• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi PELATIHAN PERENCANAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi PELATIHAN PERENCANAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN

PUSAT PELATIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Jl.Medan Merdeka Timur No. 16 Gedung Mina Bahari III Lt. 8 Jakarta Pusat

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

PELATIHAN PERENCANAAN PENGELOLAAN

KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

MELAKUKAN KEGIATAN PERSIAPAN AWAL PERENCANAAN

A.033101.003.01

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark

MELAKUKAN KEGIATAN PERSIAPAN AWAL PERENCANAAN (A.033101.003.01) ... 1

Bab 1 LANDASAN HUKUM ... 1

1.1 Peraturan perundang-undangan tentang kawasan konservasi di Indonesia ... 1

1.2 Panduan untuk menyusun peraturan di dalam kawasan konservasi perairan ... 4

1.3 Organisasi dan kewenangan pengelola kawasan konservasi perairan ... 9

Bab 2 PERSIAPAN PERENCANAAN ... 13

2.1 Memulai kegiatan perencanaan pengelolaan KKP ... 13

2.2 Cara menilai kesiapan untuk melakukan kegiatan perencanaan ... 19

2.3 Tujuan Akhir Kawasan Konservasi Perairan ... 19

2.4 Merumuskan tujuan akhir sebuah kawasan konservasi perairan... 20

Bab 3 KETERLIBATAN PEMANGKU KEPENTINGAN KKP ... 22

3.1 Pemangku kepentingan sebagai kunci keberhasilan pengelolaan... 22

3.2 Keterlibatan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan ... 23

3.3 Peranan pemangku kepentingan dalam proses perencanaan ... 35

SUMBER-SUMBER YANG DIPERLUKAN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI ... 39

A Sumber-Sumber Perpustakaan ... 39

B Materi Pelatih ... 40

C Media Visual ... 40

(5)
(6)

MELAKUKAN KEGIATAN PERSIAPAN AWAL PERENCANAAN (A.033101.003.01)

Bab 1 LANDASAN HUKUM

1.1 Peraturan perundang-undangan tentang kawasan konservasi di Indonesia

Landasan Hukum untuk Pendirian KKP1

Ada beberapa macam pendekatan dalam membangun landasan atau kerangka hukum bagi pengelolaan kawasan konservasi perairan, yaitu mulai dari penerapan peraturan perundang-undangan yang baru dengan tujuan tertentu hingga penerapan peraturan perundang-undangan yang telah ada dengan beberapa penyesuaian atau modifikasi. Pada beberapa kasus terakhir, kawasan konservasi perairan dibentuk berdasarkan Undang Undang tentang Perikanan, sementara kawasan konservasi yang sudah ada sebelumnya dibentuk berdasarkan Undang-Undang tentang Kehutanan (Tabel 1). Di negara manapun, pembuatan landasan hukum yang tepat perlu mempertimbangkan faktor budaya, tradisi dan proses-proses hukum di negara yang bersangkutan. Namun, menurut pengalaman, ada beberapa prinsip umum yang banyak diterapkan, seperti dijelaskan dalam bagian ini.

Tabel 1. Jumlah dan luas kawasan konservasi perairan di Indonesia pada tahun 20142

Kategori Jumlah (unit) Luas (Ha)

A No Inisiasi Kementerian Kehutanan

1 Taman Nasional Laut 7 4.043.541,3

2 Taman Wisata Alam Laut 14 491.248,0

3 Suaka Margasatwa Laut 5 5.678,3

4 Cagar Alam Laut 6 154.480,0

Sub-Total A 32 4.694.947,6

B No Inisiasi Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Daerah

1 Taman Nasional Perairan 1 3.521.130,0

2 Suaka Alam Perairan 3 443.630,0

3 Taman Wisata Perairan 6 1.541.040,2

4 KKP Daerah (dahulu KKLD) 89 5.561.463,1

Sub-Total B 99 11.069.263,3

Jumlah (A+B) 85 15.764.210,9

Sebelum suaut landasan hukum pembentukan KKP diajukan, para perencana KKP perlu memutuskan apakah KKP yang diusulkan untuk ditetapkan akan terdiri dari banyak

1 Bahan-bahan ini berasal dari tulisan Graeme Kelleher yang telah diadaptasi dari suatu Bab dalam IUCN’s Guidelines for

Marine Protected Areas (Kelleher, 1999). Dalam bagian ini, adaptasi dilanjutkan untuk disesuaikan dengan perkembangan terakhir di Indonesia.

2 Dit. KKJI. 2013. Informasi Kawasan Konservasi Perairan Indonesia. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

(7)

kawasan yang berukuran kecil yang dikelola dengan sebuah sistem pengelolaan lingkungan telah ada di sekitar KKP atau terdiri dari beberapa KKP berukuran besar dimana di dalamnya ada beberapa jenis pemanfaatan (multiple use). Pilihan ini tentu akan menentukan sejumah isu yang dibahas bagian tulisan ini. Secara umum, harus ada peraturan-perundang-undangan yang memayungi KKP tersebut. Jika diperlukan, peraturan perundang-undangan tersebut akan mengalami modifikasi setelah KKP dibentuk.

Kesalahan umum yang mungkin sering terjadi dalam pembentukan suatu KKP adalah menetapkan KKP yang berukuran kecil namun tidak disertai dengan perangkat pengendalian trhadap kegiata-kegiatan manusia di luar KKP tersebut.

Selanjutnya, pertanyaan kedua adalah apakah hukum nasional harus menyajikan kerangka kerja (framework) yang rinci mengenai aspek administrasi atau hanya menyediakan pokok-pokok yang besar saja. Di satu sisi, kadang ada kelompok lokal yang kuat lebih menyukai kegiatan di suatu kawasan yang memberikan manfaat ekonomi jangka pendek; keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan akan tampak. Di sisi lainnya, masyarakat lokal sangat mendukung perlindungan dan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan. Oleh karena itu, hukum harus melindungi pengelola KKP dari berbagai tekanan lokal yang tidak beralasan dan membekalinya dengan penjelasan yang cukup rinci dan tegas tentang tujuan pembentukan KKP dan proses untuk mencapainya. Ketika masyarakat lokal mendukung suatu KKP dan tujuannya, masyarakat harus berdaya dengan dukungan hukum untuk terlibat langsung dalam merancang dan mengelola suatu KKP.

Setiap rincian yang ditambahkan pada produk hukum harus dipertimbangkan dengan cermat karena sudah pasti akan membatasi keleluasaan pengelola ketika menghadapi hal-hal yang tidak terduga. Mengingat proses penetapan suatu peraturan perundang-undang baru yang komprehensif, terutama untuk kawasan konservasi perairan dapat memerlukan waktu yang cukup lama maka perencana sebaiknya menggunakan peraturan yang telah ada atau instrumen lainnya (misalnya sejumlah keputusan yang dibuat oleh Pemerintah) agar proses pembentukan KKP dapat dilakukan dalam waktu yang tidak lama. Kegiatan lain dapat terus dilakukan tanpa harus menunggu selesainya payung hukum yang diperlukan. Kegiatan lain tersebut mencakup baik kegiatan konservasi di lapangan yang bertujuan melindungi lokasi-lokasi penting maupun kegiatan persiapan proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang baru. Bila kegiatan konservasi berjalan dengan baik maka masyarakat akan semakin terlibat dan mereka akan lebih peduli pada manfaat jangka panjang serta berkomitmen pada tujuan pembentukan KKP. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya akan membangun suasana yang mendukung terbitnya kebijakan atau peraturan baru tetapi juga menyajikan informasi tentang contoh-contoh penerapan isi dari kebijakan atay peraturan yang sedang dalam proses penetapan tersebut.

Hukum merupakan sarana yang penting untuk mempromosikan kebijakan nasional, tetapi kurangnya undang-undang baru yang komprehensif jangan sampai menunda pembentukan KKP ketika pada saat yang sama kerusakan terus terjadi di dalam KKP yang diusulkan. Oleh karena itu, para pengelola konservasi harus waspada terhadap perkembangan berbagai kegiatan lain, terutama yang menyangkut perijinan kegiatan perikanan, peraturan pariwisata, lisensi komersialisasi sumber daya kawasan, negosiasi langsung antar pemerintahan, atau pengelolaan langsung oleh masyarakat.

(8)

Apapun kebijakan yang dipilih, peraturan yang sederhana adalah yang terbaik. Sayangnya, seringkali peraturan nasional sangat rumit dan membingungkan berbagai pihak, terutama para pemanfaat sumber daya (resource users) . Umumnya peraturan nasional yang sederhana lebih mudah diterima di tingkat lokal. Peraturan KKP yang spesifik seharusnya dibuat sejelas dan sesederhana mungkin. Sebagai contoh, peraturan yang melarang keras kegiatan penangkapan ikan di dalam zona tertentu atau di seluruh KKP akan lebih mudah dipahami daripada pernyataan "Dilarang menangkap ikan antara bulan Mei dan Juni, di antara pasang tertinggi dan sejauh 1 mil dari pantai".

Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam membangun kerangka hukum untuk KKP, menurut Salm et al. (2000) adalah:

(1) Secara khusus memperhitungkan partisipasi publik dan program untuk pendidikan masyarakat.

(2) Mengakui status hukum yang ada, kepemilikan dan hak para pengguna sumberdaya lokal.

(3) Mengijinkan berbagai jenis pemanfaatan yang konsisten dengan maksud dari konservasi.

(4) Memperhitungkan kepentingan dan dampak kepada para pemanfaat sumberdaya dan kelompok-kelompok masyarakat.

(5) Keterkaitan di antara pemanfaatan sumberdaya hayati yang berkelanjutan dengan perlindungan terhadap proses-proses ekologi dan pola-pola siklus hidup. (6) Tujuan akhir (goals) dan tujuan (objectives) yang dinyatakan secara jelas.

(7) Persyarakatan bagi sebuah rencana pengelolaan.

(8) Peraturan perundang-undangan yang baru harus secara jelas menyatakan kaitannya dengan peraturan-perundang-undangan yang telah ada.

(9) Kewenangan untuk membuat peraturan yang memadai dalam rangka mengendalikan atau melarang suatu kegiatan di dalam KKP.

(10) Ketentuan tentang pemberian tugas dan kekuatan penegakan hukum yang memadai.

(11) Ketentuan tentang pembiayaan KKP.

(12) Koordinasi dalam rangka implementasi kesepakatan internasional, regional atau perjanjian multilateral lainnya.

(13) Undang-undang yang mencakup banyak hal secara sekaligus (contoh, yang dapat melayani beberapa tujuan secara bersamaan).

(9)

1.2 Panduan untuk menyusun peraturan di dalam kawasan konservasi perairan

Berikut ini adalah dua belas panduan menyusun peraturan di dalam kawasan konservasi perairan

1.2.1 Butir-butir yang harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan

tentang penetapan suatu KKP

Dalam penetapan suatu KKP, butir-butir berikut harus ditentukan dengan tegas, baik dalam peraturan perundang-undangan yang berfungsi sebagai payung hukum maupun peraturan lokal yang spesifik:

(1) Tujuan pembentukan KKP.

(2) Peraturan pengelolaan dan penerapan sanksi. Sejumlah peraturan khusus dan tindakan adminstrasi mungkin diperlukan, serta langkah-langkah pencegahan

(safeguards) untuk memastikan dan meningkatkan kepatuhan Pemerintah,

termasuk transparansi dalam pengambilan keputusan. Peraturan dan sanksi yang diterapkan pada masyarakat lokal mungkin dapat berbeda dari yang diterapkan pada para "pendatang”. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya rasa kepemilikan sumberdaya di kalangan masyarakat lokal dan mencegah terjadinya “the tragedy of the common".

(3) Penetapan batas-batas kawasan konservasi.

(4) Menyiapkan pernyataan yang memadai tentang kewenangan, hak istimewa dan prosedur, termasuk ketentuan khusus, untuk masyarakat lokal.

(5) Proses pertimbangan (advisory) dan konsultasi. (6) Kriteria yang dipakai dalam pembuatan keputusan.

(7) Hubungan pengelola kawasan dengan otoritas nasional dan lokal lainnya, serta prosedur untuk berkoordinasi dan penanganan perselisihan (conflict resolution). (8) Rencana pengelolaan, zonasi dan peraturan-peraturan.

(9) Pemantauan dan pininjauan ulang. (10) Skema kompensasi.

1.2.2 Jika beberapa KKPyang berukuran sangat luas telah dipilih, putuskan apakah setiap KKP tersebut akan dibentuk dengan dasar hukum terpisah-pisah atau akan dibentuk dengan dasar hukum yang bersifat umum (payung) bagi setiap KKP

Sangat disarankan agar peraturan perundang-undangan yang dibuat didasari oleh konsep

multiple use yang berkelanjutan, termasuk adanya daerah larangan (no take zone) sesuai

dengan konsep Biosphere Reserve. Konsep ini adalah kebalikan dari konsep kantung-kantung daerah perlindungan yang terisolir dan tidak terkelola dengan baik atau hanya menjadi obyek dari peraturan-peraturan yang parsial terkait jenis kegiatan ekonomi tertentu atau industri tertentu, misalnya peraturan tentang perikanan. Namun, skenario

(10)

kedua tersebut kadang menjadi dasar bagi pengembangan sistem pengelolaan yang memadukan beberapa kawasan konservasi.

Salah satu kelebihan dari peraturan perundang-undangan yang memayungi sistem KKP secara keseluruhan di sebuah negara di antaranya adalah tersedianya landasan prinsip bagi seluruh KKP. Landasan ini memberi peluang kepada kalangan eksekutif atau para pengelola untuk melakukan pengaturan kawasannya secara fleksibel, di antaranya adalah sesuai dengan konteks lokal. Keputusan untuk menciptakan peraturan perundang-undangan payung akan tergantung pada jenis ancaman yang dialami KKP. Jika sifat ancaman adalah bergerak (mobile) maka hanya peraturan-perundangan nasional yang dapat dilaksanakan secara efektif. Kebijakan nasional seperti ini akan memberikan kontribusi terhadap pemenuhan persyaratan CBD dan UNCLOS, serta kewajiban-kewajiban internasional yang lain.

Dalam merancang peraturan perundang-undangan payung tersebut, beberapa hal yang harus dipertimbangkan adalah:

(1) Membentuk sistem pengelolaan konservasi di wilayah yang seluas-luasnya hingga batas yang masih dapat dikelola.

(2) Menyediakan berbagai tingkatan akses pemanfaatan sumberdaya, seperti perlindungan yang ketat, penangkapan ikan dan pengambilan hasil laut lain, di berbagai tempat yang berbeda.

(3) Menyediakan kesempatan untuk kegiatan pemanfaatan berkelanjutan untuk pangan dan bahan-bahan lain pada sebagian besar wilayah perairan.

(4) Menutup celah yang ada pada peraturan perundang-undangan dan hukum nasional yang kemungkinan besar akan menghancurkan keberlanjutan pelaksanaan program konservasi.

1.2.3 Jika pendekatan jaringan KKP yang berukuran kecil dipilih, pertimbangkan untuk menetapkannya berdasarkan tindakan masyarakat yang didukung oleh

peraturan perundang-undangan.

Penelitian Bank Dunia menunjukkan bahwa masyarakat lebih menerima hukum nasional yang telah diadopsi secara lokal daripada hukum adat (“hukum dari bawah ke atas”) atau perundangan nasional (“hukum dari atas ke bawah”). Ini adalah temuan penting sekaligus mendukung gagasan agar perundangan nasional dirancang sedemikian rupa untuk memadukan berbagai manfaat hukum nasional dengan keefektifan peraturan lokal.

1.2.4 Pilihan apapun yang diambil, diperlukan sebuah kebijakan untuk konservasi dan

pengelolaan lingkungan perairan sebagai satu kesatuan dan mungkin akan memerlukan suatu bentuk hukum.

Suatu kebijakan menyeluruh mengenai pengelolaan, pemanfaatan berkelanjutan dan konservasi wilayah-wilayah laut dan muara harus dikembangkan sebagai satu kesatuan, untuk daerah-daerah yang memang memerlukan, dan di tempat-tempat yang memiliki kepentingan nasional. Idealnya, kebijakan seperti itu harus mencakup pembahasan tentang koordinasi dengan pengelolaan wilayah daratan pesisir. Proses pembuatan kebijakan, berikut keberadaan dan pengawasannya, akan mendorong terjadinya pengakuan terhadap pentingnya konservasi dan pemanfaatan sumberdaya secara

(11)

berkelanjutan di kawasan laut dan muara, serta pemilihan dan penetapan sistem KKP. Kebijakan tersebut dipersyaratkan oleh CBD dan UNCLOS. Kebijakan tersebut dapat menjadi bagian dari strategi konservasi nasional maupun regional yang kemudian menjadi bagian dari strategi pembangunan nasional. Resolusi IUCN 17.38 dan 19 dapat dijadikan landasan untuk mengembangkan pernyataan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan negara tertentu.

1.2.5 Pastikan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibuat secara eksplisit

menyatakan konservasi sebagai tujuan utama pembentukan KKP.

Konservasi harus menjadi tujuan utama pembentukan kawasan konservasi perairan dan secara tegas dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Jika tidak, dan jika konservasi tidak menjadi pertimbangan utama, pembentukan KKP hanya sekedar sikap politik kosong. Konservasi, sebagaimana dijelaskan dalam World Conservation Strategy, adalah pelestarian keanekaragaman hayati dan pelestarian produktivitas hayati. Dengan kata lain, pembentukan kawasan konservasi termasuk upaya untuk menyiapkan dasar bagi penggunaan berkelanjutan secara ekologi.

Sudah seharusnya peraturan perundang-undangan mempertimbangkan isu pemanfaatan berkelanjutan secara serius dan menghubungkannya dengan tujuan konservasi. Tanpa adanya kerja sama para pemanfaat lingkungan laut dan pesisir, terutama nelayan, baik tujuan konservasi maupun penggunaan berkelanjutan secara ekologi tidak akan tercapai. Perundangan juga harus mengakui secara terbuka kaitan di antara perlindungan dan pengelolaan proses dan status ekologis dengan pemanfaatan sumber daya hayati yang berkelanjutan. Misalnya dengan menetapkan hak pemanfaatan (rights of use) bagi masyarakat lokal. Hal ini merupakan insentif berharga agar mereka berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan dan mereka secara baik mengantisipasi situasi "the tragedy of the

commons", yaitu kondisi buruk (tragedi) yang terjadi pada jenis suatu sumber daya yang

dapat diakses oleh publik secara terbuka bebas karena tidak ada pengaturan pemanfaatannya.

Untuk alasan ini, peraturan perundang-undangan mungkin seharusnya juga memasukkan tujuan pengembangan kegiatan ekonomi, misalnya pariwisata dan perikanan. Dalam kasus tersebut, konsep berkelanjutan sangat penting untuk diperkenalkan sejak awal dan dilaksanakan dalam pengertian yang luas, yaitu agar kegiatan tersebut berkelanjutan dari sudut pandang ekonomi dan memastikan kegiatan tersebut tidak membahayakan jenis-jenis biota lain, sumberdaya, dan proses ekologis. Berbagai klausul tentang pemanfaatan secara berkelanjutan pada CBD dapat dipakai untuk merancang pengembangan kegiatan ekonomi.

Tujuan kegiatan lain yang bersifat non-ekonomi, seperti rekreasi, pendidikan dan penelitian ilmiah, juga penting dan harus dimasukkan ke dalam peraturan perundang-undangan. Kegiatan-kegiatan ini adalah tujuan sekunder yang sesuai dengan tujuan utama konservasi.

1.2.6 Perubahan tujuan utama harus dilakukan oleh pengambil keputusan tertinggi

yang bertanggungjawab atas peraturan perundang-undangan di negara tersebut Perubahan tujuan utama konservasi, jika diperlukan, harus dilakukan melalui prosedur yang setara dengan prosedur ketika peraturan perundang-undangan diproses dan ditetapkan pertama kali. Guna mencegah terkikisnya tujuan konservasi, cara terbaik yang

(12)

dapat dilakukan adalah dengan menetapkan tujuan pengelolaan yang dapat dipertanggungjawabkan (accountable) dan terukur (measureable). Tujuan seperti itu harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Salah satu keuntungan dari adanya tujuan seperti itu adalah adanya peluang untuk menyesuaikan tujuan pengelolaan terhadap kebutuhan lokal di tempat-tempat yang berbeda dan peluang untuk melakukan peninjauan terhadap kemajuan penggunaan ijin di tingkat lokal.

1.2.7 Memastikan kerangka hukum konsisten dengan tradisi bangsa

Bentuk dan isi peraturan perundang-undangan harus konsisten dengan praktek hukum, kelembagaan dan sosial serta nilai-nilai yang dianut masyarakat dan diatur dalam perundangan tersebut.

Kepemilikan yang diterima dan hak guna wilayah laut yang akan dikelola merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan. Kepemilikan ini dapat berupa hak umum atau komunal maupun kepemilikan pribadi. Hak penangkapan ikan yang lazim ditemukan memerlukan pertimbangan yang seksama. Peraturan perundang-undangan harus mencerminkan situasi pemilikan seperti ini yang seringkali akan menentukan dukungan masyarakat perhadap pengaturan tata ruang wilayah atau zonasi di dalam KKP.

Jika hukum tradisional dan praktek-praktek pengelolaan sudah konsisten dengan tujuan akhir dan tujuan peraturan perundang-undangan konservasi, keduanya harus dijunjung dan dihormati setinggi mungkin. Pengakuan yang sama harus diterapkan pada hukum tradisional tak tertulis yang dianut masyarakat asli, dan terhadap tradisi terkini yang dipraktekkan masyarakat negara tersebut. Jika praktek-praktek masyarakat tersebut bertentangan dengan tujuan peraturan perundang-undangan (seperti kasus yang terjadi umum pada hak akses terbuka untuk menangkap ikan), program pendidikan dan penegakan hukum perlu dilakukan untuk mengubah situasi tersebut.

1.2.8 Perundangan harus sesuai dengan perspektif internasional

Banyak sekali biota laut muda dan mangsanya, benih, tumbuhan laut dan bahan pencemar terbawa oleh sistem arus air, terkadang hingga jarak yang jauh hingga mencapai batas perairan negara-negara lain. Banyak sekali jenis hewan laut seperti paus besar, penyu, burung laut dan beberapa jenis ikan, yang bermigrasi sangat jauh. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan dan kebijakan harus dirancang untuk mendukung kesepakatan dan komitmen regional, internasional dan berbagai kesepakatan multilateral lain untuk melindungi jenis-jenis biota tersebut. Rancangan peraturan perundang-undangan seperti ini harus dapat memastikan bahwa inisiatif pengelolaan yang dilakukan oleh satu negara tertentu tidak dianggap akan berdampak pada tindakan-tindakan yang diambil negara lain. Kewajiban yang muncul dari kesepakatan internasional seperti UNCLOS dan CBD sangat relevan untuk hal ini.

1.2.9 Perundangan harus menciptakan landasan hukum bagi lembaga yang akan

menetapkan dan mengelola KKP.

Peraturan perundang-undangan harus mengidentifikasi dan menetapkan mekanisme kelembagaan. Perundangan juga harus menciptakan tanggung jawab, akuntabilitas dan kapasitas spesifik bagi pengelola KKP. Hal ini diperlukan agar maksud, tujuan dan sasaran dari pembentukan KKP dapat tercapai.

(13)

Perundangan harus menciptakan tanggung jawab umum agar badan pemerintahan dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah dan administrasi lokal, dewan masyarakat desa tradisional, perorangan, kelompok, dan berbagai perkumpulan dengan tujuan, sasaran dan tanggung jawab yang selaras.

Jika pengelolaan ini berhasil, maka perselisihan antar lembaga, pertentangan, hambatan maupun penundaan dapat diperkecil. Hal ini akan membuat perundangan dan pengaturan pengelolaan berkembang dari lembaga-lembaga yang ada, kecuali jika ada dukungan publik dan politik yang luar biasa terhadap lembaga yang baru. Oleh karena itu:

(1) Hindari konflik yang tidak perlu dengan perundangan dan administrasi yang ada; (2) Jika terjadi konflik dengan administratif dan perundangan yang tidak dapat

dihindari maka prosedur rekonsiliasi perlu diterapkan dan, jika memungkinkan, carilah bagian dari perundangan yang dapat mencegah kejadian serupa di masa yang akan datang.

(3) Upayakan sesedikit mungkin campur tangan terhadap kegiatan atau praktek-praktek pemanfaatan berkelanjutan yang telah berlangsung lama; dan

(4) Berdayakan staf dan sumberdaya teknis yang ada sesuai bidangnya.

Pilihan tentang lembaga atau pejabat yang akan melibatkan diri dan bertanggungjawab pada KKP adalah sangat penting. Lembaga pengelola taman nasional atau kawasan konservasi mungkin adalah pilihan yang umum, namun jika lembaga tersebut kurang berpengalaman dalam menangani masalah kelautan, atau hanya memiliki kemampuan yang terbatas dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah, maka hasilnya tidak akan maksmum.

1.2.10 Perundangan harus menangani langsung koordinasi dan hubungan antara KKP

dengan badan lain, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir dan hak penangkapan ikan

Perundangan harus menyediakan koordinasi perencanaan dan pengelolaan oleh seluruh badan terkait dengan tanggung jawab menurut undang-undang menyangkut KKP, apakah tanggung jawab tersebut dilaksanakan di dalam atau di luar lingkup KKP, dengan tujuan memantapkan landasan KKP dalam konteks perencanaan pesisir yang lebih luas.

Pengawasan harus dibuat untuk mendefinisikan kejadian-kejadian penting dari bagian-bagian perundangan yang mungkin dapat dilaksanakan di wilayah tersebut.

Badan yang memiliki tanggung jawab utama terhadap KKP diwajibkan oleh perundangan untuk membuat kesepakatan dengan badan lain yang relevan dan terkait dengan hal-hal yang mempengaruhi KKP.

1.2.11 Perundangan harus mencakup pengawasan untuk mengendalikan kegiatan yang

terjadi di luar KKP dan mungkin akan berimbas pada terhambatnya sumber daya, keistimewaan, maupun kegiatan dalam KKP.

Terkadang, tinggi-rendahnya batas permukaan perairan merupakan batas wilayah hukum sebuah negara. Batas lain berada di antara wilayah KKP dan wilayah laut yang

(14)

bersebelahan. Sangat penting untuk mengadakan pendekatan kolaboratif dan interaktif antara pemerintahan maupun badan yang wilayah hukumnya tersebut bersebelahan. Idealnya adalah dengan memadukan tujuan dan pendekatan dalam sistem pengelolaan wilayah pesisir formal di tiap negara dengan kerja sama antar negara bersangkutan. Salah satu mekanisme untuk mencapai tujuan ini adalah menyediakan perundangan yang umum agar semua organisasi yang bertanggung jawab mengatur fungsi yang dampaknya dapat merusak KKP memiliki tugas umum dalam berkontribusi terhadap tujuan KKP.

UNCLOS membuatnya menjadi tanggung jawab tiap negara untuk melestarikan dan melindungi lingkungan laut secara keseluruhan dan mencegah, mengurangi, serta mengendalikan pengaruh negatif polusi dan kegiatan di daratan.

1.2.12 Undang-undang nasional harus mencakup hal berikut ini:

(1) Penggunaan istilah

(2) Rencana pengelolaan dan rencana zonasi (3) Partisipasi publik

(4) Penelitian pendahuluan dan survei

(5) Penelitian, pemantauan dan tinjauan ulang (6) Kompensasi

(7) Pengaturan keuangan (8) Peraturan-peraturan

(9) Penegakan hukum, insentif dan hukuman (10) Pendidikan dan penyadartahuan publik

1.3 Organisasi dan kewenangan pengelola kawasan konservasi perairan

1.3.1 Struktur organisasi KKP

Bagian ini merupakan penjelasan singkat untuk memandu pembaca ketika menentukan struktur organisasi KKP, termasuk beberapa hal berikut ini:

1) Jenis struktur – siapa yang menjalankan kawasan dan kewenangan yang dimilikinya;

2) Lingkup tanggung jawab unit administratif; 3) Mengidentifikasi manajer dan staf ;

4) Membuat rencana administrasi untuk kawasan, termasuk mengidentifikasi mata anggaran yang terpisah untuk kegiatan administrasi.

Sistem administrasi dan struktur kelembagaan yang ada harus dapat menentukan posisi kelembagaan dan sistem koordinasi untuk KKP. Apakah administrasi KKP akan berbasis pada satu atau lebih institusi? Jika lebih dari satu institusi yang dilibatkan, bagaimana sistem koordinasi antar kelembagaan tersebut akan bekerja?

Administrasi harus menjadi komponen dari rencana pengelolaan KKP. Dalam beberapa kasus, KKP yang digunakan sebagai alat pengelolaan perikanan tidak memerlukan

(15)

dukungan administratif. Fungsi pemantauan, penegakan hukum, dan komunikasi dapat dilaksanakan sebagai bagian pelaksanaan keseluruhan dari rencana pengelolaan perikanan. Namun ada banyak KKP yang berdiri sendiri dan memerlukan struktur administrasi sendiri.

Rencana administrasi termasuk penilaian kinerja dan tujuan (yang konsisten dengan tujuan KKP) harus dikembangkan dan mengidentifikasi kegiatan dan fungsi spesifik agar rencana dapat berjalan baik. Rencana tersebut harus mencakup struktur organisasi, pengelolaan kepegawaian, pelatihan, fasilitas dan peralatan, serta anggaran dan pembiayaan. Rencana administrasi dapat dilaksanakan secara penuh pada tahun pertama operasional (jika dananya tersedia), atau bertahap dalam beberapa tahun. Pada tahun pertama, kegiatan administrasi hanya akan melibatkan beberapa orang manager atau staf KKP yang melaksanakan berbagai fungsi, mulai dari pengkajian sumberdaya hingga penegakan hukum sampai pengelolaan kantor dan pendidikan atau penyuluhan untuk masyarakat.

1.3.2 Fungsi organisasi KKP

Fungsi-fungsi administrasi yang ada di KKP mencakup beberapa hal berikut ini: 1) Menulis dan menafsirkan peraturan yang menyangkut KKP.

2) Menerbitkan, memperbaharui, dan mengakhiri perijinan pada berbagai kegiatan di dalam KKP.

3) Melakukan komunikasi tentang KKP.

4) Mengumpulkan dana dari para pengguna, mengelola pemasukan dan pengelolaan keuangan.

5) Mengelola pegawai termasuk perekrutan, pelatihan, evaluasi kinerja, dan penghentian pegawai yang berkinerja buruk. Pengelolaan kepegawaian diterapkan juga kepada pegawai yang diberi upah dan para relawan.

6) Mengelola kekayaan atau asset fisik, seperti bangunan kantor, peralatan teknologi informasi (misal, komputer), dan fasilitas lainnya, seperti kapal.

7) Mengurus catatan kegiatan KKP, seperti ijin untuk menggunakan KKP, pengumpulan biaya, kasus pelanggaran, peraturan, dll. Catatan tersebut harus diterima publik kecuali disebutkan sebaliknya untuk melindungi privasi untuk pegawai dan informasi sensitif yang memengaruhi persaingan bisnis, dan

8) Memantau dan mengevaluasi kinerja KKP.

KKP dikelola dalam berbagai pengaturan administratif. Tiga pengaturan administratif yang paling umum adalah sentralisasi (diatur pemerintah), berbasis masyarakat (diatur secara lokal), dan pengelolaan kolaboratif (atau co-management). Perbedaan di antara ketiganya berkaitan dengan tingkat peran atau partisipasi pemangku kepentingan

(stakeholders) dalam pengaturan administratif, lokasi kewenangan serta tanggung jawab

pengelolaan. Pengaturan administratif akan berubah sesuai dengan waktu dan perkembangan kematangan KKP.

(16)

Pemerintah harus bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan sumber daya alam. Oleh karena itu, pemerintah memiliki kuasa atas administrasi KKP. Namun ada beberapa situasi di mana administrasi KKP menjadi tidak efektif karena kurang berpengalaman dalam menangani KKP atau tidak memiliki sumber daya yang memadai. KKP memerlukan pertolongan terus-menerus yang mungkin di luar batas kemampuan instansi pemerintahan. Kemampuan instansi-instansi pemerintahan juga belum tentu sesuai untuk melaksanakan tanggungjawabnya, atau ada pertentangan di antara sesama instansi pemerintahan.

Dewan penasihat dibentuk untuk memberi petunjuk tentang perencanaan lokasi dan pengelolaan KKP. Dewan ini dapat berfungsi sebagai penasihat dalam pembuatan dan persetujuan rencana kerja dan anggaran serta evaluasi kemajuan atau perkembangan pengelolaan. Komposisi dewan penasihat dapat berasal dari masyarakat lokal, pemimpin-pemimpin lokal, instansi pemerintah, dan pejabat-pejabat terpilih. Dewan ini mungkin akan lebih aktif dalam proses pengambilan keputusan KKP yang menerapkan sistem pengelolaan berbasis masyarakat dan pengelolaan kolaboratif.

Pengelolaan berbasis masyarakat memerlukan institusi lokal dan masyarakat yang mampu mengembangkan dan melaksanakan peraturan. Untuk keperluan ini, beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal dapat dibentuk. Semuanya akan terlibat langsung dengan masyarakat dan pihak-pihak berwenang yang diakui pemerintah. Dewan Penasihat, pengelola KKP dan LSM ketiganya akan menjadi wahana yang bagus untuk menyalurkan dukungan pembiayaan terhadap KKP.

1.3.2.1 Jenis dan fungsi organisasi pengelolaan kolaboratifKKP

Jika pengelolaan kolaboratif merupakan jenis pengelolaan yang dipilih untuk KKP, maka harus ada organisasi yang relatif stabil untuk bertanggung jawab terhadap keseluruhan program pengelolaan kolaboratif KKP. Organisasi pengelolaan kolaboratif didirikan dengan tanggung jawab mengatur KKP dan menjaga kelangsungan program pengelolaan kolaboratif KKP—termasuk rencana dan kesepakatan—selama waktu pelaksanaan. Organisasi tersebut memerlukan kombinasi tanggung jawab antara pengambilan keputusan, penasihat, operasional, dan koordinasi. Organisasi tersebut juga harus merupakan badan permanen.

Ada berbagai jenis dan fungsi organisasi pengelolaan kolaboratif KKP sesuai dengan situasi yang ada:

1) Badan Eksekutif bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana dan kesepakatan berdasarkan keputusan yang dibuat oleh badan lain, misalnya perkumpulan bisnis lokal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan proyek hasil negosiasi di antara direktur kawasan konservasi dengan masyarakat di sekitarnya.

2) Badan Pengambil Keputusan bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan kawasan, wilayah, maupun sumber daya terkait, misalnya dewan pengelolaan kolaboratifyang bertanggung jawab di wilayah tertentu.

3) Dewan Penasehat bertanggung jawab untuk memberi masukan pada para pengambil keputusan, misalnya Dewan Pesisir yang berhubungan langsung dengan pihak berwenang di tingkat wilayah yang diberi mandat melakukan pengelolaan sumber daya.

(17)

4) Dewan Gabungan memiliki sebagian tanggung jawab pengelolaan dan separuhnya sebagai penasehat, misalnya Komisi Penasehat/Pengelolaan bertanggung jawab untuk memberi masukan terhadap Direktur Taman Laut atas keputusan yang diambil untuk pengelolaan taman laut tersebut namun bertanggung jawab penuh terhadap keputusan dan kegiatan berkenaan dengan wilayah dan sekelilingnya. Pemangku kepentingan ini dapat memutuskan untuk mendirikan beberapa organisasi pengelolaan kolaboratif, misalnya badan penasehat dan badan pengelolaan.

Yang termasuk fungsi organisasi pengelolaan kolaboratif KKP adalah:

1) Pengelolaan konflik untuk membahas dan menyelesaikan konflik di antara para pemangku kepentingan;

2) Pembuatan kebijakan untuk mencegah konflik dalam menerjemahkan rencana dan kesepakatan menjadi sejumlah peraturan dan sanksi yang sesuai;

3) Pelaksanaan untuk memastikan strategi pengelolaan diterapkan sesuai dengan dengan alokasi dana dan menugaskan beberapa orang untuk melaksanakan kegiatan yang berbeda;

4) Pemantauan untuk mengukur hasil dan dampak dari strategi pengelolaan;

5) Membuat revisi rencana dan kesepakatan pengelolaan kolaboratifuntuk menjaga dan memperbarui rencana dan kesepakatan;

6) Pembiayaan dan penggalangan dana;

7) Pengumpulan informasi dan data serta analisis; 8) Pendidikan;

9) Penelitian.

KKP dipimpin oleh seorang manajer yang sebaiknya adalah tenaga profesional yang bekerja penuh. Manajer KKP juga akan berfungsi sebagai perencana, administrator, penghubung masyarakat, ilmuwan dan politisi. Manajer harus bertanggung jawab untuk mencapai tujuan pengelolaan melalui penggunaan dana, pemberdayaan staf dan peralatan secara efisien.

Jumlah staf KKP tergantung pada situasi di mana program KKP dilaksanakan. Staf harus sudah melalui tahapan pelatihan dengan baik. Mengelola KKP secara efektif memerlukan pemahaman mengenai sumber daya yang dilindungi, harus memahami bagaimana penduduk setempat, dan mampu bekerja dan berkomunikasi dengan mereka dan juga pengunjung, serta kompeten untuk bidang tertentu. Di Indonesia, persiapan para manajer dan staf KKP di antaranya dilakukan melalui pelatihan Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (yang dikenal dengan nama pelatihan MPA101). Staf harus memiliki peralatan khusus minimum untuk melaksanakan tugas, seperti perahu, teropong, radio, komputer, dan lain-lain.

(18)

Bab 2 PERSIAPAN PERENCANAAN

2.1 Memulai kegiatan perencanaan pengelolaan KKP

2.1.1 Waktu untuk proses perencanaan

Sebelum bergegas melakukan perencanaan pengelolaan, penting bagi kita untuk mengajukan beberapa pertanyaan sederhana agar kita yakin bahwa kita siap membuat perencanaan. Jika memang kita sudah siap, sangat penting untuk menyiapkan berbagai hal semuanya. Kita harus dapat meluangkan sedikit waktu untuk menyiapkan diri dan menyepakati beberapa hal penting dalam proses perencanaan sebelum kita mulai bekerja. Persiapan diri ini akan membantu mewujudkan proses yang berjalan mulus. Membuat jadwal untuk proses perencanaan merupakan gagasan bagus dan dapat kita ikuti seiring proses persiapan perencanaan berlangsung. Dalam jadwal tersebut penting untuk menetapkan tanggal-tanggal target penyelesaian rencana dan tahapan-tahapan proses. Beberapa proses perencanaan pengelolaan mungkin akan memakan waktu bertahun-tahun. Meskipun tidak memiliki konotasi negatif, sebagian besar praktisi merekomendasikan agar proses tersebut dapat diselesaikan lebih cepat agar tim perencanaan dan para pemangku kepentingan tidak kehilangan minat atau momentum. Jika mungkin, usahakan menyelesaikan rencana dalam waktu kurang dari satu tahun. Persiapan yang baik sebelum dimulai, proses perencanaan akan sangat mungkin berjalan sesuai dengan jadwal yang dibuat.

2.1.2 Tiga tahap dalam proses perencanaan

Ada tiga langkah yang sangat membantu untuk memastikan kita menjadi siap untuk membuat rencana dan mengatur rencana dengan efektif. Langkah-langkah tersebut adalah:

1) Menilai apakah kita telah siap untuk membuat rencana 2) Menyiapkan pembuatan rencana

3) Menyiapkan jadwal perencanaan

2.1.2.1 Menilai kesiapan untuk membuat rencana

Tidak ada satupun formula ajaib yang dapat menentukan kesiapan kita. Namun ada beberapa hal mendasar yang harus dipertimbangkan sebelum memulai proses perencanaan pengelolaan. Akan sangat baik jika kita meluangkan waktu sejenak untuk mengidentifikasi dan bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan agar mereka juga siap terlibat dalam proses perencanaan. Kita juga dapat melakukan beberapa perkiraan atau proyeksi terhadap proses perencanaan untuk memastikan bahwa kita akan memiliki cukup waktu, sumberdaya, dan kewenangan untuk menyusun rencana.

Di bawah ini adalah beberapa pertanyaan yang dirancang untuk menilai kesiapan dalam membuat rencana pengelolaan KKP. Kita dapat meninjau dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan kelompok inti yang akan mengawali dan melaksanakan proses perencanaan pengelolaan.

(19)

Mengapa Anda pikir saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membuat sebuah rencana pengelolaan?

Ajukan pertanyaan ini dahulu kemudian lanjutkan untuk membahas pertanyaan lainnya. Di akhir pertanyaan-pertanyaan ini, tanyakan lagi kepada diri Anda sendiri apakah Anda benar-benar siap memulai proses perencanaan pengelolaan.

Apakah Anda telah melakukan sosialisasi atau penjangkauan KKP kepada para pemangku kepentingan kunci?

Mungkin diperlukan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk dapat melakukan sosialisasi KKP atau penjangkauan dasar yang diperlukan guna melibatkan pemangku kepentingan kunci dalam proses perencanaan pengelolaan KKP. Biasanya sejumlah penduduk lokal akan sangat termotivasi untuk mengikuti proyek berskala seperti ini, namun sangat penting untuk menjangkau kelompok pemangku kepentingan lainnya untuk dapat memahami apa yang menjadi perhatian mereka dan juga melibatkan mereka dalam proses perencanaan.

Adakah dukungan untuk membentuk KKP dari pemangku kepentingan kunci atau apakah Anda perlu melakukan penjangkauan lebih luas lagi?

Sebelum Anda maju untuk membuat rencana pengelolaan, Anda harus yakin bahwa kelompok inti pemangku kepentingan yang kuat telah memahami maksud pembentukan KKP dan memiliki kesempatan untuk menyampaikan dukungan atau masukannya. Tanpa dukungan ini, proses pembentukan KKP tidak akan bergerak maju atau mungkin saja akan ada orang yang sengaja merusaknya.

Sudahkan Anda melakukan pendidikan dasar bagi pemangku kepentingan mengenai ekologi laut, konsep pemanfaatan dan pembatasan yang akan diterapkan KKP?

Pemangku kepentingan perlu memahami dasar-dasar ekologi laut dan manfaatnya demikian pula dengan keterbatasan KKP. Ada banyak contoh di berbagai tempat di mana para praktisi telah memilih lokasi KKP tanpa menggunakan informasi ekologi yang cukup sehingga kawasan tidak memberikan manfaat seperti yang diinginkan.

Apakah Anda memiliki cukup informasi dasar tentang lokasi tersebut?

Sudahkah Anda melakukan survei dasar terhadap lokasi tersebut? Apakah Anda telah mengidentifikasi sumber daya target untuk dilindungi (biofisik, sosial, sejarah, dan ekonomis)? Apakah Anda sudah mengetahui siapa saja para pemangku kepentingan kunci dan siapa yang memiliki kewenangan untuk mengelola lokasi tersebut? Semua informasi ini sangat penting untuk perencanaan.

Apakah Anda memiliki kewenangan untuk menyusun rencana pengelolaan yang fungsional? Kewenangan untuk menyusun rencana pengelolaan penting untuk dimiliki sebelum memulai proses perencanaan. Dalam beberapa kasus, mungkin tidak dibutuhkan sistem formal tentang siapa yang berwenang dalam perencanaan pengelolaan, bahkan masyarakat setempat mungkin akan mengembangkan rencana tersebut demi keperluan mereka sendiri. Namun dalam kasus demikian pun, Anda tetap harus mengungkapkan siapa yang berwenang menyiapkan rencana tersebut.

(20)

Bisakah para pemangku kepentingan mencurahkan cukup waktu untuk menyusun rencana pengelolaan?

Penting bagi kelompok pemangku kepentingan kunci untuk memiliki cukup waktu selama dua belas bulan, bahkan lebih, untuk menyusun rencana. Kami merekomendasikan enam hingga dua belas bulan untuk mengembangkan rencana tersebut karena jika waktunya lebih lama lagi, orang mungkin akan kehilangan minat pada proses tersebut.

Apakah Anda memiliki staf atau mitra yang dapat memfasilitasi proses penyusunan rencana pengelolaan?

Memiliki pendamping atau faslitator yang netral dalam proses perencanaan pengelolaan akan amat sangat membantu. Untuk beberapa hal, dia harus berpengalaman dalam program KKP atau proses perencanaan pengelolaan. Pemimpin masyarakat lokal mungkin akan membantu mengadakan pertemuan, namun mereka tidak bisa ditunjuk untuk memfasilitasi pertemuan karena hal ini akan menghalangi hadirin lain untuk berpartisipasi secara bebas dalam diskusi.

Apakah Anda memiliki cukup waktu untuk melakukan perencanaan dan kemudian melakukan sejumlah kegiatan lapangan ?

Ketika Anda melaksanakan proses perencanaan pengelolaan, kegiatan lain yang akan membantu mengubah situasi di lapangan sangat dibutuhkan. Kegiatan ini termasuk program pendidikan masyarakat dan penjangkauan, penegakan hukum, pemantauan biologi, dan kegiatan lainnya.

Apakah Anda siap memulai perencanaan pengelolaan atau Anda perlu persiapan lebih jauh? Berdasarkan jawaban Anda terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas, Anda harus bertanya kembali pada diri sendiri apakah Anda siap memulai proses perencanaan pengelolaan atau harus melakukan beberapa hal tambahan sebelum memulai proses perencanaan pengelolaan.

2.1.2.2 Menyiapkan diri untuk membuat rencana

Jika Anda telah siap memulai proses perencanaan pengelolaan, hal pertama yang harus Anda lakukan adalah menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Bersama dengan tim inti atau tim perencanaan yang akan dilibatkan dalam proses perencanaan pengelolaan, silhakan ikuti langkah-langkah berikut:

Menyepakati secara jelas mengapa saat ini Anda ingin membuat rencana pengelolaan.

Anda harus menyatakan alasan yang sebenarnya tentang mengapa Anda ingin membuat rencana pengelolaan kepada orang-orang yang terlibat di dalam tim inti. Harus ada kesepakatan atas topik tersebut sebelum Anda melangkah lebih lanjut. Dalam proses selanjutnya, Anda harus dapat mengemukakan alasan perlunya membuat rencana pengelolaan dihadapan masyarakat, pemangku kepentingan, dan para mitra, seperti instansi pemerintah terkait dan mitra non-profit.

Mengidentifikasi tim perencanaan dan individu atau organisasi terdepan.

Anggota tim perencanaan (dan atau organisasi yang mereka wakili) harus memiliki kewenangan yang memadai untuk melakukan proses perencanaan, memiliki waktu dan sumberdaya yang memadai untuk memimpin dan menindak-lanjuti proses.

(21)

Sebagai tambahan, tim perencana harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) memiliki ketertarikan dalam bidang perencanaan,

(2) memiliki pengetahuan dalam bidang tersebut,

(3) memiliki kewenangan yang diperlukan untuk melakukan perencanaan, (4) waktu berlebih untuk dicurahkan dalam proses perencanaan pengelolaan, (5) komitmen tinggi terhadap proses perencanaan.

Kapasitas tim perencana akan sangat ditentukan oleh kapasitas individu yang bergabung di dalam tim perencana tersebut. Oleh karena itu akan sangat membantu jika para anggota tim inti ini memiliki keterampilan yang berbeda-beda. Misalnya, beberapa anggota memiliki latar belakang pengetahuan biologi, sementara yang lainnya adalah praktisi budaya dan sisanya pernah mendapatkan pelatihan ekonomi. Kebutuhan akan kemampuan beragam ini akan dapat ditentukan berdasarkan kasus per kasus. Namun, makin beragam anggota tim, makin banyak pengetahuan yang dapat mereka bawa ke dalam proses. Tergantung seberapa rumit lokasi yang Anda tangani, Anda akan mempertimbangkan keterlibatkan individu dari berbagai kelompok pemangku kepentingan yang berbeda. Setidaknya harus ada satu anggota tim yang berpengalaman mengenai perencanaan pengelolaan atau memanfaatkan tenaga dari luar tim untuk membantu merancang dan melaksanakan proses.

Terakhir, identifikasi satu orang atau satu kelompok kecil yang akan menjadi koordinator atau pemimpin proses perencanaan. Peranan ini amat sangat penting.

Identifikasi dengan jelas maksud KKP dan pastikan hal ini dapat dipahami oleh semua orang yang terlibat.

Cakupan dari maksud pendirian KKP sebaiknya sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan atau kesepakatan formal lain yang menetapkan wilayah tersebut sebagai KKP. Namun, penting untuk memeriksa ulang maksud pendirian KKP yang sesunguhnya terkait dengan keadaan lokasi KKP. Kajian ulang ini akan membantu kita dalam menetapkan tahapan rencana. Jika cakupan maksud pendirian KKP belum diungkapkan atau kebutuhannya tidak disesuaikan, maka cakupan ini harus ditetapkan sebelum perencanaan dimulai. Anda juga harus mengkomunikasikan maksud pendirian KKP tersebut kepada pemangku kepentingan utama sebelum memulai proses perencanaan pengelolaan.

Tentukan siapa saja khalayak atau pihak-pihak yang akan menggunakan rencana.

Rencana pengelolaan dipersiapkan terutama untuk kegunaan rutin para manajer KKP. Namun, anggota masyarakat, pemerintah, kalangan pengusaha, dan masyarakat juga merupakan pengguna penting dari rencana yang akan dibuat. Dalam beberapa situasi, pemilik adat, pejabat pemerintahan lokal, dan pengusaha juga bisa menjadi pengguna kunci. Cara berkomunikasi dengan mereka harus mencerminkan bahwa kelompok pengguna adalah pihak yang paling penting.

(22)

Membuat klarifikasi dan kesepakatan tentang prosedur untuk persetujuan final rencana pengelolaan.

Jika persetujuan pihak eksternal (misalnya badan penyandang dana, dewan penasehat, dan departemen di pemerintahan) diperlukan, prosedur yang harus diikuti dalam mencapai persetujuan tersebut harus dikemukakan di awal. Pihak-pihak tersebut juga harus menyepakati tata waktu penyerahan rencana pengelolaan akhir untuk mendapat persetujuan.

Mengumpulkan informasi penting.

Sangat penting untuk mengumpulkan informasi kunci sebelum Anda melangkah melakukan proses perencanaan. Informasi penting tersebut biasanya mencakup sumber daya ekologi dan kondisi umumnya, sumber daya budaya dan kondisi umumnya, karakteristik fisik, karakteristik kunci lingkungan sosial-ekonomi, penggunaan lahan daratan dan ruang laut, ancaman terhadap wilayah, infrastruktur atau fasilitas publik, karakteristik pengguna sumberdaya alam dan dampaknya terhadap wilayah tersebut. Dengan berbagai informasi yang dikumpulkan sebelumnya maka proses perencanaan pengelolaan akan lebih mudah difasilitasi. Anda mungkin akan memasukkan berbagai pengumpulan data dan kegiatan penelitian yang lebih terperinci sebagai kegiatan yang direkomendasikan dalam rangka penyusnan rencana pengelolaan KKP.

Mengidentifikasi langkah-langkah yang harus diikuti selama proses perencanaan, rangkaian kegiatan, dan metode yang digunakan.

Harap diperhatikan: Anda akan menyusun jadwal perencanaan secara rinci dalam langkah ketiga.

Banyak sekali organisasi memiliki panduan sendiri tentang proses penyusunan rencana pengelolaan. Jika tidak, Anda dapat merancang sendiri sebuah pendekatan terbaik bagi KKP Anda sesuai dengan konteks pengelolaannya. Proses yang direkomendasikan dalam pelatihan ini harus disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan lokal.

2.1.2.3 Membuat jadwal perencanaan

Perencanaan pengelolaan akan memakan waktu lama, terutama jika perencana tidak memulainya dengan penjadwalan yang realistis untuk proses perencanaannya, dan tidak berkomitmen mengikuti jadwal tersebut. Sangat penting untuk menyediakan waktu yang cukup agar para pemangku kepentingan dapat terlibat dan berkonsultasi dengan baik, namun penting juga diperhatikan agar proses rencana pengelolaan tidak memakan waktu terlalu lama sehingga para peserta terlalu lelah sebelum semuanya selesai.

Sangat penting bagi tim perencana menentuka tanggal penyelesaian rencana tersebut, kemudian membuat tata waktu untuk memastikan penyelesaian sesuai tanggal target. Tim ini tentu harus fleksibel dan bersedia melakukan penyesuaian untuk hal-hal tak terduga yang terjadi selama proses berlangsung. Namun jika semua orang sepakat pada jadwal dan menetapkan tanggung jawabnya, tiap orang harus melakukan yang terbaik untuk patuh terhadap jadwal ini.

(23)

Kiat

Bila Anda merasa belum siap untuk memulai perencanaan pengelolaan, bukan berarti Anda harus menunda atau membatalkan perencanaan. Anda dapat menyusun tata waktu untuk kegiatan persiapan dan menetapkan tenggat waktu, yang dapat membantu Anda menyiapkan proses penyusunan rencana pengelolaan.

Kami menyarankan agar ada satu orang yang ditugaskan untuk memfasilitasi tim inti dengan mengisi jadwal perencanaan. Bersama kelompok inti, lakukan peninjauan kembali terhadap seluruh proses perencanaan agar mereka terbiasa dengan keseluruhan proses perencanaan.

Kelompok perlu membahas lama waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahapan dalam proses perencanaan. Waktu yang diperlukan ini dapat berbeda dari satu KKP ke KKP lainnya, juga pada satu wilayah ke wilayah lainnya di KKP yang sama. Jadi setiap tahapan perlu diperhatikan baik-baik dan tentukan secara kasar berapa kali pertemuan yang diperlukan untuk setiap lokasi dan bagaimana mengatur pertemuan-pertemuan tersebut. Kualitas apa yang membuat wilayah ini—tidak seperti wilayah lainnya—istimewa dan unik untuk mendapatkan pengelolaan khusus?

Deskripsi tentang lokasi KKP sangat diperlukan namun tidak harus lengkap disertai inventarisasi sumber daya maupun database karena kedua hal ini dapat ditambahkan sebagai lampiran-lampiran dari dokumen rencana pengelolaan. Informasi tersebut dapat diperoleh selama proses perencanaan, seperti tercantum dalam:

(1) Kerangka kerja hukum (2) Kewenangan pengelola

(3) Identifikasi pemangku kepentingan (4) Karakterisasi lokasi

(5) Target sumber daya

(6) Ancaman terhadap pengelolaan sumber daya

Dalam konteks proses perencanaan dan tim perencana pengelolaan, membuat draft deskripsi atau karakteristik lokasi KKP adalah kegiatan yang baik untuk mengumpulkan informasi melalui proses perencanaan. Dalam proses ini, informasi terkini dapat diperoleh dan sintesis informasi dapat dilakukan sebagai bahan untuk menyusun rencana pengelolaan. Hasil dari kegiatan ini adalah informasi dasar yang diperlukan untuk membuat deskripsi lokasi yang akan dikelola.

Pegangan Peserta 1.1: Tahap-tahap untuk Menyusun Rencana Pengelolaan yang Efektif Pegangan Peserta 1.2: Jenis-Jenis Rencana Pengelolaan

(24)

2.2 Cara menilai kesiapan untuk melakukan kegiatan perencanaan

Dengan uraian pada tiga langkah proses dan Pegangan Peserta 1.1 dan 1.2 di atas, lakukan latihan untuk melakukan langkah pertama dengan cara mengisi Lembar Kerja 1.1 Menyiapkan Diri untuk Memulai Perencanaan Pengelolaan.

Latihan 1.1: Apakah Kita Siap Membuat Rencana?

Tujuan: Memahami beberapa pertanyaan kunci (dan isu-isu penting) yang perlu dijawab sebelum mengembangkan memulai proses rencana pengelolaan di sebuah lokasi.

Kegiatan: Bekerja sama mengisi Lembar Kerja 1.1 tentang menyiapkan diri untuk memulai perencanaan pengelolaan (20 menit)

Melaporkan kembali ke seluruh kelompok (10 menit) Waktu: 30 menit

2.3 Tujuan Akhir Kawasan Konservasi Perairan

2.3.1 Pengertian tujuan akhir

Tujuan akhir (visi) adalah suatu pernyataan tentang cita-cita/angan-angan/harapan terhadap kondisi yang akan dibangun atau diwujudkan berkaitan dengan tugas dan fungsi maupun pekerjaan suatu organisasi.

Biasanya proses perencanaan pengelolaan dimulai dengan membuat tujuan akhir kolektif tentang bagaimana KKP seharusnya di masa depan. Maksud dari tahapan pembuatan tujuan akhir dalam proses perencanaan ini adalah mengajak tim perencana sejak awal untuk memikirkan gambaran masa depan KKP yang diinginkan. Oleh karena itu, kita perlu membuat pernyataan tujuan akhir (vision statement). Pernyataan tujuan akhir harus mencerminkan hasil pikiran kolektif tim perencana tentang KKP di masa depan sebagai hasil dari implementasi dari rencana pengelolaan yang efektif.

Pernyataan tujuan akhir adalah sebuah deskripsi ideal tentang hasil yang diinginkan yang harus memberikan inspirasi dan membantu menciptakan gambaran pikiran KKP pada saat 5 atau10 tahun ke depan. Pernyataan tujuan akhir terkadang rancu dengan pernyataan misi, tapi keduanya memiliki maksud yang saling melengkapi. Ingatlah bahwa pernyataan tujuan akhir ini tidak dimaksudkan sebagai sebagai sasaran “nyata” yang akan menjadi tolok ukur keberhasilan atau kegagalan. Pengukuran keberhasilan atau kegagalan akan merujuk pada tujuan-tujuan akhir (goals) dan tujuan-tujuan antara (objectives), yang akan dibahas dalam bagian lain. Sebaliknya, pernyataan tujuan akhir ini akan membuka mata tim perencana tentang apa saja yang mungkin dicapai.

Membuat orang memahami apa yang dilakukan KKP Anda (nilai tambah yang dihasilkannya jika satu wilayah ditunjuk sebagai lokasi KKP). Pernyataan misi ini menggambarkan tujuan fundamental KKP Anda dan mengapa KKP tersebut ada. Sebuah misi berlangsung sepanjang hidup KKP dan tidak memiliki tata waktu. Pernyataan tujuan akhir terasa lebih mulia karena itu menjabarkan tujuan akhir KKP Anda di masa depan.

(25)

Jadi, Anda mungkin akan bertanya mengapa kita tidak mulai dengan pernyataan misi pada proses perencanaan pengelolaan ini. Asumsinya adalah, jika Anda siap untuk memulai proses perencanaan pengelolaan, pernyataan misi telah dikembangkan sebagai bagian penjelasan tujuan dan kebutuhan untuk penetapan KKP Anda.

Beberapa kiat untuk menyusun sebuah tujuan akhir 1. Jabarkan tujuan akhir Anda dalam kalimat saat ini

2. Gambarkan bagaimana perasaan Anda ketika rencana pengelolaan berhasil dilaksanakan

3. Semakin rinci, semakin kuat pernyataan tersebut

2.4 Merumuskan tujuan akhir sebuah kawasan konservasi perairan

2.4.1 Beberapa pertanyaan untuk menyusun pernyataan tujuan akhir

Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan yang dapat membantu Anda untuk memikirkan kondisi KKP yang diharapkan di masa depan:

1) Seperti apakah wujud KKP Anda yang sempurna pada sepuluh tahun ke depan? 2) Seperti apakah kondisi sumber daya alam yang Anda inginkan?

3) Seperti apakah kondisi ekonomi yang Anda inginkan? 4) Seperti apakah kondisi sosial-budaya yang Anda inginkan? 5) Apakah yang Anda ingin wariskan bagi generasi mendatang?

Selanjutnya, pernyataan tujuan akhir anda sebaiknya memiliki kriteria berikut ini: 1) Menggambarkan wujud keinginan yang terjadi di KKP Anda di masa depan. 2) Tidak berasumsi bahwa kondisi dunia di masa depan akan sama seperti sekarang. 3) Menuliskannya dalam bentuk kalimat sekarang (present tense) seakan-akan Anda

hidup di masa depan tersebut.

4) Spesifik tentang KKP Anda dan para pemangku kepentingan. 5) Berpikir positif dan inspiratif.

6) Selaras dengan nilai-nilai dan budaya organisasi. 7) Menggunakan bahasa yang jelas dan gamblang.

8) Idealis, tapi bukan berarti tidak realistis (yaitu sesuatu yang sesungguhnya dapat dicapai).

(26)

Contoh pernyataan tujuan akhir:

1) Terumbu karang kami telah berhasil dilindungi untuk generasi mendatang.

2) Perekonomian masyarakat kami stabil melalui pengembangan mata pencaharian alternatif.

3) Pemerintah lokal dan propinsi telah berhasil bekerjasama dengan masyarakat KKP lokal dalam mengatasi pembuangan limbah padat dan sumber polusi dari daratan. Ada dua hal yang perlu dilakukan dalam menyusun pernyataan tujuan akhir, yaitu mulai dari kondisi terkini dan membayangkan kondisi yang diharapkan di masa depan. Berikut adalah penjelasannya masing-masing:

1. Mulai dari tempat Anda sekarang dan membangun tujuan akhir di masa depan:

1) Situasi: evaluasi keadaan KKP terkini dan bagaimana hal ini bisa terjadi seperti sekarang.

2) Sasaran: definisikan keadaan KKP yang ideal menurut Anda.

3) Jalan: buatlah peta yang memungkinkan untuk mencapai sasaran Anda. 2. Membayangkan masa depan dan mengaitkannya dengan keadaan Anda sekarang:

1) Gambar: buatlah gambaran kondisi ideal atau hasil akhir yang diinginkan.

2) Lihat: Bandingkan gambaran kondisi ideal dengan kondisi sekarang. Jelaskan kesenjangan di antara kondisi sekarang dan kondisi ideal.

3) Pikir: Tentukan tindakan spesifik yang dapat dilakukan untuk menutup kesenjangan di antara kondisi sekarang dan kondisi ideal

4) Rencana: Tentukan apa yang diperlukan untuk untuk mencapai kondisi ideal tersebut.

Pernyataan tujuan akhir harus valid selama rencana pengelolaan diterapkan, yang biasanya berlangsung selama 5 tahun. Ketika memperbaiki maupun meninjau kembali rencana pengelolaan Anda, akan sangat baik jika Anda juga melakukan hal yang sama terhadap pernyataan tujuan akhir KKP Anda.

2.4.2 Cara menyusun tujuan akhir sebuah kawasan konservasi perairan

Dari uraian tentang kiat-kiat menyusun sebuah tujuan akhir dan beberapa pertanyaan yang harus dijawab di atas, jika sudah ada tujuan akhir KKP, tinjaulah kembali pernyataan tujuan akhir KKP tersebut dan secara kolektif tentukan bagaimanakah kondisi ideal KKP tersebut.

Pegangan Peserta 1.3: Pertanyaan untuk membangun Tujuan akhir Latihan 1.2: Mengembangkan sebuah tujuan akhir KKP 20 tahun

Tujuan: Menyediakan kesempatan bagi tiap KKP untuk melihat kembali pernyataan tujuan akhir mereka dan secara kolektif menentukan seperti apa masa depan ideal yang seharusnya terjadi pada KKP mereka.

(27)

(1) Merumuskan tujuan akhir kelompok untuk tiap KKP (berdasarkan pada tujuan dan kebutuhan penunjukan KKP)

(2) Tulis jawaban pada kertas post-it dan tempelkan jawaban di poster

(3) Melakukan curah gagasan dengan kelompok mengenai “masa depan yang diinginkan” dengan melihat kertas-kertas post-it

(4) Isilah model konseptual pada Poster 2.1 dengan pernyataan tujuan akhir tersebut.

(5) Catatan: Pernyataan tujuan akhir dapat dilihat kembali sebelum memulai proses perencanaan.

Waktu: 50 menit

Bab 3 KETERLIBATAN PEMANGKU KEPENTINGAN KKP

3.1 Pemangku kepentingan sebagai kunci keberhasilan pengelolaan

Tingginya keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) adalah kunci keberhasilan dalam pembuatan dan pelaksanaan rencana pengelolaan KKP. Keterlibatan pemangku kepentingan adalah suatu proses berkelanjutan mereka dalam mengkaji, merencanakan dan melaksanakan rencana pengelolaan KKP. Keterlibatan para pemangku kepentingan pada setiap tahapan proses perencanaan akan memastikan terbangunnya dan dimasukannya pandangan atau perspektif, pengetahuan dan dukungan mereka. Jika mereka tidak sempat dilibatkan dalam setiap tahapan proses perencanaan, setidaknya mereka harus diberi informasi tentang proses tersebut, dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan kunci yang mungkin akan berdampak langsung ataupun tidak langsung pada kepentingan mereka masing-masing. Semakin banyak pemangku kepentingan yang percaya dan menjalankan rencana tersebut (karena rasa “memiliki”) maka akan semakin berhasil pelaksanaan rencana Anda dalam jangka panjang.

Pemangku kepentingan adalah mereka yang memiliki minat dan “kepentingan” bagi keputusan yang dibuat. Mereka adalah mitra dalam proses perencanaan. Pemangku kepentingan juga termasuk individu maupun kelompok yang terlibat, tertarik, atau terpengaruh oleh sumber daya laut dan pesisir. Tidak hanya penduduk setempat, pemangku kepentingan di wilayah pesisir juga termasuk:

1) Nelayan

2) Pelaku usaha penangkapan ikan komersial 3) Pelaku usaha budidaya laut

4) Otoritas pengelola kawasan konservasi perairan 5) Pemerintah daerah

6) Industri pariwisata (operator tur, hotel, rumah makan, dll.) 7) Kelompok konservasi lokal

(28)

9) Organisasi pengembangan masyarakat 10)Organisasi masyarakat pribumi

11)Kelompok perempuan 12)Ilmuwan

13)Pendidik

14)Lembaga swadaya masyarakat

Jika Anda belum memiliki hubungan dengan para pemangku kepentingan, yang harus diingat adalah bahwa menjalin hubungan dengan para pemangku kepentingan dapat memerlukan waktu yang panjang. Investasi ini tidak hanya berharga, namun mutlak harus dilaksanakan. Ini adalah bagian dari proses perencanaan yang harus Anda perbaharui secara terus-menerus untuk meyakinkan bahwa kepentingan mereka telah diperhatikan, dipertimbangkan dan dijadikan masukan, rasa saling percaya telah terbentuk, dan peranan serta tanggung jawab telah dilaksanakan dengan baik.

Kiat mengidentifikasi pemangku kepentingan

Dalam proses mengidentifikasi pemangku kepentingan, akan sangat wajar untuk tanpa sengaja mengabaikan pemangku kepentingan kunci atau melibatkan pemangku kepentingan baru yang datang ke lokasi. Sangat penting untuk membangun kesadaran pemain yang tajam ketika mereka datang dan pergi, dan memahami bagaimana kemungkinan mereka untuk ikut atau tidak dalam proses perencanaan pengelolaan yang sedang berlangsung.

Tujuan dilibatkannya para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan pengelolaan adalah untuk mengidentifikasi dan membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan kunci; dan menetapkan peranan dan tanggung jawab mereka dalam perencanaan dan implementasi rencana pengelolaan KKP.

3.2 Keterlibatan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan

3.2.1 Tahapan dalam melibatkan para pemangku kepentingan

Sekalipun pada tahap awal persiapan perencanaan pengelolaan, ada beberapa keputusan utama yang harus dibuat dan akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan pengembangan dan implementasi rencana pengelolaan. Identifikasi dan keterlibatan para pemangku kepentingan adalah batu pertama sebagai fondasi yang akan mendukung seluruh proses perencanaan. Kesepakatan dalam peran dan tanggung jawab masing-masing pada tahap awal ini sangatlah penting untuk meraih keberhasilan.

Langkah-langkah utama proses tersebut adalah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi para pemangku kepentingan di dalam dan di sekitar KKP.

2) Mengidentifikasi ketertarikan dan hubungan di antara para pemangku kepentingan dan KKP.

3) Mendefinisikan peran para pemangku kepentingan dalam pengembangan dan implementasi rencana pengelolaan.

(29)

4) Mengidentifikasi peranan dan tanggung jawab lain dari para pemangku kepentingan dalam pengelolaan KKP, termasuk pemetaan, pemantauan dan evaluasi keefektifan pengelolaan.

Proses yang didijabarkan di bawah ini telah melalui berbagai tahapan identifikasi dan melibatkan pemangku kepentingan dalam perencanaan dan implementasi pengelolaan. Langkah 1: Mengidentifikasi dan mengenal karakter pemangku kepentingan

Pemangku kepentingan maupun masyarakat bukanlah sebuah kelompok yang terdiri dari orang-orang yang memiliki keseragaman dalam hal pengetahuan, pemikiran, keterampilan dan sikap serta status kehidupannya. Kedua kelompok orang ini juga terdiri dari orang-orang dengan tingkatan ekonomi, kelompok keluarga, dan etnis berbeda, juga terdiri dari dua gender, berbagai kelompok dengan ketertarikan berbeda, dan kelompok pengguna. Bahkan kelompok yang terlihat sama seperti “nelayan” juga terdiri dari berbagai sub-kelompok: penangkap udang, pukat, perahu dayung, kapal penangkap tuna internasional, pekerja pemrosesan dan pengalengan, dan lain sebagainya. Setiap kelompok pemangku kepentingan ini memiliki perspektif berbeda dan akan memberi tanggapan berbeda pula terhadap strategi pengelolaan KKP yang diajukan. Melibatkan para pemangku kepentingan termasuk juga mengakui keberadaaan dan menghargai peran kelompok-kelompok tersebut dan keragaman mereka.

Selain pengetahuan tentang siapa saja para pemangku kepentingan dari sebuah KKP, pengetahuan tentang keterkaitan mereka dengan KKP juga penting. Sebagai contoh, selain pemangku kepentingan yang mungkin banyak tinggal dan bekerja secara fisik dekat sekali dengan KKP namun ada juga yang tinggal dan bekerja di tempat yang jauh dari KKP. Di mana pun mereka tinggal, para pemangku kepentingan ini memiliki derajat kekuasaan dan pengaruh yang berbeda-beda berkaitan dengan pengambilan keputusan KKP. Industri berbasis kelautan diperkuat dengan para pelobi berpengaruh, atau kementrian negara yang secara geofrafis tidak terlihat secara fisik di KKP namun memiliki pengaruh besar, sementara bisnis kecil atau masyarakat lokal hanya memiliki sedikit sekali pengaruh–-atau malah sebaliknya. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi dan menggolongkan pemangku kepentingan.

Mengidentifikasi dan menggolongkan pemangku kepentingan di awal akan menghasilkan informasi yang digunakan tim perencana ketika akan mengambil keputusan tentang siapa saja pemangku kepentingan yang harus terlibat dan bagaimana melibatkan mereka dalam proses perencanaan. Akhirnya, banyak keputusan tentang pelibatan pemangku kepentingan menjadi semakin bersifat politis—berdasar pada identifikasi pemenang dan musuh, dan dalam banyak kasus, keduanya akan dibutuhkan untuk duduk bersama dan berdiskusi.

Langkah 2: Membangun kepercayaan pemangku kepentingan

Anda telah mengidentifikasi pemangku kepentingan kunci, namun sebelum melibatkan mereka dalam proses perencanaan pengelolaan sangat penting untuk membangun hubungan. Salah satu cara terbaik melakukannya adalah meluangkan waktu secara informal dengan orang-orang. Ini akan memberi Anda kesempatan untuk bertanya, mendengar, dan mempelajari seluas apa pengetahuan yang dimiliki para pemangku kepentingan mengenai isu dan sumber daya di KKP. Tanyakan bagaimana pandangan

(30)

mereka mengenai isu tentang KKP dan apa gagasan mereka untuk memecahkan masalah tersebut.

Kiat membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan

Ketika bekerja dengan pemangku kepentingan dan masyarakat, uji kembali pandangan mereka mengenai sumber daya dengan pengamat independen, karena sering kali ada berbagai opini yang berdasar pada kesan yang tidak akurat.

Dengan cara meluangkan waktu bersama orang-orang tersebut, terbentuk hubungan yang saling percaya yang dapat membantu pengelolaan KKP sehingga manajer KKP dan pemangku kepentingan dapat mulai menyelesaikan masalah bersama. Misalnya, nelayan dapat menyumbangkan pengetahuan dan penyadar-tahuan mengenai status kesehatan sumber daya pesisir, namun mereka kekurangan kegiatan alternatif untuk mengurangi atau tidak melakukan praktek penangkapan ikan yang berbahaya. Contohnya, jika Anda mendapat kepercayaan mereka, selanjutnya Anda dapat bekerjasama untuk mengembangkan peluang mata pencaharian alternatif bagi mereka. Mereka akan lebih mudah mengerti bahwa anggota staf KKP ada di sekitarnya untuk membantu mereka ketimbang melarang atau membayar biaya perijinan dan pajak. Hubungan yang saling percaya dapat membawa keyakinan yang mereka butuhkan untuk dapat melihat bahwa resiko yang terjadi dengan adanya perubahan tersebut dapat dikelola dan bermanfaat. Ada banyak cara untuk memulai keterlibatan pemangku kepentingan. Para manajer KKP telah menggunakan beberapa cara di bawah ini, sebagai tambahan, untuk membuka dialog dengan pemangku kepentingan, untuk mempelajari lebih jauh tentang pengetahuan dan pandangan para pemangku kepentingan, dan untuk mengumpulkan berbagai informasi untuk proses perencanaan pengelolaan:

1) Wawancara informal atau kelompok alamiah: Percakapan sederhana dengan

kelompok orang di lingkungan alami mereka. Teknik ini membuka tinjauan yang luas mengenai isu kunci yang penting bagi masyarakat lokal atau kelompok pemangku kepentingan yang berbeda, dan mungkin juga penting bagi KKP.

2) Kelompok fokus: Diskusi semi-terstruktur (semi-structured) dengan kelompok orang yang memiliki ketertarikan atau karakteristik sama. Pesertanya dipilih berdasarkan metode pengambilan sampel statistik atau nonstatistik (misalnya lintas usia, desa yang berlainan dan kelompok pengguna yang berbeda). Teknik ini sangat berguna untuk mengidentifikasi dan menggambarkan pandangan kelompok, sikap dan kebutuhan berkaitan dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya.

3) Wawancara semi-structured: Wawancara menggunakan daftar topik bahasan ,

bukan menggunakan kuesioner yang rinci. Responden didorong agar mau membicarakan topik-topik tersebut secara umum tanpa diganggu oleh pewawancara, namun bisa dilewati jika topiknya memang perlu diabaikan. Teknik ini dapat menemukan topik yang tidak diduga sebelumnya.

4) Sesi curah gagasan (brain storming): Diskusi yang difasilitasi agar sekelompok orang bisa mengidentifikasi masalah dan isu di masyarakat atau di antara kelompok pemangku kepentingan. Tujuan sesi curah gagasan ini adalah untuk

Gambar

Tabel 1.  Jumlah dan luas kawasan konservasi perairan di Indonesia pada tahun 2014 2

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah diseminasi teknologi produksi benih tanaman dan produk bioteknologi pertanian 1 Diseminasi teknologi 16 32 27 25 Jumlah pengembangan kawasan wisata agro 1 Pengembangan

Refleksi dilakukan dengan memberikan pertanyaan reflektif tentang pengalaman yang diperoleh selama membuat proyek tersebut dan niatan yang timbul untuk langkah

Perencanaan Pembangunan Pasar Asembagus ini harus sesuai dengan ketentuan- ketentuan dan persyaratan perencanaan bangunan gedung yang berlaku, baik segi arsitektural,

Setiap penghasilan yang diterima atau diperoleh atas kegiatan usaha yang dilakukan dapat diklasifikasikan sebagai objek pajak dan pihak otoritas negara mana yang

Pada penelitian ini akan dilakukan uji untuk mengetahui resistensi bakteri termofilik terhadap logam tembaga (Cu), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) pada berbagai konsentrasi.

Menurut Glock dan stark mendefinisikan religiusitas sebagai “Komitmen religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas

 Sis*a +erkumpul dan duduk sesuai den'an kelompokn(a masin'masin'&  Mem+erikan salam dan +erdoa $se+a'ai implementasi nilai reli'ius%&  Men'a+sen) men'ondisikan kelas