a p a t m em b a n t u a d i k n ya dengan cara mengajarkan adiknya cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. 10). Regulasi Emosi Rasa

Bersalah

Subjek menyalahkan dirinya sendiri karena telah memarahi adiknya secara b e r l e b i h a n d a n m e m b u a t adiknya menangis dan juga karena tidak dapat menjaga adiknya dengan baik, sehingga adiknya suka tiba-tiba keluar rumah sendiri.

adiknya yang menyandang autis. Pengalaman emosi saudara sekandung akan lebih terlihat perkembangannya a pa bi l a di l ak uk an pen el i ti an ya ng berkesinambungan (longitudinal), yang mana penelitian tersebut dimulai pada saat sang adik dinyatakan menyandang autis. Hal ini mungkin terjadi apabila perbedaan usia antara kakak dengan adik cukup jauh.

Penyandang ASD. Available on

<Http://www.puterakembara.org>. Diakses tanggal 19 Juli 2008. B i n g e r , J . J . ( 1 9 7 9 ) . P a r e n t - C h i l d

Relations: An Introduction to Parenting. New York: McMillan

Publishing Co. Inc.

Chaplin, J. P. (2002). Dictionary of

Psychology. Terjemahan Kartini

Kartono (Cetatan ke-8). Jakarta: RajaGrafindo Persada.

(13)
(14)

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.

Gambar

Gambar 1: Roda Emosi Plutchick

Referensi

Dokumen terkait

taraf penjepitan lateral, sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling atas. Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya dalam arah

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, bahwa peneliti mendapatkan data perbandingan antara sebelum dan sesudah menerapkan metode diskusi kelompok

Perubahan Perjanjian Kinerja dilakukan karena adanya perubahan target indikator kinerja yaitu pada program kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana alam dengan indikator persentase

Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit\.Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap

Mengacu dari Schiffman dan Kanuk (2010) bahwa ketidakpastian dan konsekuensi negatif yang mungkin dihadapi dapat menjadi pertimbangan sebelum melakukan pembelian day cream

Salah satu teknologi yang terkenal dari BMW R 1200 GS Adventure adalah teknologi mode Riding Rain &amp; Road yang di pasangkan pada motor ini dengan tujuan untuk setiap pengguna

Bertugas sebagai marketing communications dalam praktik karya bidang ini, penulis melakukan strategi untuk menaikkan awareness masyarakat mengenai kanal baru ini