• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PENDERITA PERCOBAAN BUNUH DIRI DENGAN RACUN DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK PENDERITA PERCOBAAN BUNUH DIRI DENGAN RACUN DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN ABSTRACT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 KARAKTERISTIK PENDERITA PERCOBAAN BUNUH DIRI

DENGAN RACUN DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2006-2011

Christivani MJ Pardede1, Sori Muda Sarumpaet2, Hiswani2 1

Mahasiswa Peminatan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2

Staf Pengajar Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Departemen Epidemiologi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Jln. Universitas No.21 Kampus USU Medan 20155

ABSTRACT

Suicide is a public health problem that is closely related to mental health. WHO 2006 report that every year in the world there are 10-20 million people commit suicide and 1 million of them died from suicide. This figure does not include suicide attempts up to 20 times more frequent than the incidence of suicide, and poison is one of the many methods used.

To know the characteristics of patients attempted suicide by poison in hospitals Dr. Pirngadi Medan in 2006-2011, conducted research that is desktiptif a case series design. The study population numbered 116 people, and the same sample population. Data obtained from medical records, data analyzed by Chi-square test and Anova.

The study found that in 2006-2011, the highest proportion of patients arriving at night 41.3%, 24.2% on Sunday, comes from the age group 15-29 years 69%, 69% female, 55.8% Protestant Christianity, a job as a student / lecture 29.6%, 50.5% unmarried, use toxic pesticides group 61.2%, the level of awareness when it arrives good 92.2 %, with diagnosis of psychosis disorder 62.9%, long maintainability average of 2 days, the own request of back home 68.1%, 82.8% use a personal cost. There were significant differences when at home statue (p = 0.001) based on the average treatment length.

Suggested to the hospital in order to improve health care and psychological counseling to the patients attempted suicide. Expected to complete the medical record patient sociodemographic data recording and specifications of poisons are used.

(2)

2 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bunuh diri adalah masalah kesehatan masyarakat yang erat kaitannya dengan kesehatan jiwa. Data World Health Organization (WHO) 2006 melaporkan bahwa setiap tahunnya di dunia terdapat 10-20 juta orang yang berupaya melakukan bunuh diri, 1 juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri. Menurut WHO angka ini sama dengan satu orang melakukan bunuh diri setiap menit dan satu orang mencoba bunuh diri setiap 3 detik. Selama 45 tahun terakhir angka bunuh diri meningkat sebanyak 60 %, menjadikan bunuh diri sebagai penyebab kematian ketiga terbesar yang terjadi pada usia 15-44 tahun di luar kecelakaan yang tidak disengaja dan pembunuhan.1 Angka ini belum termasuk percobaan bunuh diri yang mencapai 20 kali lebih sering dari pada kejadian bunuh diri.2

Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sedang mengancam saat ini. Angka bunuh diri di negara-negara Eropa menempati urutan tertinggi. Urutan pertama diduduki Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Republik Ceko, Selandia Baru, Austria, dan Swiss juga memiliki insiden yang tinggi. Sedang untuk negara Austria, Denmark, Inggris rata-rata 23 orang per 100.000 penduduk.3

Berdasarkan laporan statistik Centers of Disease Control (CDC) 2007, angka bunuh diri secara keseluruhan di Amerika Serikat adalah sekitar 11,26 per 100.000 penduduk atau setara dengan 94 kasus bunuh diri per hari. Angka bunuh diri di Amerika Serikat yang terjadi di usia 12-20 tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, 376.306 anak-anak dan remaja dirawat di rumah sakit akibat upaya bunuh diri. Kini di negara tersebut dalam setiap 90 menit, seorang anak meninggal akibat bunuh diri. 4

Berdasarkan surveilans departemen kesehatan Virginia tahun 2006, dari 33.300 kematian bunuh diri di Amerika Serikat, 18,3% adalah kasus keracunan yang disengaja. 4 Terkhusus di negara bagian

North Caroline tahun 2008, sebanyak 219 kasus (20%) dari kematian akibat bunuh diri menggunakan metode dengan meracuni diri sendiri. 5 Hasil penelitian John L. McIntosh tahun 2009, di Amerika Serikat metode meracuni diri menduduki peringkat ke-3 setelah metode bunuh diri dengan senjata api dan menggantung diri, yaitu sebesar 17,3 %.6

Percobaan bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang sangat kompleks dan sudah berkembang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang bila tidak segera ditanggulangi oleh pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat akan mengganggu produktivitas masyarakat. Di Asia posisi tertinggi untuk kasus bunuh diri diduduki oleh Jepang dengan angka bunuh diri mencapai rata-rata 30 per 100.000 penduduk, diikuti oleh China dan India yang mencapai rata-rata 25 per 100.000 penduduk tiap tahunnya. 7

Korea dan Sri Langka berada pada posisi tengah dengan insidensi rata-rata 20 per 100.000 penduduk. Australia, Malaysia, Selandia Baru dan Singapura juga menempati urutan tengah dengan insidensi rata-rata diantara 9,9 sampai 13,1 per 100.000 penduduk. Thailand menempati urutan terendah dengan rata-rata 7,3 per 100.000 penduduk diikuti oleh Pakistan dengan insidensi kurang dari 3 per 100.000 penduduk.5

Self Poisoning (meracuni diri) dengan berbagai zat mulai dari obat-obatan, pestisida hingga produk rumah tangga yang tersedia adalah metode paling umum yang dilakukan, dengan proporsi 70% di Sri Langka, 55% di Bangladesh, 47% di Indonesia, 37% di India, dan 23% di Thailand.7

Berdasarkan data dari Direktur WHO Bidang Kesehatan Mental dan Kekerasan tahun 2005 jumlah rata-rata penduduk Indonesia yang meninggal akibat bunuh diri mencapai 24 orang per 100.000 penduduk, angka ini hampir mengimbangi kejadian di China dan India. Insidensi ini cenderung meningkat setiap tahunnya.8

(3)

3 Besarnya angka kasus bunuh diri

yang tercatat belum mengungkapkan fenomena bunuh diri secara keseluruhan. Fenomena bunuh diri bagaikan puncak gunung es, angka yang tersaji melalui laporan kepolisian, rumah sakit dan media massa hanya puncaknya saja.9 Berdasarkan data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, terdapat 1.119 kasus bunuh diri dari tahun 2004-2005. Dari jumlah tersebut 41% bunuh diri dilakukan dengan cara gantung diri, dan 23% menggunakan racun serangga, sisanya lagi karena overdosis.1 Data resmi kepolisian Daerah Metro Jaya menyatakan di Jakarta pada tahun 2006 terdeteksi sebanyak 114 kasus bunuh diri. Berdasarkan data Polda Bali tahun 2004-2005 kasus bunuh diri yang tercatat sekitar 131 kasus. Rumah Sakit Sanglah Bali mencatat 20 kasus percobaan bunuh diri terjadi pada tahun 2006.9

Data RSUD Wonosari, Gunung Kidul, DI Yogyakarta menyebutkan daerah Gunung Kidul memiliki angka kasus bunuh diri tertinggi di Indonesia dengan angka bunuh diri mencapai 9 per 100.000 penduduk dibanding Jakarta dengan angka 1 per 100.000 penduduk. Data menyebutkan di Kabupaten Gunung Kidul pada 2007 terdapat sebanyak 39 kasus bunuh diri, sedang selama 2008 terdapat 29 kasus dan pada 2009 sebanyak 27 kasus bunuh diri. 10

Berdasarkan laporan WHO 2006, metode yang paling sering digunakan di Indonesia untuk kasus bunuh diri yaitu dengan meracuni diri (47%), diikuti dengan menggantung diri (46%) dan melompat dari ketinggian (6%).11

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan selama tahun 2006-2011 tercatat 116 kasus percobaan bunuh diri dengan racun (intentional self poisoning). Adapun rinciannya sebagai berikut : 37 kasus pada tahun 2006, 16 kasus pada tahun 2007, 23 kasus pada tahun 2008, 20 kasus pada tahun 2009, 10 kasus pada tahun 2010 dan 10 kasus pada tahun 2011.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian tentang karakteristik penderita percobaan bunuh diri dengan racun di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2006-2011.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui karakteristik penderita percobaan bunuh diri dengan racun di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2006-2011. Adapun variabel yang diteliti antara lain, waktu tiba (jam dan hari masuk), sosiodemografi penderita (umur, jenis kelamin agama, pekerjaan, status perkawinan), jenis racun yang digunakan (klasifikasi berdasarkan ICD X: x60-x69), tingkat kesadaran sewaktu tiba, diagnosa gangguan psikosa, keadaan sewaktu pulang, sumber biaya dan lama rawatan rata-rata. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata penderita berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi bagi pihak sekolah, keluarga, petugas kesehatan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan dalam rangka pencegahan dan penanganan pasien penderita percobaan bunuh diri dengan racun.

METODE PENELITIAN

Penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series. Sampel penelitian adalah data medical record penderita percobaan bunuh diri dengan racun yang mendapat perawatan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2006-2011, dimana besar sampel sama dengan populasi (total populasi) yaitu 116 kasus. Analisis data secara deskriptif menggunakan uji Chi-square, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dan secara analitik menggunkan uji Anova.

(4)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Karakteristik Penderita Dari 116 penderita yang menjadi sampel, deskripsi karakteristiknya dapat dilihat dari tabel-tabel berikut ini.

Tabel 1. Distribusi Proporsi Penderita Berdasarkan Waktu Tiba (Jam & Hari Masuk)

Waktu Tiba f % Jam Masuk Pagi (06.01-12.00) 27 23,2 Siang (12.01-18.00) Malam (18.01-00.00) Subuh (00.01-06.00) 22 48 19 19,0 41,4 16,4 Total 116 100 Hari Masuk Senin 24 20,7 Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu 16 15 12 10 11 28 13,8 12,9 10,3 8,7 9,5 24,1 Total 116 100

Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa proporsi jam masuk penderita yang tertinggi yaitu pada malam hari (pukul 18.01-00.00) dengan proporsi 41,4% (48 kasus), dan yang terendah yaitu pada subuh (pukul 00.01-06.00) dengan proporsi 16,4% (19 kasus). Proporsi berdasarkan hari masuk tertinggi yaitu pada hari Minggu dengan proporsi 24,1% (28 kasus), dan yang terendah yaitu pada hari Jumat dengan proporsi 8,7% (10 kasus).

Dari catatan rekam medik diketahui bahwa sebagian besar penderita dibawa ke rumah sakit 1-6 jam setelah ditemukan oleh pihak keluarga atau rekan. Ada juga beberapa yang dibawa setelah 2 atau 3 hari (3 kasus). WHO (2006) dan beberapa kepustakaan mengatakan proporsi kejadian bunuh diri lebih banyak pada hari Senin dibanding hari lainnya. 12

Tabel 2. Distribusi Proporsi Penderita Berdasarkan Umur Umur (Tahun) 15-29 30-44 45-59 ≥60 80 26 8 2 69,0 22,4 6,9 1,7 Total 116 100

Berdasarkan tabel 2. dapat diketahui bahwa proporsi penderita yang tertinggi yaitu berada pada kelompok umur 15-29 tahun 69,0% (80 kasus) , terendah yaitu berada pada kelompok umur ≥60 tahun 1,7% (2 kasus). Hal ini sejalan dengan laporan Departemen Kesehatan Virginia Oleh Marc E. Leslie tahun 2003-2006 yang menyatakan bahwa tingkat upaya bunuh diri yang berhubungan dengan racun tertinggi berada pada kelompok usia 15-19 tahun (88,5%)4. Hal ini dikarenakan Kelompok usia dewasa muda (15-29 tahun) adalah kelompok usia yang rentan akan depresi (Gould dan Kramer, 2001).

Tabel 3. Distribusi Proporsi Penderita Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 80 36 69,0 31,0 Total 116 100

Dari tabel 3. dapat diketahui bahwa proporsi penderita berdasarkan jenis kelamin yaitu proporsi perempuan 69,0% (80 kasus) lebih tinggi dibanding laki-laki 31,0% (36 kasus) . Sex ratio perempuan : laki-laki yaitu 2,2:1. Hal ini sejalan dengan penelitian Esmail Farzaneh, dkk di Tehran, Iran tahun 2010 yang mengemukakan bahwa perempuan lebih dominan meracuni dirinya dibanding laki-laki dengan rasio perempuan : laki-laki yaitu 4,1:1. 15 Menurut Penelitian Astari (2004-2005) di RSCM, Jakarta didapati proporsi tertinggi penderita bunuh diri dengan zat/racun lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki dengan ratio 3,2:1.14

(5)

5 Tabel 4. Distribusi Proporsi Penderita

Berdasarkan Agama Agama Tercatat Tidak tercatat 113 3 97,4 2,6 Total 116 100 Agama Tercatat Islam Kristen Protestan Budha 49 63 1 43,3 55,8 0,9 Total 113 100

Dari tabel 4. dapat diketahui bahwa berdasarkan agama proporsi penderita tertinggi yaitu Kristen Protestan 55,8% (63 kasus), terendah yaitu budha 0,9% (1 kasus) dan tidak tercatat sebanyak 2,6% (3 kasus).

Menurut Durkheim, bunuh diri dapat terjadi akibat melonggarnya peraturan, norma-norma dalam masyarakat termasuk agama. Semakin diberi kebebasan terhadap norma-norma tersebut, individu semakin mudah melakukan tindakan bunuh diri. 13 Namun hasil yang diperoleh dari penelitian ini bukan hendak menunjukkan bahwa agama Kristen Protestan dapat dianggap sebagai faktor resiko terjadinya percobaan bunuh diri. Hal ini bisa saja disebabkan karena penderita yang berobat ke RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan mayoritas beragama Kristen Protestan. Hasil penelitian Astari (2004-2005) di RSCM, Jakarta didapati proporsi tertinggi penderita bunuh diri dengan zat/racun lebih tinggi pada agama Islam (55,4%).14

Tabel 5. Distribusi Proporsi Penderita Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Tercatat Tidak tercatat 98 18 84,5 15,5 Total 116 100 Pekerjaan Tercatat Tidak bekerja Ibu rumah tangga PNS/TNI/POLRI Karyawan/Pegawai swasta Wiraswasta/Pedagang Pekerja Lapangan Pelajar/Mahasiswa Pensiunan PNS/TNI/POLRI 3 22 7 15 11 10 29 1 3,1 22,5 7,1 15,3 11,2 10,2 29,6 1,0 Total 98 100

Dari tabel 5. dapat diketahui bahwa proporsi pekerjaan yang tertinggi yaitu sebagai pelajar/mahasiswa 29,6% (29 kasus), yang terendah yaitu Pensiunan PNS/TNI/POLRI 1% (1 kasus) dan tidak tercatat sebesar 15,5% (18 kasus).

Hal ini didukung pula oleh Shaw, dkk (2005) dari hasil penelitiannya di Kanada, didapati bahwa meracuni diri adalah metode bunuh diri tertinggi kedua pada siswa usia 10-19 tahun.

Hasil penelitian Esmail Farzaneh (2010) di Tehran, Iran, didapati bahwa masalah yang berhubungan dengan pendidikan memiliki proporsi tertinggi ketiga (6,5%) terhadap kejadian meracuni diri dikalangan siswa.13 Rendahnya pencapaian prestasi akademik, dan kurangnya penghargaan dari rekan, keluarga, dan guru menjadi salah satu faktor risiko bunuh diri menurut Borowosky, dkk (2001). Dan adanya paparan perilaku buruk dari teman sekolah, atau keluarga juga menjadi pencetus tingginya angka bunuh diri di kalangan pelajar. 15 Berdasarkan penelitian Astari (2004-2005) di RSCM, Jakarta didapati proporsi tertinggi penderita bunuh diri yaitu dari kalangan ibu rumah tangga dan pegawai/karwayan. 14

Tabel 6. Distribusi Proporsi Berdasarkan Status Perkawinan Status Perkawinan Tercatat Tidak tercatat 111 5 95,7 4,3 Total 116 100

(6)

6 Status Perkawinan Tercatat Belum Kawin Kawin Janda/Duda 56 50 5 50,5 45,0 4,5 Total 111 100

Berdasarkan tabel 6. dapat dilihat bahwa status perkawinan yang tertinggi yaitu belum kawin 50,5% (56 kasus), yang terendah janda/duda 4,5% (5 kasus) dan tidak tercatat sebesar 4,3% (5 kasus). Merujuk pada pernyataan WHO (2006) dan beberapa kepustakaan yang mengatakan status perkawinan berperan penting dalam kasus bunuh diri, dan berkaitan dengan kesehatan psikologis individu.12 Penelitian Astari (2004-2005) di RSCM, Jakarta yang menyatakan bahwa proporsi tertinggi penderita bunuh diri yaitu dari kalangan berstatus kawin baik pada laki-laki (15,9%) dan pada perempuan (45,8%). 14

Dari hasil penelitian Esmail Farzaneh (2010) di Tehran, Iran, didapati bahwa masalah yang berhubungan dengan percintaan/romantisme memiliki proporsi tertinggi kedua (29,4%) terhadap kejadian meracuni diri dikalangan siswa setelah konflik keluarga (54,4%).13

Tabel 7. Distribusi Proporsi Penderita Berdasarkan Jenis Racun yang Digunakan

Jenis Racun yang Digunakan

f %

X60 : Obat non opiat 3 2,6

X61 : Ekstasi 5 4,2

X63 : Opiat 6 5,2

X65 : Alkohol 5 4,2

X66 : Tinner, Minyak Tanah 9 7,8 X68 : Baygon, Soffel, Racun

Tikus, Racun Hama

71 61,2 X69 : Detergen, Wipol,

Baycline, Molto

17 14,8

Total 116 100

Berdasarkan tabel 7. dapat diketahui bahwa proporsi penderita berdasarkan jenis racun yang digunakan tertinggi yaitu jenis racun dengan kode X68 (berdasarkan ICD

X) berupa pestisida seperti baygon, soffel, racun tikus dan racun hama dengan proporsi 61,2% (71 kasus), yang terendah yaitu dengan menggunakan obat non opiat seperti bodrex (kode X60) dengan proporsi 2,6% (3 kasus). Hal ini dapat terjadi mengingat zat/racun tersebut mudah diperoleh di rumah tangga. Penelitian Astari (2004-2005) di RSCM, Jakarta sesuai dengan hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa metode yang paling sering ditemukan adalah gantung diri kemudian zat/racun, dimana yang terbanyak adalah racun serangga dan produk rumah tangga berbahaya ( 14% pada laki-laki dan 43,7% pada perempuan). 14

Dari 61,2% (71 kasus) penderita yang menggunakan jenis racun dengan kode X68, 90,2% (64 kasus) menggunakan baygon, 1,4% (1 kasus) menggunakan soffel, 5,6% (4 kasus) menggunakan racun tikus, dan 2,8% (2 kasus) menggunakan racun hama. Dari 14,8% (17 kasus) penderita yang menggunakan jenis racun dengan kode X69, 11,8% (2 kasus) menggunakan detergen, 52,9% (9 kasus) menggunakan Wipol, 23,5% (4 kasus) menggunakan baycline dan 11,8% (2 kasus) menggunakan Molto. Dari 7,8% (9 kasus) penderita yang menggunakan jenis racun dengan kode X66, 11,1% (1 kasus) menggunakan tinner, dan 88,9% (8 kasus) menggunakan minyak tanah.

Tabel 8. Distribusi Proporsi Penderita Berdasarkan Kesadaran Sewaktu Tiba Tingkat Kesadaran f % Baik 107 92,2 Sedang 4 3,4 Buruk 5 4,4 Total 116 100 Berdasarkan tabel 8. dapat diketahui bahwa proporsi berdasarkan tingkat kesadaran sewaktu tiba yang tertinggi yaitu tingkat kesadaran baik (Compos Mentis) 92,2% (107 kasus) dan yang terendah (Soporokoma) yaitu kesadaran sedang 3,4%

(7)

7 (4 kasus). Dapat diasumsikan bahwa

penderita dengan segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan. Atau telah mendapat pertolongan pertama sebelumnya di lokasi kejadian dengan pemberian zat-zat perangsang muntah seperti minyak makan dan susu kental, seperti yang telah banyak diketahui masyarakat awam sebagai pertolongan pertama bagi penderita keracunan.

Tabel 9. Distribusi Proporsi Penderita Berdasarkan Diagnosa Gangguan Psikosa Diagnosa Gangguan Psikosa f % Tidak Ada 43 37,1 Ada 73 62,9 Total 116 100 Berdasarkan tabel 9. dapat diketahui bahwa proporsi penderita berdasarkan diagnosa gangguan psikosa yaitu ada gangguan psikosa 62,9% (73 kasus), dan tidak ada gangguan psikosa 37,1% (43 kasus). Hal ini didukung dengan pernyataan Kocourkova, dkk (2009) yang mengatakan bahwa sekitar 87%-98% dari kasus bunuh diri dilakukan oleh individu dengan beberapa jenis gangguan mental seperti gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan bipolar dan depresi. 15

Tabel 10. Distribusi Proporsi Penderita Bunuh Diri dengan Racun Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Keadaan Sewaktu Pulang f % Sembuh 11 9,5 PBJ 20 17,2 PAPS 77 66,4 Meninggal 6 5,2 Melarikan diri 2 1,7 Total 116 100

Berdasarkan tabel 10. dapat diketahui bahwa proporsi penderita berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang tertinggi yaitu pulang atas permintaan

sendiri dengan proporsi 66,4% (77 kasus), dan yang terendah yaitu melarikan diri dengan proporsi 1,7% (2 kasus). Dari kartu status diketahui bahwa penderita kebanyakan keluar atas permintaan sendiri padahal belum sepenuhnya sembuh dan masih membutuhkan perawatan. Beberapa karena merasa sudah sembuh dan pihak keluarga ingin merawat dirumah saja. Beberapa lagi tidak ingin kasusnya diketahui lebih jauh oleh pihak rumah sakit, atau tidak ingin mengikuti evaluasi kesehatan jiwa seperti yang disarankan dokter. Sebagian penderita ada juga yang kemudian di pindahkan pihak keluarga ke rumah sakit/klinik lain dengan alasan biaya. Tabel 11. Distribusi Proporsi Penderita

Bunuh Diri dengan Racun Berdasarkan Sumber Sumber Biaya f % Biaya Pribadi 96 82,8 Askes 14 12,0 Jamkesmas 6 5,2 Total 116 100 Berdasarkan tabel 11. dapat diketahui bahwa proporsi penderita berdasarkan sumber biaya yang tertinggi yaitu biaya pribadi 82,8% (96 kasus), dan yang terendah yaitu menggunakan Jamkesmas 5,2% (6 kasus).

Tabel 12. Lama Rawatan Rata-rata Penderita

Lama Rawatan Rata-rata (hari) x SD 95% CI Coef.of Variation Median Minimum Maximum 2,05 1,413 1,79-2,31 1,997 2,00 1 8

Berdasarkan tabel 12. dapat diketahui bahwa lama rawatan rata-rata penderita adalah 2,05 hari (≈2 hari) dengan Standart Deviation (SD) yaitu 1,413 hari, dan Coefision of Variation sebesar 1,997%

(8)

8 (<10%) yang artinya lama rawatan rata-rata

penderita percobaan bunuh diri dengan racun kurang bervariasi. Median 2,00 dengan lama rawatan paling singkat yaitu 1 hari dan yang paling lama yaitu 8 hari.

Penderita yang dirawat dengan lama rawatan rata-rata 2 hari 32,8% (38 kasus), proporsi tertinggi yaitu menggunakan jenis racun X68 (73,7%), tiba dengan kesadaran baik (92,1%), pulang atas permintaan sendiri (73,7%), sumber biaya pribadi (81,6%).

B. Analisis Statistik

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata penderita terhadap jenis racun yang digunakan, tingkat kesadaran sewaktu tiba dan keadaan sewaktu pulang, dapat dilihat dari tabel-tabel berikut ini.

Tabel 13. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Keadaan Sewaktu Pulang

Lama Rawatan Rata-rata n Mean SD Sembuh 11 4,91 2,256 PBJ 20 1,90 0,788 PAPS 77 1,69 0,831 Meninggal 6 2,33 1,506 Melarikan diri 2 1,00 0,001 F =22,618 df =4 p = 0,001

Berdasarkan tabel 11. dapat diketahui bahwa lama rawatan rata-rata tertinggi yaitu penderita yang pulang dalam keadaan sembuh yaitu selama 5 hari. Sedangkan penderita yang melarikan diri, lama rawatan rata-ratanya yaitu 1 hari. Diasumsikan bahwa semakin lama penderita mendapat perawatan di rumah sakit, akan semakin baik kondisi sewaktu pulang penderita.

Berdasarkan test homogeneity of variances diperoleh nilai p < 0,05 (0,001) yang artinya lama rawatan penderita

memiliki varians yang berbeda. Dari uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p < 0,05 (0,001), yang artinya ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Proporsi tertinggi penderita percobaan bunuh diri dengan racun berdasarkan waktu tiba (jam dan hari masuk) yaitu pada jam malam (pukul 18.01-00.00) dengan proporsi 41,3% dan pada hari Minggu dengan proporsi 24,1%. 2. Proporsi tertinggi penderita

percobaan bunuh diri dengan racun berdasarkan sosiodemografi yaitu dari kelompok umur 15-29 tahun (69,0%), jenis kelamin perempuan (69,0%), agama Kristen Protestan (55,8%), pekerjaan sebagai pelajar/ mahasiswa (29,6%), dan status perkawinan belum kawin (50,5%). 3. Proporsi tertinggi penderita

percobaan bunuh diri dengan racun berdasarkan jenis racun yang digunakan yaitu jenis racun dengan kode X68% (berdasarkan ICD X) yaitu berupa racun pestisida seperti Baygon, Soffel, racun tius dan racun hama, dengan proporsi sebesar 61,2%.

4. Proporsi tertinggi penderita percobaan bunuh diri dengan racun berdasarkan tingkat kesadaran sewaktu tiba yaitu kesadaran baik (92,2%).

5. Proporsi tertinggi penderita percobaan bunuh diri dengan racun berdasarkan diagnosa gangguan psikosa yaitu ada diagnosa gangguan psikosa berupa depresi berat, gangguan mood dan gangguan kecemasan, dengan proporsi 62,9%.

6. Proporsi tertinggi penderita percobaan bunuh diri dengan racun berdasarkan keadaan sewaktu

(9)

9 pulang yaitu pulang atas permintaan

sendiri (68,1%).

7. Proporsi tertinggi penderita percobaan bunuh diri dengan racun berdasarkan sumber biaya yaitu biaya pribadi (82,8%).

8. Lama rawatan rata-rata penderita percobaan bunuh diri dengan racun adalah 2 hari.

9. Ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,001).

B. SARAN

1. Kepada pihak rumah sakit agar meningkatkan pemberian konseling atau evaluasi kesehatan jiwa terhadap pasien.

2. Kepada pihak keluarga agar memberi perhatian khusus pada anak dengan tanda-tanda hendak bunuh diri. Begitu juga kepada pihak sekolah agar meningkatkan pembinaan konseling bagi siswa. Dan pihak puskesmas agar mengaktifkan peran UKS khususnya upaya kesehatan jiwa.

3. Kepada Bagian Rekam Medik RS. Dr. Pirngadi Kota Medan diharapkan untuk melengkapi pencatatan data pada kartu status pasien seperti keterangan mengenai sosiodemografi, faktor penyebab/ pencetus terjadinya percobaan bunuh diri, dan spesifikasi racun, untuk kesempurnaan penelitian-penelitian berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1.Yosep, I., 2009. Keperawatan Jiwa. Cetakan 2. Rafika Aditama. Bandung.

2. Nevid, J., 2003. Psikologi Abnormal. Edisi 5. Erlangga. Jakarta.

3. Davidson, G., 2006. Psikologi Abnormal. Edisi 9. Rajawali Pers. Jakarta.

4. Leslie, M., 2009. Poison Related Attempted and Completed

Suicides in Virginia. Virginia Department of Health

5. NCVDRS,. 2008. Suicide by Poisoning. State of North Carolina Department of Health and Human Services.

6. McIntosh, John L., 2009. USA Suicide : 2009 Official Final Data . http://www.suicidology.org

Diakses tanggal 24 Februari 2012 7.WHO., 2008. Suicide and Suicide

Pervention in Asia. http://www.who.int/mental_health/ resources/suicide_prevention_asia. pdf Diakses tanggal 24 Februari 2012.

8. Surilena., 2005. Fenomena Bunuh Diri Di Indonesia. Maj.Kedokteran Atma Jaya. Vol4. Perpustakaan Unika Atmajaya. Jakarta

9. Muninjaya, Gde A.A, dkk., 2011. Fase-fase Kritis Sebelum Percobaan Bunuh Diri. Penerbit PMPK-FK Unud. Denpasar.

10. Attami, M., 2011. WHO Diajak Menghentikan Kasus Bunuh Diri.

http://www.phinisinews.com/read/ Diakses tanggal 10 Februari 2012 11. WHO., 2006. Mental Health and

Substance Abuse Facts and Figures http://www.searo.who.int/en/Secti on1174/Section1199/Section1567/ Section1824_8079. htm Diakses tanggal 24 Februari 2012. 12.Maldonado, G , dkk .,2002. Seasonal Variation of Suicides http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm ed/ Diakses tanggal 29 Februari 2012

13. Farzaneh, E, dkk. 2010. Self Poisoning Suicide Attempters Among Student in Tehran, Iran. Psychiatria Danubina.

14. Astari, dkk. 2005. Karakteristik Pelaku Bunuh Diri Departemen FKUI-RSCM Tahun 2004-2005. Jakarta

(10)

10 15. Otsuki, M, dkk., 2010. Fact Sheet

Youth Suicide. Academic Center of Excellence on Youth Violence Prevention University of California Riverside. Southhern California

Gambar

Tabel  2.  Distribusi  Proporsi  Penderita  Berdasarkan Umur  Umur (Tahun)  15-29  30-44  45-59  ≥60  80 26 8 2  69,0 22,4 6,9 1,7  Total  116  100
Tabel  5.  Distribusi  Proporsi  Penderita  Berdasarkan Pekerjaan  Pekerjaan  Tercatat  Tidak tercatat  98        18  84,5 15,5  Total  116  100  Pekerjaan Tercatat Tidak bekerja Ibu rumah tangga PNS/TNI/POLRI Karyawan/Pegawai swasta  Wiraswasta/Pedagang P
Tabel  8.  Distribusi  Proporsi  Penderita  Berdasarkan  Kesadaran  Sewaktu Tiba  Tingkat  Kesadaran  f  %  Baik  107   92,2  Sedang      4     3,4  Buruk      5     4,4  Total        116      100  Berdasarkan tabel 8
Tabel  11.  Distribusi  Proporsi  Penderita  Bunuh  Diri  dengan  Racun  Berdasarkan Sumber  Sumber Biaya  f  %  Biaya Pribadi  96   82,8  Askes  14   12,0  Jamkesmas    6    5,2  Total     116    100  Berdasarkan  tabel  11
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian berkenaan dengan penerapan pendekatan komunikatif dan penerapan pendekatan terpadu dalam pengajaran BI yang meliputi: (1) perumusan TPK, (2) penyusunan KBM,

Pasal 17 ayat (2) huruf g angka 2) huruf a) Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan

TELAH DISEMAK DAN DIAKUI BETUL... TELAH DISEMAK DAN

22 Konstruksi Tiang Bertumpu Dengan Tension Support 2000 MM Dengan Penghantar Netral TM JTM/SUTM/07 43 23 Konstruksi – V Tiang Penumpu Dengan Atau Tanpa Penghantar Netral –

Tujuan bimbingan rohani Islam pada dasarnya memberikan tuntunan atau memberikan terapi psikis yang berupa dorongan spiritual dan rasa optimisme kepada mereka yang menderita sakit,

Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan © 2021 Kemendikbud Program studi dengan nilai. akreditasi B atau akreditasi Sangat Baik

tidak dikode dan 9 diagnosis cedera yang tidak ditulis penyebab luarnya sehingga peneliti Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan petugas rekam medis bahwa kasus cedera

“Allah akan meninggikan orang- oranng yang beriman diantaramu dan orang-orang yang beri ilmu pengetahuan beberapa derajat ”. Al Mujadalah: 11).. Dengan