• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci: Metode Analisa Bobot, Metode Kriging, Kerapatan Jaringan Pos Hujan. ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci: Metode Analisa Bobot, Metode Kriging, Kerapatan Jaringan Pos Hujan. ABSTRACT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS

HUJAN DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA

PEMBOBOTAN DI WILAYAH SUNGAI PARIGI-POSO PROVINSI

SULAWESI TENGAH

Nurul Pratiwi1, Ery Suhartanto2, Dian Chandrasasi2

1)Mahasiswa Sarjana Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang;

2) Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang.

Teknik Pengairan Universitas Brawijaya-Malang, Jawa Timur, Indonesia Jln.MT Haryono 167 Malang 65145 Indonesia

e-mails:[email protected]

ABSTRAK

Data hujan merupakan point penting dalam perencanaan bangunan keairan, sehingga dibutuhkan data hujan yang benar dan akurat. Untuk mendapatkan data hujan yang benar dan akurat diperlukan adanya kerapatan jaringan pos hujan sesuai dengan yang direkomendasikan WMO (World Meteorologic Organisation).

Di lokasi penelitian yaitu Wilayah Sungai Parigi-Poso provinsi Sulawesi Tengah, kerapatan jaringan pos hujannya berdasarkan WMO kurang memadai, sehingga dibutuhkan evaluasi pos hujan eksisting dengan metode analisa bobot untuk mengetahui skala prioritas dari setiap pos hujan dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan yang baru menggunakan metode kriging.

Hasil analisa kerapatan jaringan pos hujan dengan metode diatas didapat letak dari masing-masing pos hujan di Wilayah Sungai Parigi-Poso provinsi Sulawesi Tengah yaitu, 1 pos klasifikasi primer, 7 pos klasifikasi sekunder dan 17 pos hujan rekomendasi 1 serta 15 pos hujan rekomendasi 2, dari 10 pos hujan eksisting yang luasan pengaruhnya sudah memenuhi standar WMO dengan kesalahan relatif kurang dari 5% pada perbandingan curah hujan rancangan pos eksiting dan pos rekomendasi. Nilai RMSE (Root Mean Square Error) dan MAE (Mean Absolute Error) pos hujan rekomendasi 1 dan rekomendasi 2 lebih kecil dibandingkan nilai RMSE dan MAE pos hujan eksisting sehingga rekomendasi ini dapat diterapkan.

Kata Kunci: Metode Analisa Bobot, Metode Kriging, Kerapatan Jaringan Pos Hujan. ABSTRACT

Rainfall data is an important point in the hidraulic planning which accurate rain data is required. To obatained accurate rainfall data needed network density of rain station in accordance with the recommended WMO (World Meteorologic Organisation).

Standard WMO of network density of rain station in Parigi-Poso river region, Central Sulawesi Province, is inadequate, so that requiring the evaluation of existing rain station used score analysis method to determine the scale priority score of each rain station and new planning at network density of rain station with Kriging method.

The results of the network density of rain station with those method obtained the location of each rainfall station of Parigi Poso river region, Central Sulawesi Province, that are 1 primer classification station, 7 sekunder classification station and 17 rain station for first recommendation and 15 rain station for second recommendation , of 10 existing rain station with misconduct relatively below than 5 % to the comparison between existing station and recommendation of rainfall desaign.The value of RMSE (Root Mean Square Error) and MAE (Mean Absolute Error)

rain station first recommendation and second recommendation lower than the value of RMSE and MAEexisting rain so that these recommedation can be applied.

(2)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Data hujan pada suatu DAS merupakan bagian yang sangat penting

dalam analisis hidrologi untuk

perencanaan bangunan air. Oleh

karena itu dibutuhkan adanya jaringan pos hujan yang memadai, sehingga dapat diperoleh data yang mewakili keadaan hujan sebagai curah hujan DAS. Maka diperlukan sejumlah pos hujan, dengan pengertian bahwa makin banyak jumlah pos hujan, perkiraan terhadap hujan yang sebenarnya terjadi di dalam sebuah DAS makin baik.

Penetapan kerapatan jaringan dirasakan sangat penting, mengingat kerapatan pos hujan dapat dinyatakan sebagai luas DAS yang diwakili oleh satu pos. Tinggi kerapatan hujan ini sangat menentukan ketelitian perkiraan hujan dalam DAS tersebut. Kerapatan jaringan pos hujan berdasarkan WMO

(World Meteorologhical Organization), menyebutkan bahwa untuk daerah tropis seperti Indonesia, diperlukan kerapatan minimum

600-900 km2/pos untuk daerah dataran dan

untuk daerah pegunungan sebesar

100-250 km2/pos.

Pertimbangan penetapan

jaringan pos hujan tidak sederhana, pada umumnya hal ini pun tidak dapat dilakukan sekali jadi, dan selalu memerlukan evaluasi sesuai dengan

perkembangan yang terjadi, dan

merupakan proses evaluasi yang

menerus, (Harto, 2009:35). Oleh karena itu, maka analisis kerapatan jaringan pos hujan sangat diperlukan pada DAS.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Wilayah Sungai Parigi-Poso

memiliki peranan yang penting

untuk masyarakat Provinsi

Sulawesi Tengah.

2. Dalam kegiatan analisa hidrologi,

terutama untuk mendapatkan

parameter hidrologi yang

digunakan sebagai dasar dalam

perencanaan, operasi dan

pemeliharaan serta pengembangan sumber daya air dibutuhkan data hidrologi yang akurat seperti curah hujan dan lain sebagainya.

3. Keakuratan data hidrologi terutama

data curah hujan dipengaruhi oleh kerapatan jaringan pos hujan suatu DAS atau Wilayah Sungai.

4. Melihat beberapa hal tersebut

diatas maka analisa kerapatan jaringan pos hujan pada Wilayah

Sungai Parigi-Poso sangat

diperlukan. Hal ini untuk

memberikan data hidrologi yang akurat sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari studi ini yaitu untuk mengetahui hasil evaluasi pos hujan berdasarkan metode Analisa Bobot, serta kerapatan jaringan pos hujan berdasarkan metode Kriging, dan juga tujuan lainnya adalah untuk memperoleh tata letak posisi pos hujan dan besar daerah luasan pengaruhnya berdasarkan metode Kriging.

Sedangkan manfaat dari studi ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang perencanaan

infrastruktur bangunan keairan

khususnya pos hujan. Serta memberi masukan dan prosedur analisis pada instansi dalam merencanakan tata letak pos hujan yang ada di Wilayah Sungai Parigi-Poso Provinsi Sulawesi Tengah. Dan sebagai suatu sistem pendukung

dalam pengambilan keputusan

(decision support systems) untuk perencanaan infrastruktur bangunan keairan khususnya pos hujan bagi pemerintah daerah setempat, sehingga diperoleh keakuratan data yang lebih tepat dan akurat.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisa Bobot (Score)

Analisa bobot (Score)

digunakan untuk mengetahui skala prioritas dari setiap pos hujan, dan

(3)

selanjutnya dapat ditentukan klasifikasi dari pos hujan tersebut. Penentuan skala prioritas dihitung menggunakan faktor penentu dan koefisien faktor, serta unsur dan skor unsur faktor penentu.

Penentuan skala prioritas

dihitung menggunakan rumus berikut ini :

Dalam hal ini :

n ki i

F SP

SP = nilai skala prioritas

F = nilai dari faktor penentu

k = koefisien faktor penentu

i = 1, 2, 3,.... ... n banyaknya

faktor penentu. Dengan ketentuan :

a) Skala prioritas pertama (SP I) diperoleh jika : SP > SPRAT + 1 SD

b) Skala prioritas kedua (SP2)

diperoleh jika : SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD

c) Skala prioritas ketiga (SP3)

diperoleh jika : SP < SPRAT - 1 SD Penjelasan:

SPRAT = nilai SP rata-rata

SD = deviasi standar nilai SP.

2.2. Analisa Hidrologi

2.2.1. Menambah Data Hujan Yang Hilang

Berikut ini diberikan dua cara

untuk melakukan koreksi data,

(Triatmodjo, 2010: 39)

a. Metode perbandingan normal

(normal ratio method)

Data yang hilang diperkirakan dengan rumus sebagai berikut:

𝑃𝑋 𝑁𝑋 = 1 𝑛 ( 𝑃1 𝑁1+ 𝑃2 𝑁2+ 𝑃3 𝑁3+ ⋯ 𝑃𝑛 𝑁𝑛) dengan :

Px :hujan yang hilang di

pos x

P1, P2, Pn :data hujan di pos

sekitarnya pada

periode yang sama

Nx :hujan tahunan di pos x

N1, N2, … Nn :hujan tahunan di pos

sekitar x

N :jumlah pos hujan di

sekitar x b. Reciprocal method

Cara ini lebih baik karena

memperhitungkan jarak antar pos (L1),

Seperti diberikan oleh bentuk berikut:

𝑃

𝑥

=

∑ 𝑃𝑖 𝐿𝑖2 𝑛 𝑖=1 ∑ 1 𝐿𝑖2 𝑛 𝑖=1 dengan:

Px = hujan yang hilang di pos x,

Pi = data hujan di pos sekitarnya

pada periode yang sama,

Li = jarak antara pos hujan i

dengan pos hujan x

2.2.2. Uji Konsistensi Data

2.2.2.1. Metode Lengkung Massa Ganda (Double Mass Curve)

Metode ini bertujuan untuk mengetahui dimana letak ketidak

konsistenan suatu data yang

ditunjukkan oleh penyimpangan

garisnya dari garis lurus. Jika terjadi penyimpangan, maka data hujan dari pos yang diuji harus dikoreksi sesuai

dengan perbedaan kemiringan

garisnya. Uji konsistensi ini dapat diselidiki dengan cara membandingkan curah hujan tahunan komulatif dari pos yang diteliti dengan harga komulatif curah hujan rata-rata dari suatu jaringan pos dasar yang bersesuaian.

2.2.2.2. Uji-T

Uji T digunakan untuk menguji kesamaan / homogenitas rata-rata dari 2 populasi data hujan di 2 pos atau 2 sampel yang berbeda. Uji T dilakukan apabila jumlah sampel kecil (n<30). Uji T dapat di-lakukan dengan persamaan sebagai berikut :

𝑡 = |X 1− X 2| 𝜎 |𝑁1 1+ 1 𝑁2| 1 2 𝜎 = |𝑁1 𝑆12+ 𝑁2 𝑆22 𝑁1+ 𝑁2−2 | 1 2 Dengan : t = variabel t terhitung.

(4)

X 2 = rata-rata hitung sampel set ke 2

N1 = jumlah sampel set ke 1

N2 = jumlah sampel set ke 2

S1 = standar deviasi sampel set ke 1

S2 = standar deviasi sampel set ke 2

Apabila t terhitung lebih besar dari nilai kritis tc, pada derajat

kepercayaan (𝛼) tertentu, maka kedua

sampel yang di uji tidak berasal dari

populasi yang sama. Apabila t

terhitung lebih kecil dari tc maka kedua sampel berasal dari populasi yang sama.

2.2.2.3. Uji F

Apabila 𝜎12 dan 𝜎

22 adalah

varian dari dua populasi, maka kedua nilai tersebut untuk di uji, harus membuat hipotesis statistika :

H0 : 𝜎12 = 𝜎22 = 𝜎2

Metode statistika yang umum digunakan untuk menguji hipotesis

tersebut adalah Uji-F. Jika S12 dan S22

adalah varian dari sampel dengan

jumlah N1 dan N2 maka dapat

dilakukan pengujian dengan

menggunakan distribusi F yang telah dikembangkan oleh Fisher. Apabila varian kedua sampel tersebut setelah di uji ternyata tidak terdapat perbedaan nyata maka dapat disebut varian sama

jenis (homogeneus variances). Dapat

dirumuskan sebagai berikut

(Soewarno, 1995:38): F = 𝑁1 .𝑆1 2(𝑁 2−1) 𝑁2 .𝑆22(𝑁1−1) dk1 = N1 - 1 dk2 = N2 – 1 Keterangan : F = perbandingan F

dk1 = derajat kebebasan kelompok

sampel ke 1.

dk2 = derajat kebebasan kelompok

sampel ke 2.

N1 = Jumlah sampel kelompok 1.

N2 = Jumlah sampel kelompok 2.

S1 = Deviasi standar kelompok 1.

S2 = Deviasi standar kelompok 2.

Penggunaan distribusi F adalah sama dengan penggunaan distribusi-t.

Dalam hal ini, hipotesis nol ditolak

jika S12 lebih besarpengujian dua sisi.

2.3. Curah Hujan Rerata Harian Maksimum

Data hujan yang terukur selalu dianggap mewakili kondisi bagian kawasan dari suatu Satuan Wilayah Sungai atau Daerah Pengaliran Sungai tersebut. Metode yang digunakan

yaitu metode Poligon Thiessen.

Perbandingan luas poligon untuk

setiap pos yang besarnya An/A.

Thiessen memberi rumusan sebagai berikut: n n n A A A R A R A R A R        ... . ... . . 2 1 2 2 1 1 dimana:

R : Curah hujan daerah

rata-rata

R1, R2, ..., Rn : Curah hujan ditiap

titik pos Curah hujan

A1, A2, ..., An : Luas daerah Thiessen

yang mewakili titik pos curah hujan

n : Jumlah pos curah

hujan

2.4. Uji Outliers

Outliers adalah data menyimpang cukup jauh dari trend kelompoknya. Keberadaan ouliers biasanya dianggap mengganggu pemilihan jenis distribusi

suatu sampel data, sehingga outliers ini

perlu dihilangkan (Ven Te Chow, 1998:403).

2.5. Analisa Curah Hujan Rancangan

Untuk menentukan metode

yang sesuai, maka terlebih dahulu harus dihitung besarnya parameter statistik yaitu koefisien kemencengan (skewness) atau Cs, dan koefisien

kepuncakan (kurtosis) atau Ck.

Persamaan yang digunakan adalah (Lily Montarcih, 2008: 85) :

 

3 3 ) 2 )( 1 (n n S x x n Cs    

 

4 4 2 ) 3 )( 2 )( 1 (n n n S x x n Ck     

(5)

dengan:

Cs = Skewness/kepencengan Ck = kurtosis/koefisien puncak

S = simpangan baku

n = jumlah data

Hasil perhitungan Cs dan Ck tersebut kemudian disesuaikan dengan syarat pemilihan metode frekuensi pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Syarat Pemilihan Metode Frekuensi

Jenis Metode Ck Cs

Gumbel Log Normal Log Person Tipe III

< 5,4002 3,0 bebas 1,1396 0 bebas

Sumber : Sri Harto, 1993 : 245

 Curah Hujan Rancang Distribusi

Frekuensi Log Pearson Tipe III

Perhitungan curah hujan

rancangan menggunakan distribusi

Log Pearson Tipe III, dengan

persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 143):

dengan:

X

log = nilai logaritma curah hujan

rancangan X

log = nilai rata-rata logaritma

dari curah hujan

maksimum tahunan

S = nilai deviasi standar

k = merupakan karakteristik

dari distribusi log Pearson tipe III

 Curah Hujan Rancang Distribusi

Frekuensi Gumbel

Persamaan garis lurus untuk distribusi frekuensi Gumbel dapat mengunakan cara empiris sebagai berikut (Soewarno, 1995:127) K sd X X   . dimana :

X = harga rerata sample

sd = simpangan baku sampel

k = faktor frekuensi yang

merupakan fungsi dari periode

ulang dan tipe distribusi

frekuensi yang besarnya:

Sn Yn Yt

k 

dimana :

Yt = Reduced variate sebagai

fungsi periode ulang T =                Tr 1 Tr ln ln

Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya n data (Tabel Yn)

Sn = Reduced standar deviasi

sebagai fungsi dari banyaknya n data (Tabel Sn)

 Curah Hujan Rancang Distribusi

Frekuensi Log Normal

Persamaan Distribusi Log

Normal sama dengan persamaan distribusi Log Pearson III dengan nilai koefisien asimetris Cs = 0.

1 1 2   

n X Ln Xi Ln S n i S Z X Ln x Ln   . dimana :

X = Curah Hujan Maksimum

tahunan

Ln X = Natural Logaritma

X

Ln = Nilai rata-rata dari Natural

logaritmik variat X

S = Simpangan baku

n = Jumlah data

Z = Konstanta Log Normal,

berdasarkan nilai Cs = 0

2.6. Uji Kesesuaian Distribusi Frequensi

Untuk menentukan kesesuaian (the goodness of fit) distribusi frequesi empiris dari sampel data terhadap fungsi distribusi frequensi teoritis yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi, diperlukan pengujian secara statistik. Dalam

menentukan kesesuaian distribusi

frequensi pada perhitungan statistik hidrologi sering diterapkan dua cara

pengujian yaitu: Uji kesesuaian

Smirnov-Kolmogorov dan Uji Chi

) log ( log

(6)

Kuadrat (Chi-Square Test), (Nugroho, 2011:47).

2.7. Kerapatan dan Pola

Penyebaran Pos Hujan

2.7.1. Standar WMO (World Meteorogical Organization)

Badan Meteorologi Dunia atau WMO (World Meteorogical Organization)

menyarankan kerapatan minimum

jaringan pos hujan sebagai berikut:

Tabel 2.2. Kerapatan Minimum yang Direkomendasikan WMO

No Tipe

Luas Daerah (km2)

per Satu Pos Hujan

Kondisi Normal

Kondi si Sulit

1 Daerah dataran tropis

mediteran dan sedang

1000 – 2500 (600 – 900) 3000 – 9000 2 Daerah pegunungan tropis mediteran dan sedang 300 – 1000 (100 – 250) 1000 – 5000 3 Daerah kepulauan kecil bergunung dengan curah hujan bervariasi

140 – 300 (25)

4 Daerah arid dan

kutub

5000 – 20000 (1500 – 10000)

Sumber: Linsley, 1986 : 67

2.7.2. Metode Kriging

Kriging adalah metode

geostatistika yang menggunakan nilai

yang sudah diketahui dan

semivariogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang belum diukur. Dengan kriging, nilai prediksi tidak sama dengan data asal, seperti pada pendekatan poligon Thiessen, tetapi bervariasi bergantung pada kedekatan terhadap lokasi data asal (Tatalovich,

2005). Persamaan umum metode

kriging adalah sebagai berikut:

) ( * 1 0 i n i iZ x Z

   dengan:

Z0* = rata-rata dihitung (computed)

λi = bobot

Z (xi) =nilai ‘z’ pada titik x yang ditinjau

Selanjutnya, kesalahan estimasi dapat dihitung sebagai:

𝑍0∗ −𝑍0 = ∑𝑛𝑖=1𝜆𝑖𝑍(𝑥𝑖) − 𝑍0

 Estimasi error variansi

𝜎𝑘2= 𝐸[𝑍∗(𝑥0) − 𝑍(𝑥0)]2= ∑ 𝜆𝑗𝛾(𝑥0, 𝑥𝑗) + 𝜇 𝑛

𝑗=1

Estimasi error variansi 𝜎𝑘2 sangat

bergantung pada jumlah dan lokasi dari lokasi-lokasi yang diamati. Oleh

sebab itu 𝜎𝑘2, adalah alat yang efisien

untuk penyelesaian permasalahan

optimasi jaringan, dan perlu

ditekankan juga bahwa 𝜎𝑘2 bukanlah

error estimasi ruang nyata, tetapi error pemodelan.

Semivariogram dengan GIS 9.3

Dalam metode kriging, fungsi semivariogram sangat menentukan. Oleh sebab itu, semivariogram data

perlu diketahui terlebih dahulu.

Persamaan umum semivariogram

adalah sebagai berikut (Suharjo,

2005): 𝛾(ℎ) =1 2𝑛 ∑(𝑧(𝑥𝑖 + ℎ) − 𝑧(𝑥𝑖)) 2 𝑛 𝑖=1 dengan:

z (xi) = nilai ‘z’ pada titik x yang

ditinjau

h = jarak antar titik

z (xi+h) = nilai ‘z’ pada jarak h dari titik x yang ditinjau

Gambar 2.1. Bentuk Umum Semivariogram

Pada dasarnya variogram

mempunyai tiga persamaan dasar yang

dapat dipergunakan untuk

menggambarkan hubungan antara

jarak (km) dan besaran variable (dalam

hal ini besar hujan, dalam mm2), yaitu

spherical, exponential, dan linear. (Tiryana, 2005).

1. Model spherical dapat disajikan

(7)

γ(h) = C[(3h/2α) − h3/2α3]

h< α

Atau = C h < α

Gambar 2.2. Model Spherical

2. Model exponential disajikan dalam

persamaan:

𝛾(ℎ) = 𝐶 [1 − 𝑒−ℎ⁄𝑟]

Gambar 2.3 Model Exponential

3. Model gaussian dapat disajikan

dalam persamaan: 𝛾(ℎ) = 𝐶 (1 − 𝑒−ℎ 2 𝑟2 ⁄ )

Gambar 2.4. Model Gaussian

Cross Validation dengan GIS 9.3

Metode ini menggunakan

seluruh data untuk mendapatkan suatu model. Dari hasil prediksi dapat

ditentukan galat prediksi yang

diperoleh dari selisih antara nilai sesungguhnya dengan hasil prediksi.

𝑒𝑖 = 𝑍(𝑥𝑖) − 𝑍∗(𝑥𝑖)

di mana:

ei = galat (error)

Z(xi) = nilai sesungguhnya pada

lokasi ke-i

Z*(xi) = prediksi nilai pada lokasi ke-i

Beberapa ukuran yang dapat

digunakan untuk membandingkan

keakuratan model adalah:

1. Root Mean Square Error (RMSE) Ukuran ini paling sering digunakan untuk membandingkan akurasi antara 2 atau lebih model dalam analisis spasial. Semakin kecil nilai RMSE suatu model menandakan semakin akurat model tersebut.

𝑅𝑀𝑆𝐸 = √𝑆𝑆𝐸

𝑛

𝑆𝑆𝐸 = ∑𝑛𝑖=1𝑒𝑖2

2. Mean Absolute Error (MAE)

Ukuran ini mengindikasikan

seberapa jauh penyimpangan prediksi dari nilai sesungguhnya. Semakin kecil nilai MAE seatu model interpolasi spasial, semakin kecil penyimpangan prediksi dari nilai sesungguhnya.

𝑀𝐴𝐸 =∑𝑛𝑖=1|𝑒𝑖|

𝑛

2.8. Kesalahan Relatif

Penentuan kesalahan relatif curah hujan rancangan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: % 100 *         Xa Xb Xa Kr dengan:

Kr = Kesalahan relatif curah hujan rancangan (%)

Xa = Curah hujan rancangan

berdasarkan jaringan pos

hujan eksisting (mm).

Xb = Curah hujan rancangan

berdasarkan metode Kriging (mm).

2.9. Sistem Informasi Geografis (Geographical Information System)

Geografis adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi

informasi-informasi geografi. SIG

adalah kumpulan yang terorganisir

dari perangkat keras komputer,

Jarak (km) V ar io g ra m ( mm 2) (mm2 Jarak (km) Va rio g ra m (m m 2) Jarak(km) Vari o g ram (mm 2)

(8)

perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien

untuk memperoleh, menimpan,

mengupdate, memanipulasi,

menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (Prahasta 2002: 55).

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Daerah Studi

Lokasi studi ini terletak pada wilayah sungai Parigi-Poso yang merupakan Wilayah Sungai Strategis Nasional dan secara geografis terletak

pada posisi antara 119o54` - 121o31`

Bujur Timur dan 0o05` - 2o14` Lintang

Selatan dengn luas wilayah 8,864,23

km2.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Sungai Parigi-Poso

3.2. Langkah Pengerjaan Studi

1. Analisis Jaringan Pos Hujan

Berdasarkan Metode Analisa

Bobot menggunakan data primer atau data hasil survey ke lapangan. 2. Analisis Kerapatan Pos Hujan dan

Pola Penyebaran Pos Hujan

Berdasarkan Standar WMO (World

Meteorogical Organization).

3. Melakukan pemodelan

semivariogram berdasarkan data curah hujan tahunan rerata, dengan

menggunakan tiga model

semivariogram baku yaitu model spherical, model exponential, dan model gaussian.

4. Menghitung cross validation (nilai RMSE dan MAE) masing-masing

model semivariogram untuk

memperoleh model terbaik.

5. Menentukan jumlah pos

rekomendasi berdasarkan hasil

perhitungan estimasi variansi. 6. Membuat peta galat baku prediksi

berdasarkan model semivariogram

terpilih. Pembuatan peta ini

bertujuan untuk menentukan letak pos hujan rekomendasi.

7. Perhitungan kesalahan relatif

berdasarkan perbandingan analisis curah hujan rancangan eksisting dan rekomendasi.

Mulai

Pengklasifikasian Pos beroperasi dan tidak beroperasi

Peta Rupa Bumi (jalan, Sungai dan Administrasi)

Digitasi Peta Pengeplotan Pos Hujan

Sesuai Koordinat

Uji Konsistensi Data dengan Lengkung Massa

Ganda, Uji T dan Uji F Pemodelan Wilayah

Sungai

Poligon Thiessen Luas Pengaruh Tiap Pos

Hujan Analisa Kerapatan Pos

Hujan Pembuatan Jaringan Pos

Hujan Sesuai Hasil Metode Kriging Perhitungan Curah Hujan

Harian Maksimum

Analisa Distribusi Log Pearson III, Gumbel dan log Normal

Uji Kesesuain Distribusi Curah Hujan Rancangan Pos Rekomendasi

Perhitungan Curah Hujan Harian Maksimum Analisa Distribusi Log Pearson III, Gumbel dan log

Normal Uji Kesesuaian Distribusi

Curah Hujan Rancangan Pos Eksisting

Perbandingan CH Eksisting dengan Metode Kriging

Standar WMO

Selesai Dihentikan

Tidak Ya Hasil Survey Lapangan

Analisa Bobot (Score)

Diaktifkan

Data Curah Hujan Data Pos Hujan dan

Koordinat

Gambar 3.2 Dialgram alir pengerjaan studi

ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi Pos Hujan dengan

Metode Analisa Bobot (Score)

Analisa bobot (Score) digunakan

untuk mengetahui skala prioritas dari setiap pos hujan, dan selanjutnya dapat ditentukan klasifikasi dari pos hujan tersebut. Penentuan skala prioritas dihitung menggunakan faktor penentu dan koefisien faktor, serta unsur dan skor unsur faktor penentu. Berikut

(9)

hasil Perhitungan Analisa Bobot (Score):

Tabel 4.1. Perhitungan Analisa Bobot

NO Nama Pos Nilai SP Persamaan Skala Prioritas Skala Prioritas 1 Kilo 474 SPRAT- 1 SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2 2 Tolai 473 SPRAT- 1 SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2 3 Mayoa 477 SPRAT- 1 SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2 4 Pandayora 498 SPRAT- 1 SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2 5 Dolago Padang 295 SP < SPRAT - 1 SD SP3 6 Sausu 311 SP < SPRAT - 1 SD SP3 7 Dolago Bendung 462 SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2 8 Olaya 353 SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2 Rata - Rata 417.88

Standard Deviasi 83.48

Sumber: Hasil Perhitungan Keterangan nilai:

 SP1 > 501.35

 334.40 < SP2 < 501.35

 SP3 < 334.40

Dari perhitungan tabel di atas

selanjutnya dilakukan

pengklasifikasian pos hujan

berdasarkan skala prioritas yang hasil

evaluasinya ditabelkan sebagai

berikut:

Tabel 4.2. Hasil Evaluasi Metode Analisa Bobot

NO Nama Pos Nilai SP Prioritas Skala Klasifikasi Ket

1 Kilo 474 SP2 Sekunder - 2 Tolai 473 SP2 Sekunder - 3 Mayoa 477 SP2 Sekunder - 4 Pandayora 498 SP2 Sekunder - 5 Dolago Padang 295 SP3 Sekunder - 6 Sausu 311 SP3 Primer Dekat

bendung 7 Dolago Bendung 462 SP2 Sekunder - 8 Olaya 353 SP2 Sekunder -

Rata - Rata 417.88 Standard

Deviasi 83.48

Sumber: Hasil Perhitungan

4.2 Analisa Kerapatan Pos Hujan Berdasarkan Standar WMO (World Meteorogical Organization)

Dari hasil analisa diketahui bahwa pada Wilayah Sungai Parigi-Poso terdapat 3 pos hujan dimana luas daerah pengaruhnya termasuk dalam klasifikasi kondisi sulit, (1000-5000

km2/pos) didasarkan pada WMO

daerah pegunungan tropis mediteran sedang yaitu pos Lembontonara, Kilo, dan Pandayora. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan standar WMO dan dari hasil presentase luas daerah pengaruh, kerapatan ketiga pos hujan tersebut kurang sehingga perlu adanya rekomendasi pos hujan baru dengan metode kriging.

4.3Analisa Kerapatan Pos Hujan Berdasarkan Metode Kriging

Dalam perencanaan jaringan pos

hujan dengan metode Kriging

didasarkan pada curah hujan tahunan rerata setiap pos hujan.

Dari data curah hujan tahunan

rerata yang diperoleh, dilakukan

pemodelan semivariogram. Untuk

mempermudah pemodelan, dilakukan

binning (pengelompokkan nilai semivariogram) pada semivariogram.

Proses binning ini didasarkan pada

jarak terjauh antar pos hujan. Setelah

dilakukan binning, maka dilakukan

pemodelan semivariogram dengan

menggunakan tiga model

semivariogram baku yaitu spherical,

exponential, dan gaussian. Untuk

mengetahui model semivariogram

yang terbaik yang nantinya akan dipakai dalam membuat prediksi

interpolasi kriging, dilakukan cross

validation dengan melakukan prediksi interpolasi kriging untuk setiap model semivariogram. Perbandingan nilai RMSE dan MAE dari ketiga model semivariogram dapat dilihat pada Tabel 4.3

(10)

Tabel 4.3. Perbandingan Hasil Cross Validation Ketiga Model

Semivariogram

Model Variogram RMSE MAE Spherical 720.240 601.070 Exponential 720.240 601.070 Gaussian 627.294 508.457

Sumber: Hasil Perhitungan

Berdasarkan tabel di atas,

model variogram gaussian mempunyai

nilai RMSE dan MAE yang terkecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

korelasi spasial curah hujan di

Wilayah Sungai Parigi-Poso dapat dijelaskan oleh model semivariogram

gaussian.

Model semivariogram terpilih selanjutnya digunakan untuk membuat peta kontur galat baku prediksi (prediction standart error map). Pembuatan peta kontur ini bertujuan untuk mengetahui besar kesalahan distribusi kontur jaringan pos hujan pada kondisi eksisting. Peta kontur galat baku prediksi dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.1. Peta kontur galat baku prediksi eksisting

Dari peta kontur tersebut, dapat dilihat bahwa pola penyebaran pos

hujan mempengaruhi kesalahan

distribusi kontur. Pada daerah dengan kerapatan pos hujan yang rendah memiliki kesalahan distribusi kontur yang tinggi. Sehingga perlu adanya rekomendasi pos hujan baru pada daerah tersebut.

Penentuan letak pos hujan yang direkomendasikan dilakukan dengan cara simulasi yang didasarkan pada peta galat baku prediksi pos hujan

eksisting dengan memperhatikan

jaringan jalan dan jaringan sungai pada

daerah studi. Peta galat baku prediksi pos hujan rekomendasi dapat dilihat pada gambar.

Gambar 4.2. Peta kontur galat baku prediksi rekomendasi I

Gambar 4.3. Peta kontur galat baku prediksi rekomendasi II

Pengujian keoptimalan letak pos hujan rekomendasi dilakukan dengan membandingkan nilai RMSE dan MAE antara pos hujan eksisting

dan pos hujan rekomendasi.

Perbandingan nilai RMSE dan MAE pada kedua kondisi tersebut disajikan sebagai berikut:

Tabel 4.4. Perbandingan Nilai RMSE dan MAE Pos Hujan Eksisting dan Pos

Hujan Rekomendasi 1 Model Semivariogram RMSE MAE Eksisting Rekomendasi I Eksisting Rekomendasi I Spherical 720.240 541.9 601.070 397.859 Exponential 720.240 571.0 601.070 419.465 Gaussian 627.294 540.65 508.457 399.759

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.5. Perbandingan Nilai RMSE dan MAE Pos Hujan Eksisting dan Pos

Hujan Rekomendasi 2 Model Semivariogram RMSE MAE Eksisting Rekomendasi II Eksisting Rekomendasi II Spherical 720.240 481.5 601.070 312.680 Exponential 720.240 537.8 601.070 391.353 Gaussian 627.294 483.7 508.457 307.553

(11)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai RMSE dan MAE pos hujan rekomendasi lebih kecil dibandingkan nilai RMSE dan MAE pos hujan eksisting, sehingga pos rekomendasi hasil interpolasi kriging layak untuk diterapkan pada Wilayah Sungai Parigi-Poso.

Selanjutnya dilakukan analisa curah hujan rata-rata daerah dan curah hujan rancangan dari metode Kriging sehingga diketahui besarnya nilai curah hujan rancangan untuk berbagai kala ulang dari metode Kriging tersebut. Dari hasil perhitungan curah

hujan rancangan pada kondisi

eksisting, rekomendasi I dan

rekomendasi II, diperoleh besarnya nilai kesalahan relatif untuk berbagai kala ulang. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.6, dan Tabel 4.7. Dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar.

Tabel 4.6. Rekapan Kesalahan Relatif Curah Hujan Rancangan Rekomendasi

I No (tahun) Tr Curah Hujan Rancangan Curah Hujan Rancangan Kesalahan Relatif Jaringan Eksisting (mm) Metode KrigingRekom I (mm) Rekomendasi I (%) 1 2 34.734 35.092 1.031 2 5 46.530 47.162 1.358 3 10 53.100 53.703 1.137 4 25 60.238 60.633 0.655 5 50 64.849 65.001 0.234 6 100 68.954 68.799 0.225 7 1000 80.055 78.544 1.887

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.7. Rekapan Kesalahan Relatif Curah Hujan Rancangan

Rekomendasi II No Tr Curah Hujan Rancangan Curah Hujan Rancangan Kesalahan Relatif Jaringan Eksisting Metode Kriging Rekom II Rekomendasi II (tahun) (mm) (mm) (%) 1 2 34.734 33.58 3.335 2 5 46.530 46.46 0.151 3 10 53.100 54.20 2.073 4 25 60.238 62.27 3.375 5 50 64.849 67.75 4.478 No Tr Curah Hujan Rancangan Curah Hujan Rancangan Kesalahan Relatif Jaringan Eksisting Metode Kriging Rekom II Rekomendasi II (tahun) (mm) (mm) (%) 6 100 68.954 72.37 4.953 7 1000 80.055 82.02 2.449

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari hasil analisa berdasarkan metode Kriging, diketahui kerapatan

pos hujan rekomendasi I dan

rekomendasi II memenuhi standar WMO (pos hujan termasuk dalam kondisi normal). Hal ini membuktikan bahwa penentuan letak pos hujan baru berdasarkan metode Kriging dapat diterapkan di Wilayah Sungai Parigi-Poso. Hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 4.8. dan Tabel 4.9.

Tabel 4.8. Analisa Kerapatan Pos Hujan Berdasarkan Standar WMO (pos Hujan

Rekomendasi I)

Luas Daerah Km2 persatu pos hujan

No Kondisi Normal : 300 - 1000 No Kondisi Ideal: 100 - 250

Pos Hujan Luas (Km2) Pos Hujan Luas (Km2) 1 Tolai 338.42 16 Dolago Padang 78.13 2 Mayoa 305.09 17 Olaya 73.78 3 Lembontonatara 361.32 4 Lemusa 315.97 5 Kilo 504.03 6 Pandayora 564.17 7 Sausu 680.10 8 Dolago Bendung 260.45 9 A 644.81 10 B 500.37 11 C 750.64 12 D 825.74 13 E 712.69 14 F 730.67 15 G 982.96

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.9. Analisa Kerapatan Pos Hujan Berdasarkan Standar WMO (pos Hujan

Rekomendasi II)

No Luas Daerah Km2 persatu pos hujan

Kondisi Normal : 300 – 1000 Pos Hujan Luas (Km2)

1 Tolai 343.15 2 Mayoa 305.09 3 Lembontonatara 361.32 4 Lemusa 354.25 5 Kilo 504.03 6 Pandayora 564.17

(12)

No Luas Daerah Km2 persatu pos hujan

Kondisi Normal : 300 – 1000 Pos Hujan Luas (Km2)

7 Sausu 680.10 8 Dolago Bendung 369.36 9 A 644.81 10 B 500.37 11 C 750.64 12 D 825.74 13 E 712.69 14 F 730.67 15 G 982.96

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.10. Pola Penyebaran Pos Hujan Rekomendasi I Metode Kriging

NO Nama Pos

Letak

Geografis Letak Astronomi Kecamatan BT LS 1 Tolai Sausu 120 ˚ 19 ' 54.91" 0 ˚ 23 ' 10.9" 2 Mayoa Pamona Selatan 120 ˚ 44 ' 14.5" 2 ˚ 8 ' 41.78" 3 Lembontonara Moriatas 121 ˚ 3 ' 55.22" 1 ˚ 37 ' 43.5" 4 Lemusa Parigi 120 ˚ 4 ' 58.98" 0 ˚ 49 ' 23.99" 5 Kilo Poso Pesisir 120 ˚ 35 ' 41.78" 1 ˚ 16 ' 40.51" 6 Pandayora Pamona Selatan 120 ˚ 41 ' 23.32" 2 ˚ 6 ' 40.72" 7 Dolago Padang Parigi 120 ˚ 12 ' 28.51" 0 ˚ 53 ' 23.6" 8 Sausu Sausu 120 ˚ 25 ' 12.5" 1 ˚ 3 ' 26.78" 9 Dolago Bendung Parigi 120 ˚ 11 ' 14.71" 0 ˚ 53 ' 51.61" 10 Olaya Parigi 120 ˚ 9 ' 46.58" 0 ˚ 50 ' 15.11" 11 A Ampibabo 119 ˚ 59 ' 12.08" 0 ˚ 19 ' 42.33" 12 B Tojo 121 ˚ 17 ' 22.13" 1 ˚ 9 ' 26.89" 13 C Tojo 121 ˚ 10 ' 49.45" 1 ˚ 22 ' 47.6" 14 D Tojo Barat 120 ˚ 53 ' 42.48" 1 ˚ 32 ' 50.26" 15 E Poso Pesisir 120 ˚ 37 ' 56.95" 1 ˚ 31 ' 51.24" 16 F Pamona Utara 120 ˚ 37 ' 56.35" 1 ˚ 40 ' 33.41" 17 G Pamona Utara 120 ˚ 30 ' 14.49" 1 ˚ 48 ' 40.15"

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.11. Pola Penyebaran Pos Hujan Rekomendasi II Metode

Kriging

NO Nama Pos

Letak

Geografis Letak Astronomi Kecamatan BT LS 1 Tolai Sausu 120 ˚ 19 ' 54.91" 0 ˚ 23 ' 10.9" 2 Mayoa Pamona Selatan 120 ˚ 44 ' 14.5" 2 ˚ 8 ' 41.78" 3 Lembontonara Moriatas 121 ˚ 3 ' 55.22" 1 ˚ 37 ' 43.5" NO Nama Pos Letak

Geografis Letak Astronomi Kecamatan BT LS 4 Lemusa Parigi 120 ˚ 4 ' 58.98" 0 ˚ 49 ' 23.99" 5 Kilo Poso Pesisir 120 ˚ 35 ' 41.78" 1 ˚ 16 ' 40.51" 6 Pandayora Pamona Selatan 120 ˚ 41 ' 23.32" 2 ˚ 6 ' 40.72" 7 Sausu Sausu 120 ˚ 25 ' 12.5" 1 ˚ 3 ' 26.78" 8 Dolago Bendung Parigi 120 ˚ 11 ' 14.71" 0 ˚ 53 ' 51.61" 9 A Ampibabo 119 ˚ 59 ' 12.08" 0 ˚ 19 ' 42.33" 10 B Tojo 121 ˚ 17 ' 22.13" 1 ˚ 9 ' 26.89" 11 C Tojo 121 ˚ 10 ' 49.45" 1 ˚ 22 ' 47.6" 12 D Tojo Barat 120 ˚ 53 ' 42.48" 1 ˚ 32 ' 50.26" 13 E Poso Pesisir 120 ˚ 37 ' 56.95" 1 ˚ 31 ' 51.24" 14 F Pamona Utara 120 ˚ 37 ' 56.35" 1 ˚ 40 ' 33.41" 15 G Pamona Utara 120 ˚ 30 ' 14.49" 1 ˚ 48 ' 40.15"

Sumber: Hasil Perhitungan

5. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil metode analisa bobot, dapat diketahui 1 pos klasifikasi primer yaitu pos hujan Sausu karena fungsinya yang sangat diperlukan dan terletak di dekat bangunan air (bendung), dan 7 pos klasifikasi sekunder yaitu Pos hujan Kilo, pos hujan Pandayora, pos hujan Dolago Padang dan pos hujan

dolago Bendung serta Pos

Klimatologi Tolai, Olaya dan

Mayoa berdasarkan hasil

perhitungan dari skala prioritas. 2. Hasil analisa kerapatan jaringan pos

hujan di Wilayah Sungai Parigi-Poso berdasarkan metode Kriging

dengan standar WMO (World

Meteorological Organization) pada daerah pegunungan tropis

mediteran sedang menunjukan

terdapat 3 pos hujan dalam kondisi sulit dengan luas pengaruh antara

1000-5000 km2 yaitu pos hujan

Lembontonara, Kilo dan Pandayora. Untuk itu perlu adanya perencanaan jaringan pos hujan yang baru. Dari hasil perhitungan metode kriging didapat 17 rekomendasi hujan untuk rekomendasi 1 dan 15 pos hujan

(13)

pada rekomendasi 2, dari 10 pos

hujan eksisiting dengan nilai

variansi dibawah 5%. Nilai RMSE

dan MAE dari pos hujan

rekomendasi 1 dan rekomendasi 2 lebih kecil dibandingkan dengan nilai RMSE dan MAE dari pos

hujan eksisting sehingga

rekomendasi ini dapat diterapkan. 3. Besarnya curah hujan rancangan

pos hujan eksisting, pos hujan rekomendasi 1 dan pos hujan rekomendasi dengan kala ulang

2,5,10,25,50,100,1000 tahun

setelah di bandingkan hasil

kesalahan relatifnya dibawah 5%. Hal ini membuktikan penentuan letak pos hujan baru dapat di terapkan di Wilayah Sungai Parigi-Poso.

4. Presentase kesalahan relatif curah hujan rancangan rekomendasi 1 dan rekomendasi 2 berdasarkan pola jaringan pos hujan metode Kriging terhadap kondisi eksisting dibawah 5% yaitu dengan rata-rata 1.557 untuk rekomendasi 1 dan 3.145 pada rekomendasi 2.

5. Letak posisi pos hujan rekomendasi 1 dan rekomendasi 2 terletak pada topografi daerah yang umumnya pegunungan dan perbukitan yang tersebar di Kabupaten Parigi

Moutong, Kabupaten Poso,

Kabupaten Morowali, dan

Kabupaten Tojo Una-una dengan letak astronomi wilayah Bujur Timur dan Lintang Selatan serta pada Zona 51 S berdasarkan UTM,

yang luas pengaruhnya sudah

memenuhi standar WMO (World

Meteorological Organization).

DAFTAR PUSTAKA

Chow, V.T., Maidment, D.R., and

Mays, L.W. 1998. Apllied

Hydrology. Singapore: McGraw-Hill Book Company.

Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya. 2000. Panduan

Penulisan Skripsi. Malang:

Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya.

Hadisusanto, Nugroho. 2010. Aplikasi

Hidrologi. Malang: Jogja

Mediautama.

Harto Br, Sri. 1993. Analisis

Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kementerian Pekerjaan Umum dan JICA. 2010. Pelatihan Hidrologi. Kementerian Pekerjaan Umum. Limantara, Lily Montarcih. 2008.

Hidrologi Dasar. Malang: Tirta Media.

Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. Bandung: Lubuk Agung.

Linsley, Ray K, M.A. Kohler dan JLH Pualhus. 1986. Hidrologi Untuk

Insinyur.(Terjemahan). Jakarta:

Erlangga.

Prahasta, Eddy. 2002. Sistem

Informasi Geografis. Bandung: Informatika.

Soemarto, CD. 1986. Hidrologi

Teknik. Surabaya: Usaha Nasional. Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1.

Bandung: Nova.

Soewarno. 1995. Hidrologi : Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 2.

Bandung: Nova.

Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1977. Hidrologi Untuk Pengairan.

Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Suhartanto, Ery. Lily Montarcih

Limantara dan Wahyu Nugroho Wicaksono. 2012. Jurnal Aplikasi SIG dan Metode Kriging serta Standar WMO untuk Kerapatan Stasiun Hujan di Das Kahayan Provinsi Kalimantan Tengah.

Triatmodjo, Bambang. 2010.

Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.

Gambar

Tabel 2.1. Syarat Pemilihan Metode  Frekuensi
Gambar 2.2. Model Spherical  2.  Model exponential disajikan dalam
Gambar 3.1 Peta Wilayah Sungai  Parigi-Poso
Tabel 4.1. Perhitungan Analisa Bobot
+4

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen perusahaan dapat mengganti aktiva tetap yang tidak layak operasi dengan aktiva tetap yang baru, penambahan aktiva tetap yang sudah ada untuk

Pengertian pedoman pengawasan adalah pegangan atau petunjuk untuk melaksanakan kegiatan pengawasan yang lebih operasional dan rinci agar pelaksanaan kegiatan

Menerapkan sebuah program gerakan literasi guna untuk meningkatkan minat baca kepada siswa dan perpustakaan menjadi salah satu fasilitas yang dapat digunakan

Dari hasil ini menunjukkan bahwa kadar Kalsium dalam daun kelapa sawit memiliki unsur hara yang cukup sesuai dengan standar yang telah ditentukan yaitu antara 0,5 – 0,75 %. Kata

kontras terhadap kelangsungan hidup ikan gabus menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan komersil tanpa penambahan jintan hitam (P1 dan P2) berbeda nyata dengan

Pada penelitian ini, pertumbuhan bibit padi Barak Cenanan dihambat oleh cekaman NaCl yang di tandai dengan penurunan tinggi batang, berat segar dan kering tanaman. Berat

Anak mengenal jenis-jenis tanaman Anak menceritakan cara merawat tanaman Anak mengenal bagian-bagian dari tanaman 20% 30% 30% 80% 70% 70% BB MB BSH BSB.. Perencanaan

Di Teluk Ekas terdapat perbedaan kecepatan arus, dimana pada dasar perairan kecepatan arusnya jauh lebih besar daripada di permukaan perairan, hal ini