• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Rupa pada Relief di Pura Subak Jagasari, Desa Jagaraga, Buleleng.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahasa Rupa pada Relief di Pura Subak Jagasari, Desa Jagaraga, Buleleng."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Bahasa Rupa pada Relief di Pura Subak Jagasari, Desa Jagaraga, Buleleng. Oleh Dewa Gede Purwita1

A. Pendahuluan

Budaya visual di Buleleng memiliki bahasa ungkap yang berbeda dari bahasa ungkap lazimnya yang mudah ditemui di daerah Bali lainnya. Ragam rupa yang nyeleneh nampaknya menjadi sebuah peng-gaya-an terhadap visualisasi kreatif masyarakat pada era pra maupun pasca perang Puputan Jagaraga yang terjadi pada tahun 1848. Dari sisi pandang psikologi, nampaknya perlu penelitian lebih jauh mengenai pemikiran-pemikiran daripada seniman ataupun masyarakat Buleleng yang banyak menciptakan bentuk-bentuk dan bahasa rupa yang sangat berani memunculkan ikon-ikon semacam tradisi yang di-komik-kan, namun pada tulisan ini sisi psikologis tersebut tidak akan dibahas banyak melainkan akan membahas perihal lebih membaca mengenai bahasa rupa pada relief-relief di Pura Subak Jagasari, Desa Jagaraga, Buleleng.

Bahasa rupa menurut Prof.Dr. Primadi Tambrani2 merupakan “ilmu” yang baru lahir di Indonesia, dimulai sekitar tahun 1980 dan berkulminasi pada prasejarah-primitif-tradisional-anak dan bahasa rupa modern. Dengan ilmu ini kita bisa membaca gambar gua prasejarah, primitive, tradisi, anak, walaupun gambar itu praksis “full” gambar tanpa teks.3 Dari pemaparan singkat mengenai bahasa rupa oleh Primadi Tambrani maka pada tulisan ini adalah menganalisa tentang bentuk serta cerita pada panil relief pada tembok Kori Agung Pura Subak Jagasari. Relief-relief tersebut ada beberapa panil, namun pada kesempatan ini hanya akan meneliti pada dua panil saja yaitu pada sisi kanan dan kiri dari kori agung.

B. Sejarahan Singkat4

Bali Utara merupakan sisi paling utara dari Pulau Bali dan dipisahkan oleh perbukitan vulkanis yang membentang dari Kabupaten Karangasem (Bali Timur) hingga Jembrana

1

Alumni Jurusan Pendidikan Seni Rupa UNDIKSHA Singaraja, Mahasiswa Program Pascasarjana ISI Denpasar.

2

Dosen Institut TeknoloGI Bandung, peneliti Bahasa Rupa.

3 Primadi Tambrani. Bahasa Rupa. (Bandung:Penerbit Kelir. 2012) hlm.3. 4

Uraian beberapa data mengenai Sejarah Singkat ini diambil pula dari tugas perkuliahan PPS ISI Denpasar mata kuliah Seni Tradisi dan Nusantara tahun 2012.

(2)

(Bali Barat). Menurut catatan Medhurst dan Tomlin kerajaan yang pertama disinggahinya ialah Baliling5 yang luas wilayahnya terbetang dari Sang-sit di bagian timur hingga Batema di barat yang dikelilingi garis pantai. Kabupaten Buleleng yang disebut juga Bali Utara ini memiliki kultur dan masyarakat yang lebih dinamis didalam memadukan berbagai budaya.

Masyarakat Buleleng dikenal dengan masyarakat yang sangat heterogen, segala etnis berbaur menjadi satu sehingga mempengaruhi berbagai tatanan kehidupan sosial, budaya bahkan kesenian di Bumi Panji Sakti. Etnis Cina banyak mempengaruhi dibagian kota, etnis Bugis, Melayu, Bali Mula (Sembiran, Pedawa, Sidatapa, Tigawasa, Cempaga), kepercayaan Budha di daerah Banjar, dll. Semua suku dan etnis serta percampuran kebudayaan tidak terlepas dari adanya dua pelabuhan besar pada zaman kerajaan yaitu pelabuhan Sangsit dan Pabean (bekas Pelabuhan Buleleng di Kota Singaraja).

Kepercayaan awal dari penduduk Buleleng setempat sering dikaitkan dengan sekte Bhairawa. Menurut penduduk lokal didaerah Banyuning, mengatakan bahwa Buleleng merupakan penganut sekte Bhairawa oleh karena itu di seluruh Pura-Pura kuno banyak ditemukan berbagai bentuk arca yang menghadirkan figur seram, sadis, dan berapi-api. Pada saat invasi tentara Belanda tercatat dalam sejarah yaitu tanggal 16 April 1848 bergolak sebuah pertempuran antara kerajaan Buleleng dengan pasukan Belanda yang dikenal dengan nama Puputan6 Jagaraga. Puputan Jagaraga merupakan perlawanan seorang Patih yang berasal dari Karangasem dan mengabdi atau diangkat di Kerajaan Buleleng7.

5 Baliling yang dimaksud adalah Buleleng. Lihat Adrian Vickers. Bali Tempo Doeloe. Jakarta:Komunitas Bambu,

2012, hlm. 204.

6

Puputan adalah suatu nilai heroisme yang religius sebagai jawaban atas penjajahan yang bernilai material semata-mata. Lihat Sejarah Klungkung, Drs. Ida Bagus Sidemen, dkk. 1983, hlm.148.

7

Pada tahun itu Kerajaan Buleleng sudah jatuh ketangan Kerajaan Karangasem dan keturunan Panji Sakti terpecah belah, Lihat Babad Buleleng versi Gedong Kertiya.

(3)

Perang jagaraga dipimpin oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik8 serta didukung oleh pemimpin lainnya seperti I Gusti Lanang Sura, Jero Jempiring, dan Jero Tilem. Dari pertempuran inilah kemudian sejarah dari nama Desa Jagaraga dimulai.

Pada awalnya Desa Jagaraga bernama Desa Suka Pura dan mempunyai subak beranama Subak Jaga Sari9, Desa Suka Pura dahulunya sudah mempunyai Pura Dalem yang bernama Pura Segara Madu, kemudian Pura Dalem ini hancur ketika terjadinya perang Jagaraga pada 1846-1848 dan sekarang situs Pura Segara Madu yang hancur menjadi sawah yang ditanami padi. Kemudian nama Jagaraga diambil dari istilah jaga raga yang memiliki arti ‘menjaga diri’ dalam konteks ini merupakan istilah yang sering digunakan masyarakat dahulu pada saat perang berlangsung.

Setelah hancurnya Pura Segara Madu maka pada saat genting pasca perang 1849 masyarakat Jagaraga mendirikan Pura Baru dengan arsitektur yang bercampur dengan peng-gaya-an diadopsi dari desa lainnya yang berdekatan dengan Jagaraga, Pura Dalem Jagaraga dibangun dan Gedong10 Pura Dalem berdampingan dengan Gedong Mrajapati atau Prajapati, hal inilah yang menjadi salah satu keunikan, karena pada saat itu dikerjakan dengan cepat dan mengefisienkan waktu11.

Dari pemaparan singkat mengenai sejarah keberadaan Pura di Jagaraga maka dapat ditarik kesimpulan awal bahwa Pura Subak Jagasari sudah ada sejak sebelum kontak fisik antara Belanda dengan pejuang Kerajaan Buleleng, namun ketika kekalahan pasukan Buleleng dan Belanda menguasai daerah tersebut Pura yang hancur ketika perang Jagaraga dibangun dengan kurun waktu hampir bersamaan dengan dibangunnya Pura Dalem Jagaraga yang Baru pada tahun 1849.

C. Bahasa Rupa Relief di Pura Subak Jagasari

8

I Gusti Ketut Jelantik merupakan Patih Agung Kerajaan Buleleng dengan Rajanya Gusti Made Karangasem. (1821 – 1849) Lihat, Soegiyanto. I Gusti Anglurah Panji Sakti: Raja Buleleng 1599 – 1680. 2011, hlm.188.

9 Subak adalah system pengairan yang ada di Bali. Hingga sekarang nama Subak Jagasari masih dipergunakan oleh

masyarakat Buleleng dan pura Subaknya masih ada.

10

Rumah berpintu. Lihat Anandakusuma, Sri Reshi. Kamus Bahasa Bali 1986, hlm. 59. Dalam konteks Pura, Gedong merupakan tempat bersemayamnya Dewa-Dewi.

11

Lihat Sejarah Pura Dalem Jagaraga pada selebaran (Guide Article) yang dibagikan gratis pada saat berkunjung ke Pura Dalem Jagaraga berjudul “JAGARAGA, TEMPLE OF THE DEATH – PURA DALEM”.

(4)

Berbicara mengenai bahasa rupa tidak terlepas dari adanya wujud visual. Bila kita membicarakan bahasa rupa, umumnya yang dimaksud adalah bahasa rupa Barat yang melalui kolonialisme menyebar ke seluruh dunia.12 Lebih lanjut dikatakan bahwa ada perbedaan bahasa rupa Barat dengan bahasa rupa tradisi, tampak misalnya pada komik, fil, tv dengan bahasa rupa Barat yang banyak menggunakan close up. Pada relief candi Borobudur dan Prambanan tidak ada close up, semua tokoh digambarkan utuh dari kepala sampai kaki. Ini tentu bukan karena seniman Barat pandai

menggambar ekspresi wajah dan pelukis timur tidak pandai. Ini disebebkan karena seniman Barat menilai pentingnya ekspresi wajah dalam kerangka cerita, dan tentunya seniman Timur punya cara lain untuk menyatakan semua itu penting dalam kerangka cerita, hingga tak menggunakan close up.13

Dari penjelasan komparasi mengenai bahasa rupa Barat dan Timur maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada bahasa rupa Barat pentingnya sebuah ekspresi wajah untuk menambah greget dan mengesankan lebih realistis dan dinamis sebuah karya seni namun berbeda dengan bahasa rupa Timur yang lebih menonjolkan cerita yang terkesan harmoni dalam gerak statis dan mampu dibaca secara menyeluruh dengan menyisipkan bumbu misteri sehingga kesan pertama saat melihatnya penikmat akan bertanya-tanya mengenai karya seni tersebut. Seperti contoh Tabrani terhadap relief candi Borobudur dan Prambanan begitu juga dengan relief pada Pura Subak Jagasari ketika melihat pertama kali maka kesan statis tidak dapat dipisahkan namun

menyimpan misteri tentang apa yang sedang diceritakan pada karya ini.

12

Tabrani, loc cit, p.16.

13

(5)

Gambar 1. Relief pada panil 1 sisi disebelah kiri kori agung Pura Subak Jagasari.

Secara deskripsi umum maka relief ini terbuat dari batu padas, sangat bergaya dekoratif, terdapat unsur mitologis seperti kepala raksasa dengan motif ukiran di tengah dan ada reliaef figure-figur manusia pada sisi kanan-kirinya. Seperti tulisan Covarrubias mengatakan bahwa gerbang dari Pura-pura di Bali Utara tinggi dan ramping dengan kecenderungan jilatan api kekuasaan seolah berupaya membebaskan diri mereka sendiri dari jaringan jalan yang ruwet dan mencekik dari ukiran dedaunan dan bebungaan, dari mana di sana-sini mengintai wajah-wajah aneh dan raksasa yang menyala, bentuknya hampir lenyap di dalam nyala api yang keluar dari tubuh mereka.14 Wajah-wajah aneh yang dimaksud oleh Covarrubias nampaknya mengacu pada wajah-wajah figure pada relief-relief kemudian pada wajah-wajah raksasa yang menyala merupakan kiasan dari figure raksasa yang memang pada kenyataan di Pura-Pura Buleleng kebanyakan menggambarkan raksasa yang menyeramkan ada ikon api disana-sini sehingga memberikan kesan terror serta kengerian terhadap yang melihatnya.

14

Miguel Covarrubias. Pulau Bali Temuan Yang Menakjubkan. (Denpasar: Udayana University Press. 2013) hlm.190.

(6)

Pada figure relief tersebut dapat dibaca bahwa ada figure manusia yang sedang memancing udang, selain itu terdapat pula symbol-simbol ikan, ular, naga?. Pada sisi kiri di gambar 1, hal itu tampak menyatu pada seluruh ruang dan waktu15 disaat tema-tema yang diangkat merupakan seputaran kehidupan masyarakat Buleleng diantara pesisir dan bukit kemudian adanya rasa kosmologi mitos bercampur kedalam cerita tersebut. Hal tersebut sejalan dengan tulisa Covarrubias yang menyatakan bahwa bagi orang Bali apa pun yang tinggi baik dan kuat, maka wajarlah kalau laut lebih rendah dari titik tanah yang paling rendah, dengan ikan hiu dan ikan barakuda yang mencemari air, dan ular laut yang mematikan dan ikan beracun yang hidup di antara batu karang yang berbahaya, harus dinggap sebagai tenget, secara gaib berbahaya, kediaman roh jahat.

Dari kiri kenan dapat dibaca bahwa kehidupan masyarakat Buleleng tidak terlepas dari dua kebudayaan yakni kebudayaan pesisir dan dataran rendah dipenuhi oleh mitos-mitos kuno mengenai kehidupan serta makhluk-makhluk mitologi. Figure yang sedang memancing tersebut dapat dikaitkan dengan tokoh punakawan pada wayang kulit yaitu Sangut. Prototipenya dapat dlihat pada wayang kulit bergaya Buleleng dengan cirri rambut kuncung, jenggot, bentuk wajah memiliki ikonografi yang hampir sama dengan Sangut khas Buleleng. Adanya binatang besar di sebelah kanan dengan bentuk berbulu, taring tajam nampak seperti buaya namun divisualisasikan dengan bahasa hiperbola sehingga menjadi lebih misterius.

15 Tabrani, loc cit, p.86. mengacu pada teori relativitas umum Einstein (1916). Ruang dan waktu tak bisa dipisah.

Tiap benda di alam memiliki ruang dan waktunya sendiri-sendiri yang tidak persis sama satu dengan yang lain, tapi benda-benda tersebut bisa bersama berada dalam sebuah tema.

(7)

Gambar 2. Relief pada panil 2 sisi kanan dari kori agung Pura Subak Jagasari.

Pada panil kedua di sisi kanan dari kori agung memiliki kasus yang sama dengan relief di panil 1. Bergaya dekoratif dengan hiasan kepala raksasa dengan ukiran-ukiran dari dedaunan dan bunga stilisasi. Pada penggambaran relief di panil 2 nampaknya tidak jauh juga dari penggambaran kehidupan masyarakat Buleleng dengan kosmologi mitos-mitos dengan kesan terror yang dihadirkan, lihat saja pada penggambaran burung serta ikan-ikannya yang lebih besar daripada figure manusia.

Di bagian kanan panil 2 jika dilalcak secara ikonografis maka figure manusia tersebut adalah tokoh punakawan Mredah (Wana) bergaya khas Buleleng. Kehidupan pesisir sangat kental disini ketika mata diarahkan pada relief bagian kanan di panil 2, adanya figure manusia yang sedang memancing ikan di atas perahu. Tidak jelas siapa figure yang ingin di gambarkan karena pada tokoh pewayangan di Buleleng ikonografisnya tidak ada yang cocok, namun dari penggambaran tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ia adalah seorang yang kemungkinan tinggal di daerah pesisir.

(8)

D. Kesimpulan

Dari uraian singkat tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan mengenai bahasa rupa relief Pura Subak Jagasari, Desa Jagaraga, Buleleng sebagai berikut:

1. Relief tersebut merupakan penggambaran terhadap kehidupan masayarakat Jagaraga yang dibalut dengan mitos-mitos seperti halnya penggambaran makhluk-makhul mitologi seperti raksasa, ular bersayap, figur buaya yang seram dan terkadang lebih besar daripada figur manusianya bergaya dekoratif.

2. Adanya refleksi tokoh punakawan wayang kulit gaya Buleleng yang ditransformasikan pada media batu padas dalam hal ini relief sebagai perwakilan dari manusia dan masyarakat Jagaraga masa lalu.

3. Pura Subak Jagasari merupakan refleksi dari kehidupan agraris masyarakat setempat. Subak tersebut terdiri dari subak abian (lahan kering) maupun subak carik (sawah), uniknya relief tersebut hampir tidak ada penggambaran dari penggarapan ladang, namun sebaliknya kebanyakan menggambarkan kehidupan pesisir.

Diakui penulis bahwa tulisan ini merupakan awal dari studi budaya visual melalui bidang ilmu seni rupa yaitu bahasa rupa yang masih perlu pengkajian lebih mendalam. Harapan penulis adalah semakin banyaknya tumbuh kesadaran daripada peneliti dari pihak dosen maupun mahasiswa yang sensitif dengan lingkungan sekitar sebagai pembiasaan terhadap budaya baca dan tulis sehingga mampu berpartisipasi bahkan menjadi pondasi kuat dari tujuan Institut Seni Indonesia Denpasar sebagai pusat seni dan budaya.

E. Sumber Rujukan

Babad Buleleng (manuskrip/terjemahan) Gedong Kertya Singaraja.

Covarrubias, Miguel. 2013. Pulau Bali Temuan Yang Menakjubkan. Denpasar: Udayana University Press.

Guide Article of Jagaraga Temple of The Death (berbentuk selebaran kertas didapat pada saat berkunjung ke Pura Dalem Jagaraga, Buleleng).

Sidemen, I.B., Anak Agung Bagus Wirawan, dkk. 1989. Sejarah Klungkung dari Smarapura sampai Puputan. Klungkung: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung.

(9)

Sastrodiwiryo, Soegianto. 2011. I Gusti Anglurah Panji Sakti: Raja Buleleng 1599 – 1680. Denpasar: Pustaka Bali Post.

Tabrani, Primadi. 2012. Bahasa Rupa. Bandung: Penerbit Kelir.

Gambar

Gambar 1. Relief pada panil 1 sisi disebelah kiri kori agung Pura Subak Jagasari.
Gambar 2. Relief pada panil 2 sisi kanan dari kori agung Pura Subak Jagasari.

Referensi

Dokumen terkait

Biaya adalah setiap kegiatan yang dilakukan pada suatu usaha memerlukan pengorbanan fisik non fisik, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kegiatan ekonomi setiap kegiatan

Hal ini dapat dilihat pada lembar observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan menerapkan model Problem BasedLerning pada siklus I pertemuan

Namun, dengan adanya kejadian ini seperti sebuah tanda dan sinyalemen saatnya di utus Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka pada tahun yang sama beliau lahir berdasarkan

Variabel lain (epsilon) yang diduga mempengaruhi disiplin kerja pegawai diduga antara lain adalah kinerja pegawai, hal ini selaras dengan apa yang diutarakan oleh

Kering pada Permukaan Rigid Pavement dan Flexible Pavement …..67 Tabel 4.26 Perhitungan Distribusi-t Kekesatan Rata-rata dalam Keadaan Basah pada Permukaan Rigid Pavement

Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik antar individu badak Sumatera dan spesies badak lain melalui penggunaan analisis perhitungan Pairwie Distance

Seksi Kurikulum dan Kesiswaan Sekolah Menengah Pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

Cluster Alloggio @ Scientia Garden Summarecon Gading Serpong, perumahan terbaru dengan konsep yang menggabungkan ruko, cluster perumahan dan kost2xan.. Harga jual perdana