• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Efficacy of Flamboyant s (Delonix regia) Bark and Seed to Malarial Parasite Density in Mice Infected by Plasmodium berghei

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The Efficacy of Flamboyant s (Delonix regia) Bark and Seed to Malarial Parasite Density in Mice Infected by Plasmodium berghei"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Efektivitas Ekstrak Kulit Batang dan Ekstrak Biji Flamboyan (Delonix

regia) terhadap Densitas Parasit Malaria pada Mencit yang Diinfeksi

Plasmodium berghei

The Efficacy of Flamboyant’s (Delonix regia) Bark and Seed to Malarial

Parasite Density in Mice Infected by Plasmodium berghei

Danang Setyo Nugroho*, Fatmawaty**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia **Staf Departemen Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

ABSTRAK. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi mematikan yang disebabkan oleh parasit darah, Plasmodium sp. Setiap tahunnya lebih dari satu juta orang meninggal akibat malaria. Kematian akibat malaria terutama disebabkan oleh resistensi parasit terhadap obat antimalaria. Flamboyan (Delonix regia) telah digunakan sebagai obat tradisional terhadap malaria di Zambia, beberapa negara Afrika lain dan, Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas antimalaria pada tikus yang diinfeksi Plasmodium berghei dan kandungan fitokima kulit batang dan biji Delonix regia. Desain penelitian yang digunakan adalah studi eksperimental. Penelitian ini menggunakan ekstrak kulit batang dan biji Delonix regia dalam tiga dosis, yaitu 2,8 mg/20 g mencit; 8,4 mg/20 g mencit; dan 14 mg/20 g mencit. Kloroquin dosis 0,52 mg/20 g mencit digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan air digunakan sebagai kontrol negatif. Perlakuan diberikan pada hari ke-0 saat mencit dinyatakan terinfeksi Plasmodium berghei. Parasitemia diamati sebelum pemberian perlakuan (hari ke-0) dan hari ke-3. Selisih densitas parasit pada Hasil penelitian dan uji statistik dengan One Way ANOVA menunjukkan ekstrak kulit batang dan biji Delonix regia tidak memiliki efek penghambat pertumbuhan Plasmodium berghei yang bermakna jika dibandingkan dengan kontrol negatif (p>0,05).

Kata kunci: antimalaria, ekstrak kulit batang Delonix regia, ekstrak biji Delonix regia, densitas parasit, Plasmodium berghei.

ABSTRACT. Malaria is one of deadly infectious disease caused by blood parasite; Plasmodium sp. Malaria caused more than one million deaths every year. Deaths caused by malaria were particularly due to the parasite’s resistance to malarial drugs. Delonix regia has been used as a traditional medicine against malaria in Zambia, some of African countries, and in Nusa Tenggara Timur. This research was done to understand antimalarial effect of Delonix regia bark and seed in mice infected with Plasmodium berghei and to know their phytochemical substances. This research used three doses of Delonix regia bark and seed, which were 2,8 mg/20 g mouse; 8,4 mg/20 g mouse; and 14 mg/20 g mouse. Chloroquine 0,52 mg/20 g mouse was used as positive control, whereas water as negative control. The treatments were given at day 0 when the mice have been proven infected by Plasmodium berghei. The observation of parasitemia conducted at day 0 before giving the treatments and day 3. The results and statistical analysis using One Way ANOVA showed Delonix regia bark and seed extract didn’t show growth inhibitory effect of Plasmodium berghei compared with negative control.

Keywords: antimalaria, Delonix regia bark, Delonix regia seed, parasitemia, Plasmodium berghei, extract.

(2)

PENDAHULUAN

Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa darah dari genus Plasmodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, pada keadaan tertentu malaria dapat ditularkan melalui transfusi darah atau dari ibu ke janin yang dikandungnya.1 Selama ini dilaporkan hanya ada 4 jenis Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia, tetapi baru-baru ini ditemukan P. knowlesi yang menyebabkan malaria pada kera juga dapat menginfeksi manusia. Di antara keempat jenis Plasmodium yang seringkali menginfeksi manusia, P. falciparum adalah penyebab kematian dan kesakitan terbesar akibat malaria.2

Sampai saat ini, malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi prioritas di berbagai negara, terutama negara beriklim tropis. Setiap tahunnya dilaporkan 250 juta kasus malaria dan menyebabkan hampir satu juta kematian. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya.3

Malaria masih merupakan penyakit endemik di lebih dari 90 negara, termasuk Indonesia. Sampai dengan tahun 2009, sekitar 80% kabupaten/kota merupakan daerah endemis malaria dan sekitar 45% penduduk tinggal di daerah yang sangat berisiko tertular malaria. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang. Jumlah ini mungkin lebih

rendah dari realita karena penduduk Indonesia banyak yang tinggal di desa-desa terpencil dengan akses kesehatan yang sulit.4 Pada tahun 2010, diperkirakan 132,8 juta (57,1%) penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko terinfeksi Plasmodium falciparum.5

Akhir-akhir ini, muncul strain P. falciparum yang resisten terhadap obat malaria yang tersedia, terutama kloroquin dan turunannya. Di samping itu, efektivtias kloroquin juga menurun terhadap P. vivax karena munculnya strain yang resisten di Papua dan beberapa daerah lainnya.2 Sebagai konsekuensinya, penggunaan sulfadoksin-pirimetamin menjadi lini kedua untuk menangani malaria. Kombinasi sinergistik dari kedua obat ini dapat menghambat jalur biosintesis folat sehingga meningkatkan potensi antimalaria dan mengurangi resistensi obat. Namun, resistensi terhadap penggunaan kedua obat ini juga telah didapati di Indonesia dan mulai menyebar ke seluruh Asia Tenggara. Saat ini, World Health Organization (WHO) menetapkan pengobatan malaria menggunakan Artemisinin base Combination Therapy (ACT).6 Senyawa artemisinin berasal dari tumbuhan Artemisia annua yang secara tradisional digunakan oleh penduduk Cina untuk mengobati malaria. Penemuan artemisinin sebagai obat antimalaria menunjukkan hal positif. Hal ini mendorong upaya untuk terus mengeksplorasi

(3)

bahan-bahan alam yang dapat digunakan sebagai antimalaria.7

Flamboyan (Delonix regia) merupakan salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai antimalaria di Zambia8, begitu juga oleh masyarakat Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Timur. Beberapa penelitian sebelumnya memperkirakan Delonix regia dapat digunakan sebagai penghambat Plasmodium sp. yang menyebabkan malaria pada manusia.

Penggunaan flamboyan sebagai tanaman obat antimalaria tersebut mendasari peneliti untuk menguji efektivitas ekstrak flamboyan (Delonix regia) sebagai antiplasmodium yang dilakukan secara in vivo pada mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas ekstrak kulit batang dan ekstrak biji Delonix regia untuk dijadikan antiplasmodium. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk menambah jenis tanaman obat yang dapat dipakai sebagai antimalaria.

Rumusan Masalah

1) Apakah ekstrak kulit batang flamboyan (Delonix regia) efektif sebagai antiplasmodium?

2) Apakah ekstrak biji flamboyan (Delonix regia) efektif sebagai antiplasmodium?

TINJAUAN TEORITIS

Malaria merupakan penyakit akibat infeksi parasit, ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Parasit penyebab malaria adalah parasit darah dari genus Plasmodium. Infeksi malaria memberikan gejala spesifik yang dikenal dengan trias malaria (malaria paroxysm), yaitu demam, mengigil, dan berkeringat. Selain ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, malaria juga dapat ditularkan dari ibu hamil ke janinnya, dan melalui transfusi darah.9

Malaria pada manusia disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malaria, dan P. ovale.9 Malaria terjadi di hampir seluruh daerah tropis di dunia.Infeksi P. falciparum menonjol di Afrika, Papua New Guinea, dan Haiti, sedangkan P. vivax lebih banyak di Afrika Tengah. Prevalensi kedua spesies tersebut cukup seimbang di Amerika Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur dan Oceania. P. malariae ditemukan di daerah yang endemik, seperti daerah sub-Sahara Afrika, tapi lebih jarang. P. ovale lebih jarang lagi muncul di luar Afrika, prevalensinya <1%.10 Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kasus malaria, sebesar 55%, dengan tingkat mortalitas yang tinggi.2

WHO menetapkan pengobatan malaria menggunakan Artemisinin base Combination Therapy (ACT). Golongan artemisinin dipilih sebagai obat utama karena bekerja

(4)

membunuh plasmodium pada semua stadium termasuk gametosit. Penggunaan artemisinin secara monoterapi akan menyebabkan terjadinya rekrudensi sehingga artemisinin perlu dikombinasikan dengan obat anti malaria lain. Beberapa obat seperti kloroquin dan sulfadoksin-pirimetamin masih cukup efektif terhadap malaria, sedangkan golongan lain sudah banyak yang kurang efektif. Banyak obat malaria yang sudah tidak efektif karena terjadi resistensi pada parasit malaria.9

Resistensi Plasmodium falciparum terhadap kloroquin di Indonesia ditemukan pertama kali di Kalimantan Timur pada tahun 1974, kemudian resistensi ini terus meluas. Pada tahun 1966, kasus-kasus malaria yang resisten kloroquin sudah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Penyebab timbulnya resistensi ada 3 faktor, yaitu faktor operasional, seperti dosis subterapeutik dan kurangnya kepatuhan penderita, faktor farmakologik, dan faktor transmisi malaria, termasuk intensitas, drug pressure dan imunitas. Untuk mencegah atau memperlambat laju resistensi, maka terapi kombinasi antimalaria yang rasional sangat dianjurkan. Penemuan obat baru sebagai antimalaria juga sangat diharapkan.11

Flamboyan (Delonix regia) merupakan tumbuhan yang berasal dari Madagaskar. Tumbuhan ini sekarang tersebar hampir di sebagian besar daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia.. Tumbuhan ini memiliki

berbagai kegunaan. Di berbagai belahan dunia, flamboyan digunakan sebagai tanaman hias dan peneduh. Biji flamboyan seringkali digunakan sebagai manik-manik.12 Di Zambia dan beberapa negara Afrika lainnya, flamboyan digunakan sebagai obat malaria.8

Sejumlah tumbuhan tingkat tinggi diketahui mengandung golongan senyawa kimia yang memiliki aktivitas antimalaria, yaitu alkaloid, terpen, flavonoid, dan kuinon. Alkaloid diketahui mampu menghambat pertumbuhan plasmodium dengan memblok transpor kolin intraselular yang penting untuk pembentukan membran sel plasmodium, akibatnya plasmodium gagal tumbuh. Salah satu golongan terpen, yaitu kuasionid, bekerja dengan menghambat pembentukan glutation (GSH) sehingga parasit gagal tumbuh. Mekanisme antimalaria flavonoid masih belum jelas, beberapa flavonoid dapat menghambat L-glutamin dan myoinositol pada eritrosit yang terinfeksi plasmodium. Kuinon bekerja dengan menghambat transport elektron mitokondria dalam rantai respirasi dengan menghambat konsumsi oksigen.13

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi eksperimental.

(5)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga tempat, yaitu Laboratorium Departemen Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Laboratorium Departemen Parasit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada bulan Desember 2010-Desember 2012.

Hewan Coba

Penelitian ini menggunakan Mencit Swiss-Webster, sehat, usia 2-3 bulan, jantan, berat 20-30 gram sebagai hewan coba.

Cara Pemilihan Sampel

Sampel pada penilitian ini diambil secara simple random sampling, yaitu subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak masuk dalam kriteria eksklusi dipilih sebagai sampel, kemudian dilakukan pengacakan dalam kumpulan sampel tersebut untuk menentukan pemberian perlakuan.

Besar Sampel

Perhitungan besar sampel untuk penelitian ini dilakukan dengan rumus Federer. Ada 8 perlakuan yang dilakukan, yaitu:

a. kelompok 1: mencit Swiss-Webster yang diberi ekstrak kulit batang Delonix regia dengan dosis 2,8 mg/ 20 g mencit dosis tunggal secara peroral

b. kelompok 2: mencit Swiss-Webster yang diberi ekstrak kulit batang Delonix regia dengan dosis 8,4 mg/ 20 g mencit dosis tunggal secara peroral

c. kelompok 3: mencit Swiss-Webster yang diberi ekstrak kulit batang Delonix regia dengan dosis 14 mg/ 20 g mencit dosis tunggal secara peroral

d. kelompok 4: mencit Swiss-Webster yang diberi kloroquin dosis 0,52 mg/ 20 g mencit dosis tunggal secara peroral e. kelompok 5: mencit Swiss-Webster yang

diberi air sekali sehari peroral

f. kelompok 6: mencit Swiss-Webster yang diberi ekstrak biji Delonix regia dengan dosis 2,8 mg/ 20 g mencit dosis tunggal secara peroral

g. kelompok 7: mencit Swiss-Webster yang diberi ekstrak biji Delonix regia dengan dosis 8,4 mg/ 20 g mencit dosis tunggal secara peroral

h. kelompok 8: mencit Swiss-Webster yang diberi ekstrak biji Delonix regia dengan dosis 14 mg/ 20 g mencit dosis tunggal secara peroral.

Berdasarkan perhitungan rumus Federer (p-1) (n-1) ≥ 15, jumlah sampel yang dibutuhkan ialah minimal empat sampel untuk setiap kelompok perlakuan.

Penentuan Dosis

Dosis ekstrak yang digunakan dalam perlakuan ini didasarkan pada penelitian penggunaan Delonix regia sebagai antiartritis

(6)

pada tikus. Dosis ekstrak Delonix regia yang digunakan pada penelitian tersebut adalah 200 mg/KgBB dan 400 mg/KgBB.14 Dosis toksik (LD50) Delonix regia belum diketahui, sehingga pada penelitian ini digunakan rentang dosis yang lebih rendah dan lebih tinggi dari penelitian sebelumnya, yaitu 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, 500 mg/KgBB. Dosis tikus tersebut kemudian dikonversi untuk dosis mencit dengan perhitungan: dosis (dalam mg/KgBB) x 200 g (berat tikus) x 0,14 (koefisien konversi 200 g tikus ke 20 g mencit). Hasil dari perhitungan dosis yaitu 2,8 mg/20 g mencit, 8,4 mg/20 g mencit, dan 14 mg/ 20 g mencit. Dosis kloroquin yang dipakai adalah 200 mg/KgBB, dengan hasil konversi untuk dosis mencit ialah 0,52 mg/ 20 g mencit.15 Perlakuan ini diberikan setiap hari, kemudian dilakukan pengamatan derajat parasitemia pada hari ke-0 dan hari ke-3.

Bahan Uji

Kulit batang dan biji flamboyan (Delonix regia) didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika (Balitro) Bogor. Kedua bagian dari Delonix regia diambil 500 g dikumpulkan dan dicuci bersih. Bahan kemudian diangin-anginkan sampai kering di tempat teduh yang tidak terkena sinar matahari langsung. Setelah itu, bahan dilunakkan dan dilanjutkan dengan homogenisasi.

Cara Kerja

Persiapan Bahan (Ekstraksi)

Ekstraksi senyawa aktif kulit batang dan biji Delonix regia menggunakan dua metode, yaitu:

a. Pembuatan ekstrak menggunakan etanol 70%. Serbuk kulit batang dan biji seberat ± 50 g dibungkus yang kedua ujungnya diikat dengan benang. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam alat soxhlet, kemudian diisi dengan pelarut etanol sebanyak satu setengah sirkulasi. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan labu sampai larutan dalam tabung berwarna bening, memakan waktu kira-kira 10 jam. Hasil ekstraksi ini digunakan untuk uji fitokimia.16

b. Ekstraksi bahan aktif dari kulit batang dan biji Delonix regia dengan cara maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan sejumlah sampel yang didapat ke dalam botol bermulut lebar, kemudian ditambahkan etanol 70% hingga seluruh sampel terendam. Setelah 3 hari perendaman dengan pengadukan yang dilakukan secara periodik, hasil perendaman disaring dan ampasnya direndam kembali hingga filtratnya tidak berwarna. Maserat kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 50°C dengan kecepatan 50 rpm hingga didapatkan ekstrak kental dan pekat. Sebagian dari ekstrak tersebut dipisahkan untuk difraksinasi, sedangkan sebagian lainnya dikeringkan.

(7)

Ekstrak tersebut selanjutnya dikeringkan dengan dalam oven bersuhu 30-40°C hingga diperoleh bobot tetap. Hasil ektraksi ini diberikan secara oral sesuai dosis pada mencit percobaan.17

Uji Fitokimia

Penapisan fitokimia digunakan untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat pada tumbuhan dengan menggunakan metode Cuilei. Uji fitokimia pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan fenolik. Prosedur masing-masing pengujian adalah sebagai berikut:18

a. Pemeriksaan Alkaloid

Pemeriksaan adanya alkaloid dikerjakan dengan cara mencampurkan ekstrak dengan 10 ml kloroform dan amoniak. Campuran tersebut ditempatkan dalam corong pisah. Kemudian, ditambahkan 10 tetes asam sulfat 2 N, dan dilakukan pengocokan secara perlahan, dibiarkan hingga terbentuk lapisan asam dan kloroform. Lapisan asam kemudian diambil dan dipisahkan dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1 tetes pereaksi Meyer ke dalam larutan tersebut. Adanya alkaloid diindikasikan dengan terbentuknya asap atau kabut putih sampai adanya endapan putih.

b. Pemeriksaan Flavonoid

Pemeriksaan flavonoid dikerjakan dengan cara melakukan maserasi pada sampel dengan etanol panas, selanjutnya diuapkan. Sampel tersebut kemudian ditambah

kloroform dan air suling (dengan perbandingan 1:1) sebanyak 5 ml, dikocok dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan kloroform air. Lapisan kloroform dibagian bawah dan lapisan air dibagian atas. Sebagian lapisan air diambil dan dipindahkan dengan pipet ke dalam tabung reaksi. Setelah itu, dimasukkan bubuk magnesium dan beberapa tetes asam klorida pekat dan amil alkohol. Adanya kandungan flavonoid ditunjukkan dengan adanya warna kuning, jingga atau merah pada lapisan amil alkohol.

c. Pemeriksaan Terpenoid

Uji terpen dilakukan dengan cara mengambil sedikit dari uji flavonoid kemudian dimasukkan ke dalam cawan tetes dan dibiarkan sampai kering. Ditambahkan ke dalam cawan tetes sebanyak 1 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat. Adanya terpen diindikasikan dengan berubahnya warna menjadi merah.

d. Uji Fenolik

Pemeriksaan fenolik delakukan dengan cara memasukkan sebagian lapisan air uji flavonoid ke dalam cawan tetes, kemudian ditambahkan pereaksi FeCl3 1%. Adanya kandungan senyawa fenolik ditandai dengan terbentuknya warna biru ungu.

Persiapan Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit Swiss-Webster, sehat, berat 20-30 gram, usia 2-3 bulan. Isolat P. berghei diperoleh dari Badan

(8)

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Sebanyak 0,2 ml suspensi P. berghei diinfeksikan secara intraperitoneal kepada mencit donor. Pengamatan parasitemia pada mencit donor dilakukan setiap hari mulai dari hari kelima setelah inokulasi. Pengamatan menggunakan apusan darah tebal dan tipis dengan mengambil darah dari vena ekor. Setelah tingkat parasitemia > 1x104/µL, dilakukan pengambilan darah mencit donor dari jantungnya, selanjutnya dilakukan penginfeksian pada mencit coba. Setelah itu, mencit coba dibiarkan selama 5 hari hingga benar-benar terinfeksi Plasmodium berghei. Mencit yang telah positif terinfeksi P. berghei dikelompokkan ke dalam 8 kelompok perlakuan.19

Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan 5 hari setelah mencit coba diinfeksi dengan Plasmodium berghei. Hari pertama mencit dinyatakan telah terinfeksi oleh parasite disebut hari ke-0, selanjutnya, perlakuan diberikan setiap hari dan 3 hari kemudian dilakukan pemeriksaan densitas parasit ulang. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat sediaan apusan darah tebal dan tipis di bawah miksroskop cahaya dengan pembesaran 1000x. Pembuatan preparat dilakukan dengan meneteskan 1 tetes darah ke slide objek, kemudian dibuat sediaan apus darah tipis dan tebal, darah dibiarkan kering

pada suhu kamar. Pada sediaan darah tipis, dilakukan fiksasi dengan metanol absolut selama 1 detik, kemudian diwarnai dengan larutan Giemsa 5% selama kurang lebih 30 menit. Pembacaan diawali pada sediaan darah tebal untuk melihat ada atau tidaknya trofozoit. Densitas parasit dihitung berdasarkan jumlah eritrosit yang terinfeksi dalam 1000 eritrosit. Rumus densitas parasit adalah Densitas parasit = (jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit/1000 eritrosit) x 100%.19

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang didapatkan ialah persentase densitas parasit. Densitas parasit dihitung pada awal sebelum mencit diberi perlakuan (hari ke-0) dan hari ke-3 setelah mencit mendapatkan perlakuan. Kemudian dicari selisih dari densitas hari pertama dikurangi hari ke-0. Selisih densitas parasit tersebut selanjutnya dianalisis secara statistik dengan uji statistik One Way ANOVA kemudian dilanjutkan Post Hoc dengan menggunakan program SPSS 16.0. Sebelum melakukan uji hipotesis yang akan digunakan, dilakukan uji normalitas data dengan uji Saphiro-Wilk.

HASIL PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian ini ditujukan untuk melihat efektivitas ekstrak biji dan ekstrak kulit batang Delonix regia sebagai antiplasmodium. Suatu sediaan yang

(9)

dinamakan AM-1, berupa campuran dari Physalis angulate, Gassypium hirsutum, Jatropha curcas, dan Delonix regia telah diuji efikasinya pada pasien malaria. AM-1 terbukti mampu mengeliminasi parasit malaria (Plasmodium falciparum dan Plasmodium malarie) dari peredaran darah perifer.20 Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa terdapat sejumlah tanaman famili Fabaceae yang memiliki aktivitas antimalaria signifikan, seperti Pterocarpus ericaneus dan Cassia occidentalis.21,22 Dalam penelitian ini, Delonix regia dipilih karena termasuk famili Fabaceae dan salah satu tanaman obat yang umum digunakan oleh masyarakat Zambia sebagai obat antimalaria, serta masyarakat Nusa Tenggara Timur.

Pada penelitian ini, kulit batang dan biji diekstrak dengan etanol 70% kemudian dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungannya. Hasil uji fitokimia dari ekstrak kulit batang dan ekstrak biji Delonix regia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kulit batang Delonix regia

No. Senyawa Fitokimia Hasil

1. Flavonoid ++

2. Fenolik +++

3. Terpenoid ++

4. Alkaloid ++++

Tabel 2 Hasil uji fitokimia ekstrak biji Delonix regia

No. Senyawa Fitokimia Hasil

1. Flavonoid -

2. Fenolik -

3. Terpenoid ++++

4. Alkaloid +

Ekstrak kulit batang dan biji Delonix regia berbagai dosis selanjutnya diberikan kepada masing-masing mencit coba yang sudah diinfeksi Plasmodium berghei. Pemberian ekstrak kulit batang Delonix regia dosis 2,8 mg/20 g mencit pada kelompok 1 (1E-3E), ekstrak kulit batang Delonix regia dosis 8,4 mg/20 g mencit pada kelompok 2 (4E-6E), dan ekstrak biji Delonix regia dosis 2,8 mg/20 g mencit pada kelompok 6 (7B-9B) memperlihatkan selisih densitas parasit yang lebih rendah dari kontrol negatif. Di lain pihak, pemberian dosis ekstrak kulit batang Delonix regia dosis 14 mg/20 g mencit pada kelompok 3 (7E-9E), ekstrak biji Delonix regia dosis 2,8 mg/20 g mencit pada kelompok 6, dan ekstrak biji Delonix regia dosis 8,4 mg/20 g mencit pada kelompok 7 tidak memberikan pengaruh berarti terhadap pertumbuhan Plasmodium jika dibandingkan dengan kontrol negatif.

Hasil pemeriksaan densitas parasit dapat dilihat pada tabel berikut:

(10)

Tabel 3 Densitas parasit setelah pemberian ekstrak kulit batang Delonix regia dosis 2,8

mg/ 20 g mencit

Mencit

Densitas Parasit (%) Selisih Densitas Parasit Hari ke- 0 3 1E 14.5 22.8 8.3 2E 5.92 8.6 2.68 3E 18.9 19.7 0.8 Rata-rata 13.11 17.03 3.92

Tabel 4 Densitas parasit setelah pemberian ekstrak kulit batang Delonix regia dosis 8,4

mg/ 20 g mencit

Mencit

Densitas Parasit (%) Selisih Densitas Parasit Hari ke- 0 3 4E 6.7 8.9 2.2 5E 8.7 9.2 0.5 6E 7.3 11.1 3.5 Rata-rata 7.6 9.7 2.1

Tabel 5 Densitas parasit setelah pemberian ekstrak kulit batang Delonix regia dosis 14

mg/ 20 g mencit

Mencit

Densitas Parasit (%) Selisih Densitas Parasit Hari ke- 0 3 7E 0.5 17.5 17 8E 0.1 2.4 2.3 9E 0.5 9.2 8.7 Rata-rata 0.37 9.7 9.53

Tabel 6 Densitas parasit setelah pemberian kloroquin (kontrol positif) dosis 0,52 mg/ 20 g mencit

Tabel 7 Densitas parasit pemberian diberi air (kontrol negatif)

Tabel 8 Densitas parasit setelah pemberian ekstrak biji Delonix regia dosis 2,8 mg/ 20 g mencit

(11)

Tabel 9 Densitas parasit setelah pemberian ekstrak biji Delonix regia dosis 8,4 mg/ 20 g mencit

Tabel 10 Densitas parasit setelah pemberian ekstrak biji Delonix regia dosis 14 mg/ 20 g mencit

Grafik rata-rata peningkatan densitas parasit dari hari ke-0 sampai hari ke-3 dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1 Grafik rerata peningkatan densitas parasit pada hari ke-0 dan hari ke-3

Pada gambar 4.1 terlihat perbedaan peningkatan densitas parasit pada masing-masing perlakuan. Densisitas parasit awal masing-masing perlakuan berada dalam

perbedaan rentang yang cukup jauh. Perbedaan ini dapat mempengaruhi peningkatan jumlah parasit baru yang cukup signifikan karena setiap trofozoit

13.11   17.03   7.6   9.7   0.37   9.7   12.8   1.4   3.5   10   4   8.8   11.1   20.2   6.3   22.2   0   5   10   15   20   25  

Hari  ke-­‐0   Hari  ke-­‐3  

Kelompok  1   Kelompok  2   Kelompok  3   Kelompok  4   Kelompok  5   Kelompok  6   Kelompok  7   Kelompok  8  

(12)

yang menginfeksi eritrosit dapat menghasilkan 6-36 merozoit baru. Pada grafik tergambar bahwa hanya pemberian kloroquin yang dapat menurunkan densitas parasit, sedangkan pemberian ekstrak kulit batang dan biji Delonix regia berbagai dosis tetap menimbulkan peningkatan densitas parasit. Namun, peningkatan densitas parasit yang terjadi berbeda antara

masing-masing perlakuan. Perbedaan peningkatan densitas parasit tersebut mengindikasikan perbedaan kemampuan penghambat-an pertumbuhan parasit juga berbeda-beda antarperlakuan.

Berikut ini ialah grafik rerata selisih densitas parasit hari ke-0 dan hari ke-3 pada masing-masing kelompok perlakuan:

Gambar 2 Grafik rerata selisih densitas parasit

Dari grafik tersebut tampak urutan peningkatan derajat parasitemia mulai dari peningkatan terkecil sampai terbesar berturut-turut yaitu kelompok 4, kelompok 2, kelompok 1, kelompok 6, kelompok 5, kelompok 7, kelompok 3, dan kelompok 8. Kontrol positif, kelompok 2, kelompok 1, dan kelompok 6 mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan

densitas parasit dibandingkan kontrol negatif.

Data yang dimasukkan dan dianalisis secara statistik menggunakan SPSS adalah selisih densitas parasit. Penggunaan selisih densitas parasit dimaksudkan untuk mengetahui pertumbuhan parasit setelah diberi perlakuan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa uji normalitas dengan Shapiro-Wilk kepada 24 sampel

-­‐15   -­‐10   -­‐5   0   5   10   15   20   Selisih  densit as  par asit  ( %)   Kelompok  perlakuan   rata-­‐rata  selisih   densitas  parasit  

(13)

menghasilkan data terdistribusi normal (nilai p kulit batang 1 = 0.72, nilai p kulit batang 2 = 0.63, nilai p kulit batang 3 = 0.89, nilai p kontrol positf = 0.43, nilai p kontrol negatif = 0.56, nilai p biji 1 = 0.07, nilai p biji 2 = 1.00, dan nilai p biji 3 = 0.51). Untuk uji homogenitas menunjukkan nilai p = 0.133 yang berarti data homogen. Namun, uji one way ANOVA menghasilkan nilai p>0.05 yang berarti data tidak berbeda bermakna sehingga tidak diteruskan untuk uji Post Hoct.

DISKUSI

Hasil analisis SPSS memperlihatkan bahwa data terdistribusi secara nomal dan homogen, tetapi hasil uji One Way ANOVA tidak berbeda bermakna. Namun, pada pemeriksaan kandungan fitokima dalam kulit batang dan biji Delonix regia, tampak bahwa keduanya memiliki golongan senyawa kimia yang memiliki fungsi sebagai antiplasmodium. Tabel 4.1 dan tabel 4.2 menunjukkan bahwa baik kulit batang dan biji Delonix regia memiliki alkaloid dan terpenoid yang berpotensi sebagai antimalaria. Kulit batang memiliki kadar alkaloid yang lebih tinggi dari pada biji. Sebaliknya, biji memiliki kadar terpenoid yang lebih besar dari kulit batang. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa alkaloid dapat

menghambat pertumbuhan Plasmodium dengan cara menghambat transport kolin pada biosintesis fosfatidilkolin untuk membentuk membran parasit baru, sehingga parasit baru gagal terbentuk. Menurut penelitian sebelumnya, golongan terpenoid memiliki aktivitas antimalaria yang lebih baik daripada kloroquin. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pemberian ekstrak dengan kontrol negatif. Hal ini dimungkinkan senyawa alkaloid dan terpenoid yang terkandung dalam Delonix regia bukan senyawa yang memiliki aktivitas antiplasmodium. Senyawa alkaloid yang diketahui memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan Plasmodium antara lain dehatrin, cryptolepin, tubulosin, N-methyltelobin, dan augustin. Sedangkan senyawa terpenoid yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan Plasmodium antara lain artemisinin, nadroperoksida, isonadroperoksida, dan 10,12-peroksikalamin. Untuk mengetahui senyawa alkaloid dan terpenoid yang terkandung dalam Delonix regia, perlu dilakukan isolasi dan diperiksa struktur kimianya.13,23,24

Selain masih belum diketahuinya senyawa kimia yang terkandung, pemberian ekstrak biji Delonix regia dan ekstrak kulit batang Delonix regia kemungkinan memiliki efek toksik terhadap hewan coba. Hal ini tampak dari

(14)

semakin tingginya selisih densitas parasit ketika dosis biji Delonix regia ditingkatkan. Akan tetapi, hal ini masih perlu dikaji lebih lanjut sehingga penelitian selanjutnya diharapkan juga menghitung dosis toksik (LD50) ekstrak Delonix regia.

Masing-masing percobaan dalam penelitian ini menggunakan 3 hewan coba. Jumlah hewan coba ini lebih sedikit daripada hewan coba yang seharusnya digunakan, yaitu minimal 4 hewan coba. Banyak hewan coba yang mati selama penelitian berlangsung. Akibatnya, jumlah hewan coba yang seharusnya digunakan tidak dapat terpenuhi. Kurangnya sampel dalam penelitian ini juga dapat menjadi bias dan kurang merepresentasikan efektivitas ekstrak biji Delonix regia dan ekstrak kulit batang Delonix regia terhadap densitas parasit malaria.

Pada penelitian ini, densitas parasit awal sebelum diharapkan berada pada rentang 1-5 %. Namun, beberapa sampel dalam penelitian ini rentang perbedaan densitas parasit yang cukup jauh, terkecil 0,1% dan terbesar 18,9%. Perbedaan tersebut dapat berdampak pada efek penghambatan ekstrak. Pemberian ekstrak pada densitas parasit awal yang lebih besar dapat tidak menunjukkan aktivitas penghambatan, sedangkan pada densitas yang lebih rendah justru dapat menunjukkan efek penghambatan. Hal ini dapat menyebabkan bias dalam penelitian.

Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan memiliki rentang densitas parasit awal yang lebih sempit.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit batang Delonix regia dan ekstrak biji Delonix regia tidak memiliki efek antiplasmodium. Namun, kulit batang Delonix regia dan biji Delonix regia memiliki kandungan golongan sewanya kimia yang berpotensi sebagai antiplasmodium, terutama alkaloid dan terpenoid. Perlu dilakukan identifikasi senyawa yang terkandung dalam kulit batang Delonix regia dan biji Delonix regia untuk selanjutnya mengetahui mekanisme kerja dari senyawa tersebut. Selain itu, dosis terapeutik dan dosis toksik juga perlu ditentukan. Penelitian ini merupakan penelitian awal dan diharapkan terdapat penelitian selanjutnya untuk mengkaji efektivitas ekstrak kulit batang Delonix regia dan biji Delonix regia sebagai antiplasmodium.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut:

1) Ekstrak kulit batang Delonix regia

tidak memiliki efek

antiplasmodium (p > 0,05)

2) Ekstrak biji Delonix regia tidak memiliki efek antiplasmodium (p>0,05).

(15)

Saran

Dari hasil penelitian ini, maka

diperlukan penelitan lebih lanjut mengenai: 1) Penggunaan mencit dengan rentang densitas parasitemia sempit untuk menghindari faktor perancu pada penelitian.

2) Mekanisme penghambatan ekstrak kulit batang dan biji Delonix regia

terhadap pertumbuhan

Plasmodium.

3) Identifikasi jenis alkaloid dan terpenoid dari kulit batang dan biji Delonix regia.

4) Efek toksik dari ekstrak kulit batang dan biji Delonix regia yang dapat berpengaruh terhadap penurunan aktivitas antimalaria.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perez-Jorge EV, Herchline TE. Malaria. [online]. 20 Januari 2013. Disitasi tanggal 23 Januari 2013.

Diakses dari:

http://emedicine.medscape.com/article /221134-overview#showall.

2. Elyazar IRF, Hay SI, Baird JK. Malaria Distribution, Prevalence, Drug Resistance and Control in Indonesia. Adv Parasitol 2011, 74: 41-175.

3. World Health Organization. World Malaria Report 2008. Geneva: World Health Organization; 2008. h. 1. 4. Departemen Kesehatan. Menkes

Resmikan Malaria Center. [online]. 2010. Disitasi tanggal 14 Januari

2012. Diakses dari:

http://www.depkes.go.id/index.php/co

mponent/content/article/43- newsslider/1059-menkes-resmikan-malaria-center.html.

5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta. 2009. 17-25.

6. Elyazar IRF, Gething PW, Patil AP, Rogayah H, Kusriastuti R, Wismarini DM et al. Plasmodium falciparum Malaria Endemicity in Indonesia in 2010. 29 Juni 2011. [online]. Disitasi tanggal 23 Januari 2013. Diakses dari: http://www.plosone.org/article/info%3 Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.00 21315.

7. Anonim. Artemisia annua and malaria: treatments from ancient China found in unearthed tombs. 13 Mei 2012. [online]. Disitasi tanggal 23 Januari

2013 Diakses dari:

http://jstorplants.org/2012/05/13/artem isia-annua-and-malaria-treatments- from-ancient-china-found-in-unearthed-tombs/.

(16)

8. Fowler DG. Traditional Fever Remedies: A List of Zambian Plants. 2006. h 18.

9. Harijanto PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S editor, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010: h. 2813-2825.

10. Osler W. Malaria. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL et al editor, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th edition. New York: The McGraw-Hill Companies. 2008. 11. Zein U. Penanganan Terkini Malaria

Falciparum. Disitasi tanggal 24 Januari 2013. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/12

3456789/3372/1/penydalam-umar6.pdf.

12. Davis S. Delonix regia (flamboyan). [online]. Disitasi tanggal 24 Januari

2013. Diakses dari:

http://www.kew.org/plants-fungi/Delonix-regia.htm.

13. Hrckova G, Velebny S. Pharmacological Potential of Selected Natural Compounds in the Control of Parasitic Diseases (e-book). New York: Springer. 2013: h. 9-13.

14. Chitra V, Bango K, Rajanandh MG, Soni D. Evaluation of Delonix regia Linn. Flowers for Antiarthritic and

Antioxidant activity in Female Wistar Rats. Annals of Biological Research. 2010; 1(2): h. 142-147.

15. Paget GE, Barnes JM. Dalam: Laurence DR & Bacharach AL editor, Evaluation of Drug Activities: Pharmacometrics, Vol. I. London: Academic Press; 1964. H. 161-162. 16. Samsumaharto RA, Sari YENI. Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-Heksan, Etil Asetat dan Etanol 70% Daun Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 [online]. Disitasi tanggal 24 Januari 2013. Diunduh dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/ 41113642_1979-305X.pdf.

17. Wahyudi P, Djajanegara. Pemakaian Sel HeLa dalam Uji Sitotoksisitas Fraksi Kloroform dan Etanol Kulit Batang Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa). [online]. Desember 2009. Disitasi tanggal 24 Januari

2013. Diunduh dari:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/ 72095360.pdf.

18. Haryadi D. Senyawa Fitokimia dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian (Toona sinensis) terhadap sel VERO dan MCF-7. [online]. Disitasi tanggal 30 Juli 2013. Diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/ha ndle/123456789/58619/G12dha.pdf.

(17)

19. Kusuma PKGT. Uji Efektivitas Akar Kayu Kuning (Coscinium fenertratum Colebr) sebagai antimalarial pada Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei. [online]. Juni 2011. Disitasi 24 Januari 2013. Diunduh dari http://repository.ipb.ac.id/bitstream/ha ndle/123456789/51713/2011pkg.pdf?s equence=1.

20. Ankrah NA, Nyarko AK, Addo PG, Ofosuhene M, Dzokoto C, Marley E, Addae MM, Ekuban FA. Evaluation of Efficacy and Safety of a Herbal Medicine Used for The Treatment of Malaria. Online. Juni 2003. Disitasi tanggal 24 Januari 2013. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 12820245.

21. Karou D, Dicko MH, Sanon S, Simpore J, Traore AS. Antimalarial activity of Sida acuta Burm. f.

(Malvaceae) and Pterocarpus ericaneus Poir. (Fabaceae). Journal of Enthopharmacology. 89. 2003. 291-294.

22. Ramalhete C, Lopes D, Mulhovo S, Rosario VE, Ferreira MJU. Antimalarial Activity of Some Plants Traditionally Used in Mozambique. [online]. 31 Oktober 2008. Disitasi tanggal 29 Januari 2013. Diunduh dari http://www2.iict.pt/archive/doc/C_Ra malhete_wrkshp_plts_medic.pdf. 23. Simanjuntak P. Tumbuhan Sebagai

Sumber Zat Aktif Antimalaria. Bul. Penelit. Kesehat. 23 (2) 1995. H. 1-11. 24. Saxena S, Pant N, Jain DC, Bhakuni

RS. Antimalarial Agents from Plant Sources. Current Science, Volume 85, NO. 9, 10 NOVEMBER 2003. H. 1314-1329.

Gambar

Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kulit  batang Delonix regia
Tabel 3 Densitas parasit setelah pemberian  ekstrak kulit batang Delonix regia dosis 2,8
Tabel  9  Densitas  parasit  setelah  pemberian  ekstrak biji Delonix regia dosis 8,4 mg/ 20 g  mencit
Gambar 2 Grafik rerata selisih densitas parasit

Referensi

Dokumen terkait

c) L/C tunai “alat pembayaran yg dikeluarkan oleh bank ,dimana bank memberikan wewenang kepada badan / seseorang yg namanya disebut dalam LC utk menulis cek /menarik surat wesel

diri. Tidak ada keahlian yang muncul tiba-tiba atau yang sudah dibawa sejak lahir. Keterampilan mengajar akan menjadi bagian penting keahlian secara keseluruhan. Seseorang

Secara khusus partisipasi lebih seorang manajer dalam keikutsertaan selama proses penyusunan anggaran menumbuhkan rasa keadilan yang lebih tinggi, agar individu tidak

dengan adanya kebijakan yang tertulis dari manajemen KUD diharapkan dapat mengikat pihak agen dan unit pengolahan susu dalam melakukan produksi dan pemasaran

Ketiga kelompok tersebut dapat mengganggu terciptanya kualitas audit, karena masing-masing kepentingan ini akan memberikan tekanan pada auditor untuk

Gender, Tekanan Ketaatan, Tekanan Anggaran Waktu dan Pengalaman Audit berpengaruh terhadap Audit Judgment pada auditor yang bekerja di BPK Perwakilan Provinsi

Pada Bab III Metode Penelitian akan menguraikan tentang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, jenis dan

Penelitian ini disusun untuk mengetahui bagaimana pengaruh tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan pengalaman auditor terhadap audit judgment pada kantor akuntan publik di