Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 187
ETHNOMATHEMATICS STUDIES: CONSERVING LOCAL WISDOM
AND MATHEMATICS JAVA COMMUNITY
Meita Fitrianawati1
1
Primary School Teacher Education, Faculty of Teacher Training and Education, Ahmad Dahlan University, Ki Ageng Pemanahan Street No.19 Sorosutan,
Yogyakarta, 55164, Indonesia
*)
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
The influence of globalization and modernization is inevitable, especially an impact on the value of character, culture and local wisdom. Indonesia is a country known for its culture. A society rich in tradition and culture is the Java community. Local wisdom Javanese culture, in particular, will be reduced if it is not preserved. One of maintaining a culture is to implement and to develop a love of culture itself. Education is a way that can be applied to keep a tradition, culture, and local wisdom. One a way that can be implemented is through the study of mathematics. Java and mathematics are also very closely related to the calculation of the day as well which is still believed some societies. Ethnomathematics is one instructional approach linking neighborhood to the learning of mathematics. Ethnomathematics through mathematical concepts can be studied in cultural practices, especially the Java community. Other else, with Ethnomathematics, local wisdom can be preserved.
Keyword: ethnomathematics, local wisdom, mathematics, java community.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan beranekaragam suku, adat istiadat dan budaya masing-masing sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Oleh karena itu, Dampak globalisasi atau kemajuan jaman sangat berpengaruh besar terhadap kelestarian akan keanekaragaman tersebut. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan diperlukan untuk membangun karakter suatu bangsa, bahkan merupakan kebutuhan yang mendesak. Senada yang dungkapkan (Astri, 2014) Pendidikan dan budaya memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai luhur bangsa kita, yang berdampak pada pembentukan karakter yang didasarkan pada nilai budaya yang luhur.
Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 188
Matematika mempunyai objek kajian yang bersifat abstrak walaupun tidak semua dalam matematika bersifat abstrak namun seringkali dianggap sulit oleh siswa. Sementara beberapa ahli matematika menganggap objek matematika itu konkret dalam pikiran, dengan kata lain objek matematika lebih tepat disebut sebagai objek mental atau pikiran. Ada empat objek kajian matematika, yaitu fakta, operasi, konsep dan prinsip. Selain itu, Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satunya matematika memegang peran yang sangat penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peran matematika terus meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. National Council of Teachers of
Mathematics menyatakan bahwa: “mathematical competence opens doors to productive
futures. A lack of mathematical competence keeps those doors closed” (NCTM, 2000: 5). Hal ini menunjukkan bahwa sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai oleh setiap warga, baik penerapan maupun pola pikirnya. Dengan demikian peranan pendidikan matematika sangat penting dalam usaha mengembangkan sumber daya manusia yang bermutu tinggi. Sumber daya manusia yang bermutu tinggi salah satunya diperoleh melalui kegiatan pembelajaran di sekolah yang berkualitas.
Dalam pendidikan khususnya pendidikan matematika untuk menjembatani antara matematika dengan budaya adalah ethnomatematika. Etnomatematika merupakan pendekatan pembelajaran matematika berbasis budaya lokal sehingga etnomatematika dapat memberikan muatan dan menjembatani antara matematika dalam dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika sekolah. Hal ini sesuai dengan (D'Ambrosio,1991) yang
mengatakan bahwa "The term requires a dynamic interpretation because it describes concepts
that are themselves neither rigid nor singularnamely, ethno and mathematics". Ethno atau Budaya dalam hal ini menggambarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan identitas budaya suatu kelompok, antara lain tradisi bahasa, kode, nilai-nilai, jargon, keyakinan, makanan dan pakaian, kebiasaan, dan sifat-sifat fisik.
Freudenthal (1991) menyatakan bahwa matematika adalah aktivitas manusia yang dapat dikaitkan dengan realitas. Freudenthal memandang matematika bukan sebagai suatu produk jadi yang kita berikan kepada siswa, melainkan suatu proses yang dikonstruksi oleh siswa berdasarkan pengalamannya. Dalam pembelajaran matematika salah satu model yang sesuai dengan filosofi di atas adalah ethnomatematika. Selain itu,konstruksi pengetahuan akan lebih mudah jika berangkat dari pengalaman nyata yang dekat dengan siswa, terkait dengan realitas, mudah dibayangkan, berwujud suatu kegiatan dan kebiasaan yang sering dilakukan di lingkungan atau daerah sekitarnya. Selain mengonstruksi pikiran dengan pengalaman yang sudah ada pada diri siswa dengan ethnomatetika sekaligus melestarikan budaya yang ada pada siswa tersebut karena siswa selain belajar matematika dengan obyek realitas juga mereka sekaligus akan mempelajari budaya-budaya di lingkungan sekitar siswa.
Suku Jawa sebagai salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai hampir seratus juta, dan juga kebudayaanya yang telah lahir selama berabad-abad, memiliki kebudayaan yang begitu beraneka ragam dan budaya itu masih tetap lestari dan harus dilestarikan karena diwariskan kepada generasi selanjutnya.Salah satunya untuk melestarikan melalui pendidikan matematika. Beberapa budaya masyarakat Jawa terdapat budaya yang dapat diambil dan dimanfaatkan sebagai contoh penerapan etnomatematika.
Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 189
PEMBAHASAN 1. Ethnomatematika
Etnomatematika diperkenalkan oleh D'Ambrosio, seorang matematikawan Brasil tahun 1977. Definisi etnomatematika menurut (D'Ambrosio, 1985) Kearifan lokal dapat disimpulkan sebagai kepribadian, identitas kultural masyarakat yang berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat dan aturan khusus yang telah teruji kemampuannya sehingga dapat bertahan secara terusmenerus. Kearifan lokal pada prinsipnya benilai baik dan merupakan keunggulan budaya masyarakat setempat dan berkaitan dengan kondisi geografis secara luas. Oleh karena hakikat kearifan lokal yang demikian maka ia akan merefleksikan kondisi budaya Nusantara yang Bhineka Tunggal Ika. adalah:
“The prefix ethno is todayaccepted as a very broad term that refers to the socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes of behavior, myths, and symbols. The derivation of mathematics isdifficult, but tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such asciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling. The suffix tics is derived fromtechné, andhas the same root as technique.”
Hal ini berarti bahwa etno menggambarkan semua hal yang membentuk identitas budaya suatu kelompok, yaitu bahasa,kode, nilai-nilai, jargon, keyakinan, makanandan pakaian, kebiasaan, dan sifat-sifat fisik. Sedangkan matematika mencakup pandangan yang luas mengenai aritmetika, mengklasifikasikan, mengurutkan,menyimpulkan, dan modeling. Etnomatematikaberfungsi untuk mengekspresikan hubunganantara budaya dan matematika. Menurut (Shirley, 2001) mengatakan bahwa etnomathematika adalah matematika yang timbul dan berkembang dalam masyarakat dan sesuai dengan kebudayaan setempat, merupakan pusat proses pembelajaran dan metode pengajaran. Hal ini dapat juga dapat dikatakan bahwa ethnomatematika yang dapat dipertimbangkan bahwa pengetahuan para siswa yang diperoleh dari belajar di luar kelas.
Hal ini didukung olehInternational Study Group on Ethnomathematics (ISGE) dengan
pendekatan antropologi bahwa:
“Ethnomathematics is sometimes used specifically for small-scale indigenous societies, but in its broadest sense the “ethno” prefix can refer to any group—national societies, labor communities, religious traditions, professional classes, and so on. Mathematical practices include symbolic systems, spatial designs, practical construction techniques, calculation methods, measurement in time and space, specific ways of reasoning and inferring, and other cognitive and material activities which can be translated to formal mathematical representation. The ISGE strives to increase our understanding of the cultural diversity of mathematical practices, and to apply this knowledge to education and development”
Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 190
Dengan kata lain, ISGE berusaha untuk meningkatkan pemahaman kita tentang keragaman budaya praktek matematika, dan menerapkan pengetahuan ini untuk pendidikan dan pembangunan.
Dengan demikian, etnomatematika adalah suatu ilmuyang digunakan untuk memahami bagaimana matematika diadaptasi dari sebuah budaya yang dapat diterapkan di luar kelasdan ethnomatematika juga dapat dianggap sebagai sebuah program yang bertujuan untuk mempelajari bagaimana siswa untuk memahami, mengartikulasikan, mengolah, dan akhirnya menggunakan ide-ide matematika, konsep, dan praktik-praktik yang dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari mereka.
2. Kearifan Lokal Masyarakat Jawa
Secara antropologi budaya, etnis Jawa adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa, bertempat tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta mereka yang berasal dari daerah-daerah tersebut. Semua orang Jawa berbudaya satu dan mempunyai satu orientasi kepada kultur Surakarta dan Yogyakarta sebagai sentra kebudayaan mereka. Masyarakat jawa memiliki tradisi adat dan istiadat yang turun menurun. Seiring dengan perkembangan jaman dan kebudayaan sering pola masyarakat yang bersifat dinamis, berkembang dan terjadi beberapa perubahan jaman.Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Menurut Auguste Comte dalam (Hakim& Saebani , 2008), masyarakat dipandang sebagai suatu keseluruhan organik yang kenyataannya lebih daripada sekadar jumlah bagian-bagian yang saling bergantung, tetapi untuk mengerti kenyataan ini, metode penelitian empiris harus digunakan dengan keyakinan bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik. Andreski dalam (Hakim & Saebani, 2008) berpendapat, pendirian Comte bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dan pengetahuan metode-metode penelitian empiris dari ilmu-ilmu alam lainnya, merupakan sumbangannya yang tidak terhingga nilainya terhadap perkembangan sosiologi. Tentu saja, keyakinan inilah, dan bukan teori substantifnya tentang masyarakat, yang bernilai bagi usaha sosiologi sekarang.
Menurut Koentjaraningrat (1983), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat yang hidup dan berkembang mulai zaman dahulu hingga sekarang yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam dialeknya dan mendiami sebagian besar Pulau Jawa (Marzuki, 2006).Di Jawa sendiri selain berkembang masyarakat Jawa juga berkembang masyarakat Sunda, Madura, dan masyarakat-masyarakat lainnya. Pada perkembangannya masyarakat Jawa tidak hanya mendiami Pulau Jawa, tetapi kemudian menyebar di hampir seluruh penjuru nusantara. Bahkan di luar Jawa pun banyak ditemukan komunitas Jawa akibat adanya program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah. Masyarakat Jawa ini memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat lainnya, seperti masyarakat-masyarakat Sunda, masyarakat-masyarakat Madura, masyarakat-masyarakat Minang, dan lain sebagainya (Marzuki, 2006).
Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 191
3. Pembelajaran Ethnomatematika dalam Mengungkap Kearifan Lokal
Kemajuan teknologi dan globalisasi memberi pengaruh yang besar terhadap cara berpikir dan perilaku masyarakat dalam segala aspek. Oleh karena itu, perlu diadakannya pelestarian untuk kalangan generasi muda, khususnya para anak-anak serta remaja, dimana pada fase ini remaja sedang memasuki kehidupan masa peralihan dari anak-anak ke masa remaja secara psikologis kondisi emosinya yang masih labil, sertamasih dalam proses mencari identitas diri. Salah satu agar para remaja dan proses globalisasi tidak berakibat pada merosotnya karakter bangsa pada generasi muda adalah perbaikan pada pendidikan salah satunya adalah membelajarkan budaya dalam pendidikannya serta mengembalikan pada hakekat pendidikan yaitu transfer ilmu
pengetahuanmelainkan sekaligus juga transfer nilai. Untuk itu, kearifan lokal berdasarkan
nilai-nilai budaya dalam pendidikan merupakan halyang sangat penting.
Dalam proses pendidikan, pendidikan berbasis budaya dapat mendorong kearifan lokal yang merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kemunduran nilai etika dan moral di kalangan remaja. Keberhasilan dalam membangun karakter siswa dapat juga membantu keberhasilan membangun kearifan lokal. Kemajuan suatu bangsa tergantungpada bagaimana produktivitas para remajanya, mempertahankan budayanya serta ketahanan diri terhadap perubahan jaman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ethnomatematika yang berorientasi pada kearifan lokal adalah penting dalam melestarikan kebudayaan dalam suatu bangsa.
Ethnomatematika yang berorientasi pada budaya lokal dapat dikombinasikan untuk membentuk sebuah karakter serta kearifan lokal sehingga pengembangan karaker dapat diletakkan pada nilai-nilai budaya lokal. Pengembangan kearifan lokal melalui budaya sangatlah dibutuhkan apalagi dikombinasikan pada matematika. Hal ini yang senada yang dengan (Rasid Yunus, 2013)bahwapembangunan karakter bangsa dapat ditempuh dengan cara mentransformasi nilai-nilai budaya lokal sebagai salah satu sarana untuk membangun karakter bangsa. Transfer nilai yang diterapkan pada pendidikan adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk tetap melestarikan atau mengembangkan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya. Dengan adanya transfer ilmu dan transfer nilai ini masyarakat dapatmemberikan penilaiam yang menjadi acuan dalam hidup agar mereka dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang ada tanpa melupakan nilai-nilaidasar yang terkandung dalam budaya lokalnya.Salah satu cara untuk membangun kearifan lokal ini dapatdilakukan melalui etnomatematika.
Penerapan etnomatematika sebagai salah satu pendekatan pembelajaran matematika dapat dijadikan sebagai wadah untuk mengembangkan kearifan lokal dalam pendidikan. Etnomatematika yang menggabungkan matematika dengan budaya akan memiliki fungsi ganda jika diterapkan dalam pembelajaran, selain untuk mempermudah materi dalam pembelajaran matematikakarena berdasarkan pengalaman siswa, juga dapat mengkaji nilai-nilai yang terkandung dalam budaya yang ada di sekitar mereka. Etnomatematika tidak hanya dilihat sebagai suatu kumpulan definisi, teorema, ataupun aksioma, akan tetapi di dalam etnomatematika digabungkan dengan unsur-unsur budaya lokal yang mempengaruhi pola pikir masyarakat setempat.
Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 192
Melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan etnomatematika serta menjunjung budaya lokal atau kearifan lokal. Guru dapat mengkaji budaya yang berada dalam lingkungan siswa kemudian mengkaji nilaiyang ada dalam budaya yang dipelajari siswa tersebut. Selain itu, guru dapat memberi penekanan terhadap pentingnya nilai budaya-budaya tersebut. Oleh karena itu, siswa tidak hanya mengerti matematika tetapi lebih menghargai budaya-budaya mereka dan dapat mengambil nilai-nilai yang ada didalamnya yang berimbas pada pembentukan karakter serta kearifan lokal yang tetap terjaga. Nilai-nilai budaya ini sangat penting untuk dilakukan oleh guru. Karena dengan menerapkan serta memberi penekanan yang rutin maka penanaman nilai-nilai budaya ini dapat dibiasakan dalam pembelajaran sehingga siswa akan menjadi tidak asing dalam penerapan nilai-nilai budaya tersebut.
Penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan etnomatematika untuk mendukung kearifan lokal budaya harus didukung oleh berbagai pihak khususnya para guru. Karena guru sebagaisalah satu komponen pendidikan yang melaksanakan serta merencanakan proses belajar mengajar di kelas dan juga berinteraksi langsung kepada peserta didik, serta memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan pendidikan karakter tersebut di dalam diri siswa
karena guru dalam bahasa jawa adalah digugu lan ditiruyang berarti menjadi panutan dan
segala perilaku dicontoh.Mengingat guru sebagai fasilitator dalam sebuah pembelajaran, gurudituntut untuk mampu mengkaji nilai-nilai budaya, sehingga siswa mampu untuk memahami nilai-nilai yang ada dalam budaya mereka. Melalui proses ini tentunya akan berdampak baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam pembentukan karakter siswa serta kearifan lokal dari sebuah setempat.
4. Pembelajaran Ethnomatematika dalam Mengungkap Matematika Jawa
Bentuk etnomatematika masyarakatJawa berupa berbagai hasil aktivitas matematika yang dimiliki atau berkembang di masyarakat Jawa,meliputi konsep-konsep matematika yang dapatdikelompokkan pada peninggalan budaya berikut:
A. Candi dan Prasasti
Konsep matematika sebagai hasil aktivitasmerancang bangunan, mengukur, membuatpola, serta berhitung dapat diungkap daripeninggalan budaya candi dan prasasti,diantaranya:
1. Konsep matematika dalam pembangunan.
Walaupun masyarakat Jawa jamandahulu belum mengenal materi dasarkonstruksi bangunan seperti halnya yangsekarang diajarkan pada pendidikanformal (seperti konsep siku-siku, simetris,persegipanjang, maupun yang konsepgeometri lain), tetapi mereka
dapatmembangun bangunan yang megah dantahan lama jika dibandingkan
denganbangunan jaman sekarang. Mereka hanyamelakukannya secara
mengalir,menggunakan perkiraan dan satuan lokal(karena satuan SI belum dikenal pada saatitu), dan menerapkannya pada tata cara tata letak, dan tata bangunan sesuaidengan landasan Filosofis, Etis, danRitual yang mereka yakini (Rachmawati, 2012).
2. Konsep matematika sebagai produk.
Masyarakat Jawa telahmengimplementasikan salah satu ilmumatematika yaitu Geometri
Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 193
datar,meliputi persegi, persegipanjang,trapesium, segitiga, segitiga samakaki,segitiga samasisi, segilima, serta belahketupat, model bangun ruang, meliputikubus dan balok, model sifat matematis,meliputi sifat simetris, dan konseptranslasi (pergeseran), serta pola dilatasipersegi pada bagian dalam atap candiyang membentuk deret aritmatika (Rachmawati, 2012).
B. Gerabah dan Peralatan Tradisional
Konsep matematika sebagai hasil aktivitasmerancang alat serta membuat pola
yangterdapat pada gerabah dan peralatantradisional merupakan contoh
bentuk etnomatematika masyarakat Jawa,diantaranya bentuk dasar irik, kalo, serta eboryang berbentuk setengah bola dengan tepianberpola lingkaran, layah (cobek) berbentuk lingkaran, entong berbentuk elips, capilberbetuk kerucut, ilir dan kelasa berbentuk persegipanjang, serta benda peninggalanbudaya lainnya yang memiliki bentuk-bentuk geometri (Rachmawati, 2012).
C. Motif Kain Batik dan Bordir
Konsep matematika sebagai hasil aktivitasmemola yang dapat diungkap dari motif batik dan bordir Jawa diantaranya konseplingkaran, garis lurus dan garis lengkung,simetris, refleksi, dilatasi, translasi, sertarotasi. Dengan menerapkan konsep matematispada teknik pengulangan, batik-batik tradisional maupun motif kain bordir itu bisadikembangkan dan dimodifikasi (Rachmawati, 2012).
D. Permainan Tradisional
Konsep matematika sebagai hasil aktivitasbermain berkaitan dengan
aktivitasmengelompokkan, menghitung ataumembilang, dan lainnya dapat diungkap dari masing-masing permainan tersebut memilikikonsep matematika sebagai berikut (Rachmawati, 2012):
1. hompimpa, suit dan umbulan/geplakan: konsep peluang
2. engklek: model persegi danpersegipanjang
3. bekelan: konsep translasi,membilang, penjumlahan sertapengurangan pada bilangan
bulat 1sampai 5
4. Lompat tali: konsep garis lurus dan garislengkung.
5. Bermain pasir: konsep bangun ruang
6. Pasaran: konsep aritmatika sosial,meliputi nilai mata uang serta operasibilangan bulat.
7. petak umpet/Delikan: konsepmenghitung bilangan dari 1 s.d. 10.
8. Dakon/congklak: konsep penjumlahan,pengurangan, perkalian dan pembagianpada
bilangan bulat.
E. Hari pasaran pon, wage, kliwon, legi dan pahing
Konsep matematika yang berkaitan dengan hari pasaran adalah konsep modulo atau basis bilangan, sehingga orang jawa bisa menentukan hari dalam acara 40 hari, 100 hari ataupun 1000 hari meninggalnya seseorang.
Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 194
F. Perhitungan Pengembalian Uang.
Dalam masyarakat jawa terdapat kebiasaan yang unik dalam perdagangan. Dalam hal ini yaitu tentang teknik pengembalian uang kembalian apabila kita membeli sesuatu. Teknik ini sangat berbeda dengan teknik matematika pada umumnya. Dalam matematika, terutama dalam pokok bahasan aritmatika sosial yang sangat berkaitan dengan kehidupan sehari – hari digunakan teknik – teknik general seperti pengurangan, penjumlahan, dan perkalian dalam perhitungannya. Misalnya terdapat soal cerita " ani membeli buah manggis sebanyak 2 kg dengan harga Rp16.000,00. Ani membayar dengan menggunakan 1 lembar uang lima puluh ribuan, berapa uang kembalian yang harus diterima Ani?" Untuk menyelesaikan soal tersebut, digunakan operasi pengurangan yaitu 50.000 – 16.000 = 34.000, jadi uang kembalian yang harus diterima ani sebesar Rp34.000,00. Hal ini berbeda dengan teknik yang digunakan pedagang dalam masyarakat jawa pada umumnya. Dalam mengembalikan uang kembalian pedagang hanya menambahkan harga barang dengan uang kembalian tersebut sehingga uang yang diberikan kepada pedagang tersebut tetap. Misalnya dalam kasus diatas, maka dalam mengembalikan uang kembalian pedagang akan mengingat harga barang tersebut Rp16.000,00 kemudian pedagang akan memberikan uang sebesar Rp4000,00 kepada Ani dan berkata "Rp20.000,00", kemudian memberikan 1 lembar uang dua puluh ribuan dan berkata "Rp40.000", kemudian yang terakhir pedagang akan memberikan 1 lembar uang sepuluh ribuan dan berkata "Rp50.000 pas". Hal ini berarti dalam perhitungan tersebut pedagang menggunakan teknik yang terbalik yaitu penjumlahan berbeda dengan teknik matematika pada umumnya yang menggunakan teknik pengurangan.
G. Dalam perhitungan hari peringatan kematian.
Dalam budaya jawa biasanya jika ada orang meninggal, maka akan dilakukan upacara peringatan kematian tersebut. Biasanya upacara tersebut dilakukan pada 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, sampai 1000 hari kematiannya. Para sesepuh jawa akan sangat cepat mengetahui hari serta pasaran peringatan kematian tersebut, baik peringatan 40 harinya, 100 harinya, bahkan 1000 harinya. Dalam penentuan hari serta pasaran tersebut digunakan teknik matematika dalam perhitungannya. Dalam budaya jawa terdapat istilah pasaran, yang terdiri dari 5 pasaran yaitu legi, pahing, pon, wage, kliwon. Terdapat cara yang praktis dalam perhitungannya. Untuk perhitungan harinya digunakan perhitungan modulo 7 dan untuk pasarannya digunakan perhitungan modulo 5.
H. Daftar bulan Jawa matahari
Pada tahun 1856 Masehi, karena penanggalan kamariah dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani yang bercocok tanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan
surya yang disebut sebagai pranata mangsa, dikodifikasikan oleh Sunan Pakubuwana VII
atau penggunaannya ditetapkan secara resmi. Sebenarnya pranata mangsa ini adalah pembagian bulan yang sudah digunakan pada zaman pra-Islam, hanya saja disesuaikan dengan penanggalan tarikh kalender Gregorian yang juga merupakan kalender surya, dan
Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 195
I. Siklus windu
Oleh orang Jawa tahun-tahun digabung menjadi satu, yang terdiri dari delapan tahun Jawa. Setiap satuan ini terdiri atas 8 tahun Jawa dan disebut windu. Windu sendiri bergulir empat putaran (32 tahun Jawa): Adi, Kuntara, Sangara, dan Sancaya. Pada masa kasultanan Agung, nama-nama tersebut digubah dan disisipkan bahasa arab/ islam.Dalam kesehariannya tanpa disadari masyarakat jawa telah menggunakan aktivitas matematika walaupun mereka tidak mengetahui konsep-konsep matematika. Kebiasaan masyarakat seharusnya terus ditanamkan dan dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari dan bila perlu dikembangkan. Selain itu kebiasaan aktivitas matematika ini dapat dijadikan sarana dalam membantu pembelajaran matematika dan ini sangat cocok dengan pola pendekatan pembelajaran kontekstual dan matematika riil. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi para pendidik untuk dapat mengintegrasikan budaya dan matematika.
SIMPULAN
Penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan ethnomatetika tidak hanya mendukung dalam pelestarian kebudayaan juga membuat pembelajaran matematika menjadi mudah bagi siswa dikarenakan sesuai dengan pembelajaran yang sesuai dengan pengalaman siswa. Selain itu penanaman nilai budaya sangatlah penting guna pembentukan karakter dikarenakan kemajuan teknologi serta dampak globalisasi yang semakin cepat dan mudah.Oleh karena itu, selayaknya para pendidik untuk selalu mengungkap budaya-budaya yang pernah ada dan berkembang dalam masyarakat tanpa meninggalkan materi yang harus diajarkan sesuai kurikulum peserta didiknya, salah satunya melalui ethnomatematika.
DAFTAR PUSTAKA
Astri Wahyuni. (2013). Peran Etnomatematika dalam Membangun Karakter
Bangsa.Yogyakarta.http://eprints.uny.ac.id/10738/1/P%20-%2015.pdf.
Barton, B. (1996). Making Sense of Ethnomathematics: Ethnomathematics is Making Sense.
Educational Studies in Mathematics, 31(1-2), 201-33. Rosa & Orey, 2006).
D’Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy of
mathematics. For the Learning of Mathematics, 5(1), 44-48.
D'Ambrosio. (1999). Literacy, Matheracy, and Technoracy: A Trivium for Today.
Mathematical Thinking and Learning 1(2), 131-153.
Hakim, Atang Abdul & Saebani, Beni Ahmad.(2008). Filsafat Umum: dari Metologi Sampai
Teofilosofi. Bandung. Penerbit Pustaka Setia.
Proceeding of The Second International Conference on Education, Technology, and Sciences: “Integrating Technology and Science into Early Childhood and Primary Education”
ISBN: 978-602-71682-1-3 196
Marzuki. (2006). Tradisi dan Budaya Masyarakat Jawa dalam Perspekti Islam. http://
eprints.uny.ac.id/2609.
Rachmawati, Inda. (2012). Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo.
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/mathedunesa/article/view/249.
Rosa, M. & Orey, D. C. (2011). Ethnomathematics: the cultural aspects of mathematics.
Revista Latinoamericana de Etnomatemática, 4(2). 32-54
Shirley, L. (1995). UsingEthnomathematics to find Multicultural Mathematical Connection:
NCTM.
Yunus. R. (2013). Transformasi Nilai-Nilai Budaya Lokal Sebagai Upaya Pembangunan
Karakter Bangsa. Jurnal Penelitian Pendidikan Volume 14 Nomor 1 April 2013.