• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESEARCH ARTICLE. Akademi Kepolisian Republik Indonesia, Semarang, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESEARCH ARTICLE. Akademi Kepolisian Republik Indonesia, Semarang, Indonesia"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

RESEARCH ARTICLE

OPTIMIZING THE ROLE OF BHABINKAMTIBMAS

TO PREVENT RADICALISM IN THE CONTEXT OF

MAINTAINING SOCIAL SECURITY IN BANDUNG

POLICE JURISDICTIONS

Rio Aditya Pahlawan1

1Akademi Kepolisian Republik Indonesia, Semarang, Indonesia

 riopahlawan21@yahoo.com

HOW TO CITE

Aditya, R. (2020). Optimizing the Role of Bhabinkamtibmas to Prevent Radicalism in the Context of Maintaining Social Security in Bandung Police Jurisdictions. Tanggon Kosala, 9(2), 119-138.

A

BSTRACT

The understanding of radicalism has been a major problem threatening Indonesia, where every occurrence of terrorism happening in Indonesia is generally done by radical groups. The police are supposed to have proactive action related to the threat of radicalism that continues to emerge in Indonesia. The police are not only limited to capturing and cracking down against the perpetrators of terrorism, but rather to prevent the action of terrorism by conducting a deradicalisation of the Indonesian population who have been exposed to radical understanding. This research aims to describe and analyse the prevention of radicalism and the factors that influence it through the role of Bhabinkamtibmas and describe how to optimize the role of Bhabinkamtibmas in order to prevent radicalism in the jurisdiction of Polrestabes Bandung. This research uses qualitative approaches and descriptive methods. Location of research in the jurisdiction of Polrestabes Bandung. Data collection techniques consist of interviews, observations and study documents. The data validity techniques use source triangulation, methods, investigators and theories. Data analysis techniques using data reduction, data serving and withdrawal of conclusions and verifications. The results showed that in the territory of Polrestabes Bandung there are potential and thresholds related to radicalism, can be seen from the number of radical groups that exist and do activities in the city of Bandung. Polrestabes of Bandung Prevention with the actions of proactive policing (community development, early detection, and mediation). Factors influencing the role of Bhabinkamtibmas are internal factors (organization, HR management, material

(2)

support and organizational policy) and external factors (culture of the community of Bandung, support of other police functions, cooperation of cross-agency, and attention and support of the community). The role of Bhabinkamtibmas is not optimal, but Satbinmas Polrestabes Bandung in an effort optimisation refers to the police Promoter Program by conducting reforms in two areas (field of coaching and operations).

Keywords: Bhabinkamtibmas, Understanding radicalism, maintenance kamtibmas, Polrestabes Bandung

(3)

ARTIKEL PENELITIAN

OPTIMALISASI PERAN BHABINKAMTIBMAS

GUNA MENCEGAH PAHAM RADIKALISME

DALAM RANGKA PEMELIHARAAN KAMTIBMAS

DI WILAYAH HUKUM POLRESTABES BANDUNG

Rio Aditya Pahlawan1

1Akademi Kepolisian Republik Indonesia, Semarang, Indonesia

 riopahlawan21@yahoo.com

SARAN PENGUTIPAN

Aditya, R. (2020). Optimizing the Role of Bhabinkamtibmas to Prevent Radicalism in the Context of Maintaining Social Security in Bandung Police Jurisdictions. Tanggon Kosala, 9(2), 119-138.

A

BSTRAK

Paham radikalisme telah menjadi masalah besar yang mengancam Indonesia, dimana setiap kejadian terorisme yang terjadi di Indonesia, umumnya dilakukan oleh kelompok radikal. Kepolisian sudah seharusnya bertindak proaktif terkait ancaman radikalisme yang terus muncul di Indonesia. Kepolisian tidak hanya sebatas menangkap dan menindak para pelaku terorisme, melainkan melakukan pencegahan sebelum terjadinya aksi-aksi terorisme dengan melakukan deradikalisasi terhadap para penduduk Indonesia yang sudah terpapar paham radikal. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pencegahan radikalisme dan faktor-faktor yang mempengaruhinya melalui peran Bhabinkamtibmas serta mendeskripsikan cara mengoptimalkan peran Bhabinkamtibmas dalam rangka pencegahan paham radikalisme di wilayah hukum Polrestabes Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Lokasi penelitian di wilayah hukum Polrestabes Bandung. Teknik pengumpulan data terdiri dari wawancara, pengamatan dan telaah dokumen. Teknik validitas data menggunakan triangulasi sumber, metode, penyidik dan teori. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di wilayah hukum Polrestabes Bandung terdapat potensi dan ambang gangguan terkait radikalisme, dapat dilihat dari banyaknya kelompok-kelompok radikal yang ada dan melakukan kegiatan di Kota Bandung. Polrestabes Bandung melakukan pencegahan dengan tindakan proactive policing (pembinaan masyarakat, deteksi dini, dan mediasi). Faktor-faktor yang mempengaruhi peran Bhabinkamtibmas yaitu faktor

(4)

internal (organisasi, manajemen SDM, dukungan materiil dan kebijakan organisasi) dan faktor eksternal (kultur masyarakat kota Bandung, dukungan dari fungsi-fungsi kepolisian lainnya, kerjasama lintas instansi, dan perhatian dan dukungan masyarakat). Peran Bhabinkamtibmas belum optimal, namun Satbinmas Polrestabes Bandung dalam upaya pengoptimalannya mengacu pada Program Promoter Polri dengan melakukan reformasi di dua bidang (bidang pembinaan dan operasional).

Kata kunci: Bhabinkamtibmas, Paham Radikalisme, Pemeliharaan Kamtibmas, Polrestabes Bandung

(5)

D

AFTAR

I

SI

ABSTRACT ……….………..………. 119 ABSTRAK ………..……..……….. 121 DAFTAR ISI ………..………. 123 PENDAHULUAN ……… 123 METODE ………. 124

HASIL DAN PEMBAHASAN ………..………. 125

I. Deskripsi Peran Bhabinkamtibmas dalam Mencegah Paham Radikalisme di Wilayah Hukum Polrestabes Bandung ….…..….……. 125

II. Analisa dan Deskripsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peran Bhabinkamtibmas dalam Mencegah Paham Radikalisme di Wilayah Hukum Polrestabes Bandung ………. 130

III. Deskripsi Pengoptimalan Peran Bhabinkamtibmas dalam Mencegah Paham Radikalisme di Wilayah Hukum Polrestabes Bandung ……….. 134

KESIMPULAN ………..……….. 135

REFERENSI ……….. 135

P

ENDAHULUAN

Berasal dari kemajuan teknologi informasi yang memberikan banyak kemudahan bagi penggunanya, menjadikan interaksi atau komunikasi menjadi tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Informasi atau berita tentang terjadinya suatu peristiwa dapat dengan cepat diketahui oleh orang lain tanpa melihat jarak yang dekat ataupun jauh. Kemudahan lainnya adalah pencarian jawaban atas suatu permasalahan sekarang dapat dengan mudah teratasi oleh perkembangan teknologi (Kompasiana, 29 Agustus 2019, URL). Namun diantara seluruh manfaat tersebut, terdapat dampak negatif dari kemajuan teknologi informasi ini yaitu, tidak ada penyaring yang sempurna untuk membatasi seseorang menerima informasi yang masuk dan mengakses suatu informasi, termasuk tentang paham radikalisme yang mengakibatkan berbagai hal tentang radikalisme yang ada di dunia maya menjadi inspirasi dan menjadi salah satu penyebab berkembangnya paham radikalisme di Indonesia yang berujung pada tindakan kekerasan (Mediaindonesia, 18 Oktober 2019, URL). Belakangan ini paham radikalisme telah menjadi momok besar yang mengancam Indonesia, dimana setiap kejadian terorisme yang terjadi di Indonesia, umumnya dilakukan oleh kelompok radikal (Kompasiana, 27 Oktober 2019, URL). Oleh karena itu kepolisan sudah seharusnya bertindak proaktif terkait ancaman radikalisme yang terus muncul di Indonesia. Adapun tindakan yang dapat dilakukan kepolisian tidak hanya sebatas menangkap dan menindak para pelaku terorisme, melainkan melakukan pencegahan sebelum terjadinya aksi-aksi terorisme dengan melakukan deradikalisasi terhadap para penduduk Indonesia yang sudah terpapar paham radikal.

(6)

Tindakan kepolisan yang proaktif untuk melakukan pencegahan dengan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat preemtif dan preventif sebagai solusi terkait masalah radikalisme ini, karena sejatinya paham radikalisme bukan suatu kejahatan melaikan suatu penyakit yang menyerang mental manusia (Kominfo, 10 Oktober 2019, URL). Pendekatan proactive policing tersebut dilakukan melalui kegiatan, seperti: penyuluhan, pembimbingan, pengajaran, persuasi terhadap orang atau kelompok yang terpapar radikal ataupun simpatisan dari orang-orang atau

kelompok-kelompok radikal. Kegiatan ini juga dapat dilakukan dengan menargetkan

masyarakat luas agar tidak terperangkap masuk ke dalam ajaran-ajaran radikal, diantaranya paham keagamaan radikal (Hariannusa, 19 Desember 2017, URL). Kegiatan preemtif tersebut tentunya tidak mungkin maksimal apabila dilakukan oleh kepolisan sendiri namun harus dilakukan dengan mengikut sertakan instansi terkait, para tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, dan masyarakat umum lainnya. Kegiatan preemtif ini perlu dilakukan karena paham radikal semakin menyebar dan

telah menjadi ancaman Keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Seperti

yang kita ketahui selama ini, Densus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah melakukan program deradikalisasi yang lebih memfokuskan kepada mantan teroris agar tidak mengulangi aksinya kembali (Antaranews, 25 Juni 2019, URL). Terbatasnya lingkup sasaran deradikalisasi oleh Densus 88 Antiteror Polri dan BNPT menyebabkan masih saja terjadi aksi-aksi terorisme dan mengingat fenomena gunung es dari radikalisme, sehingga perlu di imbangi oleh satuan wilayah (Satwil) dengan memfokuskan pada tindakan preemtif untuk menetralisir pengaruh dan penyebaran radikalisme atau mematikan sumber api

terorisme agar ancaman radikalisme tidak berubah menjadi aksi terorisme (Ideapers,

16 Agustus 2016, URL). Satwil dengan sumber daya yang dimiliki diharapkan dapat mendeteksi dan mencari akar masalah radikalisme diwilayahnya serta dapat menemukan solusinya agar pengaruh dan penyebaran radikalisme dapat dinetralisir.

M

ETODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang optimalisasi peran Bhabinkamtibmas guna mencegah paham radikalisme dalam rangka pemeliharaan Kamtibmas di wilayah hukum Polrestabes Bandung. Menurut Bogdan dan Taylor, metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1989: 4). Jelas dalam penelitian ini akan menggambarkan objek penelitian secara utuh. Penelitian ini tidak hanya terfokus pada sebagian dari objek yang diteliti melainkan memandangnya sebagai satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Maka dari itu, penelitian ini akan lebih baik dijelaskan dengan uraian kata-kata secara mendalam dan menyeluruh.

(7)

H

ASIL DAN

P

EMBAHASAN

I. DESKRIPSI PERAN BHABINKAMTIBMAS DALAM

MENCEGAH PAHAM RADIKALISME DI WILAYAH

HUKUM POLRESTABES BANDUNG

Radikalisme diibaratkan akar yang tidak terlihat namun jika dibiarkan terus berkembang dapat menjadi pohon yang merugikan, yaitu terorisme. Menurut Soeharto (2002) dalam Soekamto (1984: 237), bahwa “Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran”. Kedudukan sebagai Bhabinkamtibmas memiliki hak dan kewajiban, sebagaimana disebutkan dalam Perkap Nomor 3 Tahun 2015 tentang Polmas yang dijabarkan dalam fungsi, tugas pokok, kegiatan, wewenang, keterampilan, dan prinsip-prinsip Polmas. Pencegahan radikalisme melalui peran Bhabinkamtibmas, dalam tulisan ini dicermati dari aspek kesiapan personel; dukungan anggaran; dukungan sarana prasana penunjang; serta metode dalam hal ini difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas. Untuk itu dalam tulisan ini, penulis membahas dan menganalisis tentang pencegahan radikalisme melalui peran Bhabinkamtibmas di wilayah Polrestabes Bandung, dilihat dari sudut pandang diatas, adalah:

A. Kondisi Personel

a. Kuantitas Personel Bhabinkamtibmas

Bhabinkamtibmas adalah sosok Polri yang berperan sebagai ujung tombak polri dan bertugas paling depan serta langsung berada ditengah-tengah masayakat, kebijakan pimpinan Polri adalah setiap 1 (satu) Desa/ Kelurahan terdapat 1 (satu) Bhabinkamtimas, artinya kuantitas personel Bhabinkamtibmas di Polrestabes Bandung berdasarkan dari banyaknya Kelurahan di wilayah admistratif Kota Bandung, jumlah personel Bhabinkamtimas sudah sesuai dengan jumlah Kelurahan di Kota Bandung sejumlah 151 Kelurahan. Artinya di setiap Kelurahan di wilayah hukum Polrestabes Bandung telah ditugaskan 1 Bhabinkamtibmas, sebagaimana pernyataan dari PS. Kanit Binpolmas Polrestabes Bandung, Iptu Iyep Sunaryan, mengatakan:

Jumlah Bhabinkamtibmas di Polrestabes Bandung sudah mencukupi. Masing-masing kelurahan sudah ada satu jadi total ada 151 Bhabinkamtibmas di 151 kelurahan yang ada di Kota Bandung. (wawancara, 14 Februari 2020).

Menurut keterangan dari Kasatbinmas Polrestabes Bandung, AKBP Sukana Hermansyah bahwa “Bhabinkamtibmas di wilayah hukum Polrestabes Bandung seluruhnya berjumlah total 151 personel, hanya saja diantaranya masih ada yang dilibatkan untuk mengikuti pelaksanaan piket Mako dikarenakan kurangnya anggota untuk satuan lain ataupun anggota di Polsek itu sendiri” (wawancara, 14 Februari 2020). Selain masalah masih adanya tugas rangkap dari Bhabinkamtibmas, seperti dilibatkan piket Mako. Permasalah lainnya adalah Kota Bandung merupakan wilayah administratif dengan perkembangan kotanya sangat pesat, diantaranya penduduknya

(8)

yang sangat padat, banyaknya event-event baik nasional maupun internasional, adanya pertumbuhan tempat kegiatan ekonomi, dan lain-lain. Karakteristik wilayah Kota Bandung tersebut tentunya berimplikasi terhadap ancaman dan tantangan besar bagi tugas kepolisian, dengan kata lain hal ini Bhabinkamtibmas yang tugasnya berada di tengah-tengah masyarakat.

b. Kualitas Personel Bhabinkamtibmas

Dalam Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/ 8/ XI/ 2009, tanggal 24 November 2009 tentang perubahan buku petunjuk lapangan Kapolri No. Pol.: Bujuklap/ 17/ VII/ 1997 tentang Bintara Polri Pembina Kamtibmas di desa/ kelurahan telah ditentukan kepangkatan dari Bhabinkamtibmas, adalah dari kelompok kepangkatan Brigadir sampai dengan Inspektur, selanjutnya dijelaskan dalam Keputusan Kapolri Nomor: Kep/618/VII/2014 tentang Buku Pintar Bhabinkamtibmas menjelaskan bahwa Bhabinkamtibmas harus memiliki kompetensi, meliputi pengetahuan, ketrampilan dan memiliki sikap kepribadian yang dengan kreteria yang sudah ditentukan. Menurut penulis adanya syarat kepangkatan dan kompetensi untuk dapat diangkat sebagai Bhabinkamtibmas sangat tepat sekali mengingat bahwa Bhabinkamtibmas langsung berada ditengah-tengah masyarakat. Bahwa kepangkatan di Polri, tidak hanya sekedar simbol ataupun agar terlihat gagah tetapi juga menggambarkan tingkatan golongan yang berimplikasi kepada kemampuan dan tanggung jawab dari anggota. Adapun kepangkatan dari Bhabinkamtibmas di Polrestabes, sebagaimana Tabel 4.7 berikut:

Tabel 4.7

Kepangkatan Personel Bhabinkamtibmas

NO. PANGKAT JUMLAH

1. AIPTU 98 2. AIPDA 13 3. BRIPKA 30 4. BRIPPOL 10 5. BRIPTU - 6. BRIPDA -

Sumber: Satbinmas Polrestabes Bandung, 2019

Gambaran kualitas personel Bhabinkamtibmas di wilayah hukum Polrestabes Bandung dapat dicermati dengan melihat tingkat pendidikan umum, pendidikan kepolisan, pendidikan kejuruan dan latihan-latihan yang pernah diikuti. Dalam kaitan dengan pencegahan radikalisme, sangat penting adalah pelatihan tentang deradikalisi. Gambaran kualitas personel Bhabinkamtibmas tersebut, sebagaimana Tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.8

Kualitas Personel Bhabinkamtibmas

Jumlah

Pendidikan

Umum Dikjur Pelatihan

SMA S-1 S-2 Binmas Belum Deradikalisasi

Binmas dan Lain-lain

151 80 71 - 29 122 - 113

(9)

Berdasarkan dari Tabel 4.8 tersebut, dari sejumlah 151 personel Bhabinkamtimas tersebut, untuk latar belakang pendidikan umum: SMA berjumlah 80 personel, 1 berjumlah 71 personel, dan tidak ada personel yang berpendidikan S-2. Sedangkan pendidikan kejuruan: sejumlah 29 personel Dikjur Binmas, dan sejumlah 122 personel belum pernah mengikuti Dikjur Binmas, serta tidak ada Bhabinkamtibmas yang pernah mengikuti latihan deradikalisasili padahal di Kota Bandung banyak sekali Ormas-Ormas yang terindikasi radikal, dan sejumlah 113 personel yang telah mengikuti latihan fungsi Binmas dan fungsi lainnya. Penulis memperoleh gambaran tentang kondisi personel Bhabinkamtibmas di wilayah hukum Polrestabes Bandung dari wawancara dengan Aiptu Agus S., Bhabinkamtibmas kelurahan Balonggede, yang mengaku belum pernah mengikuti pendidikan kejuruan Binmas, dan pernyataan dari Bhabinkamtibmas kelurahan Cigereleng, Aiptu Ade Suwendi saat yang diwawancarai oleh penulis, menjelaskan bahwa:

Banyak banget dari rekan saya yang belum mengikuti Dikjur Binmas, untungnya saya sendiri sudah mengikuti Dikjur dan pelatihan mengenai da’i Kamtibmas. Yang saya tau kalau dikjur Binmas itu memang sedikit. Kebanyakan semua hanya mengikuti pelatihan di Polrestabes atau Polda. Saya berharapnya rekan-rekan saya juga mendapat kesempatan untuk dikjur supaya dapat lebih baik untuk menjalankan tugas dan kewajibannya mereka. (Wawancara, 15 Februari 2020)

Hal ini diakui oleh Kasatbinmas Polrestabes Bandung, AKBP Sukana Hermansyah, pada Februari 2020 menjelaskan “Kalau untuk pelatihan deradikalisasi belum ada, tapi ada beberapa yang sudah mengikuti pelatihan da’i Kamtibmas dan pelatihan Binmas lainnya”. Pencegahan radikalisme melalui peran Bhabinkamtibmas di wilayah Polrestabes Bandung, mestinya dilakukan oleh Bhabinkamtimas yang telah dilatih khusus tentang teknik dan taktik untuk melakukan deradikalisasi karena apabila salah memilih personel maka dapat menjadi boomerang dan berakibat fatal. Sebab bisa jadi personel Bhabinkamtibmas tersebut tergalang untuk sepaham dengan kelompoknya (radikalisme), oleh karena itu diperlukan latihan khusus untuk Bhabinkamtibmas tentang deradikalisasi dan mencegah terpapar radikalisme. Bahwasanya program latihan untuk Bhabinkamtibmas merupakan program Biro SDM Polda Jawa Barat guna meningkatkan kemampuan SDM personel tersebut di bidang tugasnya. Program latihan tersebut dilaksanakan selama seminggu bertempat di Sekolah Polisi Negara Cisarua atau di Polda Jabar. Menurut AKBP Sukana Hermansyah, “Program latihan yang diberikan tersebut, saya rasa belum cukup dalam memberikan pemahaman kepada Bhabinkamtibmas tentang bidang tugasnya” (wawancara, 14 Februari 2020). Mekanismenya, peserta yang mengikuti program latihan diajukan oleh para Kapolsek kepada satuan Binmas Polrestabes, setelah di akumulasi kemudian diteruskan kepada Biro SDM Polda melalui Bagian SDM Polrestabes. “Kalau peserta yang mengikuti program latihan itu kita yang menentukan, setelah ditentukan lalu kami ajukan ke Biro SDM Polda melalui Bagian SDM Polrestabes, baru selanjutnya kegiatan itu dilaksanakan”, ungkap Kasatbinmas Polrestabes Bandung, AKBP Sukana Hermansyah. Lebih lanjut bahwa program latihan yang dilaksanakan ini belum dapat membuat petugas Bhabinkamtibmas tahu persis tentang tugasnya, “harusnya pelatihan yang dilaksanakan itu kalau bisa sampai sebulan seperti Dikjur”, ungkap Kasatbinmas Polrestabes Bandung AKBP Sukana Hermansyah. Selain itu dalam Keputusan Kapolri Nomor: Kep/ 618/ VII /2014

(10)

tentang Buku Pintar Bhabinkamtibmas menyebutkan bahwa Bhabinkamtibmas harus memiliki kompetensi, sebagai berikut:

1. Pengetahuan. Bhabinkamtibmas harus memiliki pengetahuan yang meliputi:

a. Karakteristik wilayah penugasan; b. Budaya masyarakat setempat; c. Peraturan perundang-undangan; d. Sosiologi masyarakat desa; e. Polmas;

f. Komunikasi sosial;

g. Bimbingan dan penyuluhan; h. Kepemimpinan;

i. Hak asasi manusia.

2. Keterampilan. Bhabinkamtibmas harus memiliki keterampilan yang setidak-tidaknya meliputi:

a. Keterampilan berkomunikasi/ berbicara efektif; b. Keterampilan memecahkan;

c. Keterampilan untuk menangani konflik dan perbedaan persepsi; d. Keterampilan kepemimpinan;

e. Keterampilan membangun tim dan mengelola dinamika dan motivasi kelompok;

f. Keterampilan mediasi dan negosiasi;

g. Keterampilan memahami keaneka-ragaman, kemajemukan dan prinsip non diskriminasi;

h. Terampil menerapkan strategi Polmas dan menghormati hak azasi manusia serta kesetaraan gender;

i. Terampil menangani dan memperlakukan kelompok rentan; j. Inter personal skill;

3. Sikap kepribadian. Bhabinkamtibmas harus memiliki sikap kepribadian yang setidak-tidaknya meliputi:

a. Percaya diri; b. Profesional; c. Disiplin; d. Simpatik; e. Ramah; f. Optimis; g. Inisiatif; h. Cermat; i. Tertib; j. Akurat; k. Tegas; l. Peduli.

Merujuk pada Keputusan Kapolri Nomor: Kep/ 618 / VII /2014 tersebut, untuk menentukan telah atau tidak memenuhi kompetensi yang disebutkan tersebut, semestinya dilakukan uji kompetensi Bhabinkamtibas oleh Lemdikpol Polri atau dari Lembaga Sertifikasi Kompetensi Nasional. Kemudian yang memenuhi syarat

(11)

diberikan sertifikasi kompetensi Bhabinkamtibmas, namun personel Bhabinkamtibmas di Polrestabes Bandung sampai saat ini belum ada yang pernah mengikuti uji kompetensi Bhabinkamtibmas atau memiliki sertifikasi kompetensi Bhabinkamtibmas. Dengan adanya uji kompetensi Bhabinkamtibmas, tentunya akan lebih meyakinan pimpinan bahwa personel Bhabinkamtibmas yang ditugaskannya tersebut adalah personel yang sudah benar-benar tepat dan bagi Bhabinkamtibmas tersebut dapat menjadi kepercayaan dirinya untuk melaksanakan tugasnya meningkat karena sudah mengikuti suatu proses latihan dan lulus uji kompetensi sebagai Bhabinkamtibmas. Namun sebelum mengikuti uji kompetensi guna memenuhi syarat kompetensi sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Kapolri, seorang Bhabinkamtibmas harus mengikuti pendidikan kejuruan agar pemahaman tentang bidang tugasnya baik. Walapun demikian, dengan keterbatasan yang ada pada penulis, berdasarkan pengamatan dan wawancara tertutup yang penulis lakukan selanjutnya penulis melakukan perbandingan kompetensi dari Bhabinkamtibmas dengan mempedomani indikator-indikator kompetensi dalam Keputusan Kapolri Nomor: Kep/618/VII/2014, adapun sebagai sampel untuk perbandingan kompetensi Bhabinkamtibmas tersebut adalah Aiptu Aiptu Agus S., Bhabinkamtibmas Balonggede dengan Aiptu Ade Suwendi Bhabinkamtibmas Cigereleng. Hasil pengamatan dan wawancara tertutup penulis tentang perbandingan kompetensi Bhabinkamtibmas tersebut sebagai-mana Tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9

Pengamatan terhadap Kompetensi Bhabinkamtibmas

No. Kompetensi Aiptu Agus S. Aiptu Ade Suwendi

I. Pengetahuan

1. Karakteristik wilayah penugasan Terpenuhi Terpenuhi 2. Budaya masyarakat Terpenuhi Terpenuhi 3. Peraturan perundang-undangan Belum Terpenuhi Terpenuhi 4. Sosiologi masyarakat Desa Terpenuhi Terpenuhi

5. Polmas Terpenuhi Terpenuhi

6. Komunikasi sosial Terpenuhi Terpenuhi 7. Bimbingan dan penyuluhan Terpenuhi Terpenuhi 8. Kepemimpinan Belum Terpenuhi Terpenuhi 9. Hak asasi manusia Terpenuhi Terpenuhi

II. Keterampilan

1. Berkomunikasi Terpenuhi Terpenuhi

2. Memecahkan masalah Belum Terpenuhi Terpenuhi 3. Menangani konflik terpenuhi Terpenuhi 4. Kepemimpinan Belum Terpenuhi Terpenuhi 5. Membangun tim dan

mengelola dinamika Belum Terpenuhi Terpenuhi 6. Mediasi dan negosiasi Terpenuhi Terpenuhi 7. Memahami keanekaragaman Terpenuhi Terpenuhi

(12)

No. Kompetensi Aiptu Agus S. Aiptu Ade Suwendi

8. Menerapkan Strategi Polmas dan HAM serta kesetaraan Gender

Belum Terpenuhi Terpenuhi 9. Menangani kelompok rentan Terpenuhi Terpenuhi 10. Inter personal skill Belum Terpenuhi Terpenuhi

III. Sikap

1. Percaya diri Terpenuhi Terpenuhi

2. Profesional Terpenuhi Terpenuhi

3. Disiplin Terpenuhi Terpenuhi

4. Simpatik Terpenuhi Terpenuhi

5. Ramah Terpenuhi Terpenuhi

6. Optimis Terpenuhi Terpenuhi

7. Inisiatif Belum Terpenuhi Terpenuhi

8. Cermat Terpenuhi Terpenuhi

9. Tertib Terpenuhi Terpenuhi

10. Akurat Terpenuhi Terpenuhi

11. Tegas Terpenuhi Terpenuhi

12. Peduli Belum Terpenuhi Terpenuhi

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Melihat Tabel 4.8 penulis dapat menyimpulkan bahwa dari 31 indikator, untuk Aiptu Agus S. adalah terdapat 9 indikator yang tidak terpenuhi, dan terdapat 22 indikator yang terpenuhi, sedangkan untuk Aiptu Ade Suwendi semua indikator tersebut terpenuhi.

Data tersebut diatas menggambarkan bahwa terdapat perbandingan dalam pemenuhan indikator kompetensi dari kedua Bhabinkamtibmas tersebut, meskipun kedua Bhabinkamtibmas tersebut tercatat telah mengikuti Program Latihan serta memiliki kepangkatan yang sama, namun kenyataannya kedua hal tersebut belum memberikan pengaruh yang sama terhadap kompetensi yang dimilikinya. Ini dikarenakan karakter atau sifat dari masing-masing diri Bhabinkamtibmas itu sendiri, meskipun sama-sama telah mengikuti pelatihan dan pangkatnya sama namun mereka memiliki nilai berbeda di mata orang lain atau masyarakat.

II.

ANALISA DAN DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PERAN BHABINKAMTIBMAS DALAM

MENCEGAH PAHAM RADIKALISME DI WILAYAH

HUKUM POLRESTABES BANDUNG

Bagian ini akan menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksaan kegiatan Bhabinkamtibmas dalam upaya pencegahan radikalisme di Polrestabes Bandung sebagaaimana pada pasal 27 ayat 2 Perkap Nomor 3 Tahun 2015 tentan Polmas ditinjau dengan menggunakan teori manajemen alat-alat dan sarana, sebagai berikut:

4.3.1 Faktor Internal

(13)

Terry menjelaskan di bukunya mengenai pentingnya struktur organisasi sebagaimana dikemukakannya bahwa:

Jika struktur organisasi tepat maka seharusnya setiap orang akan mampu melaksanakan dengan cara yang dapat diterima. Sebuah struktur organisasi yang baik tentu dapat membantu untuk mencapai pelaksanaan yang baik dalam organisasi. Garis-garis kekuatan yang cukup dan tepat digabung dengan departementasi yang tepat sehingga memberi landasan yang tepat untuk struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan kerangka di mana organisasi itu beroperasi. (Terry, 2019:102)

Bhabinkamtibmas adalah pengemban fungsi Polmas di desa/ kelurahan yang bertanggung jawab kepada Kapolsek dan pelaksanaan kegiatannya dikendalikan oleh Kanit Binmas Polsek. Dalam penugasannya, Bhabinkamtibmas melaporkan langsung kegiatan kepada Kasat Binmas melalui Kanit Binmas Polsek masing-masing tanpa melalui Kapolsek terlebih dahulu. Hal ini dinyatakan oleh Bhabinkamtibmas Kelurahan Cigereleng, Aiptu Ade Suwendi bahwa:

Pelaporan hasil pelaksanaan seluruh Bhabinkamtibmas Polrestabes Bandung ini di akumulasikan oleh Kanit Binmas di Polsek tersebut di satu grup

whatsapp yaitu jajaran Bhabinkamtibmas Polsek tersebut. Lalu Kanit Binmas Polsek melaporkan langsung kepada Kasat Binmas mengenai hasil kegiatan. (wawancara, 16 Februari 2020)

Hal ini tidak sesuai hirarki dan HTCK yang ada terutama pada hubungan petugas Bhabinkamtibmas dengan Satbinmas Polrestabes Bandung. Padahal petugas lapangan berada di bawah kendali Kapolsek daerah setempat. Namun pada pelaksaannya Kanit Binmas langsung melaporkan hasil pelaksaan kepada Kasat Binmas tanpa melalui Kapolsek. Dampaknya adalah munculnya keseganan dan rasa keengganan Kapolsek daerah setempat untuk mengendalikan Bhabinkamtibmas di daerahnya. Dari hasil tersebut, struktur organisasi khususnya pada hubungan petugas Bhabinkamtibmas dengan Satbinmas Polrestabes Bandung terutama Kasatbinmas masih ada kendala.

b. Faktor Sumber Daya Manusia

Di dalam prinsip dalam ruang lingkup sumber daya manusia, terdapat prinsip salah satunya adalah “the right man on the right place”. Hal ini pun berlaku untuk Bhabinkamtibmas dalam pelaksaan kegiatan Polmas guna mencegah paham radikalisme. Menurut Awaloedin Djamin (2011, 177) bahwa Manajemen personel atau manajemen SDM Polri mencakupi:

a. Perencanaan (personal planning) b. Pengadaan (recruitment)

c. Pendidikan Pembentukan (pre service training) d. Penempatan (placement)

e. Mutasi dan Promosi

f. In service training

g. Penggajian dan Kesejahteraan h. Pensiun

Berdasarkan pedoman diatas, kita dapat memulai dengan tahap perencanaan (personal planning) atau SDM.

(14)

Jumlah anggota polri di Indonesia dengan jumlah anggota penduduk Indonesia bila dibandingkan akan menunjukkan ketidakseimbangan atau bahkam ketinggalan, sehingga untuk mencapai rasio ideal (1:400) akan memakan waktu yang lama (Nilma: 2017, 256). Pemenuhan jumlah anggota yang ideal pun bukan merupakan jaminan terjaminnya kamtibmas. Perlunya membangun kemitraan dengan masyarakat akan menjadi strategi yang tepat dalam mengatasi kelemahan ini. Dalam mencapai hal tersebut, Polri menarget jumlah Bhabinkamtibmas sebagai pengemban Polmas dapat memenuhi satu Bhabinkamtibmas untuk satu desa/ kelurahan di Indonesia. Di kota Bandung untuk jumlah Bhabinkamtibmas sendiri sudah mencukupi untuk seluruh desa/ kelurahan di kota Bandung yang berjumlah 151 Kelurahan. Namun konsep seperti ini tidak bisa digunakan kedalam perkotaan dengan penduduk yang membeludak, terkait beban tanggung jawab Bhabinkamtibmas dalam pelaksaan tugasnya melayani sejumlah penduduk di kelurahannya masing-masing. Kemudian jika dilihat dari jumlah penduduk kota Bandung yaitu 2.404.598 dengan 151 Bhabinkamtibmas Kota Bandung memiliki jumlah rasio yaitu 1:16.000, 1 Bhabinkamtibmas melayani 16.000 jiwa. Dengan demikian jumlah personel ideal Bhabinkamtibmas yaitu 1 Bhabinkamtibmas 1 kelurahan, menurut pendapat penulis belum memenuhi jumlah yang ideal sehingga menjadi kendala dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Pengadaan (recruitment)

Saat ini Satbinmas Polrestabes Bandung memiliki kekurangan personel dan tidak sesuai dengan DSPP, dikarenakan lebih memfokuskan untuk melengkapi personel Bhabinkamtibmas agar memenuhi standar yang diminta oleh Lembaga. Hal ini dikatakan oleh Kasat Binmas Polrestabes Bandung, AKBP Sukana Hermansyah bahwa “Kalau jumlah Bhabinkamtibmas sih sudah mencukupi 1 Bhabin 1 kelurahan, tapi di Satbinmas sendiri masih kekurangan personel dan belum memenuhi standar DSPP Polri.” (Wawancara, 14 Februari 2020). Selain itu di dalam penunjukkan Bhabinkamtibmas tidak melalui proses assesment, dimana terdapat Bhabinkamtibmas yang secara kualitas tidak memenuhi kriteria sebagai Bhabinkamtibmas serta terdapat Bhabinkamtibmas yang sebenarnya tidak berminat untuk menjadi Bhabinkamtibmas tetapi ditunjuk untuk menjadi Bhabinkamtibmas. Dengan demikian, pengadaan personel disini belum memenuhi pedoman dalam menentukan kriteria yang dibutuhkan untuk menjadi Bhabinkamtibmas sehingga pencapaian tujuan Polri jadi terhambat.

3. Pendidikan Pembentukan (pre-service training)

Seluruh Bhabinkamtibmas di wilayah hukum Polrestabes Bandung memiliki jenjang kepangkatan antara pangkat Bripda sampai pangkat Aiptu. Hal ini menunjukkan Bhabinkamtibmas tersebut melalui pendidikan pembentukan bintara atau tamtama, dimana pelaksaan pendidikan pada saat itu adalah kurang lebih selama satu tahun. Menurut Kasat Binmas Polrestabes Bandung, AKBP Sukana Hermansyah mengatakan:

Bhabin disini belum semuanya ikut pelatihan Bhabin. Dikarenakan yang pertama biasanya kami hanya menunggu ajakan dari Mabes untuk menarik anggota untuk ikut pelatihan dan kenyataannya malah jarang dan tidak ada ajakan atau panggilan dari Mabes sama sekali. Dan yang kedua dari Bhabin nya sendiri yang tidak bisa karena tidak ada yang menggantikan untuk di daerah dia dan Bhabinnya pun tidak mau ikut karena jadinya harus meninggalkan keluarga. (wawancara, 14 Februari 2020)

(15)

Dengan demikian, dalam tahap pembentukan terdapat kendala. Ditambah lagi dikarenakan tidak semuanya ikut pelatihan atau dikjur yang mendukung kinerja Bhabinkamtibmas itu sendiri.

4. Penempatan

Bhabinkamtibmas yang bertugas di kelurahan binaannya harus memiliki pengetahuan karakteristik wilayahnya tersebut. Hal ini agar memudahkan Bhabinkamtibmas dalam pelaksaan tugasnya. Tetapi kenyataannya tidak satupun Bhabinkamtibmas yang tinggal di wilayah desa/ kelurahan binaannya. Adapun pengakuan dari Bhabinkamtibmas Kelurahan Cigereleng, Aiptu Ade Suwendi menjelaskan:

Wah kalau rumah para Bhabin tuh gaada yang tinggal di daerah dia ditugaskan. Jadi contohnya saya, rumah di Majalaya tetapi saya harus ke Cigereleng dan waktu tempuh dan perjalannya lumayan tuh mas. Dan semuanyapun begitu. Tidak ada yang tinggal satu wilayah dengan kelurahan binaannya. (Wawancara, 17 Februari 2020)

Padahal tugas Bhabinkamtibmas adalah melekat 1x24 jam dengan masyarakat dan harus siap jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan sulitnya kontrol atau pengendalian oleh Bhabinkamtibmas yang ada di desa/ kelurahan tempat binaannya. Dengan demikian penempatan daerah tugas Bhabinkamtibmas belum berdasarkan dengan tempat tinggal Bhabinkamtibmasnya sehingga masih menjadi kendala daam pelaksaan tugasnya.

5. Mutasi dan Promosi

Sebagai anggota Polri yang telah melaksanakan tugas beberapa tahun akan mengalami mutasi dan promosi. Pelaksanaan mutasi dan promosi tidak dapat ditentukan oleh individu masing-masing karena hal tersebut adalah kebijakan dari pimpinan. Peminat untuk menjadi anggota Bhabinkamtibmas cukup banyak, tetapi peminatnya mayoritas adalah anggota yang sudah berumur atau menjelang pensiun. Sehingga kualitas dari anggota Bhabinkamtibmas dinilai kurang optimal dalam pelaksanaan penyuluhan. Di sisi lain, Polri pun sangat memerhatikan kinerja dan motivasi dari seluruh Bhabinkamtibmas sehingga program baru dari Polri Bhabinkamtibmas yang dinilai kinerjanya baik akan dipromosikan menjadi perwira berpangkat Inspektur Polisi Tingkat Dua (Ipda) tanpa sekolah dan tanpa dimutasikan ke tempat dan jabatan lain. Hal ini diungkapkan langsung oleh Kasat Binmas Polrestabes Bandung, AKBP Sukana Hermansyah bahwa:

Sekarang Polri sudah sangat memerhatikan Bhabinkamtibmas sehingga Bhabin yang dinilai baik bisa dinaikan menjadi perwira pangkat ipda tanpa sekolah serta tanpa dimutasikan ke tempat lain dan tetap memegang jabatan Bhabin tersebut. Dan inipun sangat menjadi motivasi bagi para Bhabin dikarenakan banyak Bhabin yang enggan sekolah perwira karena takut dimutasi atau malas untuk mengikuti pendidikan kembali. (wawancara, 14 Februari 2020)

Dengan demikian dari Polri dan dari Satbinmas pun selalu memikirkan terobosan untuk meningkatkan motivasi anggota Binmas dengan cara mutasi dan promosi tersebut.

6. In Service Training

Pendidikan kedinasan ini diadakan untuk mengisi kebutuhan Polri. Setelah mendapat pendidikan pembentukan untuk menjadi seorang polisi, diadakanlah

(16)

pendidikan lanjutan/pelatihan. Pendidikan/ latihan yang dilaksanakan untuk Bhabinkamtibmas ditujukan supaya Bhabinkamtibmas memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk menjadi seorang Bhabinkamtibmas. Pendidikannya bisa berupa pendidikan kejuruan (dikjur) Binmas dan latihan yang dapat meningkatkan kemampuan untuk menjadi seorang Bhabinkamtibmas dengan latihan peningkatan kemampuan Bhabinkamtibmas.

III. DESKRIPSI PENGOPTIMALAN PERAN

BHABINKAMTIBMAS DALAM MENCEGAH PAHAM

RADIKALISME DI WILAYAH HUKUM POLRESTABES

BANDUNG

Berdasarkan teori manajemen yang dikemukakan oleh Terry, dapat dijelaskan:

a. Planning (perencanaan), yaitu tindakan mendeteksi sasaran-sasaran dan arah tindakan yang akan diikuti.

Bhabinkamtibmas diketahui telah membuat rencana kegiatan dan telah diketahui oleh Kapolrestabes. Hal ini dibuktikan dengan adanya perencanaan dalam menentukan lokasi-lokasi daerah rawan radikalisme di wilayahnya masing-masing yang akan disambangi dalam pelaksaan kegiatan-kegiatan Bhabinkamtibmas serta sudah dilengkapi dengan administrasi yang lengkap juga, seperti surat perintah dan tata cara pelaksanaan pelaporan hasil kegiatan. Kemudian distribusi dan plotting anggota pada daerah-daerah pelaksanaan kegiatan juga telah dilakukan berasarkan rasio.

Diperlukan konsistensi pembuatan perencanaan kegiatan Bhabinkamtibmas, pelaksanaan, dan pembuatan laporan hasil pelaksanaan tugasnya untuk dapat dilakukan evaluasi;

b. Organizing (Pengorganisasian), yaitu tindakan mendistribusi pekerjaan antara kelompok yang ada dan menetapkan serta merinci hubungan-hubungan yang diperlukan.

Kegiatan pengorganisasian dengan melakukan pembagian wilayah tugas Bhabinkamtibmas telah dilakukan di Polrestabes Bandung. Permasalahan yang ada karena Bhabinkamtibmas yang bekerja sendiri di kelurahan tersebut, dan terdapat fungsi kepolisian seperti anggota Intel, Reskrim dengan Kring Serse nya pada malam hari dan patroli Sabhara yang juga melakukan tugasnya. Selain itu Bhabinkamtibmas memiliki Job Description yang telah dinyatakan di Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015, namun pada kenyataannya di lapangan masih terdapat beberapa Bhabinkamtibmas yang merangkap tugas dan juga melaksanaan piket mako Polsek padahal sesuai ketentuan Bhabinkamtibmas tidak boleh melaksanaan piket jaga mako; c. Actuating (menggerakan), yaitu merangsang anggota-anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dengan motivasi yang baik dan secara antusias.

Kegiatan yang dilaksanakan oleh Bhabinkamtibmas dalam mengimplementasikan program-program inovatif Polrestabes Bandung, sudah berjalan meskipun dalam pelaksaannya masih banyak kendala. Hal ini diantaranya disebabkan dukungan anggaran yang terbatas serta kurangnya sarana dan prasarana dinas untuk menyokong tugas Bhabinkamtibmas. Termasuk dalam hal ini adalah diperlukan adanya pemberian reward and punishment secara konsisten. Apabila

(17)

pelaksanaan tugas Bhabinkamtibmas tersebut didukung oleh dinas dengan anggaran yang memadai serta sarana dan prasarana pendukung yang lengkap, maka tentu hasilnya akan lebih optimal;

d. Controlling (pengawasan) yaitu mengawasi aktivitas-aktivitas agar sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan

Dalam tahap kontrol atau pengawasan tersebut, Kanit Binmas selaku penanggung jawab sudah melaksanakan secara prosedur. Hal ini terbukti dengan adanya laporan tertulis serta laporan berupa dokumentasi pelaksanaan kegiatan. Namun Kanit Binmas tetap harus melaksanakan pengawasan ketat yaitu dengan cara terjun langsung dalam setiap kegiatan Bhabinkamtibmas untuk mengetahui apakah pelaksanaannya sudah benar-benar dilaksanakan atau hanya sekedar dokumentasi saja. Karena untuk pelaksanaan sendiri di lapangan anggota sering ditemukan tidak ada semangat sehingga hanya sambang dan melaksanakan dokumentasi secara formalitas. Supervisi oleh pihak satuan atas sangat berpengaruh terhadap kesadaran dan motivasi program-program Polmas di lapangan. Maka pengawasan dan pengendalian maupun supervisi sangat perlu dilakukan mempedomani dari pasal 38 dan pasal 39 Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat.

R

EFERENSI

Asrori, A. (2015). Radikalisme di Indonesia: Antara historisitas dan antropisitas. Kalam, 9(2), 253-268.

Ghifari, I. F. (2017). Radikalisme di internet. Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya, 1(2), 123-124.

Golose, P. (2009). Deradikalisasi Terorisme: humanis, soul approach dan menyentuh akar rumput. Jakarta, YKIK.

Harahap, S. (2017). Upaya Kolektif mencegah Radikalisme dan Terorisme.

Yogyakarta: Prenada Media Grup.

Hartanto, A. W., Tanaya, E., & Ng, H. (2018). Urgensi Pembatasan Penanganan Represif Aparat Kepolisian Dalam Menanggulangi Radikalisme. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 1(2), 60-67.

Jamaludin, A. N. (2015). Studi Kerukunan Umat Beragama, Radikalisme, dan Konflik Antarumat Beragama.

Kaelan. (2012). Metode penelitian kualitatif interdisipliner. Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta.

Karnavian, T., dan Hermawan, S. (2017). Democratic Policing. Jakarta: Pensil 324. Kelana, M. (2002). Memahami Undang-Undang Kepolisian. Jakarta: PTIK Press. Moleong, L. J. (1989). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya. Muchith, M. S. (2016). Radikalisme dalam dunia pendidikan. Addin, 10(1), 163-180.

(18)

Polri. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada tingkat Kepolisian resort dan Kepolisian Sektor.

Polri. Surat Keputusan Kapolri No. Pol.:Skep/737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Polri. Buku Petunjuk Lapangan No. Pol.:Bujuklap/17/VII/1997 tentang Bintara Polri Pembina Kamtibmas di Desa/Kelurahan.

Polri. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015

tentang Pemolisian Masyarakat.

Polri. Keputusan Kapolri No. Pol.:KEP/8/XI/2009 tentang Perubahan Buku Petunjuk Lapangan Kapolri No. Pol.:Bujuklap/17/VII/1997 tentang Bintara Polri Pembina Kamtibmas di Desa/Kelurahan.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Thoyyib, M. (2018). Radikalisme Islam Indonesia. TA'LIM: Jurnal Studi Pendidikan Islam, 1(1), 90-105.

Qodir, Z. (2016). Kaum muda, intoleransi, dan radikalisme agama. Jurnal Studi Pemuda, 5(1), 429-445.

Referensi

Dokumen terkait

Kecamatan di Jakarta pusat meliputi; Gambir , Tanah Abang , Menteng , Senen , Cempaka Putih , Johar Baru , Kemayoran , Sawah Besar . Hotel di Jakarta.. pusat banyak

Oleh itu, apabila Ghani Ismail 2005:8 menekankan bahawa salah tafsir makna akan menjadi kendala kepada proses perbualan, jadi inilah yang akan berlaku dalam perbincangan yang

Data Dosen Master Data Login Main Menu Data Topik Data Mahasiswa Kesediaan Menguji Data Ujian Transaksi Ujian Data Ruang Nilai Penguji Nilai Pembimbing Jadwal

Untuk mengidentifikasi dan memperbaiki pemahaman interpretasi siswa maka, digunakan instrumen tes diagnostik untuk mengukur tingkat kemampuan interpretasi

Pada pengujian sifat-sifat fisik bata, material bata dan mortar terdiri dati pengujian penentuan dimensi bata, uji berat volume kering, uji kandlUlgan lumpur dalam pasir,

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang di olah melalui program SPSS dapat di simpulkan bahwa Terdapat pengaruh positif serta hubungan antara

Eksperimen dilakukan terhadap komposit CFRP menggunakan material serat karbon searah (UD) 0⁰ dan matriks poliester dibuat dengan metode vacuum infusion mulai dari tahap