• Tidak ada hasil yang ditemukan

GENDER DALAM REALITAS SOSIAL DAN PERSPEKTIF ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GENDER DALAM REALITAS SOSIAL DAN PERSPEKTIF ISLAM"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

GENDER DALAM REALITAS SOSIAL

DAN PERSPEKTIF ISLAM

Oleh :

Hj. St. Rodliyah

Dosen Tetap STAIN Jember

Abstrak

Dalam dasawarsa terakhir ini terjadi transformasi ke arah peningkatan peran wanita dalam berbagai sektor kehidupan. Transformasi peran wanita tersebut ditandai dengan dikembangkannya cara-cara berpikir baru tentang hubungan (relasi) antara pria dan wanita dengan melakukan kritik terhadap tatanan budaya, struktur sosial, politik, dan ekonomi yang dianggap sebagai ciptaan kaum pria oleh kaum feminis. Wanita diporsikan hanya untuk peran domestik, sedangkan pria bisa leluasa dan bebas. Namun Islam adalah agama keadilan sesuai dengan tugas dan tujuan agama yaitu menciptakan dunia yang adil. Untuk itu Islam mengajarkan tentang bagaimana kita dapat memposisikan wanita dan pria dalam kehidupan sehingga menjadi mitra sejajar yang mampu hidup berdampingan dengan penuh keadilan dan kesejahteraan.

Kata kunci : Gender, Realitas Soaial, Dan Perspektif Islam PENDAHULUAN

Semua orang beriman mengakui bahwa Tuhan yang diimani adalah Dzat Yang Maha Kuasa. Di antara tanda-tanda kekuasaan Tuhan adalah penciptaan makhluk hidup dengan perbedaan gender, sebagaimana adanya manusia laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki peran yang berbeda dalam menjalankan kehidupan di dunia ini. Namun keduanya menjadi mitra sejajar, saling mengisi dalam hidup bersama menjadi suami istri.

Islam yang dibawa oleh Nabi Mohammad SAW., sejak abad ke-7 sesungguhnya membawa angin segar bagi nilai dan harga diri ummat manusia. Sebab Islam mengajarkan bahwa penghargaag Tuhan kepada manusia didasarkan bukan pada gender atau etnis, melainkan pada kualitas diri terhadap-Nya, yakni taqwa. Untuk itu orang yang

(2)

paling baik di hadapan Allah adalah orang yang paling tinggi ketaqwaannya. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam QS. 49/Al-hujurat, ayat : 13, yang artinya: ”Wahai manusia ! sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu dis sisi allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”1

Dalam sejarah umat manusia memang pernah terjadi diskriminasi atas dasar gender, etnis atau latar belakang primordial lainnya, yang itu sebagai akibat dominasi dan ”keserakahan” sebagian terhadap sebagian lainnya. Sehingga ada ”penjajahan” laki-laki atas perempuan, suatu bangsa atas bangsa lainnya.

Menurut Sri Tresnaningtias, isu kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan di Barat melahirkan gerakan feminisme, setelah kaum perempuan menyadari inferioritas mereka dalam peran di depan laki-laki. Akan tetapi setelah gerakan itu berkembang menjadi liberal terjadi pengingkaran terhadap hal-hal yang secara natural membedakan peran laki-laki dan perempuan2

Berangkat dari permasalahan tersebut, maka kesetaraan gender muncul sebagai upaya pemberdayaan perempuan yang selama ini sering dibatasi oleh nilai-nilai sosio kultural masyarakat. Pemikiran dan konsep genderpun muncul dengan berbagai aspek kajian termasuk kajian sosial dan religius. Islam sering kali dianggap sebagai agama yang kurang memperhatikan kesetaraan gender dan seringkali melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Wacana ini berkembang karena pemahaman yang tektual dan dangkal terhadap ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tulisan ini mencoba mengkaji secara proporsional dan obyektif tentang (1) Kesetaraan gender dalam realitas sosial , (2) Analisa gender dan konstruk sosial, dan (3) Gender maenstreming dalam perspektif Islam.

1 Depag. RI.. Al-Qur’an Terjemah. (Jawa Barat: CV Diponegoro.

2010).

2 Sri Tresnaningtias. Seks dan Jender. Bahan Kuliah pada Kursus

Jender dan Seksualitas, Unit Pelatihan Studi Jender dan pembangunan dan Laboratorium Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001).

(3)

KONSEP GENDER

Di dalam women’s Studies Ensiclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Mose, seks (jenis kelamin) mengacu pada konstruksi anatomis-biologis yang membedakan laki-laki dan perempuan. Perbedaan itu dapat dilihat dengan jelas pada organ tubuh terutama pada organ reproduksi, seperti laki-laki memiliki penis dan buah dzakar, serta tumbuh kumis dan jakun. Sementara itu, perempuan memiliki vagina, rahim dan sel telur.3 Dan maskulinitas

Menurut Unger dan Crawford, ”Berbeda dengan seks yang alami, gender mengacu pada aspek-aspek non fisiologis dari jenis kelamin, yang merupakan penghargaan dari suatu kebudayaan tentang feminitas dan maskulinitas.4 Semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah komponen/bidang kajian gender sebagaimana pendapat Linda L. Lindsey. Selanjutnya Umar menyatakan bahwa ”Studi gender lebih menekankan pada perkembangan aspek maskulinitas atau feminitas seseorang. Berbeda dengan studi seks yang lebih menekankan pada perkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki dan perempuan.5

Dengan adanya perbedaan itu, dikenal karakteristik feminin untuk sifat perempuan, misalnya perempuan harus sabar, lemah lembut, emosional, kemudian dikenal dengan istilah feminitas, dan maskulinitas mengacu pada sifat laki-laki yang mempunyai konotasi kemandirian, rasionalitas, kekuatan otot, bahkan kekerasan. Ciri dan karakter tersebut dapat dipertukarkan, artinya ada perempuan yang mandiri, memiliki rasionalitas, dan sebaliknya laki-lakipun ada yang lemah lembut, emosional dan sebagainya. Dengan demikian dapat

3 Mosse, Cleves, Julia. Gender dan Pembangunan. (Yogyakarta: Rifka

Annisa, 1993).

4 Unger, R, and Crawford, M., Women and Gender, A Feminist

Psychology, (Singapore: mc Graw Hill International, 1992).

5 Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Gender. Perspektif

(4)

dikatakan bahwa gender adalah hasil konstruksi sosial atau rekayasa masyaraakat untuk membuat perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan, yang membedakan peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan berdasarkan kepantasan yang berlaku dalam suatu sistem masyarakat.

Gender merupakan produk budaya buatan manusia yang bersifat dinamis, artinya gender dapat mengalami perubahan ke arah perbaikan sosial dan kedudukan perempuan atau justru sebaliknya. Gender meneukan akses terhadap pendidikan, kerja, alat-alat dan sumber daya yang dieprlukan untuk industri dan keterampilan. Yang jelas, gender akan menentukan hubungan dan kemampuan untuk membuat keputusan dan bertindak secara otonom. Perbedaan gender selanjutnya melahirkan peran gender yang sesungguhnya tidak menjadikan masalah , jikaseandainya tidak terjadi ketimpangan yang berakhir pada ketidakadilan gender.

KESETARAAN GENDER DALAM REALITAS SOSIAL

Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Dengan kata lain penilaian dan penghargaan yang sama oleh masyarakat terhadap persamaan dan perbedaan laki-laki dan perempuan serta pelbagai peran mereka.

Namun kenyataannya di masyarakat masih menunjukkan adanya keyakinan gender yang seringkali berbentuk stereotipe terhadap laki-laki maupun perempuan. Keyakinan gender tersebut sebagian besar korbannya adalah kaum perempuan. Hal ini nampak pada permasalahan berikut :

1. Pendidikan : wanita tetap menduduki tingkat pendidikan yang rendah dibandingkan laki-laki dan bahkan masih ada yang buta huruf. Karena orang tua biasanya berpikir praktis dengan alasan anak laki disekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi dari pada perempuan karena anak laki-laki kelak akan bertanggungjawab untuk menafkahi istri dan anak-anaknya serta menanggung biaya pendidikan anak-anaknya setinggi mungkin..

2. Kesehatan : wanita menyelenggarakan lebih banyak pelayanan kesehatan dari pada pelayanan kesehatan profesional. Karena perempuan selalu mendahuluan perasaan dari pada pikiran.

(5)

Perempuan rela berkorban demi kesehatan orang lain, walaupun kadang-kadang dirinya sendiri sakit, tetapi tidak dirasa apalagi yang sakit itu keluarganya sebagai contoh anak atau suaminya, perempuan rela berkorban apa saja demi kesembuhan mereka.. 3. Ketenaga kerjaan : wanita merupakan 1/3 dari seluruh tenaga

kerja dunia tetapi terkonsentrasi pada ;

a. Pekerjaan dengan penghasilan paling rendah, karena perempuan kebanyakan pekerjaanya di bidang domestik yaitu menjadi tenaga kerja wanita baik di dalam maupun di luar negeri dengan menjadi asisten/pembantu rumah tanga.

b. Lebih rawan menjadi penganggur dari pada pria. Karena kebanyakan wanita berpikir untuk ketenangan dan kebahagiaan keluarga mereka rela tidak bekerja demi untuk mengurusi rumah tangga yaitu merawat anak dan melayani suami.

c. Memperoleh kurang

¾

nya penghasilan pria untuk pekerjaan yang sama karena tenaga perempuan dianggap di bawah kekuatan tenaga pria.

d. Perempuanmmasih sering terhempas kepinggiran, utamanya dalam jalur kepemimpinan, dalam struktur organisasi, pengambil keputusan, maupun dalam peluang memperoleh kesempatan pengembangan karier. Laki-laki yang memperoleh posisi dan kesempatan yang menguntungkan, kadang bukan semata karena mereka (mungkin) berprestasi, tetapi karena mereka laki-laki. Sebaliknya, perempuan meskipun mereka berprestasi seringkali tidak memperoleh posisi dan kesempatan yang menguntungkan, semata-mata karena mereka perempuan. Perempuan tidak memperoleh penghargaan yang sama, bahkan yang melebihi prestasi laki-laki sekalipun. Kalaupun perempuan memperoleh posisi dan dan kesempatan, dia bagaikan mendapat ”lampu sorot” segala gerak geriknya senantiasa mendapat sorotan. Seakan ada kekhawatiran dari laki-laki akan tergeser kedudukannya oleh kaum perempuan.

4. Politik : Meskipun 90 % dari negara – negara di seluluh dunia

memiliki organisasi yang mengupayakan peningkatan wanita, tetapi masih tetap sangat tidak terwakili dalam lembaga pengambilan keputusan. Karena:

a. Pendidikan yang rendah b. Kurang percaya diri

(6)

d. Kaum perempuan itu sendiri belum mampu untuk memberi kesempatan kepada kaumnya untuk maju. Sebagai contoh dalam pemilihan anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) dan Presiden perempuan kebanyakan masih memilih laki-laki karena perempuan sendiri belum percaya 100 % jika perempuan itu mampu memimpin bangsa dan Negara tercinta ini.

5. Pertanian : wanita menghasilkan separuh dari kebutuhan makanan

dunia, tetapi;

a. hampir tidak memiliki tanah. Mereka hanya sebagai buruh tani. b. sulit memperoleh kredit. Karena kebanyakan aset keluarga itu

atas suami dengan alasan kalau ada apa masalah biar cepat untuk mengurusnya.

c. sering tidak diperhitungkan dalam proyek-proyek pertanian. Karena wanita dianggap tidak kompeten dalam bidang pertanian. Perempuan sebaiknya mengurusi bidang kerumahtanggaan.

Padahal yang diharapkan dari kesetaraan gender adalah terciptanya kesamaan kondisi dan status laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan menikmati hak-haknya sebagai manusia agar sama-sama dapat berperan aktif dalam pembangunan6.

ANALISIS GENDER DAN KONTRUK SOSIAL

Menurut Tim Perumus, analisa gender adalah proses yang di bangun secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa. 7

Ketimpangan yang muncul karena peranan gender (dalam arti keterbatasan kesempatan yang berbeda buat pria dan wanita) tidak selamanya dapat diatasi oleh perorangan karena diciptakan dan diterapkan oleh masyarakat. Karena itu, perlu ada tindakan bersama melalui Pemerintahan.

6 Celb Joice., Feminism and Politic: A Comparative (Los Angeles:

University of California Press, 1987).

7 Tim Perumus. 2004. Panduan Pembentukan dan Pembinaan Pusat

Studi Wanita/Pusat Studi Gender, (Jakarta : Kementerian

(7)

Upaya pemerintah dalam mengatasi ketidak adilan gender bisa dilihat pada indikator dari peningkatan kedudukan wanita sebagai berikutt:

1. Kenaikan jumlah wanita dalam pembuatan keputusan.

2. Bertambahnya kemandirian personal dan ekonomi serta harga diri. 3. Meningkatnya keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan

sampai evaluasi pada diri, keluarga atau kegiatan pembangunan masyarakat.

4. Semakin banyak wanita dalam pendidikan dan program latihan. 5. Meningkatnya kesehatan wanita dan anak-anak.

6. Meningkatnya status hukum.

7. Berkurangnya tindak kekerasan terhadap wanita. 8. Kontrol semakin besar terhadap tingkat kesuburan.

9. Menurunnya diskriminasi institusi dan bias terhadap wanita. Analisa gender menurut Cornel, R. W., memberi perangkat teoritis untuk memahami sistem ketidakadilan gender. Kedua jenis kelamin baik lelaki maupun perempuan bisa menjadi korban dari ketidak adilan gender. Namun karena mayoritas yang menjadi korban ketidak adilan gender adalah perempuan, maka seolah-olah analisis gender hanya alat perjuangan kaum perempuan. Analisis gender membantu memahami bahwa pokok permasalahannya adalah sistem dan struktur.8

Sedangkan konstruk sosial adalah usaha-usaha yang dilakukan masyarakat untuk mengarahkan laki-laki menjadi maskulin dan perempuan menjadi feminin. Usaha tersebut berbentuk pola-pola sosiali yang berjalan secara evolutif dan akhirnya mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin. Misalnya sifat gender kaum laki-laki harus kuat, pemberani dan agresif. Konstruk sosial yang demikian membuat laki-laki makin terlatih dan termotivasi untuk mencapai dan mempertahankan apa yang ditentukan tersebut. Akhirnya, laki-laki memang lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya kaum perempuan harus lemah lembut, sopan santun tutur katanya dan emosional. Sosialisasi tersebut mempengaruhi tidak saja pada perkembangan emosi, visi dan ideologi kaum perempuan, tetapi juga perkembangan fisik dan biologis mereka. Pola-pola sosialisasi

(8)

semacam itu terjadi sejak usia dini melalui empat institusi yaitu : keluarga, sekolah/pendidikan formal, media massa, dan bahasa9.

Sebagai contoh peran sosial yang diakibatkan oleh perbedaan jenis kelamin adalah mengasuh anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga diklasifikasikan sebagai tugas dan tanggungjawab perempuan, padahal peran tersebut bagi perempuan bukan kodrati.--- melainkan konstruksi sosial --- sehingga laki-laki dapat melakukannya. Hanya haid, hamil, melahirkan dan menyusuhi yang dihitung peran kodrati perempuan, karena peran tersebut tidak dapat digantikan dan dipertukarkan dengan laki-laki. Namun kebanyakan kaum laki-laki malas untuk melakukan pekerjaan wilayah domestik dengan alasan merasa harganya dirinya akan turun jika harus merawat anak sendiri, mencuci baju apalagi memasak. Ada laki-laki yang walaupun bekerja di luar rumah tetapi ia masih mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan alas an saying dan pengertian terhadap istrinya.

GENDER MINSTREAMING DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Islam adalah seperangkat dogma dan ajaran yang hanya dapat berfungsi jika diaplikasikan oleh umatnya. Sementara upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan merupakan praktek kehidupan dan aktivitas manusia yang belum tentu berkaitan dengan ajaran agama (Islam). Menurut Mansour Fakih, Bisa saja seseorang berinisiatif melakukan usaha itu atas dasar dorongan agama ditafsirkan sesuai dengan semangat sejatinya”. Dengan kata lain, terdapat konsistensi antara ruh, kandungan makna, dan semangat sejatinya dogma dan ajaran tersebut dengan penafsiran manusia. Karena penafsiran atas dogma dan ajaran memang ditujukan sebagai dasar manusia bertindak. Hal inilah yang membuat kesenjangan mendasar antara Islam dengan upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan.10

Namun, yang terjadi justru menunjukkan bahwa dogma dan ajaran mulia agama Islam tersebut belum bisa dioperasionalkan sesuai semangat sejatinya, terutama karena para penganut ajaran tersebut belum memiliki kesadaran luhur dan perangkat yang memadai untuk mengoperasionalkan ajaran dan dogma tersebut secara mulia pula. Islam adalah ajaran, norma, dan nilai yang bersifat pasif. Menurut

9 Tim Perumus, 2004

10 Mansour Fakih, 1999. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial.

(9)

Umar Fakih, Islam akan menjadi aktif, konkrit, dan dinamis, jika dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi manusia dalam bertindak dan berbuat. Doktrin dan ajaran ini, aplikasi dan pelaksanaannya sangat tergantung dari cara pandang dan cara penafsiran orang-orang mempercayai doktrin tersebut. Doktrin yang santun dan penuh kasih sayang, akan berubah menjadi doktrin dan ajaran untuk meligitimasi tindak kekerasan di mata orang-orang tertentu. 11

Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, manusia tidak mampu mengetahui serta menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Banyak persoalan yang tidak dapat dijangkau manusia, sehingga membutuhkan peran Tuhan untuk menjelaskannya. Al – Qur’an dan Al-hadits merupakan salah satu jalan yang diberikan Tuhan untuk membantu manusia mengetahui berbagai persoalan yang mereka hadapi, agar manusia dapat hidup bahagia baik didunia maupun di akhirat.

Atas dasar itulah, ikhtiar untuk terus menerus melakukan penafsiran ulang terhadap pemahaman keagamaan yang justru mendukung tindak diskriminasi terhadap perempuan mendesak untuk dilakukan. Hal ini, tentu saja, agar dogma dan ajaran Islam sejati yang mulia tidak mengalami distorsi dan keliru tafsir seperti yang sangat banyak keliru selama ini. Pada hal Islam menganggap bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesetaraan gender dalam hal :

1. Sebagai hamba ; dalam penciptaan manusia laki-laki dan perempuan sama tujuannya agar mereka menyembah kepada Allah. QS. Al-Zariyat :56 (Yunus : 1995 : 777).

2. Sebagai kholifah di bumi ; maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka ini adalah , di samping untuk menjadi hamba (abid) yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah SWT, juga untuk menjadi kholifah di bumi (kholifah fil ardl) yaitu manusia mampu menjadi pemimpin di muka bumi dengn penuh amanah. Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan dalam QS. Al-An’am : 165 (Yunus ; 1995 :179).

3. Laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian primordial; mereka sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian primordial dengan Tuhan. Seperti diketahui menjelang seorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya,

(10)

sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-A’raf : 172 ( Yunus , 1995 ; 2400).

4. Laki-laki dan perempuan secara normatif sama-sama untuk memperoleh pendidikan dengan tanpa membedakan status sosial ekonomi dan jenis kelamin. Pentingnya pendidikan bagi manusia dapat disandarkan pada Al-Qur’an surat al-Mujadalah, ayat 11 yang artinya: ”Allah Maha mengangkat orang-orang yang beriman (laki-laki dan perempuan) diantara kamu dan mereka yang berilmu (laki-laki dan perempuan) beberapa derajat. Kata ”diangkat beberapa derajat” melakukan mobilitas sosial karena yang bersangkutan memiliki persyaratan yang diperlukan yakni etika dan moral dan penguasaan ilmu tanpa membedakan laki-laki atau perempuan. Oleh karena itu ayat Al-Qur’an tersebut di atas sangat relevan dengan hadits Nabi SAW yang artinya: ”Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan”. (HR. Ibnu Majjah dan Baihaqi dari Anas).

5. Menurut Yunus, Islam memberikan peluang yang sama terhadap laki-laki dan perempuan untuk meraih prestasi maksimum. Al-Qur’an sendiri telah mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karier profesional, tidak mesti dimonopolo oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama dalam meraih prestasi optimal.12

Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : ”Bukankah aku ini Tuhanmu ? ” mereka menjawab : ”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.

Menurut Fakhr al-Razi, (1990 : 402) tidak ada seorangpun anak manusia yang lahir di muka bumi ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka disaksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorangpun yang mengatakan ”tidak” semuanya setuju mengkui keberadaan Tuhan yang Esa.

Rasa percaya diri seseorang dalam Islam semestinya terbentuk sejak lahir, karena sejak awal tidak pernah diberikan beban khusus berupa ” dosa warisan ” seperti yang dikesankan di dalam Yahudi – Kristen. Kedua ajaran ini memberikan kesan negatif begitu

(11)

seorang anak lahir sebagai perempuan, karena jenis kelamin perempuan selalu dihubungkan dengan drama kosmis, yang mana Hawa dianggap terlibat di dalam kasus keluarnya Adam dari surga. Penyebab Adam keluarga adalah karena ibu Hawa yang mengajaknya duluan untuk memakan buh khuldi.

E. Kesimpulan

Berdasarkan pada penjelasan di atas bahwa jika kita membaca teks-teks Al-Quran maupun Hadits tidak ada sama sekali doktrin dan ajaran Islam yang menganjurkan tindak diskriminasi kepada siapapun, termasuk kepada perempuan. Islam juga tidak pernah melecehkan harkat dan martabat perempuan.

Namun realitas kehidupan sosial sehari-hari, doktrin dan ajaran Islam yang begitu mulia dan agung justru diterapkan secara bertolak belakang. Tidak jarang kita menjumpai seseorang melakukan kekerasan terhadap perempuan seraya mengatasnamakan agama dan menyebut-nyebut nama Allah. Agama menjadi legitimasi dan pembenar bagi tindak kekerasan yang dilakukannya. Ini merupakan ironi umat beragama. Seluruh ajaran dan dogtrinasi agama seolah hanya berhenti pada kata-kata dan pemikiran, karena kenyataannya, kehidupan yang nyata justru dipenuhi oleh beragam bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.

Ajaran Islam sejatinya tidak pernah membedakan laki-laki dan perempuan. Allah berjanji barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

DAFTAR PUSTAKA

Cornell.R.W. 1987.Gender and Power: Society, the Person and

Sexual Politics (Cambridge: Polity Press. ).

Celb Joice, 1987.Feminism and Politic: A Comparative (Los Angeles: University of California Press, ).

Depag. RI. 2010. Al-Qur’an Terjemah. Jawa Barat: CV Diponegoro. Mansour Fakih, 1999. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial.

(12)

Mosse, Cleves, Julia.1993. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Rifka Annisa.

Sri Tresnaningtias. 2001. Seks dan Jender. Bahan Kuliah pada Kursus Jender dan Seksualitas, Unit Pelatihan Studi Jender dan pembangunan dan Laboratorium Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Tim Perumus. 2004. Panduan Pembentukan dan Pembinaan Pusat

Studi Wanita/Pusat Studi Gender, Jakarta : Kementerian

Pemberdayaan Perempuan RI.

Umar, Nasaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Gender. Perspektif

Al-Qur’an. Jakarta : Paramadina.

Unger, R, and Crawford, M., 1992. Women and Gender, A Feminist

Psychology, Singapore: mc Graw Hill International

Yunus, Mahmud. 1995. Tafsir Qur’an Karim. Jakarta : Hidakarya Agung.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis yang paling sedikit ditemui adalah Balanophora dioica yang hanya tersebar di dua lokasi di Gunung Talang, Pada penelitian ini jenis yang hanya di temukan

PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SUBTEMA 4 KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA MENGACU KURIKULUM SD 2013

Letak strategis Kabupaten Sidoarjo yang berada di antara dua sungai dan di kawasan pantai utara Provinsi Jawa Timur, sangat berpengaruh baik bagi kepentingan regional

Mulai dari proses penerimaan zakat, infak/sedekah yang diakui sesuai dengan nominal yang disetorkan kepada BAZNAS dari muzzaki, penyaluran zakat, infak/sedekah yang diakui ketika

Salah satu arsip yang dikelola oleh bagian Tata Usaha UIN Sunan Kalijaga adalah berupa surat keputusan Rektor bersumber dari semua hasil keputusan rektor yang baik untuk

Hal ini diduga karena sifat dan kriteria tanah top soil yang digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman tanam lebih baik sehingga pemberian perlakuan formulasi

Dan menurut bapak bahwa kearifan lokal itu mampu mengkuatkan nilai-nilai agama di desa ujung bawang, seperti yang sudah di jelaskan di atas, banyak kearifan lokal/ budaya