• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering Kakao Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 kg Per-Siklus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering Kakao Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 kg Per-Siklus"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KAKAO DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK

KAPASITAS 7,5 kg PER-SIKLUS

PUTRA MORA TUA NIM. 050401101

Telah Diketahui Oleh: Pembimbing/Penguji

Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA NIP. 1951 0906 1978 031002

Penguji I Penguji II

Ir. Isril Amir Ir. Zamanhuri MT

NIP. 1945 10271974121001 NIP. 194511051971061001

Diketahui Oleh:

Ketua Depertemen Teknik Mesin

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Tugas ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan mencapai gelar sarjana di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul Skripsi ini yaitu “Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering Kakao Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 kg

Per-Siklus".

Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu DEA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

2. Bapak DR. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

3. Bapak Tulus Burhanuddin ST. MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

5. Orang tua penulis, B. Sitanggang dan T. Pakpahan, yang selalu memberikan penulis nasehat-nasehat serta do’a selama studi di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan Skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan banyak terima kasih.

Medan, Januari 2010 Penulis,

(10)

ABSTRAK

Para petani di Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraria, umumnya masih menangani pra dan pasca panen hasil pertaniannya dengan cara yang sangat tradisional. Ciri utama dari cara tradisional adalah perlakuannya yang masih sangat tergantung kepada alam. Pengeringan suatu produk pertanian adalah suatu bentuk penanganan pasca panen yang cukup banyak mendapat perhatian para peneliti. Hal ini dikarenakan dua hal, pertama dengan proses pengeringan yang baik, akan diperoleh hasil pertanian yang dapat disimpan relatif lebih lama, sehingga meningkatkan nilai ekonominya. Dan kedua, proses pengeringan termasuk salah satu proses yang cukup banyak menggunakan energi. Proses pengeringan yang masih umum dilakukan petani di Indonesia adalah pengeringan dengan mengandalkan matahari sebagai sumber energi utamanya. Sementara, perubahan cuaca yang bisa terjadi sangat tiba-tiba akan mengganggu proses yang diinginkan. Tentu saja hal ini tidak mendukung tuntutan kualitas hasil pertanian yang sudah semakin tinggi atau sudah menetapkan standar yang harus dipenuhi secara nasional. Berdasarkan fakta inilah, maka sangat diperlukan suatu alat untuk proses pengeringan yang menggunakan tenaga alternatif selain matahari.

Pada tugas akhir ini saya mengusulkan suatu rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan minyak tanah dan kayu bakar sebagai pengganti energi matahari. Alat yang dirancang adalah Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi cuaca sebagai syarat utama. Sebagai produk yang dikeringkan saya memilih kakao, salah satu produk yang banyak dijumpai di masyarakat dan juga merupakan salah satu sumber kalori yang tinggi sehingga banyak dikonsumsi. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung kakao adalah sekitar 51-60 % berat. Jika kondisi dibiarkan beberapa lama setelah dipanen, akan menyebabkan kakao tersebut cepat membusuk akibat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari kakao tersebut diturunkan menjadi 6 % berat, maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda atau bahkan terhenti untuk beberapa lama.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBIMBING ... .ii

LEMBARAN PERSETUJUAN DARI PEMBANDINGAN ... ... iii

LEMBARAN PERSETUJUAN DARI PENGUJI ... ... iv

SPESIFIKASI TUGAS ... ... v

LEMBARAN EVALUASI SEMINAR TUGAS AKHIR ... .... vii

KATA PENGANTAR ... ... ix

1.3. Manfaat Perancangan ... 2

1.4. Batasan Masalah ... 2

1.5. Sistematika Penulisan ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Kakao ... 4

2.2. Proses Pengeringan... 6

2.2.1. Pengeringan dengan Udara Panas ... 6

2.2.2. Pengeringan dengan Uap Air ... 7

2.3. Cabinet Dryer ... 9

2.4. Standar Mutu Kakao ... 10

2.5. Analisa Kadar Air ... 10

2.6. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan... 11

2.7. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan ... 13

2.8. Analisis Titik Impas (Break Even Point) ... 13

BAB 3. PERANCANGAN ALAT PENGERING 3.1. Perancangan tray ... 14

3.2. Perancangan ruang pemanas (heating room) ... 17

3.3. Perancangan alat pemanas (heater) ... 18

3.4. Perancangan ruang bakar ... 19

3.5. Penentuan ukuran utama alat pengering ... 20

3.6. Prinsip Kerja Alat Pengering ... 21

3.7. Analisa Performance Alat Pengering yang Dirancang ... 23

(13)

3.9. Pelaksanaan Perancangan Alat Pengering ... 30

BAB 4. PENGUJIAN ALAT PENGERING 4.1. Tempat dan Waktu ... 31

4.2. Peralatan yang Digunakan ... 31

4.3. Bahan ... 37

4.4. Prosedur Pengujian ... 38

4.5. Variabel yang Diamati ... 40

4.6. Pelaksanaan Penelitian ... 41

BAB 5. DATA DAN ANALISA 5.1. Data Hasil Pengujian ... 42

5.1.1. Data hasil pengujian dengan bahan bakar kerosin... 42

5.1.2. Data hasil pengujian dengan bahan bakar kayu bakar ... 44

5.2. Analisa Data Hasil Pengujian ... 46

5.2.1. Distribusi suhu pada masing-masing tray ... 46

5.2.2. Kebutuhan air selama proses pengeringan ... 48

5.2.3. Analisa kadar air kakao tiap tray setelah dikeringkan ... 48

5.2.4. Analisa total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao per siklus ... 54

5.2.5. Analisa kebutuhan bahan bakar yang digunakan selama proses pengeringan kakao ... 62

5.3. Analisa Biaya Penggunaan Alat Pengering Per Siklus... 63

5.3.1. Analisa biaya penggunaan alat pengering dengan bahan bakar kerosin ... 63

5.3.2. Analisa biaya penggunaan alat pengering dengan bahan bakar kayu bakar ... 65

5.3.3. Perbandingan analisa biaya berdasarkan bahan bakar yang digunakan ... 69

5.4. Total Perbandingan Bahan Bakar Kerosin dengan Kayu Bakar ... 70

5.4.1. Analisa Perbandingan Bahan Bakar Kerosin dengan Kayu Bakar untuk Massa yang Sama ... 70

5.4.2. Total Perbandingan Bahan Bakar Kerosin dengan Kayu Bakar dari Hasil Pengujian pada saat ini ... 73

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 76

6.2. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Mutu biji buah kakao ... 4

Tabel 2.2. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000) ... 10

Tabel 3.1. Material yang diperlukan untuk membuat alat pengering ... 29

Tabel 5.1. Distribusi suhu tiap tray... .... 42

Tabel 5.2. Berat kakao tiap tray selama pengeringan berlangsung ... 43

Tabel 5.3. Suhu rata-rata dan berat kakao setelah dikeringkan ... 43

Tabel 5.4. Distribusi suhu tiap tray... 44

Tabel 5.5. Berat kakao tiap tray selama pengeringan berlangsung ... 45

Tabel 5.6. Suhu rata-rata dan berat kakao setelah dikeringkan ... 45

Tabel 5.7. Kadar air kakao kering menggunakan bahan bakar kerosin ... 52

Tabel 5.8. Kadar air kakao kering menggunakan bahan bakar kayu bakar ... 53

Tabel 5.9. Total biaya produksi untuk pengeringan kakao per siklus ... 64

Tabel 5.10.Total biaya produksi untuk pengeringan kakao per siklus ... 67

Tabel 5.11.Perbandingan analisa biaya antara kerosin dengan kayu bakar untuk saat ini ... 69

Tabel 5.12.Perbandingan analisa biaya antara kerosin dengan kayu bakar untuk pemakaian massa bahan bakar yang sama pada saat ini ... 72

Tabel 5.13.Perbandingan alat pengering berdasarkan bahan bakar yang digunakan saat ini memiliki massa yang sama ... 72

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema sistem pengering udara panas ... 7

Gambar 2.2. Skema sistem pengeringan uap air ... 9

Gambar 3.1. Bentuk tray yang dirancang ... 16

Gambar 3.2. Pola aliran udara yang terjadi ... 16

Gambar 3.3. Ruang bahan pengeringan yang dirancang... 18

Gambar 3.4. Tempat Air yang Dipanaskan (Heater) ... 19

Gambar 3.5. Ruang bakar yang dirancang ... 20

Gambar 3.6. Cabinet Dryer tipe tray dryer ... ... 21

Gambar 3.7. Laju aliran panas pengeringan dengan uap air... ... 22

Gambar 3.8. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... ... 30

Gambar 4.1. Alat pengering yang akan digunakan ... ... 31

Gambar 4.2. Heater ... ... 32

Gambar 4.3. Thermocouple Thermometer ... ... 33

Gambar 4.4. Thermo Anemometer ... ... 34

Gambar 4.5. Relative Humidity Meter ... 35

Gambar 4.6. Thermometer ... 36

Gambar 4.7. Kompor Minyak Tanah ... 36

Gambar 4.8. Timbangan ... 37

Gambar 4.9. Kayu Bakar ... 37

Gambar 4.10.Kakao yang akan dikeringkan ... 38

Gambar 4.11.Neraca kesetimbangan energi ... 40

Gambar 4.12.Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 41

Gambar 5.1. Grafik distribusi suhu tiap tray untuk bahan bakar kerosin ... 46

Gambar 5.2. Grafik distribusi suhu tiap tray untuk bahan bakar kayu bakar ... 47

Gambar 5.3. Grafik distribusi suhu tiap tray kerosin vs kayu bakar ... 47

Gambar 5.4. Grafik kadar air kakao kering tiap tray bahan bakar kerosin ... 52

Gambar 5.5. Grafik kadar air kakao kering tiap tray bahan bakar kayu bakar ... 53

(16)

Gambar 5.7. Grafik Break Even Point pengeringan kakao

bahan bakar kayu ... 68 Gambar 5.8. Grafik perbandingan analisa biaya kerosin vs kayu bakar

(17)

DAFTAR NOTASI

LAMBANG KETERANGAN SATUAN

A Luas penampang dinding alat pengering m2

A1 Luas penampang 1 dinding alat pengering m2

A2 Luas penampang 2 dinding alat pengering m2

A3 Luas penampang 3 dinding alat pengering m2

BEP Break Even Point

cpair Panas jenis air kkal/kg oC

cpkakao Panas jenis kakao kkal/kg oC

cpw Panas jenis udara basah kkal/m3 oC

T Temperatur rata – rata udara pengering oC

1

x

∆ Tebal dinding alat pengering m

2

x

∆ Tebal lapisan isolasi m

hfg Panas laten air kkal/kg

k1 Koefisien perpindahan kalor konduksi plat kkal/mhoC

k2 Koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi kkal/mhoC

N Lama pengeringan jam

NKBk Nilai kalor bakar bahan bakar kkal/kg

ρar Massa jenis uap air ventilasi gr/m3

ρsa Massa jenis moisture jenuh pada Ta gr/m3

ρsd Massa jenis moisture jenuh pada Td gr/m3 Qd Kebutuhan energi untuk pengeringan kakao kkal Ql Kebutuhan energi penguapan air kakao kkal Qlt Energi yang hilang dari dinding dan

ventilasi ruang pengering kkal

Qlv Energi yang hilang dari ventilasi kkal/jam Qlw Energi yang hilang melalui dinding box pengering kkal/jam QT Total energi yang dibutuhkan untuk

mengeringkan kakao per siklus kkal

Qt Kebutuhan energi pemanasan kakao kkal

(18)

RHa Kelembaban relative udara luar % RHd Kelembaban relative udara pengering rata-rata %

T Temperatur oC

Ta Temperatur awal kakao oC

Td Temperatur rata - rata udara pengering oC

U Koefisien pindahan kalor menyeluruh kkal/m2hoC •

V Debit udara ventilasi m3/s

v Kecepatan udara pengering diantara kakao m/s

Wf Berat kandungan air kakao akhir kg

wf Kadar air kakao kering %

Wi Berat air kakao awal kg

wi Kadar air kakao awal %

Wkb Berat kakao basah kg

Wkk Berat kakao kering kg

Wko Berat kakao dengan kadar air 0% kg

Wr Berat air yang dipindahkan selama

(19)

ABSTRAK

Para petani di Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraria, umumnya masih menangani pra dan pasca panen hasil pertaniannya dengan cara yang sangat tradisional. Ciri utama dari cara tradisional adalah perlakuannya yang masih sangat tergantung kepada alam. Pengeringan suatu produk pertanian adalah suatu bentuk penanganan pasca panen yang cukup banyak mendapat perhatian para peneliti. Hal ini dikarenakan dua hal, pertama dengan proses pengeringan yang baik, akan diperoleh hasil pertanian yang dapat disimpan relatif lebih lama, sehingga meningkatkan nilai ekonominya. Dan kedua, proses pengeringan termasuk salah satu proses yang cukup banyak menggunakan energi. Proses pengeringan yang masih umum dilakukan petani di Indonesia adalah pengeringan dengan mengandalkan matahari sebagai sumber energi utamanya. Sementara, perubahan cuaca yang bisa terjadi sangat tiba-tiba akan mengganggu proses yang diinginkan. Tentu saja hal ini tidak mendukung tuntutan kualitas hasil pertanian yang sudah semakin tinggi atau sudah menetapkan standar yang harus dipenuhi secara nasional. Berdasarkan fakta inilah, maka sangat diperlukan suatu alat untuk proses pengeringan yang menggunakan tenaga alternatif selain matahari.

Pada tugas akhir ini saya mengusulkan suatu rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan minyak tanah dan kayu bakar sebagai pengganti energi matahari. Alat yang dirancang adalah Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi cuaca sebagai syarat utama. Sebagai produk yang dikeringkan saya memilih kakao, salah satu produk yang banyak dijumpai di masyarakat dan juga merupakan salah satu sumber kalori yang tinggi sehingga banyak dikonsumsi. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung kakao adalah sekitar 51-60 % berat. Jika kondisi dibiarkan beberapa lama setelah dipanen, akan menyebabkan kakao tersebut cepat membusuk akibat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari kakao tersebut diturunkan menjadi 6 % berat, maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda atau bahkan terhenti untuk beberapa lama.

(20)
(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan cuaca di Indonesia saat ini bisa dikatakan tidak stabil. Dengan adanya perubahan cuaca yang tidak menentu ini dapat mengganggu aktivitas para petani di Indonesia khususnya petani kakao dalam hal proses pengeringan.

Ketersediaan buah cokelat yang ada di Indonesia belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh kaum petani, produsen, baik industri kecil, menengah dan sedang, serta masyarakat yang berada pada jalur produksi cokelat. Padahal biji cokelat di Indonesia memiliki beberapa keunggulan. Sebagian besar jenis cokelat yang ditanam adalah Criollo. Cokelat merupakan sumber devisa terbesar ketiga perkebunan mencapai US$701 juta pada tahun 2002 dan pada tahun 2009 juga terus meningkat sebagai sumber devisa terbesar di sektor perkebunan. Sejauh ini, pengendalian proses pengolahan biji cokelat juga masih belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah minimalnya pengetahuan tentang tahap-tahap proses pengolahan biji cokelat dan pengendalian faktor-faktor proses pengolahan bagi kaum petani, kaum produsen dan masyarakat. Pengeringan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu cokelat, di samping proses pemanenannya karena mutu biji cokelat ditentukan dari kadar airnya.

Biji cokelat yang masuk ke dalam pengeringan adalah biji cokelat yang sudah terfermentasi. Kadar air biji cokelat setelah dipanen masih tinggi yaitu sekitar 51% - 60% (1Susanto ,1994) sehingga memberikan peluang yang besar untuk cepat membusuk akibat adanya pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu, dengan adanya pengeringan, dapat mengurangi kadar air dalam biji. Kadar air biji yang diharapkan setelah pengeringan adalah 6%, yang bertujuan untuk memudahkan pelepasan nibs dari kulitnya, juga mencegah agar tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk sehingga dapat memperpanjang umur simpan.

Pengeringan biji cokelat terbagi menjadi dua yaitu sun drying dan artificial

drying. Sun drying memerlukan sinar matahari sebagai sumber energi, sumber panas

(22)

Pengeringan ini mampu menghasilkan warna biji kakao mengkilap, sedangkan pada

artificial drying tidak. Namun, pengeringan secara terbuka menyebabkan rawan

kontaminasi dari udara, debu dan kerikil dari lingkungan sekitar.Selain itu, pengeringan ini dilakukan hanya jika cuaca memungkinkan. Jika tidak, menggunakan

artificial drying. Pengeringan buatan (artificial drying) menggunakan bahan bakar.

Prinsip kerjanya adalah pemanasan secara konduksi (penghantaran panas) atau konveksi (pengaliran panas) yang bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan pangan, berbentuk solid . Salah satunya adalah cabinet dryer. Pada cabinet dryer, pemanasan dilakukan secara konveksi dan konduksi. Secara konveksi, digunakan aliran udara kering yang mengalir secara alami. Secara konduksi, digunakan sejumlah

tray (wadah penampung biji) secara bertingkat. Sistem pengering ini menggunakan

udara pengering sebagai medium pemanas biji cokelar. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah (kerosin) dan kayu bakar. Komponen-komponen yang menyusun

cabinet dryer tersebut, disesuaikan dengan kapasitas biji cokelat yang masuk dan juga

diperhitungkan efisiensi dari sistem pengering tersebut.

1.2. Tujuan Masalah

1. Untuk merencanakan dan merancang alat pengering biji cokelat yang nantinya dapat digunakan oleh para petani cokelat.

2. Untuk mendapatkan performance alat pengering yang dapat mengeringkan biji cokelat sesuai dengan Standard Nasional Indonesia.

3. Untuk membandingkan hasil dari pengeringan kakao berdasarkan bahan bakar yang digunakan, yaitu antara kerosin dengan kayu bakar.

1.3. Manfaat Perancangan

Untuk menghasilkan alat pengering yang dapat memudahkan petani cokelat pada saat proses pengeringan biji cokelat jika perubahan cuaca tidak stabil.

1.4. Batasan Masalah

1. Dimensi dari alat pengering yang dirancang

2. Perbandingan berdasarkan bahan bakar kerosin dengan kayu bakar yang meliputi: a. Distribusi suhu tiap tray pada alat pengering

(23)

c. Waktu pengeringan (jam)

d. Kadar air biji kakao setelah dikeringkan berdasarkan Standard Nasional Indonesia (%)

e. Kebutuhan energi (kJ/kg)

f. Kebutuhan bahan bakar (Liter/jam) g. Analisa biaya

1.5. Sistematika Penulisan

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah Kakao

Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut:

Devisio : Spermatophyta

Sub devisio : Angiospermae

Class : Dicotyledon

Ordo : Malvales

Familia : Sterculiaceae

Species : Theobroma cacao L.

Varietas biji kakao terdiri dari Criollo dan Forastero. Varietas Criollo berasal dari Amerika Tengah, sedangkan Forastero berasal dari Amerika Selatan. Warna buah kakao varietas Criollo adalah merah dan kuning, sedangkan warna biji putih dan ungu muda dengan rasa lebih khas dan aroma yang lebih baik daripada varietas Forastero. Pada Forastero, buah berwarna kuning. Bijinya berwarna ungu tua dan aroma tidak terlalu menyengat tetapi rasanya agak pahit. Berdasarkan mutunya, biji kakao digolongkan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Mutu biji buah kakao Mutu Biji Ciri-ciri

A Warna biji merah cokelat merata Biji berbentuk bulat utuh

(25)

Tabel 2.1. Mutu biji buah kakao (Lanjutan) Mutu Biji Ciri-ciri

C Warna biji merah cokelat tidak merata Biji gepeng dan keriput

D Biji pecah dan terbelah

E Warna biji hitam

Ada bekas serangan penyakit dan tikus

Agar layak untuk diperdagangkan, dijualbelikan dan disebarluaskan ke masyarakat, biji kakao harus memenuhi standar mutu biji kakao, yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan dalam (1Susanto, 1994), meliputi:

a. Syarat Umum

Karakteristik Syarat

Kadar air % (b/b) maksimum 7.50

Biji berbau asap, abnormal dan berbau asing Tidak ada

Serangga hidup Tidak ada

Kadar biji pecah dan ataupun pecahan

1. Biji dan atau pecaha kulit % (b/b) maksimum

2. Kadar benda-benda asing % (b/b) maksimum

3

0

b. Syarat Khusus

Karakteristik

Persyaratan Maksimum Mutu I Mutu II

Kadar biji berkapang (%) 3 4

Kadar biji tidak terfermentasi (%) 1. slaty/ putih kotor/ ungu muda 2. ungu

3 0

8 0

(26)

2.2. Proses Pengeringan

2.2.1. Pengeringan dengan Udara Panas

Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem (2Banwatt, 1981). Untuk itu, dilakukan perhitungan terhadap neraca energi untuk mencapai keseimbangan.

Menurut (2Banwatt, 1981), alasan yang mendukung proses pengeringan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah untuk mempertahankan mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air, mengurangi biaya penyimpanan, pengemasan dan transportasi, untuk mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, menghilangkan kadar air yang ditambahkan akibat selama proses sebelumnya, memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan produk. Produk kering dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk baru.

(27)

Gambar 2.1. Skema sistem pengering udara panas

2.2.2. Pengeringan dengan Uap Air

Uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Karena tidak ada tahanan terhadap difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju pengeringan pada periode laju konstan hanya tergantung pada laju pindah panas. Pada prinsipnya, setiap pengering langsung atau tak langsung (kombinasi konduksi dan konveksi) dapat dioperasikan sebagai pengering uap air panas (3Abdulillah, 2000).

(28)

energi merupakan keuntungan yang jelas dari alat pengering dengan menggunakan uap air panas. Keuntungan lain adalah:

a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih baik.

b) Massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap akan lebih mudah naik jika dipanaskan hingga pada temperatur tinggi.

c) Memungkinkan laju pengeringan yang lebih tinggi, baik dalam periode laju konstan maupun laju menurun, tergantung pada suhu uap.

d) Pengeringan dengan uap dapat mencegah bahaya kebakaran atau ledakan pada saat pengeringan produk yang mengandung racun atau cairan organik mahal yang harus dipulihkan, sambil memungkinkan pengembunan aliran buang dalam kondenser kecil.

e) Alat pengering uap air panas memungkinkan proses pasteurisasi, sterilisasi dan deodorisasi produk pangan.

Uap yang terbentuk dari produk dapat ditarik dari ruang pengering, diembunkan dan panas latennya digunakan kembali.

Secara umum, pengeringan uap air dapat dipertimbangkan sebagai pilihan yang baik hanya jika satu atau lebih dari kondisi berikut ini dipenuhi:

a) Biaya energi sangat tinggi, nilai produk rendah atau dapat diabaikan

b) Mutu produk lebih unggul jika dikeringkan dalam uap dibandingkan dengan udara.

c) Biaya kebakaran, ledakan atau kerusakan oksidatif sangat tinggi. Premi asuransi yang lebih rendah dapat menutupi sebagian tambahan biaya investasi pengering dengan uap.

(29)

Air yang diuapkan dalam pengering uap, dengan asumsi tidak ada kehilangan, akan menjadi kelebihan uap, dengan enthalpi spesifik yang rendah. Penggunaan uap ini secara ekonomis umumnya merupakan kunci keberhasilan proses pengeringan uap. Uap ini biasanya pada tekanan atmosfer dan berdebu, yang perlu dibersihkan untuk penggunaan ulang.

Gambar 2.2. Skema sistem pengeringan uap air

2.3. Cabinet Dryer

Cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan udara panas dalam ruang tertutup (chamber). Ada dua tipe yaitu tray dryer dan vacuum dryer.

Vacuum dryer menggunakan pompa dalam penghembusan udara, sedangkan pada tray

dryer tidak menggunakan pompa (4Singh, 2001). Kelemahan cabinet dryer adalah

kurangnya pengontrolan aliran udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu kencang, menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang menghambat pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji cokelat dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi.

(30)

2.4. Standar Mutu Kakao

Tabel 2.2. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000)

No Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar

1 Jumlah biji/ 100 gr ** ** **

2 Kadar air, %(b/b) maks 7,5 7,5 > 7,5

3 Berjamur, %(b/b) maks 3 4 > 4

4 Tak terfermentasi, %(b/b) maks 3 8 > 8 5 Berserangga, hampa, berkecambah,

%(b/b) maks

3 6 > 6

6 Biji pecah, %(b/b) maks 3 3 > 3

7 Benda asing %(b/b) maks 0 0 0

8 Kemasan kg, netto/karung 62,5 62,5 62,5

(Sumber :

Keterangan:

* Revisi September 1992

* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr. • AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85 • A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100 • B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110 • C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120

• Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120 Untuk jenis kakao mulia notasinya dengan F (Fine Cocoa)

2.5. Analisa Kadar Air

Kadar air kakao yang telah dikeringkan dapat dihitung melalui beberapa tahapan berikut ini.

- Menghitung kadar air kakao kering yang diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut ini.

[

]

x100%

Wkk Wko Wkk

wf = − (2.1)

wf = Kadar air kakao yang diperkirakan (%)

Wkk = Berat kakao kering (kg)

(31)

- Nilai total kadar air setelah kakao dikeringkan (wf)

Berat air kakao awal (Wi), kg

Wi = Wkb x wi (2.2)

wi = kadar air awal kakao (%)

Wkb= Berat kakao basah hasil panen (kg)

[

( )

]

100%

2.6. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan a) Kebutuhan energi untuk pengeringan kakao (Qd), kkal

Qd = Qt + Qw + Ql (2.5)

dimana;

Qd = energi pengeringan kakao, kkal

Qt = energi pemanasan kakao, kkal

Qw = energi pemanasan air kakao, kkal

Ql = energi penguapan air kakao, kkal

- Energi untuk pemanasan kakao (Qt), kkal

Qt = Wkb . cpkakao (Td-Ta) (2.6)

- Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr), kg

Wr = Wi – Wf (2.8)

- Energi penguapan air kakao (Ql), kkal

Ql = Wr x hfg (2.9)

hfg = Panas laten air (kkal/kg)

b) Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt), kkal

(32)

dimana;

Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam

Qlv = energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam

N = Lama pengeringan

- Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw)

2

Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering (kkal/jam)

U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (kkal/m2.h.oC)

A = Luas penampang (m2)

T = Td = Temperatur rata – rata udara pengering (oC)

k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC) k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC)

x1= tebal plat (m)

x2= tebal lapisan isolasi (m)

- Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv)

(33)

c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Kakao Per Siklus (QT),

kkal

QT = Qd + N.Qlt (2.16)

2.7. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan

- Kebutuhan bahan bakar kerosin selama proses pengeringan kakao

Kebutuhan bahan bakar

k NKB

QT

= (2.17)

dimana; QT = Total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao per

siklus

NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar

- Kebutuhan kerosin tiap jam (liter/jam)

Kebutuhan bahan bakar/jam

N

dimana; N = Lama pengeringan

2.8. Analisis Titik Impas (Break Even Point)

Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, serta laba dan rugi.

Dengan kata lain analisis titik impas merupakan teknik untuk mengetahui besarnya volume pendapatan dari pengeringan kakao sehingga produksi kakao kering tidak mengalami kerugian.

- Nilai BEP dalam jumlah pengeringan dapat dihitung dengan :

BEP

(34)

BAB 3

PERANCANGAN ALAT PENGERING

Perancangan yang akan dilakukan meliputi penentuan dimensi atau ukuran – ukuran utama dari alat pengering. Alat pengering ini akan memiliki ruang pengeringan, tray atau rak bahan yang akan dikeringkan dan tempat air yang akan dipanaskan dan ruang bahan bakar sehingga perancangan alat pengering ini dapat dilaksanakan.

3.1. Perancangan tray

Tray merupakan salah satu bagian terpenting dari alat pengering. Tray

berfungsi sebagai tempat/ wadah bahan yang akan dikeringkan di dalam alat pengering. Besar tray yang dirancang nantinya mempengaruhi kapasitas dari alat pengering.

Karena kapasitas dari alat pengering yang dirancang sebesar 7,5 kg per siklus, maka akan didapat ukuran tray yang sesuai dengan cara sebagai berikut:

ρkakao = 0,56 gr/cm3 = 560 kg/m3

Dari nilai massa jenis kakao di atas, kemudian dicari berapa besar volume yang dapat menampung 1 kg kakao dengan persamaan berikut ini.

ρkakao = Massa jenis kakao = 560 kg/m3

Volume 1 kg kakao =

kakao ρ

1

(3.1)

Volume 1 kg kakao = 0,0018m /kg

kg/m 560

1 3

3 =

Pada perancangan tray ini, akan dirancang 3 buah tray di dalam alat pengering. Jadi masing – masing tray dapat menampung 2,5 kg kakao. Maka untuk perancangan

tray untuk kapasitas 3 kg kakao adalah :

Volume tray = 0,0018 m3/kg × 2,5 kg = 0,0045 m3 = 4500 cm3

(35)

sehingga akan terjadi aliran udara panas disekitar bahan yang akan dikeringkan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi atas alasan tersebut, volume tray yang sesuai untuk dirancang adalah sebagai berikut.

Volume tray + (Volume tray × 70%) = 4500 cm3 + (4500 cm3 × 70%) = 7650 cm3

Dari hasil perhitungan di atas, dengan mempertimbangkan tinggi maksimum kakao 2 cm, maka dapat ditentukan volume tray yang sesuai untuk memenuhi kapasitas tray yang diinginkan.

Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm

Tinggi = Tinggi maksimum kakao + jarak kakao antar tray = 2 cm + 1,5 cm = 3,5 cm

Maka volume tray yang telah dirancang dengan ukuran di atas adalah : Volume = Panjang × Lebar × Tinggi

= 60 cm × 40 cm × 3,5 cm = 8400 cm3 = 0,0084 m3

Jadi kapasitas maksimum tray yang dirancang dari hasil perhitungan diatas adalah:

Kapasitas =

Dari hasil di atas, maka ukuran tray yang dirancang telah sesuai untuk memenuhi kebutuhan pengeringan kakao untuk kapasitas tiap tray sebesar 2,5 kg.

Tray yang dirancang berbentuk kawat jaring seperti saringan. Kawat jaring ini

tebuat dari aluminium. Kawat jaring ini memiliki ketebalan 1 mm dan memiliki lubang – lubang berdiameter 3 mm.

(36)

Dengan mempertimbangkan jumlah tingkat/ kamar pengeringan dan disesuaikan dengan ukuran ruang pengering, maka secara keseluruhan ditentukan ukuran tray ditentukan sebagai berikut :

- Panjang = 60 cm

- Lebar = 40 cm

- Tebal = 0,5 cm

- Jarak antar tray = 15 cm

Setelah alat pengering selesai dibuat, maka dilakukanlah pengujian hampa untuk mendapatkan bentuk tray yang menghasilkan pola aliran udara yang merata di dalam alat pengering.

Dari data pengujian hampa yang telah dilakukan, maka didapat bentuk tray dan pola aliran udara yang sesuai (seperti terlihat pada gambar 3.1 dan 3.2).

Gambar 3.1. Bentuk Tray yang dirancang

(37)

3.2. Perancangan ruang pemanas (heating room)

Ruang bahan pengeringan merupakan salah satu komponen utama dari alat pengering yang dirancang. Ruamg bahan pengeringan ini bertujuan sebagai ruangan untuk tempat bahan yang akan dikeringkan di dalam alat pengering.

Untuk penelitian ini, karena distribusi temperatur akan diamati pada sejumlah titik disepanjang ruang pemanas maka pada alat pengering ini dilakukan jumlah pembatasan tingkat/ kamar pengeringan. Dalam hal ini ditentukan 3 tingkat/ kamar pengeringan yang pada masing – masing tingkat akan diamati perubahan temperaturnya pada 3 titik selama siklus pengeringan. Sehingga, seluruh titik pengamatan berjumlah 9 titik.

Material yang digunakan untuk membuat ruang bahan pengeringan ini adalah pelat baja karbon St 37 dengan ketebalan pelat 2 mm. Baja karbon St 37 banyak digunakan untuk konstruksi umum dengan sifat perlakuan panas sedang, karena alat pengering yang dirancang diperkirakan akan mengalami perlakuan panas dengan suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu sekitar 60 oC – 80 oC.

Dengan alasan penelitian, maka dirancanglah ruang pengeringan yang cukup untuk menampung produk dengan kapasitas ≤ 20 kg. Dengan alasan – alasan tersebut maka tinggi ruang bahan pengeringan ditentukan sebagai berikut.

Jumlah tray =3 buah Jarak tiap tray = 15 cm Tebal tray = 0,5 cm

Jarak tray 3 dengan bagian atas alat pengering = 25 cm Jarak tray 1 dengan bagian bawah alat pengering = 28,5 cm Maka ukuran ruang bahan pengeringan adalah :

Tinggi = (15 cm × 3) + (0,5 cm × 3) + 25 cm + 28,5 cm = 100 cm Jadi ukuran – ukuran dari ruang bahan pengeringan ini adalah :

Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 100 cm

(38)

Gambar 3.3. Ruang bahan pengeringan yang dirancang

3.3. Perancangan alat pemanas (heater)

Heater merupakan salah satu komponen utama dari alat pengering yang

dirancang. Heater bertujuan sebagai tempat air yang dipanaskan dan kemudian menghasilkan uap air sebagai media pengeringan pada alat pengering ini.

Material yang digunakan untuk membuat heater ini adalah pelat baja karbon St 37 dengan ketebalan pelat 2 mm. Dibagian atas heater diberi beberapa lubang dengan diameter 10 mm. Lubang pada heater berfungsi untuk memudahkan uap air panas keluar menuju ruang bahan pengeringan. Setelah selesai dirancang, nantinya heater akan dilapisi cat untuk mengurangi korosi pada heater tersebut.

Heater ini memiliki kapasitas 9 liter air. Maka ukuran utama heater dapat

ditentukan dengan cara sebagai berikut.

(39)

Lebar heater = 30 cm Tinggi heater = 10 cm Volume = Panjang × Lebar × Tinggi

= 30 cm × 30 cm × 10 cm = 9000 cm3 = 9 dm3 = 9 liter

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat gambar berikut ini.

Gambar 3.4. Tempat Air yang Dipanaskan (Heater)

3.4. Perancangan ruang bakar

Alat pengering ini selain menggunakan bahan bakar berupa kayu bakar, digunakan juga minyak tanah sehingga dibutuhkan ruang bakar yang cukup untuk memuat kompor minyak tanah. Oleh karena itu, ditentukan ukuran ruang bakar sebagai berikut

(40)

Gambar 3.5. Ruang bakar yang dirancang

3.5. Penentuan ukuran utama alat pengering

Konsruksi secara umum alat pengering yang dirancang seperti terlihat pada gambar 3.6. Atas dasar penentuan ukuran –ukuran sebelumnya maka diperoleh ukuran keseluruhan alat pengering sebagai berikut :

1. Cabinet Dryer tipe Tray dryer

Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 150 cm

2. Tray

Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tebal = 0,5 cm Jumlah = 3 buah

(41)

3. Ruang bakar

Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 50 cm

4. Tempat air yang akan dipanaskan (heater) Panjang = 30 cm

Lebar = 30 cm Tinggi = 10 cm Kapasitas = 9 liter 5. Ruang bahan pengeringan

Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 100 cm

Gambar 3.6. Cabinet Dryer tipe tray dryer

3.6. Prinsip Kerja Alat Pengering

(42)

Gambar 3.7. Laju aliran panas pengeringan dengan uap air

Prinsip kerja alat pengering ini adalah dengan melakukan pemanasan air terlebih dahulu. Air yang terdapat pada heater dipanaskan hingga menghasilkan uap. Karena pada alat pengering ini tidak digunakan fan sebagai pengontrol aliran udara, maka proses perpindahan panas berlangsung secara alami. Selain itu, karena heater menyatu dengan ruang pemanas dan sekaligus untuk membantu pemanasan udara, sebagian kecil uap air dilepas untuk membawa kalor di sepanjang hamparan kakao.

Uap air memiliki massa jenis yang lebih rendah dari udara pada temperatur tinggi sehingga amat membantu proses pemanasan kakao. Dari dinding kakao, terjadi aliran panas konduksi disepanjang plat di dalam ruang pengering sehingga hal ini juga turut membantu pemanasan udara di dalam ruang pengering.

(43)

adalah untuk mengantisipasi kekurangan air selama proses pengeringan berlangsung. Ketersediaan air di dalam heater dapat diamati secara lansung melalui pintu yang sengaja di desain menggunakan kaca.

Jika temperatur di dalam ruang pengering telah cukup tinggi (± 100oC), maka saluran pembuangan yang terletak di dinding belakang alat pengering dapat dibuka dengan tujuan mengurangi tekanan dalam ruang pengering. Hal ini secara langsung juga akan menurunkan temperatur dalam ruang pengering tersebut.

3.7. Analisa Performance Alat Pengering yang Dirancang

Di dalam perancangan alat pengering ini, dilakukan juga analisa performance dari alat pengering yang bertujuan untuk mengetahui apakah alat pengering yang dirancang ini nantinya dapat berfungsi dengan baik atau tidak sehingga alat ini dapat digunakan oleh para petani di pedesaan.

1. Berat kakao kering dengan kadar air sesuai Standar Nasional Indonesia

Sesuai Standar Nasional Indonesia, bahwa kadar air untuk kakao kering adalah 7,5 %, dan kadar air awal biji kakao adalah 51% - 60% (5Amin Sarmedi, 1997). Maka dari kadar air ini dapat dihitung berat akhir kakao kering.

Untuk mencari berat kakao dengan kadar air sesuai Standar Nasional Indonesia adalah dengan cara sebagai berikut :

Asumsikan kadar air awal kakao = 60 %. Berat kakao basah (Wkb) = 2,5 kg

Berat kakao kering dengan kadar air 0 % =

[

2, 5 (2, 5 60%)− x

]

= 1 kg

Maka berat kakao dengan kadar air 7,5 % adalah 1,09 kg.

2. Total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao

Untuk mencari total energi yang dibutuhkan oleh alat pengering selama proses pengeringan berlangsung, dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.

Berat kakao basah hasil panen (Wkb) = 7,5 kg

Berat kakao kering hasil pengeringan (Wkk) = 1,09 kg × 3 = 3,27 kg

Temperatur udara pengering (Td) = 70 oC

Temperatur awal kakao (Ta) = 28,5 oC

Lama pengeringan (N) = 10 jam

(44)

Koefisien pindahan panas dinding (k1) = 45,36 kkal/mh oC

Koefisien pindahan panas pada isolasi (k2) = 0,011 kkal/mh oC

Panas jenis udara basah (cpw) = 0,281 kkal/m3 oC

Panas jenis kakao (cpkakao) = 0,99 kkal/kg oC

Panas jenis air (cpair) = 1 kkal/kg oC

Panas laten air (hfg) = 557,45 kkal/kg

Massa jenis moisture jenuh pada Tdsd) = 198,67 gr/m3

Massa jenis moisture jenuh pada Tasa) = 28,31 gr/m3

Kelembaban relative udara pengering rata-rata (RHd) = 80 % Kelembaban relative udara luar (RHa) = 73 %

Berat air kakao awal (Wi) = 7,5 kg × 60 % = 4,5 kg

a) Kebutuhan energi untuk pengeringan kakao (Qd), dihitung dengan menggunakan persamaan (2.5).

Qd = Qt + Qw + Ql

dimana;

Qd = energi pengeringan kakao, kkal

Qt = energi pemanasan kakao, kkal

Qw = energi pemanasan air kakao, kkal

Ql = energi penguapan air kakao, kkal

Energi untuk pemanasan kakao (Qt), dihitung dengan menggunakan persamaan

(2.6).

Qt = Wkb . cpkakao (Td-Ta)

= 7,5 kg x 0,99 kkal/kg oC (70 oC – 28,5 oC) = 308,14 kkal

Energi pemanasan air kakao (Qw), dihitung dengan menggunakan persamaan

(2.7).

Qw = Wi x cpair (Td-Ta)

= 4,5 kg x 1 kkal/kg oC (70 oC – 28,5 oC) = 186,75 kkal

Berat kandungan air kakao akhir (Wf), menggunakan persamaan (2.4). Wkk

Wf =7,4%×

kg

(45)

Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr), dihitung dengan

menggunakan persamaan (2.8).

Wr = Wi – Wf

= 4,5 – 0,242 = 4,258 kg

Energi penguapan air kakao (Ql), dihitung dengan menggunakan persamaan

(2.9).

Ql = Wr x hfg

= 4,258 kg x 557,45 kkal/kg

= 2373,622 kkal

Maka didapat energi yang dibutuhkan untuk pengering kakao (Qd) Qd = Qt + Qw + Ql

= 308,14 + 186,75 + 2373,622 = 2868,512 kkal

Jadi energi yang dibutuhkan untuk pengering kakao adalah 2868,512 kkal.

b) Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt), dihitung dengan menggunakan persamaan (2.10).

Qlt = (Qlw× N) + Qlv

dimana;

Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam

Qlv = energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam

N = lama pengeringan

Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw) menggunakan

beberapa asumsi sebagai berikut :

1) Aliran panas berlangsung tunak (steady) dan temperatur tiap jam dianggap konstan dan harganya diperoleh dengan merata-ratakan temperatur selama pengujian untuk tiap tingkat dan tiap titik pengujian.

2) Konduktifitas thermal bahan (plat dan karet) dianggap konstan. 3) Tidak ada pembangkit kalor sepanjang dinding.

(46)

Kehilangan energi melalui dinding box alat pengering dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.11) dan (2.12).

2

U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (kkal/m2hoC)

A = Luas penampang (m2)

T = Td = 70 °C

k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC)

k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC)

x1= tebal dinding alat pengering (m) = 2 mm = 0.002 m

Kehilangan energi melalui dinding alat pengering untuk penampang satu (A1) adalah :

Kehilangan energi melalui dinding alat pengering untuk penampang dua (A2) A1 = A2 = 40 cm × 100 cm = 4000 cm2 = 0,4 m2

Kehilangan energi melalui dinding alat pengering untuk penampang tiga (A3) A3 = 60 cm × 100 cm = 6000 cm2 = 0,6 m2

Maka total kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw) adalah Qlw = 30,8 + 30,8 + 46,2

(47)

Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv), dihitung dengan menggunakan

dimana; V = Debit udara ventilasi, dihitung dengan menggunakan persamaan

(2.14).

Massa jenis uap air ventilasi ((ρar), dihitung dengan menggunakan persamaan

(2.15).

Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv)

Karena ventilasi ruang pengering dibuka selama 10 menit tiap jamnya, maka untuk 10 jam pengeringan ventilasi ruang pengering dibuka selama 100 menit atau 1,67 jam.

Jadi kehilangan energi melalui ventilasi selama pengeringan per siklus adalah : 38

Maka energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt)

Qlt = (Qlw× N) + Qlv

(48)

= 61050 kkal

Jadi energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt) adalah 61050 kkal.

c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Kakao Per Siklus (QT), dihitung dengan menggunakan persamaan (2.16).

QT = Qd + Qlt

= 2868,512 kkal + 61050 kkal = 63918,512 kkal/siklus

Jadi total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao per siklus (QT)

adalah 63918,512 kkal/siklus.

3. Kebutuhan bahan bakar

- Kebutuhan bahan bakar kerosin selama proses pengeringan kakao dapat dihitung dengan persamaan (2.17).

Kebutuhan bahan bakar

k NKB

QT

=

dimana; NKBk = Nilai kalor bakar kerosin = 11000 kkal/kg

1 kg = 1,224 liter

maka kebutuhan bahan bakar kerosin selama pengeringan kakao adalah

Kebutuhan bahan bakar

kg

Jadi total kebutuhan bahan bakar kerosin selama proses pengeringan kakao adalah 7,11 liter.

Kebutuhan kerosin tiap jam (liter/jam), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.18).

(49)

- Kebutuhan bahan bakar kayu bakar selama proses pengeringan kakao

Kebutuhan bahan bakar

k NKB

QT

=

dimana; NKBk = Nilai kalor bakar kayu = 4000 kkal/kg

maka kebutuhan bahan bakar kayu bakar selama pengeringan kakao adalah

Kebutuhan bahan bakar

kg

Jadi total kebutuhan bahan bakar kayu bakar selama proses pengeringan kakao adalah 15,98 kg.

Kebutuhan kayu bakar tiap jam (kg/jam)

Kebutuhan kayu bakar/jam

N

Jadi kebutuhan kayu bakar tiap jamnya adalah 1,6 kg/jam.

3.8. Material yang Digunakan dalam Perancangan Alat Pengering

Setelah perancangan alat pengering selesai dilaksanakan, maka selanjutnya dilakukan pembuatan alat pengering. Pada proses pembuatan alat pengering ini, bahan atau material yang diperlukan antara lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.1. Material yang diperlukan untuk membuat alat pengering

(50)

Tabel 3.1. Material yang diperlukan untuk membuat alat pengering (lanjutan)

No Bahan Satuan Jumlah

11 Kran air set 2

12 Kawat jaring aluminium (60 cm × 40 cm) lembar 1

13 Dempul Kaleng 2

14 Cat Besi Kaleng 1

15 Sensor Thermocouple unit 9

3.9. Pelaksanaan Perancangan Alat Pengering

Secara garis besar pelaksanaan perancangan alat pengering ini akan dilaksanakan berurutan dan sisitematis, seperti ditunjukkan pada gambar 3.8.

Gambar 3.8. Diagram Alir Pelaksanaan Perancangan Perancangan alat pengering

SELESAI Indentisifikasi masalah

- Dimensi Alat Pengering - Performance Alat Pengering yang Dirancang

Study Literature

START

(51)

BAB 4

PENGUJIAN ALAT PENGERING

4.1. Tempat dan Waktu

Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Mekanik, gedung Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian ini dilaksanakan dengan menggunakan alat pengering yang telah selesai dirancang dan kemudian dibuat untuk dapat diaplikasikan sesuai fungsinya. Pengujian ini dilaksanakan sejak alat pengering selesai dibuat sampai proses pengeringan bahan. Proses pengujian ini berlangsung selama 2 bulan, yaitu sejak bulan oktober 2009 sampai dengan desember 2009.

4.2. Peralatan yang Digunakan a) Alat Pengering

Alat pengering ini dibuat berdasarkan hasil rancangan terlebih dahulu. Alat pengering ini dibuat bertujuan untuk mengeringkan produk pertanian sebagai solusi dari permasalahan cuaca di Indonesia yang tidak stabil. Kapasitas pengeringan dari alat ini tergantung pada produk pertanian yang akan dikeringkan.

(52)

b) Heater

Alat ini digunakan sebagai tempat pemanasan air yang akan dipanaskan di dalam alat pengering. Udara panas yang dihasilkan dari pemanasan heater ini yang nantinya dimanfaatkan untuk mempercepat proses pemanasan.

Gambar 4.2. Heater

c) Thermocouple Thermometer

Untuk melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering digunakan instrumen pengukuran temperatur, yaitu Thermocouple

Thermometer Tipe KW 06-278 Krisbow (seperti terlihat pada Gambar 4.3). Setting

instrumen pengukuran temperatur ini dilakukan pada saat akan melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering selama proses pengeringan berlangsung.

Spesifikasi Thermocouple Thermometer Tipe KW 06-278 Krisbow sebagai berikut:

• Nama : Digital thermometer, single input

• Input sensitivity : User selectable 0.1oC or 1 oC

• Temperatur range : - 50.0 oC ~ 1300 oC - 58 oF ~ 2000 oF

• Accuracy range : ± 0.5 % ± 1 oC ± 0.5 % ± 2 oF

• Ukuran : 165 x 76 x 43 mm

• Berat : 403 gram

(53)

Gambar 4.3. Thermocouple Thermometer

d) Thermo Anemometer

Untuk melakukan pengukuran terhadap kecepatan udara pengering diantara biji kakao yang terjadi di dalam alat pengering digunakan instrumen pengukuran yaitu Thermo Anemometer (seperti terlihat pada Gambar 4.4). Setting instrumen ini dilakukan pada saat proses pengeringan berlangsung.

Spesifikasi Thermo Anemometer sebagai berikut:

• Nama : Digital Hot Wire Thermo Anemometer

• Specifications range : 0.2 m/s ~ 20.0 m/s 0.7 km/h ~ 72.0 km/h 40 ft/min ~ 3940 ft/min 0.5 MPH ~ 44.7 MPH 0.4 knots ~ 31.1 knots

• Temperature range : 32 oF ~ 122 oF (0 oC ~ 50 oC)

• Accuracy range : 0.1 m/s 0.1 km/h 1 ft/min 0.1 MPH 0.1 knots 0.1 oF/ oC

• Ukuran : 175 x 86 x 47 mm

(54)

Gambar 4.4. Thermo Anemometer

e) Relative Humidity Meter

Untuk melakukan pengukuran terhadap kelembaban relative udara pengering yang terjadi selama proses pengeringan digunakan instrumen pengukuran yaitu Relative Humidity Meter (seperti terlihat pada Gambar 4.5). Setting instrumen ini dilakukan pada saat proses pengeringan berlangsung.

Spesifikasi Relative Humidity Meter sebagai berikut:

• Nama : Relative Humidity Meter 2080R Digitron

• Air temperature : -10 oC ~ 100 oC 14 oF ~ 212 oF

• Humidity range : 0 % RH ~ 100 % RH

• Thermocouple model : Type K

(55)

Gambar 4.5. Relative Humidity Meter

f) Thermometer

Fungsi alat ini hampir sama dengan Thermocouple Thermometer yaitu untuk melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering. Setting instrumen pengukuran temperatur ini dilakukan pada saat akan melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering selama proses pengeringan berlangsung.

Spesifikasi Thermometer KW 06-308 Krisbow sebagai berikut:

• Nama : Thermometer

• Input sensitivity : User selectable 0.1oC or 1 oC

• Temperatur range : - 40.0 oC ~ 250 oC - 40 oF ~ 482 oF

• Accuracy range : ± 2 % ± 2 oC ± 2 % ± 2 oF

• Sampling time : 2.0 seconds

(56)

Gambar 4.6. Thermometer g) Kompor Minyak Tanah

Pada pengujian ini, kompor digunakan sebagai alat untuk memanaskan atau memasak air yang terdapat di dalam alat pengering sehingga menghasilkan uap air. Kompor yang digunakan memiliki sumbu sebanyak 16 buah dengan kapasitas bahan bakar 2 liter minyak tanah atau kerosin.

Gambar 4.7. Kompor Minyak Tanah h) Timbangan

(57)

Gambar 4.8. Timbangan i) Kayu Bakar

Kayu bakar ini digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan air pada

heater alat pengering. Kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar alternatif karena

ketersediaan kerosin yang semakin terbatas.

Gambar 4.9. Kayu bakar

4.3. Bahan

(58)

Gambar 4.10. Buah coklat yang akan dikeringkan bijinya

4.4. Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian yang akan dilakukan terdiri dari 2 tahapan, yaitu pengujian langsung dan pengujian tak langsung. Pada unit pengujian langsung, seluruh variabel yang diukur langsung pada saat pengujian, nilainya bisa langsung diketahui tanpa perhitungan lebih lanjut. Tahapan pengujian langsung terdiri dari distribusi suhu yang terjadi pada alat pengering sewaktu proses pengeringan berlangsung (oC), kebutuhan air (L/jam), waktu pengeringan (jam), berat bahan pada saat sebelum dan sesudah pengeringan (Kg) dan kebutuhan bahan bakar (Liter/jam). Alat bantu yang digunakan adalah Single Input Thermocouple Thermometer (oC), Thermo Anemometer, Relative

Humidity Meter, Thermometer dan timbangan (Kg). Seluruh unit pengujian langsung

digunakan sebagai input data untuk mendapatkan nilai unit pengujian tak langsung. Pada unit pengujian tak langsung, seluruh variabel nilainya didapat dari perhitungan dan digunakan bahan pengamatan atau analisis. Pada pengujian ini variabel yang dihitung terdiri dari kebutuhan energi (kJ/kg) dan kadar air biji kakao setelah dikeringkan berdasarkan Standard Nasional Indonesia (%).

Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dicari berat kakao dengan kadar air 0 %. Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa berat kakao dengan kadar air yang diinginkan (sesuai Standar Nasional Indonesia). Setelah berat kakao dengan kadar air yang diinginkan diketahui, maka pengujian dapat dilakukan. Untuk mencari berat kakao yang diinginkan adalah dengan cara sebagai berikut :

Asumsikan kadar air awal kakao = 60 %. Berat kakao basah (Wkb) = 2,5 kg

(59)

Maka berat kakao dengan kadar air 7,5 % adalah 1,09 kg.

Jika pada saat pengujian berat kakao telah mencapai ≤ 1,09 kg, maka kadar air kakao telah sesuai Standar Nasional Indonesia dan pengeringan dapat dihentikan.

Data hasil pengujian ini akan dikembangkan atau dihitung untuk mendapatkan berapa besar kebutuhan energi selama proses pengeringan berlangsung. Selain itu dari data tersebut akan diperoleh berapa kadar air kakao setelah dikeringkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

1. Prosedur pengujian langsung

Prosedur untuk pengujian langsung terdiri dari:

a) Bahan yang akan dikeringkan diukur terlebih dahulu berat awalnya dengan menggunakan timbangan.

b) Setelah diukur beratnya, bahan diletakkan secara merata di atas tray.

c) Kemudian bahan dimasukkan ke dalam alat pengering, dan pintu ditutup rapat sehingga udara panas nantinya tidak ada yang keluar.

d) Sebelum dilakukan pengeringan, diperiksa terlebih dahulu kompor dan bahan bakar apakah sudah terisi penuh.

e) Lalu kompor dihidupkan.

f) Lakukan pengamatan selama proses pengeringan berlangsung, dan catat data yang dihasilkan berupa suhu yang terjadi di dalam alat.

g) Setelah proses pengeringan selesai, bahan dikeluarkan dari alat untuk diukur beratnya.

h) Perhatikan berapa kebutuhan air dan kebutuhan bahan bakar selama proses pengeringan berlangsung.

2. Prosedur pengujian tak langsung

Prosedur untuk pengujian tak langsung terdiri dari: a) Perhitungan kadar air biji kakao setelah dikeringkan

Untuk menghitung kadar air biji kakao yang telah dikeringkan dapat diperoleh melalui metode neraca kesetimbangan energi. Metode neraca kesetimbangan energi ini berhubungan dengan kapasitas pengeringan yang dilakukan. Selain kapasitas pengeringan alat, variabel yang dibutuhkan dari neraca massa ini antara lain kadar air bahan sebelum pengeringan 51% - 60% (Amin Sarmedi, 1997).

(60)

Untuk menghitung kebutuhan energi selama proses pengeringan dapat diperoleh melalui metode neraca kesetimbangan energi. Pada prinsipnya energi total (QT) yang dibutuhkan pada proses pengeringan digunakan untuk: pemanasan bahan (Qt), pemanasan kandungan air (Qw) dan energi untuk menguapkan air dalam bahan ditambah energi yang terbuang dari dinding dan ventilasi (Qet). Energi total (QT) yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao satu siklus seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 4.11. Neraca kesetimbangan energi

4.5. Variabel yang Diamati

Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Temperatur atau suhu tiap ruang/ rak selama pengeringan berlangsung. 2. Temperatur awal biji kakao (ta).

3. Waktu atau lama pengeringan sampai bahan benar – benar kering. 4. Berat awal biji kakao sesudah difermentasi untuk dikeringkan (Wkf). 5. Berat biji kakao setelah dikeringkan (Wkk).

(61)

4.6. Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan sisitematis, seperti ditunjukkan pada gambar 4.12.

Gambar 4.12. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian START

PERSIAPAN :

- Setting alat ukur

-Periksa kompor yang akan dipakai - Pengujian pengeringan kakao

PENGUMPULAN DATA: - Temperatur (oC)

- Berat kakao basah (kg) - Berat kakao kering (kg) - Waktu pengeringan (jam) - Kadar air awal kakao (%) - Kebutuhan air (liter/ jam)

PENGOLAHAN DATA

SELESAI

Indentisifikasi masalah dan menetapkan tujuan penelitian

ANALISA DATA

- Kadar air kakao kering (%) - Kebutuhan energi (kkal/siklus) - Kebutuhan bahan bakar

- Analisa biaya

STUDI AWAL

(62)

BAB 5

DATA DAN ANALISA

5.1. Data Hasil Pengujian

Berdasarkan bahan bakar yang dipakai dalam pengujian ini terbagi atas dua jenis, maka data yang didapat juga terbagi dua. Dari hasil pengujian yang telah didapatkan, maka diperoleh data hasil pengujian yang akan dipergunakan untuk menghitung besar kadar air akhir biji kakao yang telah dikeringkan dan kebutuhan energi selama proses pengeringan biji kakao.

5.1.1. Data Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Kerosin 1. Distribusi suhu tiap tray (T)

Dari pengujian yang dilakukan, didapatlah distribusi suhu pada tiap tray alat pengering selama proses pengeringan berlangsung dengan menggunakan bahan bakar

kerosin.

Tabel 5.1. Distribusi suhu tiap tray Waktu

(jam) Tray

1 2 3 4 5

1 67,180 oC 67,280 oC 67,403 oC 67,573 oC 67,600 oC 2 66,780 oC 66,890 oC 67,022 oC 67,160 oC 67,217 oC 3 66,583 oC 66,683 oC 66,784 oC 66,927 oC 66,980 oC Tabel 5.1. Distribusi suhu tiap tray (lanjutan)

Waktu (jam) Tray

6 7 8 9 10

(63)

2. Berat kakao selama proses pengeringan

Dari pengujian yang dilakukan, didapatlah berat kakao yang dikeringkan pada tiap tray alat pengering selama proses pengeringan berlangsung dengan menggunakan bahan bakar kerosin. Penurunan berat kakao tiap jamnya terlihat jelas pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.2. Berat kakao tiap tray selama pengeringan berlangsung Waktu

(jam) Tray

1 2 3 4 5

1 2,35 kg 2,20 kg 2,06 kg 1,91 kg 1,76 kg 2 2,35 kg 2,20 kg 2,06 kg 1,91 kg 1,76 kg 3 2,35 kg 2,20 kg 2,06 kg 1,91 kg 1,76 kg Tabel 5.2. Berat kakao tiap tray selama pengeringan berlangsung (lanjutan)

Waktu (jam) Tray

6 7 8 9 10

1 1,62 kg 1,47 kg 1,33 kg 1,19 kg 1,08 kg 2 1,62 kg 1,47 kg 1,33 kg 1,19 kg 1,08 kg 3 1,62 kg 1,47 kg 1,33 kg 1,19 kg 1,07 kg 3. Data keseluruhan proses pengeringan dengan bahan bakar kerosin

Dari data di atas, akan diperoleh distribusi suhu rata–rata dan berat akhir kakao yang telah dikeringkan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.3. Suhu rata-rata dan berat kakao setelah dikeringkan Tray Suhu rata-rata Berat kakao akhir

1 67,722 oC 1,08 kg

2 67,317 oC 1,08 kg

(64)

Maka data akhir yang didapat dari hasil pengukuran pengujian untuk bahan bakar kerosin adalah:

Berat kakao basah hasil panen (Wkb) = 7,5 kg

Berat kakao kering hasil pengeringan (Wkk) = 3,23 kg

Temperatur udara pengering (Td) = 67,374 oC

Temperatur awal kakao (Ta) = 28,5 oC

Lama pengeringan (N) = 10 jam

Kecepatan udara pengering diantara kakao (v) = 0,244 m/s Koefisien pindahan panas dinding (k1) = 45,4 kkal/mh oC

Koefisien pindahan panas pada isolasi (k2) = 0,011 kkal/mh oC

Panas jenis udara basah (cpw) = 0,281 kkal/m3 oC

Panas jenis kakao (cpkakao) = 0,99 kkal/kg oC

Panas jenis air (cpair) = 1 kkal/kg oC

Panas laten air (hfg) = 559 kkal/kg

Massa jenis moisture jenuh pada Tdsd) = 179,4 gr/m3

Massa jenis moisture jenuh pada Tasa) = 28,31 gr/m3

Kelembaban relative udara pengering rata-rata (RHd) = 80 % Kelembaban relative udara luar (RHa) = 73 % Kebutuhan air untuk menghasilkan uap air = 2 liter/jam

5.1.2. Data Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Kayu Bakar 1. Distribusi suhu tiap tray (T)

Dari pengujian yang dilakukan, didapatlah distribusi suhu pada tiap tray alat pengering selama proses pengeringan berlangsung dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar.

Tabel 5.4. Distribusi suhu tiap tray

Waktu (jam)

Tray

1 2 3 4 5 6 7 8

1 78,393 oC 77,407 oC 77,340 oC 78,120 oC 78,323 oC 77,343 oC 77,207 oC 77,347 oC

2 77,950 oC 76,993 oC 76,910 oC 77,690 oC 77,893 oC 76,927 oC 76,773 oC 76,920 oC

(65)

2. Berat kakao selama proses pengeringan

Dari pengujian yang dilakukan, didapatlah berat kakao yang dikeringkan pada tiap tray alat pengering selama proses pengeringan berlangsung dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar.

Tabel 5.5. Berat kakao tiap tray selama pengeringan berlangsung Waktu

(jam)

Tray

1 2 3 4 5 6 7 8

1 2,32 kg 2,15 kg 1,98 kg 1,80 kg 1,62 kg 1,45 kg 1,26 kg 1,08 kg

2 2,32 kg 2,15 kg 1,98 kg 1,80 kg 1,62 kg 1,45 kg 1,26 kg 1,08 kg

3 2,32 kg 2,14 kg 1,97 kg 1,78 kg 1,60 kg 1,44 kg 1,25 kg 1,07 kg

3. Data keseluruhan proses pengeringan dengan bahan bakar kayu bakar

Dari data di atas, akan diperoleh distribusi suhu rata–rata dan berat akhir kakao yang telah dikeringkan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.6. Suhu rata-rata dan berat kakao setelah dikeringkan Tray Suhu rata-rata Berat kakao akhir

1 77,685 oC 1,08 kg

2 77,257 oC 1,08 kg

3 76,946 oC 1,07 kg

Maka data akhir yang didapat dari hasil pengukuran pengujian untuk bahan bakar kayu bakar adalah:

Berat kakao basah hasil panen (Wkb) = 7,5 kg

Berat kakao kering hasil pengeringan (Wkk) = 3,23 kg

Temperatur udara pengering (Td) = 77,296 oC 0,72

Temperatur awal kakao (Ta) = 28,5 oC

Lama pengeringan (N) = 8 jam

Kecepatan udara pengering diantara kakao (v) = 0,244 m/s Koefisien pindahan panas dinding (k1) = 45,2 kkal/mh oC

Koefisien pindahan panas pada isolasi (k2) = 0,011 kkal/mh oC

(66)

Panas jenis kakao (cpkakao) = 0,99 kkal/kg oC

Panas jenis air (cpair) = 1 kkal/kg oC

Panas laten air (hfg) = 553,089 kkal/kg

Massa jenis moisture jenuh pada Tdsd) = 265,2 gr/m3

Massa jenis moisture jenuh pada Tasa) = 28,31 gr/m3

Kelembaban relative udara pengering rata-rata (RHd) = 80 % Kelembaban relative udara luar (RHa) = 73 % Kebutuhan air untuk menghasilkan uap air = 2,5 liter/jam

5.2. Analisa Data Hasil Pengujian

5.2.1. Distribusi Suhu Pada Masing-masing Tray

Dari data – data di atas, maka distribusi suhu tiap tray selama proses pengeringan berlangsung untuk bahan bakar kerosin dan kayu bakar dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini.

(67)

Gambar 5.2. Grafik distribusi suhu tiap tray untuk bahan bakar kayu bakar Dari gambar grafik di atas, suhu yang terjadi selama proses pengeringan dengan bahan bakar kayu bakar berkisar antara 76,490 oC sampai 78,393 oC. Temperatur tertinggi selalu berada pada tray 1 dan yang terendah selalu pada tray 3. Waktu pengeringan untuk mengeringkan kakao pada pengujian ini adalah 8 jam.

Gambar 5.3. Grafik distribusi suhu tiap tray kerosin vs kayu bakar

(68)

juga lebih cepat dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar dari pada menggunakan bahan bakar kerosin. Hal ini dipengaruhi oleh proses pembakaran yang lebih cepat dengan menggunakan kayu bakar dari pada menggunakan bahan bakar

kerosin. Sehingga berat akhir kakao yang diinginkan lebih cepat didapat dengan

menggunakan bahan bakar kayu bakar dari pada kerosin.

5.2.2. Kebutuhan Air Selama Proses Pengeringan

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, bahwa alat pengering ini mempunyai prinsip kerja yaitu memanaskan air sebagai media pemanas untuk mengeringkan biji kakao.

1. Kebutuhan air dengan menggunakan bahan bakar kerosin

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, kebutuhan air untuk pengeringan dengan bahan bakar kerosin adalah 2 liter/jam. Jadi total kebutuhan air untuk pengeringan 7,5 kg kakao selama 10 jam dengan bahan bakar kerosin adalah sebesar 2 liter/jam x 10 jam = 20 liter.

2. Kebutuhan air dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, kebutuhan air untuk pengeringan dengan bahan bakar kayu bakar adalah 2,5 liter/jam. Jadi total kebutuhan air untuk pengeringan 7,5 kg kakao selama 8 jam dengan bahan bakar kayu bakar adalah sebesar 2,5 liter/jam x 8 jam = 20 liter.

5.2.3. Analisa Kadar Air Kakao Tiap Tray Setelah Dikeringkan 1. Kadar air kakao dengan bahan bakar kerosin

a) Kadar air kakao pada tray 1

- Nilai perkiraan berat kakao kering dengan kadar air 0 %

Kadar air awal kakao adalah 51% - 60% (Amin Sarmedi, 1997). Maka berat kakao kering dengan kadar air 0 % dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Asumsikan kadar air awal kakao = 60 %. Berat kakao basah (Wkb) = 2,5 kg

Gambar

Tabel 2.2. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000)
Gambar 3.1. Bentuk Tray yang dirancang
Gambar 3.3. Ruang bahan pengeringan yang dirancang
Gambar 3.4. Tempat Air yang Dipanaskan (Heater)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian pada tahap ini yaitu menentukan hubungan antara nilai indeks mutu biji kakao seperti berat, kekerasan, dan kadar air dengan karakteristik fisik

Pada tahap ini akan dilakukan kajian terhadap sifat fisik dan mekanik biji kakao hasil pengeringan (yang meliputi bentuk, ukuran, berat, sphericity , kadar air, warna,

2 Penberi,n supldi udda ramtuhan unruk pcnbalean n,Dcr dan jugd pcniakaian bahan bakar denean kualn,s lebih baik oear bisa dicapai penrbakaran

Dengan Proses penurunan kadar air berkisar antara 5-10 %, proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar briket (batu bara) dari hasil perhitungan untuk mengeringkan

maka dilakukan penelitian mengenai analisis teknis dan ekonomi terhadap alat pengering biji kenari khususnya alat pengering tipe cabinet dryer untuk mengetahui kadar