• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

AKUNTABILITAS

KINERJA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2012.

LAKIP ini merupakan wujud pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi, kebijakan, program dan kegiatan Kemenko Polhukam dalam menyelenggarakan tugas di bidang politik, hukum dan keamanan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian dan Lembaga.

Melalui kerja keras serta dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, Kemenko Polhukam telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan dalam mendukung tujuan pembangunan nasional sesuai dengan Rencana Strategis Kemenko Polhukam 2010-2014. Keberhasilan program-program yang telah terlaksana dengan hasil yang terukur dan sesuai dengan rencana akan menjadi barometer agar program-program pada masa mendatang dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien. Sementara itu, berbagai kendala serta kegagalan dalam pelaksanaan program dan kegiatan selama tahun 2012 menjadi bahan evaluasi kami bagi perbaikan kinerja Kemenko Polhukam pada tahun-tahun mendatang.

Saya menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang selama ini secara konsisten dan sungguh-sungguh bersama dengan Kemenko Polhukam mewujudkan stabilitas politik, hukum dan keamanan guna menunjang pembangunan nasional dalam upaya menyejahterakan masyarakat Indonesia.

Akhir kata, semoga Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kemenko Polhukam Tahun 2012 ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik sebagai informasi maupun evaluasi kinerja.

Jakarta, Maret 2013 MENTERI KOORDINATOR

BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

(3)

DAFTAR ISI HAL KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii RINGKASAN EKSEKUTIF iv BAB I : PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 B. KELEMBAGAAN KEMENKO POLHUKAM 2 1. Tugas dan Fungsi 2

2. Organisasi 3

C. PERAN KEMENKO POLHUKAM 4 BAB II : PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RPJMN 2010-2014 5

B. RENCANA STRATEGIS KEMENKO POLHUKAM 2010-2014 6

1. Visi dan Misi 6

2. Sasaran Strategis 7

3. Arah Kebijakan 7

C. PERJANJIAN KINERJA 2012 8

BAB III : AKUNTABILITAS KINERJA A. CAPAIANRPJMN 2010-2014 PADA TAHUN 2012 10

B. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA TAHUN 2012 13

C. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA TAHUN 2012 14

BAB IV : PENUTUP 49

LAMPIRAN :

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kemenko Polhukam Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahun 2012 per Kedeputian Lampiran 3. Review Pencapaian RPJMN 2010-2014 pada 2012 Lampiran 4. Form Pengukuran Kinerja 2012

(4)

DAFTAR TABEL

II.1 Perjanjian Kinerja Tahun 2012 9

III.1 Capaian Prioritas I Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola 10

III.2 Capaian Kinerja Tahun 2012 13

III.3 Capaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Demokrasi dan Diplomasi Indonesia 14 III.4 Data Kemajuan Kasus WNI yang Terkena Hukuman Mati 21 III.5 Capaian Sasaran Meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM 30 III.6 Capaian Sasaran Terwujudnya Stabilitas Keamanan 36 III.7 Capaian Sasaran Meningkatnya Pendayagunaan Aparatur

dan Tata Kelola Pemerintahan 45

III.8 Realisasi Anggaran 2012 48

DAFTAR GRAFIK

III.1 Indeks Demokrasi Indonesia 2009-2010 16

III.2 Persentase Distribusi Kasus WNI di Luar Negeri 2012 24 III.3 Penyelesaian Kasus WNI di Luar Negeri tahun 2012 25

III.4 Capaian Pembentukan Pokja RAN-HAM 2012 35

III.5 Perkembangan Capaian MEF 37

III.6 Perbandingan Penyelesaian Kejahatan Konvensional 2011-2012 39 III.7 Perbandingan Penyelesaian Kejahatan Terhadap Kekayaan Negara 40 III.8 Perbandingan Penyelesaian Kejahatan Transnasional 2011-2012 40 III.9 Perbandingan Penyelesaian Kejahatan Impilkasi Kontijensi 2011-2012 42

III.10 Penyelesaian Tindak Kejahatan 2012 42

III.11 Perbandingan Jumlah Kejahatan dan Penyelesaiannya 2011-2012 43 III.12 Perbandingan Skor Integritas Pelayanan Publik 46

(5)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian dan Lembaga serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Nomor: PER-367/Menko/Polhukam/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenko Polhukam, bahwa Kemenko Polhukam mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyinkronkan dan mengoordinasikan perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan bidang politik, hukum dan keamanan.

Untuk mengukur keberhasilan dari implementasi Rencana Strategis Kemenko Polhukam 2010-2014 sebagaimana telah direvisi dalam Peraturan Menko Polhukam Nomor: Per-13/Menko/Polhukam/06/2012, Kemenko Polhukam menetapkan target pada masing-masing sasaran yang akan dicapai sesuai dengan Peraturan Menko Polhukam Nomor: Per-12/Menko/Polhukam/06/2012 tentang Indikator Kinerja Utama Kemenko Polhukam. Pengukuran capaian hasil koordinasi bidang politik, hukum dan keamanan tahun 2012 diperoleh melalui pemenuhan berbagai Indikator Kinerja yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan, baik kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian dan sasaran yang telah ditetapkan.

Koordinasi bidang politik, hukum dan keamanan yang dilakukan oleh Kemenko Polhukam tidak dapat dilepaskan dari pencapaian kinerja nasional. Melalui koordinasi dan sinkronisasi kebijakan yang dilakukan, Kemenko Polhukam telah mendorong pelaksanaan tugas teknis oleh Kementerian/Lembaga terkait agar lebih efektif dan optimal, melalui rekomendasi kebijakan dan langkah tindak lanjut yang diberikan. Adapun capaian pengelolaan bidang politik, hukum dan keamanan sebagai berikut:

1. Capaian kinerja di bidang politik dalam negeri antara lain dapat dilihat dari peningkatan capaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Hasil survei IDI pada tahun 2010, menunjukkan skor 63,17. Sedangkan hasil sementara IDI tahun 2011 dengan skor 65,48. Hal ini menunjukkan peningkatan kualitas praktik demokrasi di Indonesia. Selain itu, untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, Kemenko Polhukam telah menyusun Draft Grand Design Pemantapan Wawasan

(6)

2. Politik luar negeri ditandai dengan keterkaitan erat masalah nasional, regional dan global dalam segala bidang seperti politik keamanan, ekonomi, lingkungan dan sosial. Dari peran diplomasi Indonesia selama tahun 2012 diperoleh kemajuan yang berarti dalam banyak bidang seperti kerjasama bilateral dan mitra strategis, perundingan perbatasan dengan negara tetangga, perlindungan WNI/TKI di luar negeri, pemeliharaan perdamaian dan stabilitas kawasan dan global, dan konsolidasi demokrasi dan nilai HAM. Beberapa capaian penting politik luar negeri yang memerlukan peranan dan keterlibatan Kemenko Polhukam melalui koordinasi pemangku kepentingan tingkat nasional dapat terlihat dalam terlaksananya 32 perundingan batas darat dan laut dengan 7 negara tetangga. Upaya perlindungan WNI di luar negeri, yang merupakan agenda prioritas nasional, berhasil mengurangi hingga 50% pelaporan kasus WNI di luar negeri, pembebasan 110 WNI dari ancaman hukuman mati dan 33 telah bebas murni dan telah dipulangkan ke tanah air serta penanganan WNI dalam situasi konflik seperti di Suriah. Pemajuan HAM setelah disepakatinya Deklarasi HAM ASEAN dapat dicatat sebagai bagian dari capaian penting pollugri pada tahun 2012.

3. Capaian kinerja di bidang hukum dapat dilihat dari aspek Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM). Realisasi capaian IPK pada tahun 2012 adalah sebesar 32 dari rencana target sebesar 3,2. (Pada tahun 2012, terjadi perubahan metode dan skala pengukuran dari 1 s.d 100). Dalam rangka pelaksanaan RANHAM, untuk K/L telah mencapai 68,7 persen dari rencana target 70 persen dan untuk Pemda sebesar 61,2 persen melebihi dari target 50 persen.

4. Dari sisi pertahanan, dalam rangka memenuhi pembentukan postur minimum essential force serta terwujudnya kemandirian, peningkatan peran industri pertahanan dalam negeri sangat dibutuhkan, terutama untuk produk-produk militer yang secara teknis mampu diproduksi di dalam negeri. Guna mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) sebagai institusi yang merumuskan kebijakan pembelian Alutsista TNI dan Alut Polri, diselesaikannya Master Plan Industri Pertahanan dan Road Map menuju revitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Pada 2012, pencapaian MEF sebesar 35 persen dari target pencapaian MEF adalah sebesar 28,7 persen.

(7)

5. Di bidang Keamanan, dari sisi penindakan, Polri telah berhasil menangkap 89 orang tersangka tindak pidana terorisme sepanjang tahun 2012. Selain itu dalam hal penyelesaian kasus tindak pidana kejahatan konvensional, transnasional, kontijensi dan kekayaan negara telah mencapai target yaitu sebesar 64 persen. Dalam rangka pencegahan tindak pidana terorisme, BNPT telah melaksanakan berbagai program antara lain program deradikalisasi dan membentuk Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) di 15 provinsi.

6. Sebagai hasil koordinasi Kemenko Polhukam di bidang pendayagunaan aparatur dan reformasi birokrasi, Jumlah K/L yang telah Melaksanakan RB pada tahun 2012 sebanyak 20 K/L. Dalam bidang integritas penyelenggaraan pemerintahan, skor Integritas Pelayanan Publik mencapai 6,37.

LAKIP Kemenko Polhukam tahun 2012 diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan, baik kepada pimpinan maupun kepada semua pemangku kepentingan mengenai capaian kinerja Kemenko Polhukam pada tahun anggaran 2012. Selain itu, LAKIP juga diharapkan dapat memberikan umpan balik guna peningkatan kinerja pada tahun-tahun yang akan datang.

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laporan Akuntabilitas Kinerja Kemenko Polhukam Tahun 2012 disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi Kemenko Polhukam. Amanat penyusunan Laporan Kinerja telah ditetapkan dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan bagi setiap Instansi Pemerintah untuk menyusun dokumen perencanaan strategis berupa Rencana Strategis, Rencana Kinerja Tahunan, Penetapan Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja. Secara teknis, tata cara penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi Nomor 29 tahun 2010.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Kemenko Polhukam Tahun 2012 memberikan informasi mengenai pencapaian kinerja dalam mencapai sasaran strategisnya melalui pelaksanaan program dan kegiatan Kemenko Polhukam TA 2012. Selain wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi, Laporan Kinerja ini merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik, sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi. Laporan Akuntabilitas Kinerja juga bermanfaat sebagai alat utama dalam rangka pemantauan, penilaian, evaluasi dan pengendalian atas kualitas kinerja sekaligus menjadi pendorong perbaikan kinerja dalam rangka terciptanya tata kelola kepemerintahan yang baik.

(9)

B. Kelembagaan Kemenko Polhukam 1. Tugas dan Fungsi

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara bahwa Kemenko Polhukam bertugas membantu Presiden dalam menyinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Dalam menjalankan tugas yang diamanatkan tersebut, Kemenko Polhukam melakukan fungsi sebagai berikut:

a. sinkronisasi perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik,hukum, dan keamanan;

b. koordinasi perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum, dan keamanan;

c. pengendalian penyelenggaraan urusan kementerian sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;

d. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kemenko Polhukam;

e. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenko Polhukam; dan f. pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh Presiden.

Untuk mendukung pelaksananaan tugas dan fungsi, kemenko Polhukam mengkoordinasikan Kementerian/Lembaga sebagai berikut:

a. Kementerian Dalam Negeri; b. Kementerian Luar Negeri; c. Kementerian Hukum dan HAM; d. Kementerian Pertahanan;

e. Kementerian Komunikasi dan Informasi;

f. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; g. Tentara Nasional Indonesia;

(10)

i. Badan Intelijen Negara; j. Kejaksaan Republik Indonesia;

k. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; l. Badan Koordinasi Keamanan Laut.

2. Organisasi

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) dibantu oleh 8 (delapan) Pejabat Eselon I-a yang teridiri dari Sekretaris Menko Polhukam dan 7 (tujuh) Deputi yang dengan susunan: a. Deputi I Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri;

b. Deputi II Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri;

c. Deputi III Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia; d. Deputi IV Bidang Koordinasi Pertahanan Negara;

e. Deputi V Bidang Koordinasi Keamanan Nasional; f. Deputi VI Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa;

g. Deputi VII Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur;

Selain dibantu pejabat Eselon I-a, Menko Polhukam juga dibantu oleh Staf Ahli dan Staf Khusus setingkat Eselon I-b dengan susunan :

a. Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi; b. Staf Ahli Bidang Ketahanan Nasional;

c. Staf Ahli Bidang Wilayah dan Pembangunan Daerah; d. Staf Ahli Bidang Perekonomian;

e. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Manusia dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

f. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; dan g. Staf Ahli Bidang Sosial Budaya.

h. Staf Khusus sebanyak 3 (tiga) orang;

Selain para Pejabat Eselon I di atas, terdapat 39 (tiga puluh sembilan) Pejabat Eselon II, terdiri dari 35 (tiga puluh lima) Asisten Deputi, dengan

(11)

masing-masing Deputi membawahi 5 (lima) Asisten Deputi dan 3 (tiga) Kepala Biro berada di bawah Sesmenko Polhukam. Dalam rangka pengawasan internal, Menko Polhukam dibantu Satuan Pengawas Internal (SPI) yang dipimpin oleh Inspektur.

Pejabat Eselon III dan IV berada di lingkungan Sekretariat Menko Polhukam dan Unit Kedeputian. Kepala Bagian (Eselon III) dan Kepala Sub Bagian/Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Eselon IV) yang memberikan pelayanan administratif, sedangkan Kepala Bidang (Eselon III) dan Kepala Sub Bidang (Eselon IV) adalah yang membantu Asisten Deputi di unit kedeputian. Pejabat dan Staf Kemenko Polhukam terdiri dari berbagai unsur lintas instansi.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011, Kemenko Polhukam membawahi secara administratif 2 (dua) Sekretariat Komisi, yaitu Sekretariat Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dan Sekretariat Komisi Kepolisian Nasional.

C. Peran Kemenko Polhukam dalam mendukung Pencapaian Tujuan Nasional

Secara umum, peran yang telah dilakukan oleh kemenko Polhukam dalam perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan telah berjalan dengan optimal, walaupun dalam tataran implementasi masih ditemukan berbagai permasalahan yang sangat kompleks dan cenderung mengedepankan ego sektoral.

Kemenko Polhukam melaksanakan tugas dan fungsi melalui penyelenggaraan Rapat Koordinasi, meliputi Rapat Koordinasi Paripurna Tingkat Menteri (RPTM), Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas), Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) baik Tingkat Menteri atau Tingkat Eselon I, Rapat Kelompok Kerja (Pokja), Desk, pemantapan, monitoring dan evaluasi kebijakan , Forum Koordinasi, Focus Group Discussion, Workshop, Tim Kerja dan lain sebagainya. Kegiatan yang dilaksanakan tersebut menghasilkan rekomendasi kebijakan yang disampaikan oleh Menko kepada Presiden/Wakil Presiden, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

(12)

B BAABB IIII P

PEERREENNCCAANNAAAANN DDAANN PPEERRJJAANNJJIIAANN KKIINNEERRJJAA

A. RPJMN 2010-2014

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 merupakan tahap kedua dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. RPJMN 2010-2014 ini selanjutnya menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam menyusun Rencana Strategis kementerian/lembaga (Renstra-KL). RPJMN 2010-2014 berpijak pada visi dan misi Kabinet Indonesia Bersatu II dengan agenda pembangunan sebagai berikut :

Agenda I : Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Agenda II : Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan

Agenda III : Penegakan Pilar Demokrasi

Agenda IV : Penegakkan Hukum dan Pemberantasan Korupsi Agenda V : Pembangunan yang Inklusif dan Berkeadilan

Sasaran pembangunan nasional dalam perkuatan demokrasi dan penegakan hukum adalah tercapainya indeks demokrasi pada angka 73 dan Indeks Persepsi Korupsi pada angka 5,0. Visi dan Misi pemerintah 2010-2014, perlu dirumuskan dan dijabarkan lebih operasional ke dalam sejumlah program prioritas sehingga lebih mudah diimplementasikan dan diukur tingkat keberhasilannya yaitu:

1. Reformasi birokrasi dan tata kelola; 2. Pendidikan;

3. Kesehatan

4. Penanggulangan kemiskinan 5. Ketahanan pangan

6. Infrastruktur

7. Iklim investasi dan iklim usaha 8. Energi

(13)

9. Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana

10. Daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca-konflik 11. Kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi

12. Prioritas Nasional Lainnya (Polhukam, Kesra, Perekonomian)

Kemenko Polhukam bertanggung jawab dalam lingkup koordinasi pelaksanaan pencapaian prioritas Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; Daerah Tertinggal Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik, serta Prioritas Lainnya Bidang Polhukam.

B. Rencana Strategis Kemenko Polhukam 2010-2014

Kemenko Polhukam mempunyai peran penting dalam mengkoordinasikan perencanaan dan perumusan kebijakan serta mensinkronkan pelaksanaan kebijakan bidang politik, hukum dan keamanan agar mencapai hasil yang diharapkan. Sebagai langkah awal, Kemenko Polhukam menyusun Rencana Strategis Tahun 2010-2014 yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional II Tahun 2010-2014.

Rencana Strategis mencakup Visi, Misi, Kebijakan, Program dan Indikator Kinerja. Rencana Strategis ini berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yaitu tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, dengan memperhitungkan analisis situasi, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta isu-isu strategis.

1. Visi dan Misi

Sejalan dengan visi dan misi Kabinet Indonesia Bersatu II serta tugas pokok dan fungsi Kemenko Polhukam yang diselaraskan dengan tingkat capaian pembangunan bidang politik, hukum dan keamanan, maka Kemenko Polhukam menetapkan visi :

Terwujudnya stabilitas bidang politik, hukum dan keamanan yang efektif untuk mencapai Indonesia yang demokratis, adil, aman dan damai.

(14)

Guna mewujudkan visi tersebut, Kemenko Polhukam menetapkan Misi yang diharapkan menjadi arah pelaksanaan kegiatan demi terwujudnya Visi yang telah ditetapkan yaitu:

a. Mewujudkan koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan.

b. Mewujudkan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan.

c. Menyelenggarakan evaluasi dan kajian sebagai bahan pertimbangan untuk koordinasi penyusunan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan 2. Sasaran Strategis

Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam koordinasi kebijakan bidang Politik, Hukum dan Keamanan sebagai berikut:

a. Meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi Indonesia;

b. Meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM;

c. Terwujudnya stabilitas keamanan;

d. Meningkatnya pendayagunaan aparatur dan tata kelola kepemerintahan.

3. Arah Kebijakan

Arah kebijakan Kemenko Polhukam diimplementasikan melalui aktualisasi program prioritas dan kegiatan lingkup koordinasi kelembagaan bidang polhukam untuk jangka waktu lima tahun kedepan (2010-2014). Sedangkan Strategi untuk pencapaian sasaran pembangunan bidang polhukam dilaksanakan melalui implementasi program dan kegiatan dengan berpedoman restrukturisasi program dan kegiatan.

Prioritas kegiatan bidang politik, hukum dan keamanan dalam kurun waktu lima tahun (2010-2014), adalah :

1) Reformasi birokrasi dan perbaikan tata kelola pemerintahan; 2) Penegakan pilar demokrasi;

(15)

3) Penegakan hukum, pencegahan dan pemberantasan korupsi dan terorisme; 4) Perwujudan kondisi keamanan dan kepastian hukum dalam rangka

penciptaan iklim investasi dan iklim usaha yang kondusif; 5) Kebijakan pengelolaan daerah tertinggal;

6) Perwujudan keamanan di wilayah terdepan, terluar, dan perbatasan; 7) Pengelolaan daerah pasca-konflik; dan

8) Kerjasama Internasional.

Adapun program dan kegiatan dalam kurun waktu lima tahun (2010-2014) adalah sebagai berikut :

1) Program Peningkatan Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan;

2) Program Layanan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Kemenko Polhukam;

3) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kemenko Polhukam.

C. PERJANJIAN KINERJA 2012

Rencana Kinerja Tahunan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan upaya dalam membangun manajemen pemerintahan yang transparan, partisipatif, akuntabel, dan berorientasi hasil. Selanjutnya, Penetapan Kinerja disusun sebagai komitmen dari Rencana Kinerja Tahunan yang harus dicapai oleh instansi pemerintah dalam rangka meningkatkan efektivitas, akuntabilitas Instansi Pemerintah. Kemenko Polhukam telah menetapkan indikator dan target kinerja yang digunakan sebagai acuan dalam pengukuran kinerja.

Penetapan Kinerja adalah kontrak kinerja para pejabat atas kegiatan yang dilaksanakan selama 1(satu) tahun anggaran beserta target pencapaiannya. Pada akhir tahun anggaran penetapan kinerja digunakan sebagai dasar evaluasi kinerja dan penilaian kinerja. Adapun penetapan kinerja Kemenko Polhukam tahun 2012 adalah sebagai berikut:

(16)

Tabel II.1

Perjanjian Kinerja Tahun 2012

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

(1) (2) (3)

Meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi Indonesia

1. Indeks Demokrasi Indonesia 2. Jumlah kerjasama/diplomasi

internasional

3. Jumlah Grand Design Strategi Wawasan Kebangsaan

68-70 4 1

Meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM

1. Indeks Persepsi Korupsi

2. Persentase K/L yang melaksanakan Rencana Aksi Nasional HAM Nasional

3. Persentase Pemda yang melaksanakan Rencana Aksi Nasional HAM Nasional

3,2 70%

50%

Terwujudnya stabilitas keamanan

1. Skala Minimum Essential Forces 2. Persentase penyelesaian tindak

pidana Kejahatan Konvensional, Transnasional, Kontijensi dan Kekayaan Negara

28,7

64,25%

Meningkatnya

pendayagunaan aparatur dan tata kelola

kepemerintahan.

1. Skor Integritas Pelayanan Publik. 2. Jumlah K/L yang telah

Melaksanakan RB

7,25 40

(17)

B BAABB IIIIII

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian RPJMN 2010-2014 Bidang Polhukam Tahun 2012

Prioritas Nasional yang menjadi tanggung jawab kemenko Polhukam mencakup Prioritas I: Reformasi dan Tata Kelola, Prioritas 10: Daerah Terdepan, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik serta Prioritas Lainnya Bidang Politik, Hukum dan Keamanan merupakan capaian nasional dalam koordinasi Kemenko Polhukam.

Capaian prioritas I Reformasi dan Tata Kelola yang sudah pada jalur (on the track) untuk mencapai target akhir RPJMN 2014 meliputi: Indeks Integritas instansi pusat : 6.86, Opini WTP Kementerian/Lembaga 77 % , persentase Kementerian/Lembaga yang akuntabel sebesar 95,06 % dan persentase Pemerintah Provinsi yang akuntabel sebesar 75,76 %. Selain itu, terdapat capaian yang membutuhkan kerja keras menuju target RPJMN pada tahun 2014 yaitu skor integritas pemerintah daerah (6.32) dan Persentase Kabupaten/Kota yang akuntabel (pada tahun 2011: 12,78%).

Tabel III.1

Capaian Prioritas I Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

No Indikator Capaian

1 Indeks Integritas Instansi Pusat 6.86 %

2 Opini WTP Kementerian/Lembaga 77 %

3 Persentase K/L yang akuntabel 95.06 % 4 Persentase Pemerintah Provinsi yang akuntabel 75.76% 5 Skor Integritas Pemerintah Daerah 6.32 6 Persentase Kabupaten/Kota yang akuntabel 12.78 %

Beberapa capaian yang sulit dicapai pada akhir RPJMN 2014 diantaranya : Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dengan skor 32 dari target 5.0 pada tahun 2014. Sebagai informasi pada tahun 2012 terjadi perubahan metodologi dan skala (1-100) pada

(18)

pengukuran IPK. Kemudahan berusaha juga menjadi hal perlu mendapatkan atensi serius karena pada tahun 2012 Indonesia menempati peringkat 129. Peringkat ini turun 3 peringkat dari tahun 2011 dengan peringkat 126. Opini WTP pada Pemerintah Daerah juga masih rendah yaitu 16%.

Beberapa hal yang menjadi hambatan pencapaian prioritas reformasi dan tata kelola antara lain: lemahnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah dan manajemen barang milik negara, rendahnya kesadaran hukum dalam pemberantasan korupsi, kurangnya kapasitas aparat pengawas internal dan pengelola keuangan, belum optimalnya implementasi UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, belum optimalnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mencapai target RPJMN 2014 adalah sebagai berikut : Penanganan kasus-kasus korupsi skala besar, Peningkatan pelayanan publik dan kemudahan berusaha, Peningkatan kualitas SDM aparatur, Peningkatan akuntabilitas keuangan dan manajemen Barang Milik Negara serta Akselerasi Implementasi UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Capaian Prioritas 10 Daerah Terdepan, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik sudah pada jalur (on the track) dan diprediksi dapat dicapai pada akhir tahapan RPJMN. Capaian yang berkaitan dengan bidang politik, hukum dan keamanan diantaranya: terbangunnya 206 pos perbatasan, 40 border sign post 77 pilar batas dan 190 sign post, pelaksanaan pergelaran satuan TNI di wilayah perbatasan. Atensi pada aspek politik, hukum dan keamanan adalah sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan, pengawasan keamanan perbatasan, pembangunan pos lintas batas negara terpadu, pemetaan kecamatan kawasan perbatasan darat dan pulau terluar serta mengintensifkan perundingan batas darat dan laut.

Capaian Prioritas Lainnya Bidang Politik, Hukum dan Keamanan yang sudah pada jalur (on the track) diantaranya: Persentase penggunaan alat utama sistem pertahanan TNI (15,86%) dan Polri (14,30%) dari industri dalam negeri, jumlah

(19)

penanganan perkara di Tingkat MA, penyelesaian administrasi perkara di tingkat pertama dan banding di Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, penanganan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi di Kejaksaan dan KPK.

Selanjutnya sasaran yang membutuhkan kerja keras untuk mencapai target pada tahun 2014 adalah sebagai berikut: peningkatan jumlah Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) yang baru terbentuk di 15 Provinsi pad atahun 2012, Pencapaian Skala Minimum Essential Forces (MEF) pada tahun 2012 dengan skor 35% sedangkan target pada tahun 2014 adalah 45,8%, penyelesaian administrasi perkara di tingkat pertama dan banding di Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam hal perkuatan kualitas demokrasi Indeks Demokrasi Indonesia sementara pada tahun 2012 adalah 65,48. Angka naik dari tahun 2011 dengan skor 63,17. Dalam upaya mewujudkan keamanan dalam negeri, saat ini rasio Polri terhadap pendukuk 1:613, sementara target pada tahun 2014 adalah 1: 575.

Langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mencapai target sasaran RPJMN 2014 adalah implementasi program deradikalisasi dan kontra radikalisme, dukungan penyiapan tahapan Pemilu 2014, peningkatan pendidikan politik, pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri serta berupaya memenuhi rasio ideal Polri: masyarakat dan implementasi community policing.

Terlampir review pencapaian RPJMN 2010-2014 pada tahun 2012.

(20)

B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2012

Pengukuran tingkat capaian kinerja Kemenko Polhukam dilakukan dengan membandingkan target kinerja dengan realisasi dari indikator Sasaran Strategis. Secara garis besar, capaian kinerja Kemenko Polhukam pada tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel III.2

Capaian Kinerja Tahun 2012

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Persentase Realisasi 2011

(1) (2) (3) (4) (5) (6) Meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi Indonesia a) Indeks Demokrasi Indonesia b) Jumlah kerjasama/diplomasi internasional c) Jumlah Draft Grand

Design Strategi Wawasan Kebangsaan 68-70 4 1 63,17* 12 1 93 300 100 67,13** - - Meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM a)Indeks Persepsi Korupsi b)Persentase K/L yang melaksanakan Rencana Aksi Nasional HAM Nasional c)Persentase Pemda yang melaksanakan Rencana Aksi Nasional HAM Nasional 3,2 70% 50% 32*** 68,7% 61,2% 100 98,1 122,4 3,2 - - Terwujudnya stabilitas keamanan a)Skala Minimum Essential Forces b)Persentase penyelesaian tindak pidana Kejahatan Konvensional, Transnasional, Kontijensi dan Kekayaan Negara 28,7 64,25% 35 58.4 121.9 90.9 29,6 60 Meningkatnya pendayagunaan aparatur dan tata kelola

kepemerintahan.

a)Skor Integritas Pelayanan Publik. b)Jumlah K/L yang telah

Melaksanakan RB 7,25 40 6.37 20 87.9 50 6.31 16 * Skor IDI Tahun 2010, hasil survei tahun 2011.

** Skor IDI Tahun 2009, hasil survey tahun 2010.

*** Pada 2012, terdapat perubahan metodologi dan skala menjadi 0-100

(21)

Kemenko Polhukam berperan sebagai penanggungjawab kegiatan Penyusunan Laporan IDI 2010

C. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja tahun 2012

1. Sasaran Meningkatnya Kualitas Demokrasi dan Diplomasi Indonesia

Pencapaian sasaran meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi Indonesia diukur dengan indikator kinerja sebagai berikut:

Tabel III.3

Capaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Demokrasi dan Diplomasi Indonesia

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Persentase

(1) (2) (3) (4) (5) Meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi Indonesia a)Indeks Demokrasi Indonesia b)Jumlah kerjasama/diplomasi internasional c) Jumlah Draft Grand

Design Strategi Wawasan Kebangsaan 68-70 4 1 63,17* 12 1 93 300 100

* Skor IDI Tahun 2010, hasil survei tahun 2011.

a)Indeks Demokrasi Indonesia (IDI)

Secara umum perkembangan demokrasi di satu sisi ditentukan oleh sejauh mana kebutuhan-kebutuhan warga negara (democratic demand) dapat dipenuhi oleh negara (democratic supply). Di sisi lain, sejauh mana warga negara memiliki adab bernegara (civic virtue) sehingga mampu mengekspresikan tuntutan-tuntutannya secara beradab, tidak dengan kekerasan dan tidak melanggar hak-hak warga negara lain. Dalam rangka menakar praktik demokrasi di Indonesia, Pemerintah menyusun suatu instrumen untuk mengukur perkembangan demokrasi di Indonesia.

IDI adalah angka yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan 3 (tiga) aspek yaitu kebebasan sipil (civil liberties), hak-hak politik (political rights) dan lembaga-lembaga demokrasi (institutions of democracy). Kebebasan sipil dibatasi pada kebebasan individu dan

(22)

kelompok yang berkaitan erat dengan kekuasaan Negara dan atau kelompok masyarakat tertentu, dengan Variabel kebebasan sipil sebagai berikut :

1) Kebebasan Berkumpul dan Berserikat, 2) Kebebasan berpendapat,

3) Kebebasan berkeyakinan, 4) Kebebasan dari diskriminasi.

Untuk aspek Hak-Hak Politik variabel yang digunakan adalah : 1) hak memilih dan dipilih, dan

2) Partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan.

Sedangkan untuk aspek Lembaga Demokrasi digunakan variabel sebagai berikut:

1) Pemilihan Umum (Pemilu) yang Bebas dab Adil, 2) Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), 3) Peran Birokrasi Pemerintah daerah, dan

5) Peradilan yang Independen.

Pemerintah telah menetapkan IDI sebagai indikator sasaran perkuatan pembangunan demokrasi dalam pembangunan nasional nasional di bidang politik dalam RPJMN 2010-2014. Upaya ini perlu mendapat dukungan seluruh elemen, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun juga mensyaratkan partisipasi seluruh lembaga termasuk masyarakat di dalamnya.

Indeks demokrasi pada tahun 2010 adalah 63,17. Angka ini merupakan angka komposit dari ketiga aspek yang diukur yaitu kebebasan sipil (82,53), hak-hak politik (47,88) dan kelembagaan demokrasi (63,11). Dibandingkan dengan tahun 2009, Skor IDI adalah 67,13 dengan aspek kebebasan sipil (86,97), hak-hak politik (54,6) dan kelembagaan demokrasi (62,72).

(23)

Grafik III.1

Indeks Demokrasi Indonesia 2009 dan 2010

Faktor penyebab utama dari penurunan indeks aspek hak-hak politik pada IDI 2010 (dibandingkan dengan IDI 2009) adalah karena meningkatnya secara signifikan jumlah peristiwa demonstrasi atau mogok yang bersifat kekerasan di berbagai daerah di Indonesia. Data IDI 2010 menunjukkan bahwa demonstrasi yang bersifat kekerasan 76,5% dilakukan oleh masyarakat biasa dan 23,5 % dilakukan oleh mahasiswa.

Angka indeks Kebebasan Sipil yang sangat jauh di atas kedua aspek lainnya, mencerminkan telah terciptanya ruang yang luas bagi kebebasan sipil di Indonesia dan tumbuhnya gairah untuk memanfaatkannya. kenyataan ini, dapat dicatat sebagai keberhasilan pembangunan demokrasi di Indonesia. Sementara itu, rendahnya nilai indeks aspek Hak-hak Politik dan Lembaga Demokrasi, mengindikasikan telah terjadi stagnasi serta pelemahan kelembagaan politik dan penyumbatan saluran partisipasi.

Penurunan angka demokrasi di Indonesia dalam IDI merupakan kontribusi dari aspek Kebebasan Sipil dan Hak-hak Politik, terutama disebabkan oleh tuntutan masyarakat yang lebih tinggi terhadap kinerja pemerintah.

Sebagai tambahan informasi, hasil survei sementara IDI pada tahun 2011 menunjukkan angka 65,48 dari survei yang dilaksanakan tahun 2012.

(24)

Beberapa capaian lainnya dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi: 1) Tersusunnya Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) dan

pencantuman substansi penataan daerah berdasarkan Desartada dalam revisi UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

2) Telah dilakukan evaluasi/kajian sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah;

3) Pemilukada sebagai salah satu bentuk pelaksanaan demokrasi makin mencerminkan proses pematangan, termasuk penyelenggaraan Pemilukada di Provinsi Aceh yang berlangsung dengan aman, damai, tertib, dan demokratis;

4) Dalam rangka penataan administrasi kependudukan, program e-KTP telah diluncurkan sejak tahun 2010. Sampai dengan Oktober 2012 dari target 172 juta jiwa telah selesai dilakukan perekaman sebanyak 172.428.571 jiwa pada tanggal 7 November 2012. Capaian ini lebih awal dari yang dijadwalkan oleh Menteri Dalam Negeri yaitu 31 Desember 2012.

5) Transparansi penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik merupakan komitmen pemerintah menuju tercapainya tata kelola kepemerintahan yang baik. Pada tahun 2012, 34 Kementerian (100%), 35 dari 129 Lembaga (27,13%), 18 Provinsi (54,55%), 83 Kabupaten (20,8%), 29 Kota (29,5) telah menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Dengan terbentuknya PPID diharapkan transparansi pemerintah dan kebebasan memperoleh akses informasi dapat dipenuhi sesuai dengan tuntutan publik.

Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Kemenko Polhukam dalam

(25)

koordinasi melalui Rapat Pimpinan Tingkat Menteri, Rakorsus dan Rakortas serta Rapat Tingkat Eselon I; pemantauan dan evaluasi kebijakan.

Dalam pelaksanaan pencapaian kinerja tersebut, disadari masih terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang memerlukan tindak lanjut koordinasi oleh Kemenko Polhukam, sebagai berikut:

1) Sampai dengan akhir tahun 2011, kebijakan penataan daerah terus dilakukan melalui moratorium pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB), tetapi masih timbul permasalahan terkait dengan perihal tersebut diantaranya banyaknya desakan untuk melaksanakan pemekaran daerah dari berbagai elemen masyarakat. Pada tahun 2013 kecenderungan yang sama diperkirakan akan tetap terjadi, oleh karenanya revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah perlu menjadi prioritas; 2) Dalam kaitannya dengan Pemilukada, masih ditemukan fenomena yang

dapat menciderai makna demokrasi, misalnya money politics, ketidaknetralan aparatur dan penyelenggara, ketidaksiapan para kandidat dan para pendukungnya untuk menerima kekalahan yang dapat berujung pada retaknya bingkai harmonisasi kehidupan masyarakat; Tahun 2013, disamping akan berlangsung Pemilukada di beberapa daerah, suhu politik juga semakin memanas jelang Pemilu 2014. Apabila tidak ada langkah pembinaan politik yang mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat serta perbaikan lembaga penyelenggara Pemilu, dikhawatirkan semakin banyaknya tuntutan yang bermuara ke MK. 3) Dalam kaitannya dengan e-KTP, pendistribusian perangkat e-KTP ke

tingkat Kecamatan maupun di Dinas Kabupaten/Kota masing-masing 2 (dua) unit membutuhkan waktu yang lama khususnya untuk wilayah di luar Pulau Jawa; Masih kurangnya harmonisasi peraturan antar sektor dalam pemanfaatan dokumen kependudukan sehingga mengakibatkan adanya dokumen penduduk ganda; Masih rendahnya tingkat kemampuan teknis SDM aparat pelaksana Administrasi Kependudukan di

(26)

Koordinasi yang efektif berkontribusi bagi

terlaksananya perundingan perbatasan jauh melebihi target yang ditentukan

daerah Kabupaten/Kota dan belum adanya aturan yang mengatur standar kompetensi dan jenjang karir SDM terkait administrasi kependudukan; Masih rendahnya tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan tertib administrasi kependudukan, karena keterbatasan informasi yang diterima; Terbatasnya infrastruktur dan kurangnya dukungan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dialokasikan untuk mendukung penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di daerah; Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang ada belum terintegrasi secara keseluruhan dan baru tersambung secara on-line system sebanyak 329 kab/kota dari 497 kab/kota.

b)Jumlah Kerjasama/Diplomasi Internasional

Banyak kerjasama dalam berbagai fora baik bilateral, regional dan multilateral yang telah dicapai selama kurun tahun 2012. Dari berbagai kerjasama yang dilakukan dalam bidang politik, keamanan, HAM dan hukum tersebut memerlukan koordinasi dan sinkronisasi pada tingkat nasional melalui Kemenko Polhukam.

Mengingat pentingnya isu tersebut bagi kepentingan nasional telah ditetapkan pula target 4 kali perundingan perbatasan

dengan negara tetangga baik laut maupun darat. Kenyataannya, melalui koordinasi yang lebih baik telah dilakukan 12 kali perundingan isu perbatasan yang jauh melebihi target semula. Meskipun dilakukan kerjasama dalam berbagai bidang namun perundingan perbatasan ini diangkat menjadi tolok ukur capaian pollugri tahun 2012.

Sehubungan dengan hal tersebut disampaikan beberapa capaian strategis dalam kerjasama Politik Luar Negeri di mana Kemenko Polhukam berperan yaitu:

(27)

Sebagai koordinator pilar politik dan keamanan ASEAN di tingkat

nasional, Kemenko Polhukam

memastikan persiapan maksimal

Indonesia menuju komunitas

ASEAN 2015

1) Menko Polhukam duduk sebagai wakil Pemerintah Indonesia dalam ASEAN Political Security Community Council yang bertemu dua kali setahun. Dalam posisi tersebut, Kemenko Polhukam melakukan koordinasi reguler dengan 6 badan sektoral di bawah pilar Polkam ASEAN antara lain ASEAN Regional Forum, ASEAN Law Ministerial Meeting, ASEAN Defense Ministerial Meeting, dan ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime. Dengan demikian, Kemenko Polhukam menjadi koordinator pada tingkat nasional dalam upaya memastikan sinergitas dan kesamaan pandangan mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan pada tingkat nasional dan regional menuju pembentukan komunitas ASEAN 2015 khususnya komunitas politik dan keamanan. Langkah koordinasi juga dilakukan untuk memastikan kesiapan semua pemangku kepentingan untuk memahami, mendukung dan mengimplementasikan cetak biru pilar politik keamanan sebagai bagian dari komunitas ASEAN.

2) Selama tahun 2012, telah dilaksanakan 32 kali perundingan perbatasan dengan 7 negara yaitu melakukan perundingan batas maritim sebanyak 15 kali dengan Malaysia, Singapura, Viet Nam, Filipina, Palau dan 17 kali perundingan batas darat dengan Malaysia, Papua Nugini, dan RDTL. Beberapa kemajuan diantaranya :

(a) Malaysia: terdapat kesepakatan tingkat teknis mengenai common point untuk dasar penarikan garis batas Laut Wilayah di Laut China Selatan (Tanjung Datu).

(b) Singapura: melakukan exercise penarikan garis secara informal untuk menentukan batas Laut Wilayah di Segmen Timur Selat Singapura.

(c) Vietnam: terdapat pembahasan mengenai konsep principles and guidelines perundingan batas Zona Ekonomi Eksklusif kedua negara dan

(28)

Kemenko Polhukam pimpin pembebasan 110 WNI terancam hukuman mati di luar negeri tahun 2012, 33 diantaranya bebas murni dan telah kembali ke tanah air kesepakatan untuk melakukan diskusi serta exercise penarikan garis batas.

3) Perlindungan WNI di luar negeri yang merupakan agenda prioritas nasional telah berhasil mengurangi hingga 50% pelaporan kasus yang melibatkan WNI dari tahun sebelumnya yaitu 38.880 kasus pada tahun 2011 menjadi 19.218 pada tahun 2012. Kemenko

Polhukam memberi perhatian penting pada perlindungan WNI di luar negeri dan secara khusus berperan penting dalam

penanganan WNI yang terancam hukuman mati dan berada di wilayah atau negara bergejolak atau konflik. Dalam kaitan itu Kemenko Polhukam antara lain mengkoordinir:

a. Upaya pembebasan WNI dari ancaman hukuman mati selama tahun 2012 terlihat nyata dengan dibebaskannya 110 WNI dari ancaman hukuman mati di Arab Saudi dan Malaysia. Dimana sebanyak 33 orang dibebaskan murni dan telah dipulangkan ke tanah air. Peranan Kemenko Polhukam dilakukan melalui Satuan Tugas Penanganan Kasus Warga Negara Indonesia/Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang Terancam Hukuman Mati.

Tabel III.4

Data Kemajuan Kasus WNI yang Terkena Hukuman Mati

NO NEGARA TOT KASUS DILEPASKAN PROSES

1 ARAB SAUDI 65 24 41 2 MALAYSIA 192 27 151 3 CHINA 25 22 3 4 IRAN 3 2 1 5 SINGAPURA 2 1 1 6 BRUNAI DARUSSALAM 1 - 1 TOTAL 288 76 198

b. Kemenko Polhukam juga menangani masalah-masalah khusus yang berskala besar di luar negeri seperti overstayers WNI di Arab Saudi melalui

(29)

Satgas Kemenko Polhukam tangani ribuan WNI overstayers di Arab Saudi dan WNI dalam situasi konflik di Suriah

pemulangan ke tanah air. Sebagaimana dilakukan di beberapa negara Timur Tengah sebelumnya, Kemenko Polhukam

juga menjadi penjuru dalam upaya penanganan termasuk upaya repatriasi WNI di wilayah yang bergejolak atau konflik seperti di Suriah.

4) Pemerintah RI telah melakukan banyak prakarsa dan negosiasi pada tingkat bilateral, regional dan global di bidang polhukam yang memerlukan koordinasi posisi dan strategi Indonesia dalam isu-isu yang menjadi prioritas Indonesia seperti isu keamanan dan pertahanan, perdagangan orang, penyelundupan manusia, kerjasama bantuan hukum timbal balik dan esktradisi, non proliferasi dan perlucutan senjata, kontra terorisme, penanganan masalah bencana, partisipasi dalam pasukan perdamaian PBB, situasi dan penanganan konflik, dan korupsi. Indonesia juga memainkan peran tersebut dalam forum tersebut melalui Gerakan Non Blok seperti dalam upaya membangun norma internasional yang baru. Isu-isu tersebut umumnya bersifat lintas sektoral yang memerlukan penanganan terpadu dan terkoordinir pada tingkat nasional.

5) Salah satu bentuk peran Indonesia yang memerlukan koordinasi erat antar berbagai kementrian dan lembaga adalah isu pasukan perdamaian PBB antara lain yaitu Kemhan, Kemlu, TNI dan Polri. Indonesia terus meningkatkan peran dalam Pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB (Peacekeeping Operations/PKO). Hingga 30 Juni 2012, Indonesia telah mengirimkan 1.997 personil ke PKO yang terbagi dalam delapan misi United Nations Peace Keeping Operations (UNPKO ), yaitu United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL), United Nations Mission Stabilization in Haiti (MINUSTAH), United Nations Mission in the Republic of South Sudan (UNMISS) di Sudan Selatan, United Nations Mission in Liberia (UNMIL), United Nations Missions Organization Mission in The Democratic Republic of

(30)

The Congo (MONUSCO), United Nations-African Union Mission in Darfur (UNAMID) di Sudan, United Nations Interim Security Force for Abyei (UNISFA), dan United Nations Supervision Mission in Syria (UNSMIS) di Suriah.

6) Partisipasi Indonesia dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB ( UN-PKO) telah menempatkan Indonesia pada posisi ke-15 negara penyumbang pasukan pada misi-misi PBB dengan 7 misi dan 1922 personel sepanjang tahun 2012 dan banyak mendapatkan apresiasi masyarakat internasional dan penting untuk menguatkan postur Indonesia di PBB. Peran ini merupakan salah satu sumbangan nyata Indonesia bagi perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 45;

7) Merespon eskalasi kekerasan dan krisis di Suriah, Pemerintah Indonesia telah turut berperan dalam mencari solusi bagi penyelesaian konflik Suriah agar segera tercipta perdamaian guna menghindarkan korban masyarakat sipil yang lebih besar dan agar konflik tidak meluas. Salah satu kepentingan Indonesia adalah perlindungan WNI yang bermukim dan menjadi tenaga kerja di negara tersebut;

9) Mengenai isu Laut China Selatan, Indonesia secara proaktif melakukan upaya diplomasi untuk menciptakan stabilitas dan perdamaian di wilayah tersebut karena sangat penting bagi ASEAN dan kawasan yang lebih luas. Karena kegagalan para Menlu ASEAN untuk mencapai kata sepakat mengenai Laut China Selatan, Indonesia telah melakukan shuttle diplomacy untuk mengukuhkan kesatuan ASEAN yang melahirkan Six-Point Principles. Indonesia termasuk melalui ASEAN tetap berupaya untuk menjaga stabilitas kawasan dengan mengedepankan kerjasama melalui Declaration of Conduct dan proyek kerjasama yang telah disepakati serta mendorong kesepakatan mengenai Code of Conduct yang menjadi aturan berperilaku di kawasan tersebut sementara dispute kewilayahan diselesaikan antar pihak-pihak yang memiliki klaim atas sebagian atau seluruh kawasan Laut China Selatan.

(31)

10) Terkait dengan isu terorisme, Indonesia berperan dalam berbagai tataran bilateral, regional dan global. Di tingkat bilateral, Indonesia telah menandatangani beberapa perjanjian mengenai pemberantasan terorisme. Di tingkat regional Indonesia berperan sebagai co-chair Southeast Asia Working Group dari Global Counter-Terrorism Forum dan tindaklanjut dari Konvensi Anti Terorisme ASEAN. Mekanisme regional lainnya adalah melalui ASEAN Regional Forum dan ASEAN Defense Ministerial Meeting. Pada tatatan global, Indonesia berpartisipasi dalam implementasi United Nations Global Counter-Terrorism Strategy (UNGCTS), yang merupakan instrumen multilateral penanggulangan terorisme. Keterpaduan strategi, kebijakan dan pendekatan perlu dilakukan bukan hanya pada tingkat nasional akan tetapi juga pada tingkat internasional yang memerlukan koordinasi antar kementrian dan lembaga terkait.

11) Sebagai instrumen penting bagi perdamaian dan keamanan internasional, Indonesia secara proaktif mengupayakan reformasi Dewan Keamanan PBB agar lebih demokratis, aspiratif, responsif, dan efektif. Reformasi DK-PBB ini juga terkait dengan visi Indonesia dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih baik karena badan PBB tersebut berperan penting termasuk dalam misi perdamaian PBB yang juga menjadi prioritas bagi Indonesia.

Grafik III.2

Persentase Distribusi Kasus WNI di Luar Negeri Tahun 2012

2.89% 3.54% 30.30% 1.68% 1.51% 7.78% 11.60% 3.55% 37.13%

PROSENTASE KASUS WNI DI LUAR NEGERI TAHUN 2012

WNI NON-TKI TKI FORMAL TKI PLRT ABK

WNI TERANCAM HUKUMAN MATI REPATRIASI SURIAH

WNI OVERSTAYER DARI ARAB SAUDI

TKI BERMASALAH DARI YORDANIA DEPORTASI

(32)

Grafik III.3

Penyelesaian Kasus WNI di Luar Negeri Tahun 2012

Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Kemenko Polhukam dalam mempercepat capaian tersebut adalah penyelenggaraan sinkronisasi dan koordinasi melalui Rapat Pimpinan Tingkat Menteri, Rakorsus dan Rakortas serta Rapat Eselon I; pemantauan dan evaluasi perkembangan terkini; serta mengadakan FGD dan Rapat Kerja dengan Kepala Perwakilan RI dalam koordinasi Strategi Politik Luar Negeri; Kerjasama ASEAN; Kerjasama Asia, Pasifik dan Afrika; Kerjasama Amerika dan Eropa;Hubungan Multilateral. Kebijakan dalam rangka perlindungan WNI dan BHI di luar negeri adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012 Tentang Satuan Tugas Penanganan Kasus Warga Negara Indonesia/Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang Terancam Hukuman Mati dan Keputusan Menko Polhukam Nomor 68/Menko/Polhukam/9/2012 tentang Susunan Tim Terpadu Penanganan dan Repatriasi WNI di Suriah.

Di dalam pelaksanaan pencapaian kinerja di bidang politik luar negeri, disadari masih dijumpai permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi pada tahun-tahun mendatang, yaitu:

(33)

Pilar Polkam ASEAN: Kemenko Polhukam dan Sekretariat Nasional ASEAN-Indonesia lakukan langkah terpadu dan komprehensif menyongsong

pembentukan komunitas ASEAN 2015

1) Terkait dengan diplomasi perbatasan, Pemerintah agar Intensifikasi perundingan batas darat Indonesia dengan Malaysia, PNG, dan Timor Leste; pemetaan, pemeliharaan tanda batas negara, pembahasan standard operating procedure; Pelaksanaan kerjasama kegiatan monitor dan evaluasi implementasi perjanjian lintas-batas (Border Crossing Agreement) antara RI dan Malaysia, PNG dan Timur Leste; Intensifikasi perundingan dengan Malaysia mengenai garis batas Laut Wilayah di segmen Laut Sulawesi, dengan target menyepakati “Garis Potensial”; Dimulainya kembali proses perundingan penetapan batas ZEE dengan India dan Thailand. Diharapkan tahun ini akan dapat dicapai kemajuan berarti dengan mencapai kesepakatan dengan negara tetangga atas pending issues masalah perbatasan laut dan darat.

2) Mengingat pembentukan komunitas ASEAN 2015 semakin dekat maka salah satu prioritas utama pollugri untuk tahun-tahun mendatang adalah menyiapkan semua komponen bangsa agar siap sebelum komunitas ASEAN tersebut terbentuk. Khusus untuk pilar politik dan keamanan, peranan Kemenko Polhukam akan semakin penting dan strategis dalam

menjalankan perannya sebagai koordinator pilar komunitas polkam di tanah air termasuk mengkoordinir dan mensinergikan 6 badan sektoral yang ada di bawah pilar polkam ASEAN. Selain itu, dalam waktu dekat akan dibentuk Sekretariat Nasional ASEAN-Indonesia yang akan mendudukkan Deputi dan Asdep 2 Koordinasi Pollugri masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Pilar Polkam. Salah satu tugas Setnas tersebut adalah memastikan kesiapan Indonesia dalam pembentukan komunitas ASEAN sebelum, pada dan setelah tahun 2015.

(34)

3) Terkait upaya mengedepankan prinsip multilateralisme dalam pemecahan masalah konflik dalam mekanisme PBB masih sering terhambat mekanisme pengambilan kebijakan strategis di PBB, khususnya yang terkait dengan posisi Dewan Keamanan (DK) yang lebih dominan dari Majelis Umum (MU) dalam isu-isu keamanan dan konflik. Untuk itu, Indonesia akan terus menggulirkan penguatan peran PBB agar dapat berperan lebih proaktif, responsif, adil dan efektif termasuk melalui kelanjutan upaya reformasi DK PBB.;

4) Masalah dan potensi masalah yang dapat mengganggu keamanan dan stabilitas kawasan dapat terjadi seperti di Laut China Selatan. Mencermati perkembangan terakhir khususnya setelah Filipina mengajukan masalah tersebut ke Arbitral Tribunal UNCLOS perlu dicermati agar tidak menimbulkan ketegangan dan konflik baru. Indonesia dan bersama ASEAN akan terus menggulirkan semangat kerjasama di kawasan seperti menodorong agar ASEAN dan RRT segera merundingkan dan menyepakati Code of Conduct di Laut China Selatan;

5) Krisis ekonomi yang melanda kawasan Eropa dan Amerika Serikat masih mewarnai dinamika hubungan antar bangsa. Indonesia memprioritaskan pembangunan tatanan ekonomi dan pembangunan dunia yang berkeadilan sehingga semua negara memiliki kesempatan untuk maju dan sejahtera. Selain pada tingkat regional melalui pembentukan komunitas ekonomi ASEAN 2015 serta guliran negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership Indonesia juga berperan penting dalam penyusunan agenda pembangunan setelah Millennium Development Goals 2015 melalui post-2015 development agenda;

6) Kasus-kasus WNI/TKI bermasalah pada tahun 2013 khususnya yang terancam hukuman mati masih akan terjadi, oleh karenanya perlu dilakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan terkait dalam menghadapi permasalahan tersebut.

(35)

Kemenko Polhukam membentuk Tim

Penyusunan Desain Induk Pemantapan Wawasan Kebangsaan pada tahun 2012 yang melibatkan 17 K/L

Sebagai tindak lanjut, dalam menanggapi berbagai permasalahan diatas, Kemenko Polhukam melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri melakukan koordinasi dan sinkronisasi terkait peningkatan kualitas diplomasi luar negeri. Indonesia berupaya mendukung instrumen-instrumen yang disepakati melalui mekanisme multilateral untuk menunjukkan bahwa instrumen multilateral dapat berfungsi secara efektif. Untuk itu, Kemenko Polhukam akan mengawal komitmen pemerintah tersebut dengan lebih intensif terhadap instansi-instansi teknis dibawah koordinasi bidang politik, hukum dan keamanan.

a)Grand Design Strategi Wawasan Kebangsaan

Dinamika Indonesia pada beberapa tahun terakhir, dengan tantangan terhadap stabilitas kehidupan politik menyebabkan pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan dan memantapkan wawasan kebangsaan. Kemenko Polhukam mengambil langkah konkret dengan menyusun sebuah Grand Design/Disain Induk yang komprehensif dan terintegrasi sebagai acuan bersama dalam meningkatkan nasionalisme. Pada Tahun 2012 telah tersusun Draf Awal Desain Induk Pemantapan Wawasan Kebangsaan 2012-2025.

Desain Induk Pemantapan Wawasan Kebangsaan disusun sebagai pedoman Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah dan segenap elemen bangsa dalam rangka mengawal dan memperkokoh kehidupan bangsa yang demokratis dengan berorientasikan kepada Empat Konsensus Dasar. Direncanakan Desain Induk ini akan dipayungi Peraturan Presiden sebagai dasar hukum.

Dengan disusunnya Draf Desain Induk Pemantapan Wawasan Kebangsaan yang memuat permasalahan, arah kebijakan, dan strategi, dapat dijadikan pedoman oleh K/L dalam melaksanakan pemantapan Wawasan Kebangsaan agar diperoleh kesamaan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak dalam merumuskan

(36)

dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional Pemantapan Wawasan Kebangsaan sesuai bidang tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing K/L, serta dalam pelaksanaannya perlu dukungan dari semua komponen bangsa.

Upaya-upaya lainnya dalam rangka pemantapan wawasan kebangsaan yang telah dilakukan telah menunjukkan capaian yang positif dengan makin meningkatnya pemahaman terhadap 4 (empat) konsensus dasar yaitu Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh berbagai komponen masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari makin meningkatnya peran masyarakat dalam mengembangkan wawasan kebangsaan melalui sosialisasi 4 (empat) konsensus dasar.

Meskipun masih terjadi konflik di dalam masyarakat, namun masalah tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap stabilitas politik dan keamanan. Dalam kaitan itu pemerintah terus mendorong terwujudnya harmonisasi sosial yang dilakukan melalui pemberdayaan forum-forum masyarakat termasuk peningkatan peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah (FKDM), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), dan Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Kemenko Polhukam dalam mempercepat capaian tersebut adalah penyelenggaraan sinkronisasi dan koordinasi melalui Rapat Pimpinan Tingkat Menteri, Rakorsus dan Rakortas serta Rapat Eselon I; pemantauan dan evaluasi perkembangan terkini; serta mengadakan FGD koordinasi Wawasan Kebangsaan; Harmonisasi Sosial; Pemberdayaan Masyarakat; Masyarakat Kawasan Tertinggal; Pengelolaan Wilayah Khusus.

Di dalam pelaksanaan pencapaian kinerja di bidang kesatuan bangsa, disadari masih adanya tantangan yang memerlukan penanganan pada tahun-tahun mendatang, yaitu belum diundangkannya Grand Design dan payung hukum lainnya sebagai landasan untuk pemantapan wawasan kebangsaan.

(37)

Sebagai tindak lanjut, Kemenko Polhukam melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa:

1) Finalisasi Grand Design Pemantapan Wawasan Kebangsaan yang direncanakan dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden pada tahun 2013, dan pembentukan lembaga/wadah penyelenggara pemantapan wawasan kebangsaan pada tahun 2014;

2) Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dalam rangka mendorong penguatan kesatuan bangsa;

3) Mempercepat terwujudnya harmonisasi sosial yang dilakukan melalui pemberdayaan forum-forum masyarakat termasuk peningkatan peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah (FKDM), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), dan Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan.

2. Sasaran Meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM Tabel. III.5

Capaian Sasaran Meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Persentase

(1) (2) (3) (4) (5)

Meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM

a)Indeks Persepsi Korupsi

b)Persentase K/L yang melaksanakan Rencana Aksi Nasional HAM Nasional c)Persentase Pemda

yang melaksanakan Rencana Aksi Nasional HAM Nasional 3,2 70% 50% 32* 68,7% 61,2% 100 98,1 122,4 *Pada 2012, terdapat perubahan metodologi dan skala menjadi 0-100

(38)

a)Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

IPK mengukur tingkat persepsi korupsi dari negara-negara. Angka ini adalah indeksasi dari persepsi terhadap praktik penyimpangan dan kualitas pelayanan publik. IPK merupakan indeks agregat yang dihasilkan dari penggabungan beberapa indeks yang dihasilkan berbagai lembaga. Indeks ini mengukur tingkat persepsi korupsi sektor publik. Beberapa aspek yang diukur adalah :

1. bribery of public officials (penyuapan pejabat publik);

2. kickbacks in public procurement (suap dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah);

3. embezzlement of public funds (penggelapan dana publik);

4. questions that probe the strength and effectiveness of anti-corruption efforts in the public sector (kekuatan dan efektivitas upaya anti korupsi). Berdasarkan hasil survey Transparancy Internasional (TI), Indonesia berada di peringkat 118 dari 176 negara yang diukur, dengan skor IPK/ Corruption Perception Index (CPI) sebesar 32. Dibandingkan dengan tahun lalu belum ada perubahan yang signifikan terkait peringkat dan skor Indonesia.

Dalam rilisnya TI menjelaskan bahwa terdapat perubahan penting dalam metodologi yang digunakan pada tahun 2012. Metode yang digunakan untuk menyimpulkan berbagai sumber data telah disederhanakan dan sekarang hanya memasukkan data satu tahun dari tiap sumber data. Perubahan ini mengakibatkan indeks negara pada indeks persepsi korupsi tahun 2012 tidak dapat dibandingkan dengan indeks tahun 2011 atau yang sebelumnya. Perbandingan antar tahun dapat dilakukan mulai tahun 2012 ke atas.

Langkah strategis yang perlu dilaksanakan dalam rangka meningkatkan skor IPK pada tahun mendatang :

1. penanganan kasus-kasus korupsi skala besar; 2. peningkatan kapasitas aparat penegak hukum;

3. peningkatan pelayanan publik dan kemudahan berusaha; 4. serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

(39)

Pelaksanaan Inpres Nomor 17 tahun 2011 oleh Kemenko Polhukam diterjemahkan dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Nomor: KEP-14/Menko/Polhukam/2/2012 tentang Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Perkara Tindak Pidana Korupsi tahun 2012 yang beranggotakan K/L terkait

Pemerintah menerbitkan Inpres Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2012. Inpres tersebut merupakan kelanjutan Inpres 9 Tahun 2011 tentang rencana aksi PPK tahun 2011 sebagai bagian kedua dalam rangkaian Implementasi Strategi Nasional PPK sebagaimana ditetapkan

dalam Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional

Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi. Pelaksanaan Inpres tersebut oleh Kemenko Polhukam

diterjemahkan dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Nomor: KEP-14/Menko/Polhukam/2/2012 tentang Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Perkara Tindak Pidana Korupsi tahun 2012 yang beranggotakan K/L terkait.

Langkah-langkah penanganan beberapa perkara prioritas yang dilaksanakan adalah pencarian tersangka dan terpidana tipikor yang melarikan diri, pelacakan aset hasil kejahatan korupsi, koordinasi peningkatan kapasitas aparat penegak hokum dan aparat terkait lainnya dalam rangka penyelamatan asset hasil korupsi. Hasil nyata dari pelaksanaan koordinasi Tim Terpadu ini diantaranya: perundingan perjanjian Ekstradisi dan Mutual Legal Assistance Indonesia dengan negara-negara terkait dalam hal penanganan terpidana tipikor.

Capaian strategis lainnya terkait dengan Penguatan dan Pemantapan Hubungan Kelembagaan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi serta Pengembalian Aset, diantaranya adalah penyelamatan keuangan negara hasil korupsi selama tahun 2012 senilai Rp 504.259.865.547 dan US$ 500.000.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Kemenko Polhukam dalam mempercepat capaian tersebut adalah dengan meningkatkan sinkronisasi dan

(40)

Kemenko Polhukam membentuk Tim Rencana Aksi Nasional HAM untuk memantau pelaksanaan RAN HAM di K/L dan Daerah

koordinasi melalui Rapat Pimpinan Tingkat Menteri, Rakorsus dan Rakortas serta Rapat Eselon I; pemantauan dan evaluasi kebijakan; serta mengadakan FGD dalam koordinasi Materi Hukum; Pemberdayaan Aparatur Hukum; Penegakan Hukum; Hukum Internasional; pembentukan Tim Terpadu Pencari Tersangka/Terdakwa Korupsi.

Tantangan dan isu strategis yang perlu mendapatkan atensi pada tahun-tahun mendatang antara lain:

(a) Budaya dan perilaku KKN masih dijumpai di lingkungan birokrasi;

(b) Masih ada peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan korupsi yang belum sepenuhnya mengadopsi ketentuan-ketentuan yang ada dalam Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC) Tahun 2003 yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 7 Tahun 2006, dan;

(c) Upaya-upaya pemberantasan korupsi belum terintegrasi dengan baik. Tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, khususnya korupsi akan semakin mengemuka dan semakin kuat sejalan dengan keterbukaan informasi publik dan reformasi birokrasi. Kondisi ini memerlukan kesiapan sistem hukum yang meliputi aparat, sarana dan prasarana serta kesiapan perangkat perundang-undangan.

b)Persentase K/L dan Pemda yang melaksanakan Rencana Aksi Nasional HAM Nasional

Untuk menindaklanjuti pelaksanaan RANHAM 2004-2009, telah diterbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia

(RANHAM) Indonesia tahun 2011-2014. Dalam upaya melaksanakan amanah Perpres Nomor 23 Tahun 2011 tentang RANHAM 2011-2014 telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Sosialisasi RANHAM 2011-2014 guna mencapai pemahaman

(41)

dan gerak langkah yang sama bagi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan RANHAM 2011-2014. Indonesia adalah Negara Hukum, dan sangat komitmen dengan pelaksanan Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, Pemenuhan dan Penghormatan HAM yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945.

K/L dan Pemda yang melaksanakan RANHAM secara umum diterjemahkan pembentukan Pokja RANHAM di level K/L dan Pemerintah Provinsi serta Panitia RANHAM dalam level Pemerintah Kabupaten/Kota. Capaian strategis dalam rangka penguatan perlindungan HAM selama tahun anggaran 2012 adalah:

1) Ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Indonesia 2011 – 2014;

2) Terbentuknya Pokja RANHAM baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, dengan rincian :

a) K/L yang telah membentuk Kelompok Kerja RANHAM 2011-2014 di lingkungannya hingga tanggal 20 Desember 2012 sebanyak 33 K/L (68,7%);

b) Provinsi yang telah membentuk Panitia RANHAM sebanyak 33 provinsi, 30 diantaranya telah membentuk Pokja Panitia RANHAM Provinsi (61,2%);

c) Kabupaten/Kota yang telah membentuk panitia RANHAM 2011-2014 sebanyak 284 kabupaten/Kota.

3) Pelatihan HAM bagi panitia RANHAM Kabupaten/Kota telah dilaksanakan sebanyak 85 kali yang diikuti sebanyak 78 peserta;

4) Sosialisasi/diseminasi HAM bagi panitia RANHAM Kabupaten/Kota dilaksanakan sebanyak 28 kegiatan yang diikuti oleh 840 peserta.

(42)

Grafik III.4

Capaian pembentukan Pokja RAN-HAM

Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan penguatan perlindungan HAM adalah masih adanya perbedaan persepsi di kalangan masyarakat tentang pemahaman terhadap pelanggaran HAM dan belum optimalnya koordinasi dan konsultansi baik antar lembaga/unit yang diwakili dalam panitia RANHAM maupun dengan lembaga di luar panitia RANHAM. Selain itu masih dijumpai adanya tuntutan terhadap beberapa kasus yang dinilai melanggar HAM berat masa lalu yang dianggap penyelesaiannya belum tuntas. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat atau penafsiran antara penyelidik HAM berat (Komnas HAM) dengan penyidik HAM berat (Jaksa Agung) terhadap rumusan UU No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, berhadapan dengan desakan penggiat HAM yang semakin meningkat. Karenanya penyelesaian RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi perlu segera dituntaskan.

Gambar

Tabel II.1
Tabel III.1
Tabel III.2
Tabel III.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu teknologi yang sangat potensial dikembangkan untuk deteksi cendawan patogen terbawa benih adalah laser-induced fluorescence.. Pemanfaatan fluorescen menggunakan

Produk yang diharapkan akan dihasilkan melalui penelitian pengembangan berupa model sarana pembelajaran atletik alat lempar cakram melalui modifikasi ukuran berat,

huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,

Metode pengaturan tekanan dilakukan dengan cara mengatur posisi open/close pada katub depresurised, memutar bagian pengatur (just) pada pressure switch dan mengatur

Turbin Propeler disebut juga turbin baling-baling poros horizontal adalah turbin yang bekerja di dalam air yang dapat mengubah head kecil atau rendah menjadi power yang

adalah karya tulis ilmiah berupa paparan hasil penelitian yang membahas suatu masalah dalam bidang ilmu hukum untuk mencari pemecahan masalahnya dengan menggunakan teori-teori,

Pemeriksaan variasi periode kawin pertama postpartus dikumpulkan dari data reproduksi sapi FH dara dan induk di kedua lokasi yang dikumpulkan oleh stasiun bibit BPTU

Jelaskan rencana mendapatkan umpan balik guna memperbaiki tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan dan penjaminan mutu dalam rangka peningkatan kualitas program