• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA SISTEM PENGERINGAN PADA ALAT PEMASAK DAN PENGERING (ALA PRESTO )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA SISTEM PENGERINGAN PADA ALAT PEMASAK DAN PENGERING (ALA PRESTO )"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISA SISTEM PENGERINGAN PADA ALAT

PEMASAK DAN PENGERING (ALA PRESTO )

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) pada Fakultas Teknologi Industri Jurusan teknik Mesin Universitas Mercu Buana

Disusun Oleh : Nama : Muri Siswanto Nim : 01301-078

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

JAKARTA

2007

(2)

LEMBAR PERYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Muri Siswanto

NIM : 01301-078

Fakultas : Teknologi Industri Jurusan : Teknik Mesin Universitas : Mercu Buana

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tugas akhir yang saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan tidak menyadur dari hasil karya orang lain, kecuali dari kutipan-kutipan referensi yang telah disebutkan sumbernya.

Jakarta, November 2007

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PERANCANGAN, PEMBUATAN ALAT PENGERING DAN ANALISA PENGERING DENGAN SISTEM ABSORSI

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing I

(DR. H. Abdull Hamid, M.Sc)

mengetahui, Kordinator Tugas Akhir

(4)

ABSTRAK

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis merancang alat pengering ikan (Ala Presto) dengan kapasitas ruang pengering 2 kg . Dengan Proses penurunan kadar air berkisar antara 5-10 %, proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar briket (batu bara) dari hasil perhitungan untuk mengeringkan ikan 2 kg selama waktu 2 jam membutuhkan briket (batu bara) sebanyak 0.33 kg, Kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan air, menaikan temperatur ikan 2 kg dan untuk memanaskan ikan selama 2 jam adalah 1218.08 kJ.

Berdasarkan hasil pembuatan alat, perhitungan dan pengujian alat pengering pada temperatur 65 °C (konstan) maka di dapat hasil – hasil sebagai berikut :

 Ikan bandeng 176 gram dikeringkan selama 2 jam, hinnga berat 110 gram, sehingga kadar air yang tersisa adalah 7.4 % dari berat keseluruhan.

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK DAFTAR GAMBAR NOTASI Bab I Pendahuluan

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Tujuan ... 2

1.3Batasan Masalah ... 2

1.4Teknik Pengumpulan Data ... 2

1.5Sistematika Penulisan ... 3

Bab II Teori Dasar 2.1 Proses Pengeringan ... .5

2.2 Klasifikasi Proses Pengeringan ... 7

2.2.1 Pengeringan Alami ... ... 7

2.2.2 Pengeringan Buatan ... 8

2.3 Diagram Psikrometrik ... 10

2.4 Sistem pengukuran temperatur ... ... 13

2.5 Persamaan Dasar Perpindahan Panas ... 14

2.6 Analisa Energi ... 18

2.7 Perhitungan kadar air ... 24

2.8 Briket (batu bara) ... 25

2.9 Efisiensi Termal ... 26

Bab III Pengumpulan Data 3.1Data Perancangan ...27

3.2Dimensi perancangan alat pengering ... ... 27

3.2Analisa energi... 29

3.2.1 jumlah uap air yang dikeluarkan... 29

(6)

3.2.3 laju aliran udara kering... 31

3.2.4 kebutuhan panas udara kering... 31

3.2.5 Konsumsi Briket Batu Bara... ...32

3.3Panas Pengeringan...32

3.4 Panas Yang Dilepas Udara Pengering...34

3.5 Laju Perpindahan Panas Dari Tungku Keruang Pengering...35

3.6 Laju Perpindahan Panas Tiap Rak Pengering...37

3.7 Efisiensi Pengeringan...37

3.8 Perencanaan Biaya...40

Bab IV PROSES PEMBUATAN ALAT PENGERING 4.1 Diagram Alir Pembuatan Alat ...41

4.2 Tahapan Pemotongan Rangka... 42

4.2.1 Pemotongan Rangka Pengering...42

4.2.2 Pemotongan Rangka Pintu...44

4.2.3 Skema Gambar Potongan Untuk Tungku Bahan Bakar Briket...45

4.2.4 Skema Gambar Potongan Untuk Ruang Pengering...45

4.2.5 Skema Gambar Katup Untuk Ruang Pengering...47

4.3 Tahapan Untuk Pemotongan Plat...48

4.3.1 Pemotongan Plat Untuk Pintu...48

4.3.2 Pemotongan Plat Untuk Batas Ruang Pengering Tungku...49

4.3.3 Pemotongan Plat Untuk Alas Tungku...50

4.3.4 Pemotongan Plat Untuk Tempat Batrai...51

4.3.5 Pemotongan Plat Dinding Luar...52

4.4 Tahap Perakitan...54

BaB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN 5.1 Beban Pengeringan...56

5.2 Laju Aliran Udara Kering...57

5.3Kebutuhan Panas Udara Kering...57

5.4 Jumlah Bahan Bakar Yang Digunakan...57

5.5 Effisiensi Pengeringan...57

5.6 Hasil Pengujian Alat...58

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan...60

(7)

TUGAS AKHIR

Notasi

SYMBO L

KETERANGAN SATUAN (SI)

A Luas penampang, m2

h

C Panas jenis ikan kJ/kg°C

Cp Panas jenis pada temperatur pengeringan kJ/kg.°C

d Diameter silinder M

DH Garis tengah hidrolik m

f

Tekanan persial uap air pada udara t mmHg

'

f

tekanan uap air jenuh pada udara t′ mmHg

h Entalpi kcal/kg '

a

h Koefisien perpindahan panas W/m2°C

c

h Koefisien perpindahan panas W/m2°C

a

h Entalpi pada udara lingkungan kJ/kg

b

h Entalpi pada udara ruang pengering kJ/kg H Perbandingan kelembaban dari udara lembab kg/kg′

a

H kelembaban udara awal kg/kg′

b

H Kelembaban udara akhir kg/kg′

k Konduktivitas termal W/m°C

(8)

TUGAS AKHIR

A

K kadar air berdasarkan berat kering %

KA kadar air berdasarkan berat basah %

L Panjang silinder m

m banyaknya kadar air yang harus dikeluarkan kg

a

m Kadar air sebelum pengeringan kg

b

m Kadar air sesudah pengeringan kg

M Massa ikan kg

w

M Massa udara kering mmHg

a

M

Massa uap air mmHg

v Kecepatan udara m/det

V Laju aliran udara kering m3/s

vs volume spesifik udara pengering m3/kg

q Kalor yang dilepaskan udara pengering kJ

q Laju perpindahan panas Watt

c

q Perpindahan panas konveksi Watt

k

q Perpindahan panas konduksi Watt

l

q Laju aliran panas untuk silinder berlubang Watt

r

q jumlah energi radiasi yang dipancarkan Watt

l

Q Panas untuk menguapkan air kJ

t

Q panas untuk menaikan temferatur ikan kJ

w

Q Panas untuk memanaskan ikan kJ

(9)

TUGAS AKHIR

Q

Total Panas pengeringan kJ

Q kebutuhan udara pengering kJ/s

r Jari-jari m

t Waktu pengeringan s

t temperatu bola kering °C

t′ Temperatu bola basa °C

1

T Temperatur udara lingkungan °C

2

T Temperatur udara pengeringan °C

T Temperatur tungku °C

W Laju perpindahan air kg/s

Wa Berat kering benih Kg

w jumlah air yang diuapkan Kg

µ Viskositas udara kg/m.det

ρ Kerapatan udara pada temperatur pengeringan kg/m3

γ Kelembaban spesifik % ϕ Kelembaban relatif % p η effisiensi pengeringan % Nu Bilangan Nusselt - e R Bilangan Reynold -x T

∂ / Gradien suhu pada penampang tersebut

-T

∆ Beda suhu antara suhu permukaan dengan suhu fluida

(10)

TUGAS AKHIR

NOTASI

A Luas penampang

m2

h

C Panas jenis ikan kJ/kg°C

Cp Panas jenis pada tempratur pengering kj/kg°C

d Diameter silinder m

DH Garis tengah hidrolik m

f

Tekanan persial uap air pada udara t mmHg

f tekanan uap air jenuh pada udara t mmHg h Entalpi kcal/kg

a

h Koefisien perpindahan panas W/mC

c

h Koefisisan perpindahan panas kj/kg

a

h Entalpi pada udara ruang pengering kj/kg

b

h Entalpi pada udara ruang pengering kj/kg

H Perbandingan kelembaban dari udara kj/kg lembab

a

H Kelembaban udara awal kj/kg

b

H Kelembaban udara akhir kj/kg

k Konduktifitas termal W/m°C

A

K Kadar air berdasarkan berat kering %

KA Kadar air berdasarkan berat basah %

(11)

TUGAS AKHIR

L Panjang silinder m

m Banyaknya kadar air yang harus dikeluarkan kg

a

m Kadar air sebelum peneringan kg

b

m Kadar air sesudah peneringan kg

M Massa ikan kg

w

M Massa udara kering mmHg

a

M

Massa uap air mmHg

v Kecepatan udara m/det

V Laju aliran udara kering m³/s

vs volume spesifik udara kering m³/kg q Kalor yang dilepas udara pengering kj

q Laju perpindahan panas Watt

c

q Perpindahan panas konveksi Watt

k

q Perpindahan panas konduksi Watt

l

q Laju aliran panas untuk silinder berlubang Watt

r

q Jumlah energi radiasi yang dipancarkan Watt

l

Q Panas untuk penguapan air kj

t

Q Panas untuk menaikan temperatur ikan kj

w

Q

Panas untuk memanaskan ikan kj

(12)

TUGAS AKHIR

QTotal Panas pengeringan kj

Q Kebutuhan udara pengering kj/s

r jari-jari m

t Waktu pengeringan s

t Temperatur bola kering °C

Tempratur bola basah °C

1

T Temperatur udara lingkungan °C

2

T Temperatur udara pengeringan °C

T Temperatur tungku °C

W Laju perpindahan air kg/s

Wa Berat bola benih kg

w Jumlah air yang diuapkan kg

μ Viskositas udara kg/m.det

ρ Kerapatan udara pada temperatur udara kg/m³

γ Kelembaban spesifik % φ Kelembaban relative % p η effisiensi pengeringan % Nu Bilangan Nussel -e R Bilangan Reynold -x T

∂ / Gradien suhu pada penampang tersebut

-T

Beda suhu antara suhu permukaan dengan suhu fluida

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Produksi perikanan laut di perairan Indonesia mencapai ±3.923.781 Ton, hasil ini terdiri dari berbagai macam ikan. Hasil ini dapat disajikan dalam dua bentuk yakni bentuk ikan segar dan bentuk ikan olahan. Pada saat panen raya hasil panen berlimpah, tetapi kondisi pasar tidak menguntungkan, sehingga tidak semua ikan dapat terjual dalam bentuk ikan segar karena ikan mempunyai sifat mudah rusak dan umur simpan yang pendek. Untuk mengatasi hal ini nelayan mengeringkan ikan agar ikan tidak membusuk, untuk dijadikan ikan olahan. Ikan olahan itu mempunyai nilai jual yang rendah dibandingkan harga jual ikan segar, padahal telah dikenakan biaya dan tenaga untuk mengolahnya.

Proses pengeringan ikan yang dilakukan oleh masyarakat disini dilakukan dengan cara menjemur ikan diatas suatu alat yang dinamakan laha, ditempat terbuka dengan bantuan panas dari sinar matahari. Proses pengeringan seperti ini mempunyai banyak kendala, diantaranya adalah lamanya pengeringan sangat bergantung pada kondisi cuaca yang selalu berubah-ubah sehingga dapat menurunkan produktivitas industri ini, dan

(14)

rentannya pengeringan tersebut terhadap gangguan-gangguan lain seperti burung, ayam, atau hewan lain yang dapat mengurangi kuantitas ikan yang dikeringkan. Lagi pula, pengeringan secara tradisional sangat dibatasi oleh areal yang tersedia, sehingga kapasitas pengeringannyapun tergantung areal yang tersedia. Dengan adanya permasalahan seperti diatas, maka dirancanglah suatu alat yang diharapkan mampu meningkatkan produktivitas, kuantitas dan kapasitas industri tersebut yang ekonomis, yaitu pengering ikan tanpa menggunakan listrik atau dengan katalain pengering alternatif, yaitu pengering bahan bakar briket.

1.2 Tujuan

Tujuan dari perancangan alat ini adalah merancang suatu alat pengering dengan kapasitas pengeringan sebesar 4 kg, dengan penurunan kadar air menjadi 7-10 %. serta menganalisa perpindahan panas yang terjadi di alat pengering dengan menggunakan sistem absorpsi.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis hanya akan membahas tentang perancangan, pembuatan alat pengering dan analisa ruang pengering dengan menggunakan sistem absorpsi.

1.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data perancangan alat pengering ini adalah:

(15)

a. Metoda observasi, yaitu metoda yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan untuk perancangan alat pengering ini.

b. Study literature, yaitu membaca buku-buku referensi yang berhubungan dengan apa yang sedang dirancang.

c. Metode diskusi dan bertukar pikiran kepada yang lebih berpengalaman tentang permasalahan – permasalahan yang berhubungan dengan pengeringan, serta bimbingan kepada dosen pembimbing

1.5 Sistematika Penulisan

Penyusunan bab-bab dalam tugas akhir ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam pembahasan. Adapun sistematika penulisan dalam laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, metoda penelitian, sistematika penulisan.

BAB II TEORI DASAR

Bab ini berisi tentang teori-teori yang mendasari dalam perancangan alat pengering.

(16)

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN ALAT PENGERING

Bab ini berisikan tentang asumsi-asumsi awal yang digunakan dalam perancangan alat pengering yang hasilnya berupa karakteristik alat yang dirancang kapasitas pengering, lama waktu pengeringan, dan perhitungan berdasarkan teori yang didapat untuk merancang mesin tersebut.

BAB IV PROSES PEMBUATAN ALAT PENGERING

Bab ini berisi tentang tahapan-tahapan dalam pembuatan alat pengering dari tahap pemotongan bahan, penekukan, hinga tahap perakitan.

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING

Bab ini berisikan tentang analisa hasil perhitungan dari data-data perancangan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya serta kecendrungan yang terjadi dalam proses pengeringan.dan analisa hasil pengujian yang telah dilakukan.

BAB V I KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan tentang rangkuman dari seluruh proses perancangan alat pengering yang telah dilakukan dan saran-saran yang bermanfaat agar hasil perancangan sesuai dengan yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(17)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Proses Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air atau menguapkan air dalam suatu bahan sehingga mencapai kadar air yang kita inginkan, dalam proses pengeringan ini memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa udara panas. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan sehingga tekanan uap air pada bahan lebih besar dari pada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara.

Proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu bertujuan agar dapat memperlambat laju kerusakan bahan akibat aktifitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah (digunakan). Selanjutnya dijelaskan bahwa parameter-parameter yang mempengaruhi waktu pengeringan adalah :

(18)

Permukaan bahan sangat dipengaruhi oleh pengaturan temperatur udara, semakin tinggi suhu udara pengering maka semakin banyak jumlah cairan yang di uapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Temperatur udara yang tinggi juga dapat mengakibatkan bahan menjadi rusak.

b. Kecepatan Udara Pengering

Sistem pengering produksi sangat dipengaruhi oleh sirkulasi udara, dimana fungsi dari udara pada sistem pengering adalah :

- Sebagai media perantara perpindahan panas - Pembawa uap air keluar dari permukaan produk

Pada prakteknya kecepatan sirkulasi udara sangat menunjang pada proses pengeringan. Semakin tinggi kecepatan udara pengering maka proses pengeringan akan berlangsung cepat. Hal ini disebabkan oleh cepatnya massa uap air yang dipindahkan dari produk keudara sekitar.

c. Kelembaban Relatif Udara Pengering

Kelembaban relatif udara pengering adalah perbandingan tekanan persial uap air diudara dengan tekanan jenuh uap air pada temperatur campuran. Untuk mempertahankan kecepatan penguapan air tetap tinggi, udara pengering yang digunakan harus memiliki kelembaban rendah. Pada kondisi ini akan terjadi perbedaan tekanan uap air permukaan produk dengan udara pengering.

(19)

d. Dimensi Produk

Dimensi produk akan mempengaruhi proses pengeringan, karena pada saat permukaan produk mulai kering akan terjadi proses difusi menuju permukaan produk. Waktu yang diperlukan molekul air mencapai permukaan tergantung pada dimensi produk. Semakin tebal produk maka proses pengeringan akan berlangsung lama.

e. Kadar Air Produk

Kadar air produk adalah kandungan air yang terdapat didalam produk. Semakin tinggi kadar air pada produk semakin lama proses pengeringan berlangsung.

2.2 Klasifikasi Proses Pengeringan

Proses pengeringan yang biasa kita jumpai dan banyak digunakan secara umum, dapat kita klasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan.

2.2.1 Pengeringan Alami

Pengeringan alami adalah pengeringan yang dilakukan ditempat terbuka dengan cara menghamparkan produk diatas suatu alas, kemudian disinari cahaya matahari dan dibantu oleh udara disekitarnya. Pada proses pengeringan jenis ini terdapat berbagai kekurangan diantaranya:

a. Proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca b. Memerlukan tempat yang luas dan tenaga kerja yang banyak c. Produk yang dikeringkan mudah tercemar

(20)

Proses pengeringan jenis ini juga memiliki kelebihan-kelebihan diantaranya: a. Biaya yang dikeluarkan untuk proses ini relatif lebih kecil

b. Kapasitas pengeringan sangat tidak terbatas c. Proses lebih mudah.

2.2.2 Pengeringan Buatan

Pengeringan buatan dilakukan dengan cara mengalirkan atau mensirkulasikan udara panas yang berasal dari sumber panas kedalam ruangan pengering yang berfungsi untuk menguapkan kadar air dari produk.

Gambar 2.1 Skematik proses pengeringan buatan Pada proses pengeringan buatan ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya:

a. Proses pengeringan tidak dipengaruhi oleh keadaan cuaca sehingga proses pengeringan menjadi lebih cepat

b. Tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak

Proses pengeringan buatan ini juga memiliki kekurangan, diantaranya: a. Kapasitas pengeringan terbatas

b. Memerlukan investasi yang relatif besar Beberapa jenis pengeringan buatan:

(21)

a. Parallel Flow Tray

Parallel flow tray atau yang disebut dengan compartement dryer terdiri dari suatu ruangan yang didalamnya tersusun rak-rak tempat meletakkan produk yang akan dikeringkan. Alat pengering ini biasanya dilengkapi dengan kipas yang berfungsi untuk mensirkulasikan udara didalam ruangan dan pemanas yang berfungsi sebagai sumber panas untuk memanaskan udara didalam ruang pengering. Produk yang dikeringkan diletakkan diatas rak-rak yang dapat diambil dan dipasang kembali, udara pengeringan dialirkan secara sejajar dengan permukaan rak.

Gambar 2.2. Parallel flow tray

b. Trough Circulation Tray

Trough circulation tray hampir sama dengan parallel flow tray, yang membedakan hanya letak arah aliran udaranya. Pada alat jenis ini aliran udara pengering dialirkan secara paksa untuk menembus permukaan rak dan produk

(22)

yang dikeringkan. Raknya berupa lubang-lubang atau saringan sehingga udara pengering bisa dipaksa untuk menembus produk.

Gambar 2.3. Trough circulation tray

c. Vacum Shelf Dryer

Vacum shelf dryer adalah jenis pengering yang bekerja dibawah tekanan satu atmosfer. Alat pengering jenis ini biasanya digunakan apabila diinginkan pengeringan secara cepat tetapi temperatur pengeringan dipertahankan rendah.

Gambar 2.4. Vacuum shelf dryer 2.3 Grafik Psycrometric

Secara umum yang dikatakan udara adalah campuran antara udara kering dan uap air. Campuran ini sering disebut udara lembab. Udara lembab erat kaitannya dengan

(23)

pengkondisian udara. Suatu kajian tentang sifat-sifat termodinamika campuran antara udara kering dengan uap air disebut pisikometrik. Sifat-sifat termodinamika yang penting adalah :

a. Temperatur Udara

Didalam udara lembab biasanya dibedakan oleh dua temperatur yaitu temperatur bola basa dan temperatur bola kering. Temperatur bola kering adalah temperatur udara yang ditunjukkan pada saat pengukuran temperaturnya tekanan uap persial belum mencapai tekanan jenuh, untuk menentukan suhu bola kering biasanya digunakan termometer dengan sensor kering dan terbuka. Sedangkan temperatur bola basah adalah temperatur udara pada keadaan tekanan uap airnya sama dengan tekanan jenuh, suhu bola basa ditentukan dengan menggunakan termometer bola basa yang sensornya dibalut dengan kain basah. Pengaruh kain basah dapat dihilangkan dengan adanya kain basa tersebut.

b. Tekanan

Karena udara lembab merupakan campuran antara udara kering dan uap air maka tekanan totalnya merupakan jumlah tekanan persial udara kering dan uap air. Secara umum tekanan persial uap air jenuh lebih kecil dibandingkan tekanan persial udara kering.

Apabila tekanan persial uap air mencapai harga sama dengan tekanan uap air pada temperatur yang sama, keadaan ini disebut dengan keadaan jenuh. Tekanan uap airnya juga disebut tekanan jenuh.

(24)

c. Kelembaban

Ada dua kelembaban yang sering dikenal yaitu kelembaban spesifik dan kelembaban relatif. Kelembaban spesifik

( )

γ adalah kandungan air dalam udara. Biasanya dinyatakan dalam bentuk massa uap air yang terkandung dalam setiap satuan massa udara kering, dan ditulis dengan persamaan sebagai berikut

a w M M = γ ………(2.1) dimana, γ = Kelembaban spesifik (%) w

M = Massa uap air (mmHg)

a

M = Massa udara kering (mmHg)

Kelembaban relatif didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan parsial uap air dengan tekanan jenuh uap air pada temperatur yang sama, dan ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

' f f = ϕ ………..(2.2) ϕ = Kelembaban relatif (%)

f = Tekanan persial uap air pada udara t (mmHg)

'

f = tekanan uap air jenuh pada udara t′ (mmHg)

hubungan antara tekanan persial uap air dan temperatur suhu bola basa dapat dilihat dari persamaan berikut ini :

(25)

755 , ) ( 5 , 0 ' ' t t tekananatmosfir mmHg f f ≤ − − ………(2.3) dimana,

t = temperatu bola kering (°C) t′ = Temperatu bola basa (°C)

f = Tekanan persial uap air pada udara t (mmHg)

'

f = tekanan uap air jenuh pada udara t′ (mmHg)

tekanan dinyatakan dalam mmHg, dimana 1 atmosfir = 760 mmHg

d. Entalpi

Entalpi penting untuk dicantumkan dalam diagram psikometri mengingat banyak manfaatnya dalam perhitungan energi pada proses termodinamika udara seperti pendinginan, pemanasan, kelembaban dan lain-lainnya.

Entalpi adalah energi kalor yang dimiliki suatu zat pada suatu temperatur tertentu. Maka entalpi dari udara lembab dengan perbandingan kelembaban x, pada temperatur t° C, didefinisikan sebagai sejumlah energi kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 kg udara kering dan x kg air (dalam pasa cair) dari 0°C sampai mencapai t°C dan menguapkannya menjadi uap air (pasa gas). Hal tersebut diatas dapat ditulis dalam persamaan :

{

0.240t (597,3 0,441t)H(kcal/kg')

}

h= + + x 4.8169………….(2.4)

h = 1.004kj/kg dimana,

(26)

h = Entalpi (kcal/kg')

H = Perbandingan kelembaban dari udara lembab (kg/kg′) 0.240 = Kalor spesifik dari udara kering (kcal/kg°C) 0.441 = Kalor spesifik rata-rata dari uap air (kcal/kg°C) 597.3 = Kalor laten dari air pada 0°C (kcal/kg)

2.4 Sistem Pengukuran Temperatur

Untuk pengukuran temperatur, alat ukur yang digunakan disarankan dapat memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Sangat mudah dalam pemakaiannya 2. Alat tersebut mudah didapat

3. Harganya relatif murah

4. Pembacaan skala yang relatif mudah dan teliti

Berdasarkan kriteria diatas maka penulis memilih alat ukur termometer gelas. Termometer gelas yang digunakan sebanyak 3 buah, untuk mengukur temperatur bola basah (Twb) dan untuk mengukur temperatur bola kering (Tdb) di ruang pengering.

Pengukuran temperatur dilakukan dilingkungan sekitar, pada ruang pemanas sebelum masuk ruang pengering dan setelah keluar dari ruang pengering.

2.5 Perinsip Dasar Perpindahan Panas

Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-daerah tersebut. Selain itu

(27)

perpindahan panas terdiri dari beberapa proses, yaitu proses dalam keadaan stedi dan tak stedi. Proses stedi adalah bila laju aliran panas dalam suatu sistem tidak berubah dengan waktu, yaitu bila laju itu konstan, maka suhu dititik manapun tidak berubah. Dengan kondisi stedi, kecepatan pluck masuk panas pada pada titik mana pun harus tetap sama dengan kecepatan fluck keluar,dan tidak terdapat atau terjadi perubahan energi dalam. Contohnya adalah :aliran panas dari hasil-hasli pembakaran air didalam pipa-pipa ketel, pendinginan bola lampu listrik oleh udara sekitar, atau perpindahan panas dari fluida yang panas ke pluida yang dingin didalam penukar panas. Sedangkan yang dimaksud dengan proses tak stedi adalah bila suhu diberbagai titik dari sistem tersebut berubah dengan waktu. Karena perubahan suhu menunjukkan perubahan energi dalam, kita berkesimpulan bahwa penyimpanan energi bagian yang tidak terpisahkan dari aliran proses tak stedi. Contohnya adalah : waktu pemanasan pada tanur, ketel dan turbin.

Kepustakaan perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas yang berbeda: konduksi (conduction, juga yang dikenal dengan istilah hantaran), radiasi (radiation) dan konveksi (convection).

Konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah didalam suatu medium(padat, cair, gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran perpindahan panas secara konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul yang cukup besar. Menurut teori kinetik, suhu elemen zat sebanding dengan energi kinetik rata-rata molekul yang membentuk elemen itu. Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat yang disebabkan oleh kecepatan dan posisi relatif molekul-molekulnya

(28)

disebut energi dalam. Jadi, semakin cepat molekul-molekul bergerak, semakin tinggi suhu maupun energi dalam elemen zat tersebut.

Persamaan dasar untuk konduksi dalam keadaan stedy dapat dituliskan sebagai berikut: x T kA qk ∂ ∂ − = ………(2.5) dimana:

qk= Perpindahan panas konduksi (W) k= Konduktivitas termal bahan (W/m.c˚)

A= Luas penampang yang dilalui aliran panas (m2) x

T

∂ / = Gradien suhu pada penampang tersebut

Tabel 2.1 Besaran konduktivitas termal k

Bahan Btu/h ft K W/m K

Gas pada tekanan atmosfir Bahan isolasi

Cairan bukan logam Zat padat bukan logam Logam cair Paduan Logam murni 0.004-0.10 0.02-0.12 0.05-0.40 0.02-1.5 5.0-45 8.0-70 30-240 0.0069-0.17 0.034-0.21 0.086-0.69 0.034-2.6 8.6-76 12-120 52-410

Persamaan perpindahanpanas secara konduksi dalam keadaan stedi untuk silinder berlubang :

l r A=2.π. .

(29)

dimana,

A = Luas penampang (m2)

r = Jari-jari (m)

l = Panjang silinder (m)

maka laju aliran panas utuk silinder berlubang adalah :

dr dT l r k qk =−2 .π. . ……….(2.6) dimana, k

q = Laju aliran panas untuk silinder berlubang (Watt)

k = Konduktivitas termal bahan (W/m.K)

Radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang bertemperatur rendah tanpa melalui zat perantara, kalor juga dapat berpindah melalui daerah-daerah hampa. Panas radiasi dipancarkan oleh suatu benda dalam bentuk kumpulan energi yang terbatas atau kuanta. Gerakan panas radiasi didalam ruangan mirip perambatan cahaya dan dapat diuraikan dengan teori gelombang. Bila gelombang radiasi menjumpai benda yang lain, maka energinya diserap didekat permukaan benda tersebut. Perpindahan panas secara radiasi semakin penting dengan meningkatkan suhu suatu benda.

Adapun persamaan perpindahan panas secara radiasi adalah sebagai berikut :

4

AT

qr =σ ………(2.7)

dimana:

qr = jumlah energi radiasi yang dipancarkan (W) σ = Konstanta Boltzman (5.67x10−8)

(30)

A = Luas permukaan (m2)

T= Beda temperatur antara permukaan dengan temperatur fluida

Konveksi adalah proses perpindahan energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur.perpindahan panas dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan panas akan mengalir secara konduksidari permukaan prtikel-partikel fluida yang terbatas. Energi berpindah dengan cara demiian akan menaikan suhu dan energi dalam prtikel-partikel fluida. Kemudian partikel-partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu yang lebih rendahdidalam fluida diman mereka akan bercampur dengan, dan memindahkan sebagian energinya kepada partikel-partikel lainnya.

Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas dan konveksi paksamenurut cara pergerakan alirannya. Maka bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien suhu disebut dengan konveksi bebas. Dan bila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa.

Laju perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dengan suatu fluida dapat dihitung dengan hubungan:

T A h

qc = _c. .∆ ……….(2.8) dimana:

qc = Perpindahan panas konveksi (W)

hc= Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.c°) A = Luas perpindahan panas (m2)

(31)

T

∆ = Beda suhu antara suhu permukaan dengan suhu fluida.

Tabel 2.2 Besaran koefisien perpindahan panas konveksi

Btu/h ft2F W/m2K

Udara, Konveksi bebas 1.0-5.0 Uap panas lanjut atau udara

konveksi paksa

5.0-50 30-300

Minyak, konveksi paksa 10-300 60-1800

Air, konveksi paksa 50-2000 300-6000

Air, mendidih 500-10000 3000-60000

Uap, mengembun 1000-20000 6000-120000

2.6 Analisa Energi

a. Pengaruh Suhu Udara Pada Proses Pengeringan

Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikan maka panas yang dibutuhkan untuk penguapan air bahan menjadi berkurang.

Pada proses pengeringan diperlukan adanya penghantar panas udara dalam pengeringan secara mekanis pengerak panas udara ini dapat dibantu dengan menggunakan pipa-pipa penghantar panas. Pada proses pengeringan, udara berfungsi untuk :

a. Mengambil uap disekitar penguapan

b. Sebagai penghantar panas kedalam bahan yang dikeringkan c. Sebagai zat pembakar

d. Sebagai tempat membuang uap yang telah diambil dari tempat pengeringan

Pada proses pengeringan harus diperhatikan suhu udara pengering. Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar

(32)

pula kecepatan perpindahan panas kedalam bahan sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat. Karena air yang dikeluarkan dari dalam bahan dalam bentuk uap air tersebut harus segera dipindahkan dan dijauhkan dari bahan. Jika tidak, uap air tersebut akan menjenuhkan atmosfir pada permukaan bahan sehingga memperlambat proses penguapan selanjutnya.

Proses pengeringan yang menggunakan suhu tinggi dalam waktu singkat lebih kecil kemungkinannya merusak bahan dari pada proses pengeringan dengan suhu rendah dalam waktu yang lama. Jadi bahan yang dikeringkan dalam oven selama empat jam akan lebih baik mutunya dari pada pengeringa dengan sinar matahari selama dua hari.

Banyaknya kadar air yang harus dikeluarkan dari bahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

m = mamb……….(2.9) Dimana,

m = banyaknya kadar air yang harus dikeluarkan (kg) a

m = Kadar air sebelum pengeringan (kg)

b

m = Kadar air sesudah pengeringan (kg)

Dengan diketahui kadar air yang dikeluarkan dari bahan maka laju perpindahan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

t m

W = ………..…..(2.10)

dimana,

W = Laju perpindahan air (kg/s)

(33)

t = Waktu pengeringan (s)

Kebutuhan aliran udara kering untuk membebaskan uap air dapat dihitung dengan menggunakakn rumus : vs H H W V a b × − = ) ( ……….(2.11) dimana,

V = Laju aliran udara kering (m3/s)

W = Laju perpindahan air (kg/s)

vs = volume spesifik udara pengering (m3/kg)

b

H = Kelembaban udara akhir (kg/kg′)

a

H = kelembaban udara awal (kg/kg′)

Dengan menggunakan grafik pisikometrik, kebutuhan udar pengeringan dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berkut :

) (hb ha vs V Q= × − ……….(2.12) dimana,

Q = kebutuhan udara pengering (kj/s)

vs = volume spesifik udara pengering (m3/kg)

V = Laju aliran udara kering (m3/s)

a

h = Entalpi udara pada lingkungan (kj/kg)

b

(34)

b. Panas Pengeringan

Panas pengeringan adalah panas yang dibutuhkan atau panas yang digunakan untuk mengeringkan suatu produk. Pada setiap pengeringan ikan, pasokan energi dibutuhkan untuk

1. Menaikan temperatur ikan

2. Menaikan temperatur air ke temperatur operasi pengeringan. 3. Menguapkan air

Jumlah dari yang disebutkan pertama dan kedua dapat dihitung dengan persamaan berikut : ) ( b a h t M C T T Q = × × − ………..(2.13) dimana : = t

Q panas untuk menaikan temferatur (kj) 0M = Massa ikan (kg)

h

C = Panas jenis ikan (kj/kg°C)

2

T

= Temperatur udara pengeringan (°C)

1

T

= Temperatur udara lingkungan (°C)

) ( 100 b a a w T T K M Q = × × − ………..(2.14) dimana : = w

Q Panas untuk memanaskan ikan (kj)

M = Massa ikan (kg) =

a

K Kadar air awal (%)

2

(35)

1

T = Temperatur udara lingkungan (°C)

l a l m h Q = × ………..……….(2.15) dimana : = a

Q Panas untuk menguapkan air (kj)

m = Massa air yang dikeluarkan dari ikan (kg)

Dari persamaan (2.6), (2.7), (2.8) maka didapat jumlah panas pengeringan dan dirumuskan sebagai berikut :

Total

Q = Qt +Qw +Ql ……….(2.16)

dimana,

t

Q = Panas untuk memanasskan ikan (kj)

w

Q = Panas untuk memanaskan air (kj)

l

Q = Panas untuk menguapkan air (kj)

Sedangkan kalor yang dilepaskan oleh udara pengering dirumuskan sebagai berikut : ) (Tb Ta v Cp q= ρ× × × − ………..(2.17) dimana,

q = Kalor yang dilepaskan udara pengering (kj) ρ = Kerapatan udara pada temperatur pengeringan (kg/m3)

Cp= Panas jenis pada temperatur pengeringan (kj/kg.°C) v = Laju udara pengering selama proses pengeringan (m3/kg)

2

T = Temperatur udara pengeringan (°C)

1

(36)

c. Laju Perpindahan Panas Dari Tungku ke Ruang Pengering

Dalam alat pengering yang dirancang, panas yang dihasilkan oleh tungku pengering dialirkan keruang pengering dengan menggunakan penghantar pipa tembaga. Dalam rancang-bangun serta analisa penukar panas perlu mengerahui koefisien perpindahan panas, koefisien perpindahan panas konveksi bebas ha dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :

d N K h u a × = ………..(2.18) Dimana, a

h = Koefisien perpindahan panas (W/m2°C)

Nu = Bilangan Nusselt

d = Diameter silinder (m)

k = Konduktivitas termal (W/m°C)

bilangan Nusselt dihitung dari bilangan Reynold, Re sebagai berikut :

33 . 0 8 . 0 Pr 027 , 0 × × = e u R N ……….(2.19)

dan bilangan Reynold dirumuskan sebagai berikut :

µ ρ L v

Re = × × ………(2.20)

dimana,

µ= Viskositas udara (kg/m.det) v = Kecepatan udara (m/det)

(37)

L = Panjang silinder (m)

Maka laju perpindahan kalor dari ruang tungku ke ruang pengering adalah ) (T T1 A h q= a × × − ……….(2.21) dimana,

q = Laju perpindahan panas (W)

a

h = Koefisien perpindahan panas (W/m2°C)

A = Luas pipa tembaga (m2)

T = Temperatur tungku (°C)

1

T = Temperatur ruang pengering (°C)

2.7 Perhitungan Kadar Air

Perhitungan kadar air dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan berat kering dan berdasarkan berat basah. Pada umumnya yang dimaksud dengan kadar air benih adalah kadar air yang dihitung berdasarkan berat basah.

a. Perhitungan kadar air berdasarkan berat kering

Untuk menghitung kadar air berdasarkan berat kering, digunakan rumus sebagai berikut: % 100 x W w KA = ………..(2.22) dimana: A

K = kadar air berdasarkan berat kering (%) W= Berat kering benih (kg)

(38)

w= jumlah air yang diuapkan dalam proses pengeringan (kg)

dan dapat diperoleh dengan cara mengurangi berat basah produk dengan berat kering produk setelah dikeringkan.

b. Perhitungan kadar air berdasarkan berat basah

Untuk menghitung kadar air berdasarkan berat basah, digunakan rumus sebagai berikut: % 100 x M m KA= ………(2.23) dimana:

KA = kadar air berdasarkan berat basah (%) m = jumlah air yang diuapkan (kg)

M = berat produk sebelum dikeringkan (kg)

Nilai m dapat diperoleh dengan cara mengurangi berat produk sebelum dikeringkan dengan berat produk setelah dikeringkan.

2.8 Briket Batubara

Briket batu bara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan campuran tanah liat dan tapioka (molas).dan merupakan bahan bakar alternatif.

Briket batubara bermacam-macam bentuknya tergantung dari bentuk cetakannya. Adayang berbentuk silinder, kubus, telur, jengkol, bantal, atau tiram yang ukurannya agak kecil.

Keuntungan penggunaan briket batubara dalam proses pengeringan dalah daya tahan briket batubara lebih lama, nyala bara lebih bersih dan tidak berjelaga, tidak berbau dan berasap. Untuk menghitung konsumsi briket batubara yang digunakan untuk

(39)

mengeringkan bahan dapat dihitung dengan rumus berikut dimana diketahui nilai kalori briket batubara adalah 5722 kkal/kg.

Konsumsi briket batubara

briket kalori Q . = ……….(2.24) Dimana,

Q = Kalor yang dibutuhkan selama proses pengeringan berlangsung (kj)

2.9 Effisiensi Termal

Effisiensi termal adalah perbandingan antara panas penguapan dengan panas yang dihasilkan dari sumber panas , dan ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

100 × = q Q p η ……….(2.25) dimana: p η = effisiensi pengeringan (%)

Q = Jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan dan penguapan air (kj)

.

(40)

BAB III

PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN

PADA ALAT PENGERING

3.1 Data Perancangan

Produk yang dikeringkan : Ikan Kapasitas ruang pengering : 2 kg Temperatur diruang pengering : 70 °C Lama waktu pengeringan : 1.30 Jam

Dimensi alat pengering : 63 cm x 36 cm x 36 cm Dimensi ruang pengering : 0,7238 cm2

3.1.1 Dimensi rancangan alat pengering

Alat pengering yang akan dibuat adalah alat pengeringan yang pungsinya untuk mengeringkan ikan,setelah ikan itu dilunakan degan media uap panas barulah dilakukan pengeringan dengan menggunakan media batu bara. pengering ini menggunakan rak sebanyak satu buah dengan ukuran rak berdiameter 24 cm dan tebal 0,2 cm.

(41)

Gambar 3.1 Alat pengering yang akan dibuat

Keterangan :

1. Saluran air untuk dan udara masuk 2. Fan/kipas udara keluar

3. Termometer 4. Katup otomatis

5. Ruang tungku Briket(batu bara) 6. Ruang pengerimg

(42)

3.1.2 Temperatur penguapan • Temperatur keadaan lingkungan

Temperatur bola kering (t1) = 29 °C

Temperatur bola basa (t1′) = 27 °C

Kelembaban relatif (ϕ ) = 80 %

Dengan menggunakan diagram psikrometrik (lihat dilampiran) maka diperoleh

o Perbandingan kelembaban (Ha) = 0.0208 kg/kg′ o Tekanan persial uap air (f1) = 24 mmHg

o Entalpi (ha) = 19,4 kcal/kg′ = 81 kj/kg′ o Volume spesifik (va) = 0.886 m3/kg

• Temperatur ruang pengering

Temperatur bola kering (T2) = 65 °C

Temperatur bola basa ( 'T2 ) = 60 °C

Kelembaban relatif (ϕ ) = 70 %

Dengan menggunakan diagram psikrometrik (lihat dilampiran) maka diperoleh

o Perbandingan kelembaban (Hb) = 0.0820 kg/kg′

o Entalpi (hb) = 52.5 kcal/kg′ = 220 kj/kg′

3.2 Analisa Energi

(43)

Untuk mengeringkan ikan perlu diturunkan kandungan airnya hingga 6-10%. Ikan basah mengandung air sebanyak 70 % dari berat ikan tersebut maka sisanya 30 % adalah dagingnya.

Kapasitas alat pengering yang direncanakan dapat menampung 2 kg ikan basah (jadi kandungan airnya sekitar 1.4 kg dan dagingnya 0.6 kg). Apabila setelah dikeringkan kandungan airnya menjadi 10 %, maka berat kandungan air setelah pengeringan adalah 1.4 kg dan kandungan dagingnya tetap 1.2 kg, maka berat ikan kering setelah dikeringkan selama selang waktu tertentu adalah :

Massa ikan basah = 2 kg

Massa ikan kering = 1.4 kg + 1.2 kg = 1.6 kg

Untuk menghitung jumlah air yang harus di uapkan dapat dihitung dengan persamaan (2.8) sebagai berikut : b a m m M = − = 2 kg – 1.6 kg = 0.4 kg

3.2.2 Laju Perpindahan Air

Dengan mengetahui jumlah air yang harus diuapkan maka dengan menggunakan persamaan (2.9) laju perpindahan air dapat dapat dihitung sebagai berikut :

t M

W =

dalam perhitungan ini diketahui M = 3.6 kg

(44)

t = 2 jam = 7200 s maka : s kg W 0.5 10 / 7200 4 . 0 = × −4 =

3.2.3 Laju aliran udara kering

Dengan diagram psikrometrik didapat nilai vs = 0.886 (m3/kg)

b

H = 0.082 (kg/kg′)

a

H = 0.0208 (kg/kg′)

dengan menggunakan persamaan (2.10) maka laju aliran udara kering adalah :

vs H H W V a b × − = ) ( m kg kg kg s kg / 886 . 0 / ) 0208 . 0 0820 . 0 ( / 10 5 . 0 3 ' 3 × − × = − = 0.0072 m3/s

3.2.4 Kebutuhan panas udara kering Dengan didapatnya nilai,

V = 0.0072 m3/s

a

h = 19.4 kcal/kg x 4.1869 = 81.23 kj/kg

b

h = 52.5 kcal/kg x 4.1869 = 219.39 kj/kg

dengan persamaan (2.11) maka kebutuhan kalor udara pengering adalah :

) (hb ha vs

V

(45)

kj kg kg m s m / ) 23 . 81 39 . 219 ( / 886 . 0 / 0072 . 0 3 3 − × = = 1.12 kj/s

3.2.5 Konsumsi briket batu bara

Nilai kalori briket batu bara per kilogramnya adalah sebesar : 5722 kcal/kg x 4.1869 = 23957.4 kj/kg

maka konsumsi briket =

Briket Kaloria Q . = kg kj jam jam kj / 4 . 23957 2 / 4032 ×

= 0.33 kg briket batu bara

Jadi untuk mengeringkan ikan 2 kg selama 2 jam memerlukan briket sebanyak 0.302 kg briket batu bara.

3.3 Panas Pengeringan

Pada pengeringan ikan pasokan energi yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur ikan dapat dihitung dengan persamaan (2.12) sebagai berikut :

) ( b a h t M C T T Q = × × − dimana : M = 2 kg ikan p C . = 3.1844 (kj/kg°C) b T = 65 (°C)

(46)

a

T = 29 (°C)

• sehingga dapat dihitung kalor untuk memanaskan ikan yaitu sebesar : =

t

Q 2 kg x 3.1844 kj/kg°C (65-29)°C

= 229.2 kj

Kalor untuk memanaskan air dapat dihitung dengan persamaan (2.13) sebagai berikut : ) ( 100 b a a w T T K M Q = × × − dimana : M = 2 (kg) = a K 70 % b T = 65 (°C) a T = 29 (°C)

• sehingga dapat dihitung kalor untuk memanaskan ikan yaitu sebesar :

C kg Qw = × (65−29)° 100 70 2 = 50.4 kj

dan panas yang digunakan untuk menguapkan air dapat dihitung menggunakan persamaan (2.14) sebagai berikut :

l a l m h

Q = ×

(47)

= a

m 3.6 kg dan dengan menggunakan tabel sifat H20 jenuh pada temperatur 65 °C air

memiliki panas laten sebesar 2346.2 kj/kg

• sehingga panas yang dibutuhkan untuk menguapkan 0.4 kg air yang dikandung ikan adalah :

l

Q = 0.4 kg x 2346.2 kj/kg

= 938.48 kj

Sehingga panas pengeringan yang dibutuhkan untuk memanaskan dan menguapkan air dalam ikan dapat dihitung menggunakan persamaan (2.15) sebagai berikut :

d Q = Qt +Qw +Ql dimana, t Q = 229.2 kj w Q = 50.4 kj l Q = 938.48 kj maka, d Q = 229.2 kj + 50.4 kj + 938.48 kj d Q = 1218.08 kj

3.4

Panas yang Dilepas Udara Pengering

Sedangkan untuk mencari panas yang dilepas oleh udara pengering dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.16) sebagai berikut :

) (Tb Ta v

Cp

q=ρ× × × −

dengan menggunakan tabel sifat-sifat fisik gas (lampiran), pada suhu pengeringan 65°C diperoleh data sebagai berikut :

(48)

ρ = 0.0646 lbm/ft3x 16.01846 = 1.0348 kg/m3 Cp= 0.24058 Btu/(lbm.F) x 4.1869 = 1.00728 kj/kg.°C V = 0.0048 m3/s x 10800 s = 51.84 m3 b T = 65 °C a T = 29 °C

Maka didapat kalor yang dilepas udara pengering adalah :

q = 1.0348 kg/m3 x 1.00728 kj/kg.°C x 51.84 m3 (65 – 29) °C

q = 1945.244 kj

3.5 Laju Perpindahan Panas Dari Tungku ke Ruang Pengering

Panas yang dilepaskan dari ruang tungku keruang pengering melalui pipa-pipa tembaga dapat dihitung, dan bila kita mengetahui :

Diameter Tembaga (D) = 24 mm Tebal plat almunium (L) = 16 m Temperatur tungku (T) = 225 °C Temperatur ruang pengering (T1) = 65 °C

Maka temperatur rata-rata yang terjadi adalah : Tr= (225 °C + 65 °C) / 2

= 145 °C

Dengan mengetahui temperatur rata-rata maka sifat udara pada suhu rata-rata (145°C) adalah :

Viskositas kinetik (v) = 0.028 m2/s

(49)

Panas jenis udara (Cp) = 1.0174 kj/kg°C Kerapatan udara (ρ) = 0.8489 kg/m3

Viskositas udara (µ) = 2.3958 (kg/m.det) Pr = 0.71

• Sehingga luas penampang pipa adalah :

2 4d AA = 4 π (0.01202 m) = 0.01130 m2

• Kecepatan udara adalah ;

A V v= 2 3 01130 . 0 / 072 . 0 m s m = = 6 m/s

• Bilangan Reynolds adalah :

µ ρ D v Re = × × = det . / 10 3958 . 2 120 . 0 / 8489 . 0 / 6 5 3 m kg m m kg s m − × × × = 25511 • Bilangan Nusselt adalah :

33 . 0 8 . 0 Pr 027 , 0 × × = e u R N = 0.027×255110.8×0.710.33

(50)

= 56

• Maka koefisien perpindahan panas

D N K h a u a × = = m C m W 012 . 0 56 . / 0332 . 0 ° × = 154.9W/m2°C

• Maka laju perpindahan kalor dari tungku ke ruang pengering melalui satu pipa panjang 50 cm adalah : ) ( 1 1 h A T T q = a× × − =154.9 W/m2°C . (πx0.012x0.5).(225-65) = 466.9 W

• Bila di antara ruang tungku dan ruang pengering diberi pipa sebanyak 6 buah sepanjang 50 cm maka perpindahan kalornya adalah :

L = 6 x 0.50 = 3 m ) (T T1 A h q= a × × − = 154.9 W/m2°C . (πx0.012x3).(225-65) = 2801.6 W

3.6 Laju Perpindahan Panas Tiap Rak Pengering

Diketahui :

Temperatur ruangan : 65 °C Temperatur lingkungan : 29 °C

(51)

Maka temperature rata-rata yang terjadi adalah : Tr= (65 °C + 29 °C) / 2

= 47 °C

Dengan mengetahui temperatur rata-rata maka sifat udara pada suhu rata-rata (47°C) adalah :

Konduktifitas termal udara (Ka) = 0.0278 W/m.K Panas jenis udara (Cp) = 1.005 kj/kg°C

Kerapatan udara (ρ) = 1.1053 kg/m3

Viskositas udara (µ) = 1.951 x 10−5 (kg/m.det)

Pr = 0.72

Luas penampang aliran udara : A = p x l x t

= 120 mm x 90 mm = 36000 mm2

= 0.036 m2

• Bilangan Reynolds adalah :

µ ρ L v Re = × × = det . / 10 951 . 1 0025 . 0 / 1053 . 1 / 72 . 1 5 3 m kg m m kg s m − × × × = 243.6 • Bilangan Nusselt adalah :

33 . 0 8 . 0 Pr 027 , 0 × × = e u R N

(52)

= 0.027×243.60.8×0.720.33

= 1.96

• Maka koefisien perpindahan panas

l N K h a u a × = = m C m W 0025 . 0 96 . 1 . / 0278 . 0 ° × = 21.79 W/m2

Maka laju perpindahan kalor pada rak pertama adalah : ) (T1 T2 A h qr = a× × − = 21.79 W/m2 x 0.036 x (65-29)C = 36.08 W 3.7

Efesiensi Pengeringan

Besarnya efesiensi pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14) sebagai berikut : 100 × = q Q p η = 1218938..4808kjkj×100% = 95

(53)

Tugas Akhir

BAB IV

PROSES PEMBUATAN ALAT PENGERING

4.1 Diagram Alir Pembuatan Alat Pengering

Data Rancangan Kapasitas = 2 kg

Penghantar panas = Plat Almunium  12 Dimensi Pengering = 63 cm x 36 cm x 36 cm

Dimensi ruang pengering =  24 = Tinggi 16 cm

Pemilihan Bahan Dan Alat

UNIVERSITAS MERCU BUANA

43

Mulai

Pembelian Bahan dan Alat

(54)

Tugas Akhir

a

a

4.2 Tahapan Pemotongan Rangka

Tahap awal proses pembuatan alat pengering ikan dengan menggunakan bahan bakar batu bara adalah proses pemotongan bahan rangka dengan menggunakan gergaji besi dan membuat lubang untuk rivet dengan mata bor 3mm menggunakan bor tangan. bahan yang dipotong dapat dilihat pada penjelasan gambar dibawah ini.

4.2.1 Pemotongan Rangka Rengering

Bahan yang digunakan untuk membuat rangka utama ruang pengering adalah baja profil siku 20 mm x 20 mm.

• 4 batang baja profil kotak untuk tinggi ruang pengering dengan ukuran sebagai

berikut :

UNIVERSITAS MERCU BUANA

44

Selesai

Proses Pembuatan, meliputi : Pemotongan bahan

Penyambungan bahan Pemasangan bahan dan alat

Ya Pengujia

(55)

Tugas Akhir

Gambar 4.1 Potongan Tinggi Rangka

• 4 batang baja profil kotak untuk tinggi ruang pengering dengan ukuran sebagai

berikut :

Gambar 4.2 Potongan Panjang Rangka

• 4 batang baja profil siku untuk panjang ruang pengering dengan ukuran

sebagai berikut :

Gambar 4.3 Potongnan Lebar Rangka

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(56)

Tugas Akhir

• 4 batang baja profil siku untuk lebar tempat ruang pengering dengan ukuran

sebagai berikut :

Gambar 4.4 Potongan Pembatas Ruang Pengeringan dan Ruang Tungku

• 4 batang baja profil siku untuk pembatas ruang pengering dengan ruang

tungku dengan ukuran sebagai berikut :

Proses penyambungan bahan untuk rangka dilakukan dengan menggunakan las. Adapun jenis las yang digunakan adalah las listrik. Susunan bahan yang disambung bisa dilihat dalam penjelasan gambar dibawah ini :

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(57)

Tugas Akhir

Gambar 4.5 Penyambungan Rangka

4.2.2 Pemotongan Rangka Pintu

Bahan yang digunakan adalah baja profil panjang 20 mm x 20 mm dengan ketebalan 2 mm.

• 2 batang baja profil panjang untuk lebar pintu ruang pengering dengan ukuran

sebagai berikut :

Gambar 4.6 Potongan Rangka Lebar Pintu

• 2 batang baja profil kotak untuk tinggi pintu ruang pengering dengan ukuran

sebagai berikut :

Gambar 4.7 Pongan Rangka Tinggi Pintu

Proses penyambungan bahan untuk rangka pintu dilakukan dengan menggunakan las listrik. Adapun Susunan bahan yang disambung bisa dilihat dalam penjelasan gambar dibawah ini

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(58)

Tugas Akhir

Gambar 4.8 Penyambungan Tingi Pintu

4.2.3 Skema gambar potongan untuk tungku bahan bakar briket

Bahan yang digunakan untuk tungku adalah plat seng 2mm, pasir semen tahan api, dan baja profil dengan tebal 10mm untuk saringan lubang udara. Gambar dan ukurannya adalah sebagai berikut :

Gambar 4.9 Potongan Tungku Bahan Bakar Batu bara

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(59)

Tugas Akhir

4.2.4 Skema gambar potongan untuk ruang pengering

Bahan yang digunakan untuk ruang pengering adalah bahan Stanlies steel 1mm berbentuk silinder berlubang, dan plat Alumunium berdiameter 230mm dengan tebal 10mm untuk penghantar panas sekaligus sebagai penyimpan panas. Gambar dan ukurannya adalah sebagai berikut :

Gambar 4.10 Potongan Ruang Pengering

Dan untuk tutup ruang pengering bahan yang digunakan plat Stenlees Steel 1mm

dengan diameter ∅ 265 mm dan tinggi 20mm.

Gambar 4.11 Tutup Ruang Pengering

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(60)

Tugas Akhir

4.2.5 Skema gambar valv untuk ruang pengering

Bahan yang digunakan untuk valv adalah bahan baja profil 2.5inch berbentuk silinder berlubang, dengan 2 buah tuas yang berukuran. Tuas I berdiameter 8mm dengan panjang 150 x 60mm dan Tuas II plat dengan tebal 2mm dan panjang 90mm. Gambar dan ukurannya adalah sebagai berikut :

Gambar 4.12 Tuas I Untuk Katup

Gambar 4.13 Tuas II untuk Katup

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(61)

Tugas Akhir

Gambar 4.14 Katup 5cm

4.3 Tahapan Pemotongan Plat 4.3.1 Pemotongan plat untuk pintu

Bahan yang digunakan adalah plat seng 1mm. Pada pintu ruang bahan bakar, dengan ukuran sebagai berikut :

Gambar 4.12 Potongan Pintu

dan untuk hendel tungku ukurannya adalah sebagai berikut :

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(62)

Tugas Akhir

Gambar 4.13 Handel Pintu Tungku

Gambar . 4.14 Pengunci Handel

4.3.2 Pemotongan plat untuk batas ruang pengering dan tungku

Bahan yang digunakan untuk pembatas bagian dalam alat pengering adalah plat seng 2mm dengan ukuran sebagai berikut :

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(63)

Tugas Akhir

Gambar 4.15 Plat Batas Ruang Pengering dan Tungku

4.3.3 Pemotongan Plat untuk alas Tungku

Bahan yang digunakan untuk alas tungku adalah plat seng 3mm dengan ukuran sebagai berikut :

Gambar 4.16. Plat Untuk Alas Tungku

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(64)

Tugas Akhir

4.3.4 Pemotongan Plat Untuk Tempat Baterai

Bahan yang digunakan untuk tempat baterai adalah plat seng 1mm dengan ukuran sebagai berikut :

Gambar 4.17 Potongan Plat untuk tempat Baterai

Dan penyatuan plat dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 4.18 Plat untuk Tempat Batera

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(65)

Tugas Akhir

4.3.5 Pemotongan Plat Bagian Dinding Luar

Pada dinding luar bagian atas, kanan, kiri, depan dan belakang menggunakan plat seng 1mm dengan ukuran sebagai berikut :

Gambar 4.19 Dinding Luar Bagian Atas

Gambar 4.20 Dinding Luar Bagian Depan

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(66)

Tugas Akhir

Gambar 4.21 Dinding Luar Bagian Balakang

Gambar 4.22 Dinding Luar Bagian Kanan

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(67)

Tugas Akhir

Gambar 4.23 Dinding Luar Bagian Kiri

4.4 Tahap Perakitan

Dalam tahap perakitan, bagian-bagian pengering di bentuk dan di rakit dengan langkah-langkah sebagai berikut :

- Merakit kerangka alat.

- Merakit bagian dalam dan luar dari ruang pengering yang dilas.

- Memaku rivet bagian dalam ruang pengering dengan rangka alat.

- Memasang Gasspool pada bagian luar ruang pengering

- Memasang dinding luar.

- Finising dengan penggrindaan, pengamplasan dan pengecatan pada

bagian luar dan dalam alat.

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(68)

Tugas Akhir

Gambar 4.34 Foto alat pengering ikan duri lunak (ala presto) yang telah dirakit.

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(69)

BAB V

ANALISA HASIL PERHITUNGAN

DAN PENGUJIAN

1.1 Beban Pengeringan

Dari hasil perhitungan rancangan alat pengering ikan dengan pengurangan kadar air dari 70% menjadi 10% dari 2 kg bahan berupa ikan dengan asumsi berupa ikan dengan temperatur ruang pengering 65 °C dan temperatur lingkungan sebesar 29°C dan diperoleh hasil bahwa:

- Jumlah uap air yang harus diuapkan dari dalam bahan adalah sebesar 0.4 kg uap air.

- Laju perpindahan uap air adalah sebesar 0.5 x 10−3 kg uap air/s

Dari hasil perhitungan dan literatur yang ada diperoleh kecendrungan bahwa semakin besar beban pengeringan semakin besar pula nilai yang diperoleh untuk besaran yang lain yaitu jumlah uap air yang harus dikeringkan, konsumsi bahan bakar yang digunakan, ukuran alat pengering.

(70)

1.2 Laju Aliran Udara Kering

Dengan mengetahui beban pengeringan, maka dapat dihitung kebutuhan aliran udara pengering yang jumlahnya merupakan hasil dari besar laju perpindahan uap air dibagi selisi perbandingan kelembaban antara udara ruang pengering dengan udara hasil pengeringan dikalikan volume spesifik udara pengering. Hasil yang diperoleh adalah besar aliran udara pengering yang dibutukan sebesar 0.0072 m3/s. dari rumus

yang ada terlihat semkin besar laju perpindahan uap air yang diharapkan semakin besar pula kebutuhan ruang resapan atau arsorber yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi udara dalam ruang pengering.

1.3 Kebutuhan Panas Udara Kering

Dari hasil perhitungan diperoleh udara panas yang terlibat dalm proses pengeringan adalah sebesar 1.12 kj/s. panas udara pengeringan ini sangat berguna untuk mengetahui jumlah konsumsi bahan bakar yang akan digunakan dalam pengeringan,dan waktu yang kita tentukan.

1.4 Jumlah Bahan Bakar Yang Digunakan

Dari hasil perhitungan diperoleh kalor yang diberikan oleh sumber panas (Briket) sebanyak 23957.4 kj/kg . dari hasil perhitungan untuk mengeringkan ikan 2 kg selama waktu 2 jam membutuhkan briket batubara sebanyak 0.33 kg, dan bila pengeringan dilakukan selama 4 jam jumlah briket yang digunakan di lipatkan menjadi 0.67 kg.

1.5 Efisiensi Pengeringan

Dari hasil perhitungan panas yang digunakan, panas untuk menaikan temperatur ikan, panas untuk memanaskan ikan, dan panas untuk menguapkan air yang

(71)

dikandung dalam 2 kg ikan adalah sebesar 1218.08 kJ. Panas yang diberikan dari tungku keruang pengering melalui pipa penghantar panas 938.48 kj.

Sehingga efisiensi alat pengering ini sangat besar untuk sebuah alat pengering, yaitu 95 %. Hal ini mungkin terjadi karena asumsi yang digunakan untuk perancangan awal pengering merupakan kondisi ideal tanpa adanya perubahan kondisi udara bebas kerugian-kerugian yang mungkinterjadi akibat konveksi konduksi pada pengoprasian alat pengering yang berpengaruh terhadap jalannya proses pengeringan dan nantinya akan mempengaruhi terhadap besarnya efesiensi alat tersebut.

1.6 Hasil Pengujian Alat

Dari hasil pengujian alat pengering dengan bahan uji berupa :

- Ikan bandeng 176 gram yang dikeringkan hingga kadar airnya 10%, sehingga mencapai berat yaitu sebesar 110 gram

Penurunan kadar air pada hasil pengujian ikan dapat dilihat dalam tabel dan garafik dibawah ini :

Tabel 5.1 Hasil pengujian penurunan kadar air pada ikan bandeng dengan temperatur pengeringan 65 °C

BERAT (gram)

WAKTU (jam)

KADAR AIR YANG DIKELUARKAN

(%)

TOTAL KADARAIR SISA + BERAT KERING (%) 176 0 0 100 139 1 20.2 79.8 120 1.5 15.7 74.3 110 2 7.6 67.4

(72)

110 176 139 120 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 1 2 3 Waktu (jam)

Grafik 5.1 Penurunan Kadar Air Ikan Pada Temperatur Pengeringan 65 0C

B er at ( gr am ) Kadar Air (10%) Berat Kering 0 20 40 60 80 100 K ad ar A ir ( %)

(73)

DAFTAR PUSTAKA

1. A William – Gardner,” Industrial Drying” George Godwin Ltd,London, 1976 2. Aris Munandar, W dan Saito, H “Penyegaran Udara”,

3. Djokosetyardjo. M. J. “Ketel Uap”. Edisi Kedua. Jakarta : PT. Pradya Paramita, 1989.

4. Erle.1969”Unit Operator In Food Procesing”.

5. Hendarto Kuswanto, “Teknologi Pemrosesan Pengemasan & Penyimpanan Benih”, Kanisius-Yogyakarta

6. Kreith, Frank. Prijono, Arko ” Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas” Edisi Ketiga. Jakarta Erlangga, 1991.

7. Koestoero, Raldi Artono,” Perpindaham Kalor Untuk Mahasiswa Teknik” Jakarta : Salemba Teknika, 1991.

Gambar

Gambar 2.1 Skematik proses pengeringan buatan
Gambar 2.2. Parallel flow tray
Gambar 2.3. Trough circulation tray
Tabel 2.1 Besaran konduktivitas termal k
+7

Referensi

Dokumen terkait

jadi its as simple as that mereka itu, kayak mereka tu semua, kayak mereka mengakui mereka semua masih belajar, mana yang pas mana yang cocok, udah kita trial and error aja,

Dari kalus embriogen abaka hasil seleksi in vitro dengan AF diperoleh tunas yang insensitif terhadap AF sebanyak 85 tunas varian abaka klon Tangongon dan 28 tunas varian

Sedangkan makna terminologi – istilah yang digunakan dalam pembahasan fiqih Islam – adalah “mengeluarkan sebagian dari harta tertentu yang telah mencapai nishab

Sistem pengendalian mutu penanganan hasil tangkapan lobster untuk tujuan ekspor Studi

194 Q.S.. memberikan keturunan, kemudian atas kehendak Allah Swt. akhirnya Sarah dapat melahirkan anak, yaitu Ishaq. 195 Bagaimana kepasrahan Hajar ketika ditinggalkan di lembah

Sementara itu Sinukaban (2007), mengidentifikasi beberapa hal yang berpotensi menimbulkan masalah atau konflik dalam perkembangan pelaksanaan OTDA yang sedikit

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia (t=0.684 ;p=0.496), sehingga dapat

Semua pengeluaran kas harus menggunakan cek, kecuali pengeluaran yang jumlahnya kecil menggunakan petty cash... LO 10 Explain common techniques employed to