• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KAKAO DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 7,5 kg PER-SIKLUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KAKAO DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 7,5 kg PER-SIKLUS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

8

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KAKAO

DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK

KAPASITAS 7,5 kg PER-SIKLUS

Farel H. Napitupulu, Putra Mora Tua

Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU

ABSTRAK

Jurnal ini berisikan tentang rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan minyak tanah dan kayu bakar sebagai pengganti energi matahari. Alat yang dirancang adalah Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi cuaca sebagai syarat utama. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung kakao adalah sekitar 51-60 % berat. Jika kondisi dibiarkan beberapa lama setelah dipanen, akan menyebabkan kakao tersebut cepat membusuk akibat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari kakao tersebut diturunkan menjadi 6 % berat, maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda atau bahkan terhenti untuk beberapa lama. Alat pengering ini dirancang dengan menggunakan kakao sebagai produk yang dikeringkan dengan kapasitas yang direncanakan sebesar 7,5 kg per siklus. Setelah dirancang alat ini diuji dengan menggunakan produk dan kapasitas yang sama dengan rancangan. Biji kakao yang baru dipanen dimasukkan kedalam mesin pengering, kemudian sumber energi untuk pengeringan yang diuji adalah kayu bakar dan minyak tanah. Alasan utama pemilihan sumber energi ini adalah ketersediannya yang cukup di daerah pedesaan dimana para petani tinggal. Medium pengering yang digunakan pada pengujian ini adalah uap air sebagai pengganti udara. Parameter yang diuji adalah distribusi suhu pada produk yang dikeringkan, waktu pengeringan, kebutuhan air sebagai medium pengering, kadar air produk, kebutuhan energi, dan analisa biaya. Dari uji performance yang dilakukan kesimpulan utama penelitian ini adalah, pertama pengeringan kakao dapat dilakukan pada Cabinet Dryer yang tidak tergantung pada tenaga matahari dengan hasil yang memenuhi standar yang diinginkan, dan kedua pengeringan dengan menggunakan kayu bakar lebih baik dari pada dengan menggunakan minyak tanah.

Kata kunci: Cabinet Dryer, Pengeringan kakao, Uap Air

1. PENDAHULUAN

Perubahan cuaca di Indonesia saat ini bisa dikatakan tidak stabil. Dengan adanya perubahan cuaca yang tidak menentu ini dapat mengganggu aktivitas para petani di Indonesia khususnya

petani kakao dalam hal proses

pengeringan.

Biji cokelat yang masuk ke dalam pengeringan adalah biji cokelat yang sudah terfermentasi. Kadar air biji cokelat setelah dipanen masih tinggi yaitu sekitar 51% - 60% [1] sehingga memberikan peluang yang besar untuk

cepat membusuk akibat adanya

pertumbuhan mikroorganisme. Oleh

karena itu, dengan adanya pengeringan, dapat mengurangi kadar air dalam biji. Kadar air biji yang diharapkan setelah pengeringan adalah 6%, yang bertujuan untuk memudahkan pelepasan nibs dari kulitnya, juga mencegah agar tidak

ditumbuhi oleh mikroorganisme

pembusuk sehingga dapat

memperpanjang umur simpan.

Pengeringan biji cokelat terbagi

menjadi dua yaitu sun drying dan

artificial drying. Sun drying memerlukan sinar matahari sebagai sumber energi, sumber panas dan sinar ultraviolet.

(2)

9

terbuka, membutuhkan hembusan angin

yang besar dari udara sehingga

pengeringan berlangsung lambat.

Pengeringan ini mampu menghasilkan warna biji kakao mengkilap, sedangkan

pada artificial drying tidak. Namun,

pengeringan secara terbuka

menyebabkan rawan kontaminasi dari udara, debu dan kerikil dari lingkungan

sekitar.Selain itu, pengeringan ini

dilakukan hanya jika cuaca

memungkinkan. Jika tidak,

menggunakan artificial drying.

Pengeringan buatan (artificial drying)

menggunakan bahan bakar. Prinsip kerjanya adalah pemanasan secara konduksi (penghantaran panas) atau

konveksi (pengaliran panas) yang

bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan pangan, berbentuk solid . Salah

satunya adalah cabinet dryer. Pada

cabinet dryer, pemanasan dilakukan secara konveksi dan konduksi. Secara konveksi, digunakan aliran udara kering yang mengalir secara alami. Secara

konduksi, digunakan sejumlah tray

(wadah penampung biji) secara

bertingkat. Sistem pengering ini

menggunakan udara pengering sebagai medium pemanas biji cokelar. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak

tanah (kerosin) dan kayu bakar.

Komponen-komponen yang menyusun cabinet dryer tersebut, disesuaikan dengan kapasitas biji cokelat yang masuk dan juga diperhitungkan efisiensi dari sistem pengering tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pengeringan

2.1.1. Pengeringan dengan Udara Panas

Pengeringan bertujuan untuk

memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk

mencegah tidak ditumbuhi oleh

mikroorganisme pembusuk. Dalam

proses pengeringan dilakukan

pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan

kadar air dalam bahan pangan

disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem [2]. Untuk itu, dilakukan

perhitungan terhadap neraca energi untuk mencapai keseimbangan.

Menurut [2], alasan yang

mendukung proses pengeringan dapat

menghambat pertumbuhan

mikroorganisme adalah untuk

mempertahankan mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air,

mengurangi biaya penyimpanan,

pengemasan dan transportasi, untuk mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada tahap berikutnya,

menghilangkan kadar air yang

ditambahkan akibat selama proses

sebelumnya, memperpanjang umur

simpan dan memperbaiki kegagalan produk. Produk kering dapat digunakan

sebagai bahan tambahan dalam

pembuatan produk baru.

Menurut [1] tujuan pengeringan biji kakao adalah menurunkan kadar air dari 60% menjadi 6%-7%. Ada beberapa cara pengeringan yaitu dengan sinar matahari, dengan alat pengering dan

kombinasi keduanya. Pengeringan

kombinasi yaitu pengeringan dengan panas sinar matahari dan panas buatan. Cara ini lebih baik karena tidak tergantung cuaca dan bahan bakar lebih

sedikit. Pengeringan dengan sinar

matahari menjadikan mutu biji lebih baik

yaitu menjadi mengkilap. Caranya

adalah biji ditebarkan di lantai

penjemuran di bawah terik

matahari.Tetapi pengeringan ini

membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, waktu yang dibutuhkan juga sangat lama dan sangat bergantung dengan cuaca karena jika cuaca buruk misalnya cuaca sedang hujan atau tidak ada matahari maka pengeringan ini

tidak dapat dilakukan. Untuk

mengantisipasi cuaca yang tidak

menentu tersebut maka pengeringan yang baik adalah pengeringan yang dilakukan dengan alat pengering yang dalam hal ini dipakai cabinet dryer.

Prinsip pengeringan cabinet dryer

menggunakan udara pengering sebagai medium panas dalam menurunkan kadar air biji hingga 6% [2].

(3)

10

Gambar 1. Skema sistem pengering udara panas

2.1.2. Pengeringan dengan Uap Air

Uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Karena tidak ada tahanan terhadap difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju pengeringan pada periode laju konstan hanya tergantung pada laju pindah

panas. Pada prinsipnya, setiap

pengering langsung atau tak langsung (kombinasi konduksi dan konveksi) dapat dioperasikan sebagai pengering uap air panas [3].

Salah satu keuntungan nyata dari pengeringan dengan uap air panas adalah bahwa luaran pengering juga uap, meskipun pada enthalpi jenis lebih rendah. Dalam pengeringan dengan udara, panas laten dalam aliran gas luaran biasanya sukar dan mahal untuk digunakan kembali. Jika infiltrasi udara dapat dihindarkan (atau diminimumkan sampai tingkat yang dapat diterima), maka seluruh panas laten yang disuplai ke pengering uap air ini dapat dipulihkan dengan mengembunkan aliran buang atau meningkatkan enthalpi jenisnya secara mekanis atau dengan kompresi panas. Karena pengering ini akan menghasilkan uap yang sama dengan jumlah air yang diuapkan di dalam

pengering, maka pabrik perlu

memanfaatkan kelebihan uap tersebut. Jika uap ini digunakan ditempat lain, panas laten yang dipulihkan tidak dibebankan pada alat pengering, dan menyebabkan konsumsi energi bersih sebesar 1000-1500 kJ/kg air yang

diuapkan untuk alat pengering

dibandingkan dengan 4000-6000 kJ/kg air yang diuapkan untuk pengering

udara panas. Jadi penurunan konsumsi energi merupakan keuntungan yang

jelas dari alat pengering dengan

menggunakan uap air panas.

Keuntungan lain adalah:

a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih baik.

b) Massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap

akan lebih mudah naik jika

dipanaskan hingga pada temperatur tinggi.

c) Memungkinkan laju pengeringan

yang lebih tinggi, baik dalam periode laju konstan maupun laju menurun, tergantung pada suhu uap.

d) Pengeringan dengan uap dapat mencegah bahaya kebakaran atau ledakan pada saat pengeringan produk yang mengandung racun atau cairan organik mahal yang

harus dipulihkan, sambil

memungkinkan pengembunan aliran buang dalam kondenser kecil. e) Alat pengering uap air panas

memungkinkan proses pasteurisasi,

sterilisasi dan deodorisasi produk pangan.

Uap yang terbentuk dari produk dapat ditarik dari ruang pengering,

diembunkan dan panas latennya

digunakan kembali.

Secara umum, pengeringan uap air dapat dipertimbangkan sebagai pilihan yang baik hanya jika satu atau lebih dari kondisi berikut ini dipenuhi:

a) Biaya energi sangat tinggi, nilai produk rendah atau dapat diabaikan b) Mutu produk lebih unggul jika

dikeringkan dalam uap dibandingkan dengan udara.

c) Biaya kebakaran, ledakan atau kerusakan oksidatif sangat tinggi. Premi asuransi yang lebih rendah dapat menutupi sebagian tambahan biaya investasi pengering dengan uap.

d) Jumlah air yang harus dibuang maupun kapasitas produksi yang

(4)

11

diperlukan tinggi. Hal ini dapat memenuhi skala ekonomi. Jelasnya, pengering seperti ini hanya baik

dipertimbangkan untuk operasi

kontinyu karena masalah yang

berkaitan dengan masalah

penghidup-matian akibat

pengembunan pada produk serta

keberadaan zat tak dapat

diembunkan (udara).

Air yang diuapkan dalam pengering

uap, dengan asumsi tidak ada

kehilangan, akan menjadi kelebihan uap, dengan enthalpi spesifik yang rendah. Penggunaan uap ini secara ekonomis umumnya merupakan kunci keberhasilan proses pengeringan uap. Uap ini biasanya pada tekanan atmosfer dan berdebu, yang perlu dibersihkan untuk penggunaan ulang.

Gambar 2. Skema sistem pengeringan uap air

2.2. Cabinet Dryer

Cabinet dryer merupakan alat

pengering yang menggunakan udara

panas dalam ruang tertutup (chamber).

Ada dua tipe yaitu tray dryer dan

vacuum dryer. Vacuum dryer

menggunakan pompa dalam

penghembusan udara, sedangkan pada tray dryer tidak menggunakan pompa

[4]. Kelemahan cabinet dryer adalah

kurangnya pengontrolan aliran udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu kencang, menyebabkan

aliran turbulen dalam chamber, yang

menghambat pengeringan produk

bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji cokelat dan apel. Kelebihannya adalah harga murah,

karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi.

Komponen cabinet dryer adalah tray,

heater dan fan. Tray disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat dan

ukuran produk pangan. Tray berfungsi

sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun bertingkat. Sedangkan heater berfungsi sebagai pemanas udara yang nantinya udara panas dari heater tersebut yang akan digunakan dalam pengeringan.

2.3. Standar Mutu Kakao

Tabel 1. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000)

No Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar 1 Jumlah biji/ 100 gr ** ** ** 2 Kadar air, %(b/b) maks 7,5 7,5 > 7,5 3 Berjamur, %(b/b) maks 3 4 > 4 4 Tak terfermentasi, %(b/b) maks 3 8 > 8 5 Berserangga, hampa, berkecambah, %(b/b) maks 3 6 > 6 6 Biji pecah, %(b/b) maks 3 3 > 3 7 Benda asing %(b/b) maks 0 0 0 8 Kemasan kg, netto/karung 62,5 62,5 62,5 (Sumber : www.kadin-indonesia.or.id) Keterangan: * Revisi September 1992

* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr.

• AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85

• A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100

• B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110

• C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120

• Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120

Untuk jenis kakao mulia notasinya dengan F (Fine Cocoa)

2.4. Analisa Kadar Air

Kadar air kakao yang telah

dikeringkan dapat dihitung melalui

(5)

12

- Menghitung kadar air kakao kering

yang diperkirakan dengan

menggunakan persamaan berikut ini.

% 100 x Wkk Wko Wkk wf   (1)

wf = Kadar air kakao yang diperkirakan

(%)

Wkk = Berat kakao kering (kg)

Wko = Berat kakao dengan kadar air 0 %

(kg)

- Nilai total kadar air setelah kakao

dikeringkan (wf)

Berat air kakao awal (Wi), kg

Wi = Wkb x wi (2)

wi = kadar air awal kakao (%)

Wkb= Berat kakao basah hasil panen

(kg)

% 100 ) ( x Wkb Wf Wkk Wkb wi    (3)

- Berat kandungan air kakao akhir (Wf),

kg

xWkk

Wf

7

,

4

%

(4)

2.5. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan

a) Kebutuhan energi untuk

pengeringan kakao (Qd), kkal

Qd = Qt + Qw + Ql (5)

dimana;

Qd = energi pengeringan kakao, kkal

Qt = energi pemanasan kakao, kkal

Qw = energi pemanasan air kakao,

kkal

Ql = energi penguapan air kakao,

kkal

- Energi untuk pemanasan kakao (Qt),

kkal

Qt = Wkb . cpkakao (Td-Ta) (6)

cpkakao = Panas jenis kakao (kkal/kg oC)

Ta = Temperatur awal kakao (oC)

Td = Temperatur rata - rata udara

pengering (oC)

- Energi pemanasan air kakao (Qw),

kkal

Qw = Wi x cpair(Td-Ta) (7)

cpair = Panas jenis air (kkal/kg

o C)

- Berat air yang dipindahkan selama

proses pengeringan (Wr), kg

Wr = Wi – Wf (8)

- Energi penguapan air kakao (Ql), kkal

Ql = Wr x hfg (9)

hfg = Panas laten air (kkal/kg)

b) Energi yang hilang dari dinding dan

ventilasi ruang pengering (Qlt), kkal

Qlt = (QlwN)+Qlv (10)

dimana;

Qlw = energi yang hilang melalui

dinding box pengering, kkal/jam

Qlv = energi yang hilang dari

ventilasi, kkal/jam

N = Lama pengeringan

- Kehilangan energi melalui dinding

box pengering (Qlw) 2 2 1 1 1 k x k x U     (11) menyeluruh T A U Qlw   (12) Dimana :

Qlw = energi yang hilang melalui

dinding box pengering

(kkal/jam)

U = Koefisien perpindahan kalor

menyeluruh (kkal/m2.h.oC)

A = Luas penampang (m2)

T = Td = Temperatur rata – rata

udara pengering (oC)

k1 = koefisien perpindahan kalor

konduksi plat (kkal/mhoC)

k2 = koefisien perpindahan kalor

konduksi isolasi (kkal/mhoC)

x1 = tebal plat (m)

x2 = tebal lapisan isolasi (m)

- Kehilangan energi melalui ventilasi

(Qlv) N cpw V Qlv  (Td-Ta)  (13)

(6)

13

dimana;

V = Debit udara ventilasi, m3/s

cpw= Panas jenis udara basah

(kkal/m3 oC) ar Wr V

   1000 (14)

- Massa jenis uap air ventilasi (ar),

gr/m3 Rha RHd sa sd ar

 

(15)

ar = Massa jenis uap air ventilasi

(gr/m3)

sa = Massa jenis moisture jenuh

pada Ta (gr/m3)

sd = Massa jenis moisture jenuh

pada Td (gr/m

3 )

c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Kakao Per Siklus (QT), kkal

QT = Qd + N.Qlt (16) 2.6. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar

yang Digunakan

- Kebutuhan bahan bakar kerosin

selama proses pengeringan kakao

Kebutuhan bahan bakar

k

NKB QT

 (17)

dimana;

QT = Total energi yang dibutuhkan

untuk mengeringkan kakao per siklus

NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar

- Kebutuhan kerosin tiap jam (liter/jam)

Kebutuhan bahan bakar/jam = N bakar bahan total Kebutuhan (18)

dimana; N = Lama pengeringan

2.7. Analisis Titik Impas (Break Even Point)

Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, serta laba dan rugi.

Dengan kata lain analisis titik impas merupakan teknik untuk mengetahui

besarnya volume pendapatan dari

pengeringan kakao sehingga produksi kakao kering tidak mengalami kerugian.

- Nilai BEP dalam jumlah pengeringan

dapat dihitung dengan :

- BEP variabel Biaya -penerimaan Biaya tetap Biaya  (19)

Setelah diperoleh nilai BEP dalam

jumlah pengeringan, maka dapat

dihitung nilai BEP dalam bentuk biaya (Rp) dan nilai BEP dalam bentuk jumlah bahan yang akan dikeringkan (kg).

3. METODOLOGI

3.1. Perancangan Alat Pengering

Perancangan yang akan dilakukan meliputi penentuan dimensi atau ukuran – ukuran utama dari alat pengering. Alat pengering ini akan memiliki ruang

pengeringan, tray atau rak bahan yang

akan dikeringkan dan tempat air yang akan dipanaskan dan ruang bahan

bakar sehingga perancangan alat

pengering ini dapat dilaksanakan.

Gambar 3. Alat pengering yang

dirancang

Keterangan (gambar 3), alat pengering yang dirancang:

1. Cabinet Dryer tipe Tray dryer Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm Tinggi = 150 cm

Bahan = Pelat baja karbon St 37 2. Tray Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tebal = 0,5 cm Diameter lubang = 3 mm Jumlah = 3 buah

(7)

14

Bahan = Kawat

aluminium

Kapasitas tray = @ 2,5 kg kakao

3. Ruang bahan pengeringan

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tinggi = 100 cm

Bahan = Pelat baja karbon St

37

4. Tempat air yang akan dipanaskan

Panjang = 30 cm

Lebar = 30 cm

Tinggi = 10 cm

Kapasitas = 9 liter

Bahan = Pelat baja karbon St

37

5. Ruang bakar

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tinggi = 50 cm

Bahan = Pelat baja karbon St 37

Selain komponen utama dari alat pengering di atas, alat pengering ini juga dilengkapi pintu. Pintu ruang alat pengering dilengkapi kaca dengan

maksud untuk mempermudah

melakukan pemantauan terhadap

kesediaan air dalan heater. Adapun

ukuran kaca pada pintu alat pengering adalah sebagai berikut :

Lebar = 25 cm

Tebal = 5 mm

Tinggi = 70 cm

Selain itu, untuk meminimalisasi rugi kalor di sepanjang ruang pengering dipasang bahan isolasi berupa karet keras dengan ketebalan 10 mm dan koefisien perpindahan panas konduksi,

k2 sebesar 0,013 W/m.oC.

Gambar 4. Laju aliran panas

pengeringan dengan uap air

Prinsip kerja alat pengering ini adalah dengan melakukan pemanasan air terlebih dahulu. Air yang terdapat

pada heater dipanaskan hingga

menghasilkan uap. Karena pada alat

pengering ini tidak digunakan fan

sebagai pengontrol aliran udara, maka proses perpindahan panas berlangsung

secara alami. Selain itu, karena heater

menyatu dengan ruang pemanas dan sekaligus untuk membantu pemanasan udara, sebagian kecil uap air dilepas untuk membawa kalor di sepanjang hamparan kakao.

Uap air memiliki massa jenis yang

lebih rendah dari udara pada

temperatur tinggi sehingga amat

membantu proses pemanasan kakao. Dari dinding kakao, terjadi aliran panas konduksi disepanjang plat di dalam ruang pengering sehingga hal ini juga turut membantu pemanasan udara di dalam ruang pengering.

Pada alat pengering ini, terdapat saluran air yang terhubung lansung ke

heater dan dapat dibuka tutup

menggunakan elbow . Tujuan dari

pengadaan saluran air ini adalah untuk mengantisipasi kekurangan air selama

proses pengeringan berlangsung.

Ketersediaan air di dalam heater dapat diamati secara lansung melalui pintu yang sengaja di desain menggunakan kaca.

Jika temperatur di dalam ruang

pengering telah cukup tinggi (± 100oC),

maka saluran pembuangan yang

terletak di dinding belakang alat

pengering dapat dibuka dengan tujuan

mengurangi tekanan dalam ruang

pengering. Hal ini secara langsung juga akan menurunkan temperatur dalam ruang pengering tersebut.

3.2. Pengujian Alat Pengering 3.2.1. Tempat dan Waktu

Pengujian ini dilaksanakan di

Laboratorium Teknologi Mekanik,

gedung Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera

Utara, Medan. Pengujian ini

dilaksanakan dengan menggunakan alat pengering yang telah selesai dirancang dan kemudian dibuat untuk dapat

(8)

15

diaplikasikan sesuai fungsinya.

Pengujian ini dilaksanakan sejak alat pengering selesai dibuat sampai proses pengeringan bahan. Proses pengujian ini berlangsung selama 2 bulan, yaitu sejak bulan oktober 2009 sampai dengan desember 2009.

3.2.2. Peralatan yang Digunakan

a) Alat Pengering b) Heater

c) Thermocouple Thermometer d) Thermo Anemometer e) Relative Humidity Meter f) Thermometer

g) Kompor Minyak Tanah h) Timbangan

i) Kayu Bakar

3.2.3. Bahan

Dalam pengujian ini, bahan atau produk pertanian yang akan dikeringkan adalah biji cokelat. Biji cokelat ini didapat dari perkebunan cokelat di daerah medan tuntungan yang baru dipanen oleh para petani cokelat. Biji cokelat yang akan dikeringkan adalah seberat 7,5 kg.

3.2.4. Setting awal

Sebelum dilakukan pengujian,

terlebih dahulu dicari berat kakao dengan kadar air 0 %. Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa berat kakao dengan kadar air yang diinginkan (sesuai Standar Nasional Indonesia). Setelah berat kakao dengan kadar air

yang diinginkan diketahui, maka

pengujian dapat dilakukan. Untuk

mencari berat kakao yang diinginkan adalah dengan cara sebagai berikut : Asumsikan kadar air awal kakao = 60 %.

Berat kakao basah (Wkb) = 2,5 kg

Berat kakao kering dengan kadar air 0 % =

2, 5 (2, 5 60%) x

= 1 kg

Maka berat kakao dengan kadar air 7,5 % adalah 1,09 kg.

Jika pada saat pengujian berat

kakao telah mencapai ≤ 1,09 kg, maka

kadar air kakao telah sesuai Standar Nasional Indonesia dan pengeringan dapat dihentikan.

Data hasil pengujian ini akan

dikembangkan atau dihitung untuk

mendapatkan berapa besar kebutuhan energi selama proses pengeringan berlangsung. Selain itu dari data tersebut akan diperoleh berapa kadar air

kakao setelah dikeringkan sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia.

3.2.5. Variabel yang Diamati

Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Temperatur atau suhu tiap ruang/ rak selama pengeringan berlangsung. 2. Temperatur awal kakao (ta).

3. Waktu atau lama pengeringan

sampai bahan benar – benar kering. 4. Berat kakao setelah dikeringkan

(Wkk).

5. Kadar air awal kakao (wi). 6. Kebutuhan bahan bakar tiap jam. 7. Kebutuhan air tiap jam.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan ditampilkan

dalam grafik seperti terlihat pada gambar 5 sampai dengan gambar 10 berikut ini.

Gambar 5. Grafik distribusi suhu tiap traykerosin vs kayu bakar

Dari gambar grafik di atas, bahwa suhu yang terjadi dari bahan bakar kayu bakar selama proses pengeringan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang terjadi dari pembakaran bahan bakar kerosin. Waktu pengeringan untuk mengeringkan biji kakao juga lebih cepat dengan menggunakan bahan

bakar kayu bakar dari pada

menggunakan bahan bakar kerosin. Hal

(9)

16

yang lebih cepat dengan menggunakan kayu bakar dari pada menggunakan

bahan bakar kerosin. Sehingga berat

akhir kakao yang diinginkan lebih cepat didapat dengan menggunakan bahan

bakar kayu bakar dari pada kerosin.

Gambar 6. Grafik kadar air kakao kering

tiap traykerosin vs kayu bakar

Dari gambar grafik di atas, dapat

disimpulkan bahwa kadar air kakao

kering untuk bahan bakar kayu bakar

dan kerosin tiap jam mengalami

penurunan kadar air yang hampir sama

pada masing – masing tray. Hanya saja

untuk bahan bakar kayu bakar,

penurunan kadar air tiap jam lebih cepat

dari bahan bakar kerosin. Sehingga

dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar, waktu yang diperlukan

untuk mengeringkan kakao

membutuhkan waktu selama 8 jam atau

2 jam lebih cepat dari pada

menggunakan bahan bakar kerosin. Hal

ini dikarenakan distribusi suhu jika menggunakan bahan bakar kayu bakar

lebih tinggi dari tiap tray pada alat

pengering selama proses pengeringan berlangsung.

Gambar 7. Grafik Break Even Point

pengeringan kakao bahan

bakar kayu

Keterangan gambar :

TR = Total Revenue/ total penerimaan

TC = Total Cost

Dari gambar grafik di atas, nilai BEP

untuk pengeringan kakao dengan

menggunakan bahan bakar kayu bakar adalah 108 kali. Dalam bentuk biaya nilai BEP nya adalah Rp. 8.372.160,-. Dan dalam jumlah kakao tongkol nilai BEP nya adalah 810 kg.

Gambar 8. Grafik perbandingan analisa

biaya kerosin vs kayu bakar

untuk saat ini

Dari gambar grafik di atas, bahwa biaya bahan bakar yang dikeluarkan untuk satu siklus pengeringan kakao dengan menggunakan kayu bakar jauh lebih kecil dari pada menggunakan

bahan bakar kerosin. Dengan kata lain,

pengeringan menggunakan bahan bakar

kayu lebih hemat dari pada

menggunakan bahan bakar kerosin

yaitu sekitar Rp. 45.680,-. Dan biaya variabel untuk bahan bakar kayu bakar juga lebih kecil dari pada bahan bakar kerosin. Sementara untuk biaya

penerimaan, menggunakan kedua

bahan memiliki pemasukkan yang sama yaitu Rp. 77.520,-.

Gambar 9. Grafik Analisa Alat

Pengering Kerosin vs Kayu

(10)

17

Gambar 10. Grafik Kebutuhan Energi Kerosin vs Kayu Bakar

Dari gambar grafik dan juga

keterangan tabel di atas, perbandingan alat pengering untuk mengeringkan kakao per siklus dengan menggunakan

bahan bakar kerosin dan kayu untuk

saat ini adalah :

1. Pengeringan menggunakan bahan

bakar kerosin lebih efektif

dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar kayu bakar. Hal ini

dikarenakan nilai kalor bakar kerosin

(11000 kkal/kg) lebih tinggi daripada nilai kalor bakar kayu (4000 kkal/kg). 2. Ketersediaan bahan bakar kayu

pada saat ini lebih banyak daripada

bahan bakar kerosin.

3. Saat ini, harga bahan bakar kayu juga lebih murah daripada harga

bahan bakar kerosin. Untuk harga

kerosin saat ini adalah Rp. 7000/liter, sedangkan untuk harga kayu bakar adalah Rp. 500/kg. 4. Bahan bakar kayu menghasilkan

temperatur yang lebih tinggi

daripada bahan bakar kerosin.

5. Bahan bakar kayu lebih hemat dari segi energi, karena energi yang

dibutuhkan untuk proses

pengeringan lebih kecil daripada

kebutuhan energi menggunakan

bahan bakar kerosin.

6. Nilai kalor bakar kayu lebih kecil

daripada kerosin, tetapi waktu yang

diperlukan untuk mengeringkan

kakao lebih cepat dengan

menggunakan bahan bakar kayu. Hal ini dikarenakan massa bahan bakar kayu yang dipakai selama proses pengeringan lebih banyak

daripada massa kerosin.

7. Walaupun massa bahan bakar kayu lebih banyak dari massa bahan

bakar kerosin, tetapi dari segi biaya

masih lebih menguntungkan

pemakaian bahan bakar kayu. Oleh karena itu, pemakaian bahan bakar kayu dengan massa yang lebih

banyak daripada massa kerosin

tetap dianjurkan untuk proses

pengeringan karena dari segi waktu maupun dari segi biaya masih lebih menguntungkan apabila memakai bahan bakar kayu dengan massa yang lebih banyak.

5. KESIMPULAN

1. Dimensi alat pengering yang

dirancang antara lain :

- Cabinet Dryer tipe Tray dryer

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tinggi = 150 cm

Bahan = Pelat baja karbon St 37

- Tray Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tebal = 0,5 cm Diameter lubang = 3 mm Jumlah = 3 buah

Bahan = Kawat aluminium

Kapasitas tray = 2,5 kg kakao

- Ruang bahan pengeringan

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tinggi = 100 cm

Bahan = Pelat baja karbon St 37

- Tempat air yang akan dipanaskan

Panjang = 30 cm

Lebar = 30 cm

Tinggi = 10 cm

Kapasitas = 9 liter

Bahan = Pelat baja karbon St 37

- Ruang bakar

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tinggi = 50 cm

Bahan = Pelat baja karbon St 37

2. Alat pengering yang dirancang mampu mengeringkan 7,5 kg biji kakao basah tiap sekali pengeringan. Alat pengering ini juga menghasilkan kadar air kakao yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Kadar

(11)

18

air kakao kering yang dihasilkan dari proses pengeringan menggunakan alat pengering ini adalah 6,450 % sampai 7,315 %.

3. Dari pengujian yang telah dilakukan, maka pengeringan biji kakao dengan alat pengering menggunakan bahan bakar kayu lebih baik dari pada

menggunakan bahan bakar kerosin

atau minyak tanah. Hal ini dapat dilihat dari kadar air kakao kering yang dihasilkan, kebutuhan air untuk menghasilkan uap air, kebutuhan energi, kebutuhan bahan bakar dan analisa biaya jelas lebih baik jika alat

pengering menggunakan bahan

bakar kayu dari pada menggunakan

bahan bakar kerosin atau minyak

tanah.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Susanto, F.X. Ir. 1994. Tanaman

Kakao. Cetakan Pertama. Kanisius. Yogyakarta.

[2] Banwatt, George. 1981. Basic Food

Microbiology. Connecticut: The Avi Publishing Company, Inc.

[3] Abdulillah, Kamaruddin. 2000.

Pengeringan Industrial. Penerbit IPB Press. Edisi Terjemahan. Bogor.

[4] Singh, Paul. 2001. Introduction to

Food Enginering. New Jersey: Academic Press.

[5] Amin Sarmedi. 1997. Penelitian

Pengeringan Biji Kakao dan

Penerapannya. Majalah BPP

Teknologi, No. ;LXXX/Agustus ’97 hal 64-69.

[6] Holman, Jp. 1998. Perpindahan

Kalor. Penerbit Erlangga. Edisi Keenam. Jakarta.

[7] Cengel, Yunus A., Boles, Michael A.

2002. Thermodynamics : An

Engineering Approach. 4th Edition. McGraw Hill. New York.

[8] Moran, Michael J., Shapiro, Howard

N. 2004. Termodinamika Teknik Jilid

1. Erlangga. Edisi Keempat. Jakarta.

[9] Moran, Michael J., Shapiro, Howard

N. 2004. Termodinamika Teknik Jilid

2. Erlangga. Edisi Keempat. Jakarta.

[10] Rohsenow, Warren M., Choi, Harry

Y. 1961. Heat, Mass, And

Momentum Transfer. Prentice-hall, Inc. Englewood, New Jersey.

[11] Fellows, P. 1990. Food Processing

Technology Principles and Practice. New York : Ellis Horwood.

[12] Severn, W. 1954. Steam, Air and

Gas Powder. New York: John Willey and Sons, Inc.

[13] Setianto Wahyu, B. 1996. Analisa

Kebutuhan Energi Pada Proses Pengeringan Biji Kakao. Majalah BPP Teknologi, No/LXIX/Mei/96. Hal. 111-115.

[14] Soehardjo, H. 1999. Vademecum

Bidang Tanaman Kakao. PTPN IV Persero. Bah Jambi, Pematang Siantar.

[15] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia. 2004. Panduan Lengkap

Budidaya Kakao. Agromedia

Pustaka. Jember.

[16] www.kadin-indonesia.or.id

Gambar

Gambar  2.  Skema  sistem  pengeringan  uap air
Gambar  4.  Laju  aliran  panas  pengeringan dengan uap air
Gambar  5.  Grafik  distribusi  suhu  tiap  tray kerosin vs kayu bakar
Gambar  8.  Grafik  perbandingan  analisa  biaya  kerosin  vs  kayu  bakar  untuk saat ini

Referensi

Dokumen terkait

UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH DRYER UNTUK PENGERINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR..

pengering kopi tipe drum dryer ini dengan tipe pengaduk serta pengujian tentang. karakteristik pengeringan yang berkaitan dengan pengaruh kecepatan

pengering kopi tipe drum dryer ini dengan tipe pengaduk serta pengujian tentang. karakteristik pengeringan yang berkaitan dengan pengaruh kecepatan

Penelitian yang berjudul Karakteristik Pengeringan Biji Kakao (Theobroma caca, L. ) dengan Alat Pengering Buatan ( Sun drying) dilakukan untuk menentukan

Pengujian Alat Pengering Hibrida Pompa Kalor dan Surya untuk Mengeringkan Biji Kakao dilatar belakangi dengan dibutuhkannya alat pengering biji kakao yang bekerja pada

Dalam proses pengeringan matahari (sun drying) diperlukan waktu sekitar 3-4 hari dengan suhu rata-rata 27 o C dengan menggunakan alat pengering yang dirancang

Uji Kinerja Alat Pengering Tipe Bed Dryer Untuk Pengeringan Tapioka Menggunakan Bahan Bakar Liquified Petroleum Gasses (LPG) bertujuan untuk mengetahui penurunan

Latar Belakang Pengeringan tipe tumpukan adalah mesin pengering yang dapat digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk biji-bijian, seperti biji kakao, kopi,